"Kamu sangat terlihat berseri sekali, boy?"
"Really?" Balas Ferran dengan senyum lebar, sembari memasukan potongan daging ke dalam mulutnya.
Aldrich memicingkan matanya penuh selidik, Abigail memerhatikan ayah dan anak itu secara bergantian, kemudian menghela napasnya dengan kasar.
Aldrich menyeringai tanpa menghilangkan fokusnya dari Ferran yang masih asik dengan makanannya.
"Jadi, perjaka kita sudah tidak perjaka lagi?"
Bell istirahat berbunyi. "Cha, Sil, kantin." Shela beranjak, begitu juga dengan Icha dan Sesil. Marie memasukan semua bukunya ke dalam tas. Marie tersenyum ketika menyadari kalau ketiga sahabatnya menjaga jarak dengannya. Sedari duduk di bangkunya, mereka tidak ada yang mengajaknya bicara dan sekarang mereka juga tidak menghiraukannya untuk pergi ke kantin bersama. Marie menarik napas secara perlahan. Dia mencoba menyunggingkan senyumnya, mencoba berpikir positif kalau semua baik-baik saja. &
45"Kalian ngejauhin Marie?" Marie menatap nanar ketiga sahabatnya. Shella, Sesil, dan Icha. Mereka bertiga sedang berada di sebuah taman di belakang sekolah yang jarang dikunjungi murid. Salah satu tempat favorit mereka. "Kalian semua bilang kita akan temenan selamanya, tapi kenapa sekarang kalian ngejauhin Marie? Apa salah Marie? Apa karena Marie bukan anak kandung papa Dion? Atau,- Kalian malu, karena Marie anak hasil kejahatan dari seorang penjahat?" Marie ternyata tidak tahan karena terus tidak diacuhkan oleh ketiga sahabatnya s
Ferran kembali mengkhianatinya..., Ferran kembali mencoreng kepercayaannya lagi..., Entah dengan siapa lagi tunangannya itu melakukannya?! Entah kembali bersama Shirin, atau perempuan lain... Marie tidak tau... Dan tidak ingin mencari tau... Marie menarik napas dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Ya... Dia tidak ingin tau dan tidak ingin mencari tau, Katakan dia bodoh, tapi dalam keadaan seperti ini Marie
Marie berjalan gontai menuju rumahnya. Tangisnya sudah berhenti namun pikirannya begitu kosong. Ia tidak menghiraukan kakinya yang sakit dan rasa lelah akibat berjalan selama berjam-jam dari restoran menuju rumahnya. Selama tiga jam Marie melangkahkan kakinya tanpa letih dan tidak mengindahkan rasa pegal di kakinya yang dilapisi heels setinggi lima cm. Dia tidak merasakannya, yang Marie inginkan hatinya sedikit membaik, rasa takut dalam dirinya ditinggalkan Ferran segera menghilang dan tergatikan oleh rasa lelah dan sakit fisiknya. Marie meyakinkan dirinya jik
Marie menatap pintu apartemen Ferran dengan rindu. Sudah tiga hari ia tidak melihat tunangannya itu. Ferran tidak pernah menampakan dirinya di depan Marie setelah kejadian di restoran tempo lalu. Pun selepas pulang dari sekolah Marie mencari Ferran-nya kemana-mana. Mulai ke kantornya, yang ternyata Ferran tidak pergi ke kantor selama beberapa hari tanpa keterangan. Atau mungkin sekertarisnya memang tidak ingin mengatakan keberadaan Ferran. Entahlah, Marie tidak ingin berburuk sangka. Setelah itu ia mencari ke rumah mereka berdua, tapi nyatanya kosong. Bahkan para pekerja yang mengerjakan rumah-nya sudah tidak tampak. Satpam rumah mengatakan jika pengerjaan rumah tersebut dihentikan. Marie masih tid
"KALIAN SEMUA KELUAR!" sentak Aldrich pada teman-teman Ferran. Terang saja teman-teman Ferran langsung berhamburan keluar dari penthouse milik Ferran. Sampai beberapa dari mereka terjatuh akibat pengaruh alkohol dan obat-obatan. "Kamu juga Evan!" "Iya, Om." Evan menatap segan pada Aldrich yang tengah menampilkan wajah kerasnya pada Ferran yang sedang dalam keadaan hangover. Evan satu-satunya teman Ferran yang 100% masih mendapatkan kesadarannya. &nb
"M-Marie?" Reflek, Marie menoleh pada sumber suara yang memanggilnya."Bagaimana kabarmu?" Marie menatap segan lelaki dewasa di hadapannya. Lelaki dengan pakaian oranye namun raut wajahnya sangat bersahaja tidak mencerminkan jika dia seorang penipu, pemerkosa dan pembunuh. Tidak seperti bayangannya, kalau papa kandungnya akan sangat menyeramkan dengan banyak tatto, anting-anting dengan tubuh kekar dan sangar selayaknya penjahat-penjahat yang ada TV. Bahkan Liam Sandjaya sangat bersih dan tampan untuk seusia
Marie berdiri dengan pasrah di samping Rocka. Kini ia sedang berada di auditorium sekolah untuk melakukan sidang mengenai nasibnya di Pelita Internasional School. Ketika tiba di sekolah, Marie langsung di panggil oleh kepala sekolah. Dan pak Adnan mengutarakan dengan berat hati mengenai nasibnya yang akan di tentukan hari ini. Tapi entahlah hal itu tidak terlalu penting bagi Marie untuk sekarang. Tadi dia sempat bertanya pada pak Adnan, apa Ferran akan hadir, karena setahu Marie, Pelita masih dibawah tanggung jawab Ferran. Dan Marie langsung semringah ketika pak Adnan menjawab 'iya' Ferran-nya akan hadir.&
"Kondisi Marie semakin memburuk. Kita bisa kehilangan dia kapan saja. Aku benar-benar turut menyesal, Ferran." "Apa yang harus kulakukan untuknya?! Aku tidak ingin kehilangan dia, Kak." "Bahagiakan Marie di sisa waktunya. Hanya itu yang bisa kita lakukan sekarang." Ferran menaikan dasinya sampai terpasang rapi di leher kemejanya. Mengambil sebotol minyak wangi favoritnya, lalu menyemprotkan ke sekitar jasnya barunya. Tidak hanya jas, semua pakaian dan sepatu yang dikenakannya hari ini semua baru. Setelah dirasa penampilannya sudah sangat rapi, Ferran memutar tubuh, berjalan keluar dari kamarnya.  
"Papa,-" Liam menengadahkan wajahnya ke atas, mencegah air matanya agar tidak turun. Menarik napas dalam sebelum menimpali ucapan lemah dari putrinya yang sudah siuman setelah beberapa hari tidak sadarkan diri pasca operasi. "Papa kamu baik-baik saja. Operasinya berhasil. Kamu berhasil menyelamatkan Papa Dion." Liam mencoba menampilkan senyum bersahajanya pada Marie. "Syukurlah..." bisik Marie. "Badan Marie sakit semua," keluh Marie dengan kedua sudut mata mengeluarkan air matanya.
Ferran memandangi pemandangan di depannya, di rooftop rumah sakit. Ia tengah menunggu. Menunggu Marie yang sedang melakukan operasi transplantasi hati pada Dion. Operasi sudah berlangsung selama hampir 5 jam, Axel mengatakan operasi yang di lakukan Marie dan Dion bisa berlangsung selama 6 sampai 12 jam. Ferran tidak perduli berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk operasi antara Marie dan Dion, yang ia butuhkan kabar kalau operasi berhasil dan Marie-nya baik-baik saja. "Aku mencari kamu ke mana-mana,"
Ferran memperhatikan dengan seksama orang suruhannya yang sedang berbincang dengan Liam di depan pintu kamar inap milik Marie. Tak lama kemudian Liam pergi bersama dokter gadungan suruhannya itu. Ferran cukup bersyukur malam ini Marie hanya di jaga oleh Liam. Liam cukup pengertian, meskipun Ferran tau lelaki paruh baya itu sedang di kecoh oleh dirinya. Ferran keluar dari persembunyiannya setelah Liam sudah menghilang dari pandangannya. Dia pun berjalan dengan cukup tenang menuju kamar inap Marie. Ferran membuka pintu secara perlahan. Menutupnya dan menguncinya dari dalam. Bahkan Ferran mencuri kunci cadangan ruang inap Marie t
Ferran terus menghisap rokok di tangannya dengan pikiran yang tidak menentu. Entah sudah berapa batang rokok yang dia hisap, sampai asbak di depannya penuh. Ferran tersedak asap rokoknya sendiri. Dia terbatuk dengan memegangi dadanya. Kemudian tiba-tiba ada yang menyodorkan segelas air padanya. Ferran tidak langsung menerimanya, dia melirikan matanya pada si pelaku. Axel. Ferran pun menerima gelas tersebut lalu meminumnya. Axel mendudukkan dirinya di seberang Ferran.
"Hallo," "Kamu di mana? Sudah berjam-jam aku menunggu kamu pulang, Marie." todong Samuel begitu Marie mengangkat telepon darinya. "Marie masih sama Ferran,-" aku Marie dengan jujur. Dia melirikan matanya pada Ferran yang terlihat fokus menyetir. Tidak terpengaruh oleh Marie yang tengah menerima telepon dari Samuel. "Sebentar lagi Marie pulang kok. Maaf ya Kak..." Marie mendengar Samuel menghela napasnya dengan berat. &nb
Sampe segitunya lo nyari perhatian papa sama kakak angkat lo? Sampe-sampe lo mamfaatin Pak Ferran?" Marie tersenyum kecil. Namun tanpa ke empat gadis itu sadari, Ferran berada di belakang mereka. Ferran tersenyum kecut, kemudian dia berbalik, mengurungkan niatnya untuk makan bersama Marie dan teman-temannya di kantin. ____________________________________________________________________________________ Marie menggeleng, "Marie emang manfaatin Ferran buat mancing marahnya kak Shirin sama papa Dion,- tapi Marie
"Kamu masih belum ingin bicara padaku?" Ferran menoleh pada Marie yang berada di sampingnya. Mereka berdua sedang berada di dalam mobil Ferran. Pagi-pagi sekali Ferran menjemputnya dengan membawa sekantong roti dan susu untuk opa Handoko. Dan kakek tua itu langsung melempar paper bagnya karena menurutnya Ferran membawa makanan untuk orang sakit, dan sama saja mendoakan dirinya cepat mati. Namun Ferran tidak menghiraukan sikap kakek tua itu atau menyanggah semua omongan opa Handoko. Ferran sedang malas berdebat, lebih memilih menyambar tangan Marie lalu menyeretnya ke dalam mobil. Marie tidak menyahut. Gadis itu memang masih ma
68Ferran, Shirin, Evan dan teman-temannya sedang berada di sebuah Club malam untuk merayakan ulang tahun salah satu teman mereka yang berprofesi sebagai model. "Cho, Nicholla gak dateng?" Tanya Erick salah satu temannya. "Udah tobat ke tempat ginian dia." jawab Ferran dengan asal sembari merogoh ponsel di saku celananya. Yang pasti, Nicholla tidak datang karena adiknya itu memang jarang bersosialisasi, dan hanya akan datang ke pesta yang menurutnya mewah. Ketika Ferran dan Evan mengajak Nicho