“Kamu lelah?” tanya Wijaya saat Tania berbaring di ranjang.
Tania baru saja pulang dari rumah sakit bersama dengan Rifat dan juga wanita yang akan hamil anak mereka nantinya, kedua orang itu berada di kamar hotel berbeda. Tania tidak tahu bagaimana mereka bisa menemukan wanita itu, berkenalan sebentar membuat Tania tahu jika wanita ini berasal dari desa.“Mereka akan makan apa itu? Terutama Sinta.” Tania membuka suaranya tanpa membuka mata.“Rifat sudah mengurusnya.”“Kenapa nggak suruh Rifat menikah saja sama dia.” Tania memutar bola matanya malas.“Bukan selera Rifat.” Wijaya menjawab santai yang membuat Tania menggelengkan kepalanya.“Aku rindu sama anak-anak, kamu tega buat aku berpisah dari mereka.” Tania menatap tajam pada Wijaya.“Jimmy ikut kita dan untungnya seharian sangat tenang.” Wijaya menatap Jimmy yang tidur di ranjang kecil.Tania memandang Jimmy yang berada di ranjang satunya da“Kita melakukan ini sudah hampir setahun.” Rifat membuka suaranya dengan tangannya memegang tangan Tania.“Tuhan tidak ingin ada anak diantara kita mungkin.” Tania mengatakan dengan santai.“Tuhan ingin kamu sendiri yang hamil?”Tania menatap tajam kearah Rifat “Jangan aneh-aneh, kehamilan Jimmy sudah membuatku takut dan sekarang kamu bicara yang tidak-tidak.”“Kita beberapa kali melakukannya, pastinya aku ingin kalau kamu sendiri yang hamil. Aku selalu membayangkan orang yang kucintai hamil dari benihku.”“Kamu sudah melihat itu dari Aya.”“Tidak semudah itu.” Rifat memejamkan matanya.“Apa kamu masih merasa bersalah dengan dia?” tanya Tania hati-hati.“Sinta meminta aku melamarnya.” Rifat mengalihkan pembicaraan.“Bagaimana bisa? Dia tahu kalau hanya bisa hamil benih kita.” Tania menatap tidak percaya.“Orang tuanya menginginkan Sinta menikah.” Tania langsung m
“Apa kita cari wanita lain?” Wijaya menatap Tania lembut.“Memang kamu bisa mencari wanita lain? Kamu bayar lagi wanita lain itu? Apa kamu yakin kalau wanita baru ini bisa lebih cepat dibandingkan sekarang? Mau berapa banyak orang yang tahu tentang rencana gila ini?”“Benar sih, tapi ini....”“Sabar saja, lagian dokter bilang kalau memang belum waktunya.” Tania menggenggam tangan Wijaya lembut.“Harusnya aku beri dua wanita, biar tahu siapa yang hamil duluan.”Tania menggelengkan kepalanya dengan ide yang Wijaya miliki “Ide kamu benar-benar diluar pikiran. Uang dibuang untuk hal tidak penting sama sekali.”“Penting ini membantu Rifat mendapatkan keturunan dari benih kalian berdua.”Tania memutar bola matanya malas mendengar alasan yang diberikan Wijaya, alasan sama yang sama sekali tidak masuk akal, tapi tetap saja dirinya mendengarkan dan menyetujui semua kata-katanya yang keluar.“Kalau memang
“Sinta hamil.” Wijaya menatap tidak percaya dengan berita yang disampaikan Rifat, tepat lima tahun mereka menunggu kabar kehamilan Sinta dan itu artinya Jimmy akan berusia empat tahun tidak lama lagi. Tersenyum kecil ternyata Tuhan memang sudah merencanakan ini semua, menunggu Jimmy berusia sedikit lebih besar saat mendapatkan adik.“Pastikan semua berjalan dengan lancar, orang tua Sinta pastikan kehidupannya tercukupi.” Wijaya menatap Rifat tajam.“Baik, pasti akan saya lakukan. Bagaimanapun ada benih aku didalam sana.” Rifat mengatakan dengan penuh kebahagiaan.“Benih kamu dan wanita yang kamu cintai.” Wijaya menekankan sekali lagi membuat Rifat terdiam “Aku tahu apa yang kalian lakukan selama ini, aku hanya diam dan tidak menghukum kalian berdua. Aku malah memberikan kalian impian yang tidak akan pernah terjadi, aku tidak mau Tania hamil anakmu, dia hanya boleh hamil anakku. Setelah Sinta melahirkan hentikan semua yang kalian berdua la
Sinta sudah waktunya melahirkan, beberapa bulan sebelum melahirkan Rifat sudah membawa ke Singapore ditemani dengan Bima dan Vita. Tania sendiri fokus pada keempat anak yang sudah mulai masuk sekolah, menjelang melahirkan Tania baru akan berangkat.Perasaan cemas mendominasi Tania, hasil periksa jenis kelamin mereka sudah mengetahui jika laki-laki. Rifat senang saat mengetahui jenis kelaminnya, begitu juga dengan Wijaya. Satu hal yang dilakukan Rifat setelah mengetahui Sinta hamil adalah menikahinya, setelah nanti sudah melahirkan mereka akan bercerai dan semua itu sudah diatur dengan Wijaya.“Kamu nggak berangkat ke Singapore?” suara Wijaya membuat Tania menatap kearahnya.“Seminggu lagi, bukan? Tiga hari sebelum melahirkan aku kesana, kamu ikut juga?”Wijaya menganggukkan kepalanya “Biar anak-anak ketemu sama kembar juga, sudah lama tidak bertemu kembar.” “Kembar pasti sudah besar sekarang, Endi apa juga ikut?” “B
Tania dan Wijaya menemani Sinta yang melahirkan, Tania ikut masuk kedalam bersama dengan Rifat. Bayi yang baru dilahirkan Sinta langsung dibawa keluar, Tania dan Rifat mengikuti dari belakang. Mereka memang langsung membawa bayi keluar agar jauh dari Sinta, mereka membuka dua kamar yang berdampingan dengan Sinta.Mereka bertiga menunggu dengan cemas mendengar suara tangisan bayi, tidak lama suara tangisan mulai terdengar membuat ketiga orang dewasa menghembuskan nafas lega. Tania yang sudah melakukan terapi payudara agar keluar ASI langsung berbaring dan bayi diletakkan diatasnya, Wijaya membelai wajah anaknya dengan Rifat perlahan di pipi.“Siapa namanya?” tanya Wijaya tanpa melepaskan tatapan pada bayi laki-laki yang berada diatas Tania.“Endi bilang kalau punya adik mau dipanggil Rei.” Rifat membuka suaranya.“Reino Hadinata.” Wijaya mengatakan langsung “Apa keberatan?” Rifat diam menatap Tania yang juga menatap kedua matany
Tania tahu semua yang dikatakan Wijaya pastinya sudah dipikirkan dan rencanakan, memiliki anak lagi bukan masalah besar, tapi Tania ingin memperhatikan Rei terlebih dahulu seperti Jimmy dan Leo. “Namanya Rei?” Lucas menatap Rei yang ada di box.“Abang nggak suka?” tanya Tania lembut.“Suka,” jawab Lucas tanpa menatap Tania.Satu yang membuat Tania bersyukur adalah anak-anak bisa menerima Rei, Lucas sebagai anak pertama atau paling besar tidak pernah protes setiap Tania hamil atau melahirkan, setidaknya Lucas pernah mengatakan jika nanti mereka akan melindungi Tania dan Wijaya ketika tua. Lucas memang selalu dewasa di beberapa kesempatan, tapi tetap anak-anak dalam bertindak atau bertingkah laku.“Mami masih mau buat adik lagi?” suara Leo membuat Tania menatap kearahnya.“Kamu nggak suka ada adik lagi?” tanya Tania hati-hati.“Kalau punya adik lagi kasih perempuan biar Zee ada temannya.” Leo menjawab sambil
“Program anak perempuan, bagaimana? Sudah siap?” Wijaya menatap Tania penuh harap.Tania menggelengkan kepalanya melihat sikap Wijaya “Bagaimana bisa kamu mikirin itu?” “Anak kita lima yang empat cowok, kamu nggak kasihan sama Zee? Dia cewek sendirian.” Wijaya memberikan alasan “Lagian jarak kamu melahirkan dengan ini lama, Jimmy sudah lima tahun lebih, jadi nggak ada masalah kalau kamu hamil.”“Aku masih menyusui Rei.” Tania memberikan alasan.Wijaya mencibir jawaban Tania “Lucas dan Zee dulu kamu juga sambil menyusui, apa karena dia anak Rifat ada perlakuan berbeda?” Hembusan nafas dikeluarkan Tania ketika mendengar kata-kata dan nada bicara Wijaya “Kamu bilang nggak akan cemburu, tapi ini?” “Kamu diajak program nggak mau, gimana aku nggak cemburu?” Wijaya mengerucutkan bibirnya yang semakin membuat Tania tertawa.Program hamil sudah dibicarakan sejak kelahiran Rei, bukan Tania tidak mau hanya saja mer
Menatap Tina yang sedang merawat Nisa, putri kedua mereka di diagnosa autis. Tina beberapa kali harus bolak-balik ke Singapore, jika sudah begini Rere akan tinggal bersama dengan Tania dan Wijaya.“Dokter bilang kalau rutin terapi bisa sembuh.” Tina mengatakan dengan wajah lelahnya.“Austis mana bisa sembuh? Setahu aku mengurangi bukan sembuh total.” Tania mencoba mengingat-ingat.Tania juga memiliki teman yang anaknya autis, tapi dari pengalaman temannya memang tidak bisa sembuh hanya mengurangi beberapa sikap dia, membuat dia lebih peka dengan sekitar tidak dengan dunianya sendiri. Biasanya mereka yang autis lebih pintar dibandingkan mereka yang normal, pengamatan Tania tampak perbedaan antara Nisa dengan Rere atau keempat anaknya.“Nisa juga bagus nilai-nilai pelajarannya.” Tania berkata kembali yang hanya diangguki Tina “Dua anak itu pasti berbeda satu sama lain, Nisa dengan semua kelebihan dan juga kekurangan, begitu juga dengan Rere.