Usis 5 tahun
"Papa, Shirin mau boneka beruang paling besar itu!"
Shirin menunjuk boneka yang di inginkannya pada Dion. Mereka sekeluarga sedang berjalan-jalan di mall. Termasuk Marie dan Nilam.
"Iya sayang."
Dion pun langsung memanggil seorang pramuniaga agar mengambilkannya.
"
Marie mengecup bibir Ferran. Kecupan yang tidak sampai satu detik tapi membuat tubuh Ferran seperti tersengat aliran listrik. Seperti orang bodoh, tanpa sadar Ferran memegangi bibirnya, layaknya seseorang yang baru saja menerima ciuman pertamanya. Marie mengernyit. "Ciumannya tidak enak ya?" tanyanya ringan membuyarkan rasa terkejut Ferran. Ferran terkekeh. Untung saja pacarnya itu sangat
Ferran menghentikan mobilnya beberapa block dari rumah Marie. "Sayang, kamu yakin tidak mau aku antar sampai rumah?" Marie menggeleng. "Kan Ferran tau, kita masih backstreet." Marie mengusap pipi Ferran dengan lembut. Ferran menarik napas. Dia meraih tangan Marie di pipinya, lalu menciumnya. "Hati-hati."
15Mang Asep membukakan pintu mobil untuk Marie. Mulai sekarang ia diantar jemput oleh salah satu supir keluarganya itu. "Makasih, Mang Asep..." gumam Marie. "Hati-hati ya, Non... Semangat belajarnya." Mang Asep menatap prihatin pada Marie. Marie hanya tersenyum kecil. Dia pun berjalan gontai menuju kelasnya. Tubuhnya lemas dan masih gemetar akibat semalaman di kurung di gudang oleh Dion. Wajahnya sembab, mukanya pucat pasi dengan pipi lebam yang coba di tutupi oleh sebuah perban kecil, dan bibirnya terluka akibat gigitannya sendiri untuk meluapkan semua perasaannya.
Ferran terus menggenggam tangan Marie, menunggu pacarnya itu untuk bangun. Ferran sedang sendirian di ruangan Marie karena Nilam sedang mengangkat telepon di luar ruangan. "Bangun sayang, Kamu sudah terlalu lama tidur..." Ferran mencium punggung tangan Marie dengan protective. Tiba-tiba Ferran merasakan jemari Marie bergerak. Baru saja akan mengeluarkan suaranya, Marie sudah membuka matanya dengan melotot. Bibirnya bergetar. Ferran yang melihat itu, langsung menarik tubuh Marie ke dalam pelukannya. Berusaha
Ferran meminum sampanye dengan sangat bosan. Dia sedang berada di pesta perayaan ulang tahun pernikahan orang tuanya, Abigail dan Aldrich yang ke 23. Andai saja dia bisa mengajak Marie ke pesta ini, dia tidak akan sebosan ini. Bahkan dia akan sangat bahagia dan bangga pada orang tuanya, teman dan kerabatnya yang hadir, memperkenalkan gadis secantik Marie sebagai pacarnya. Ferran menoleh saat merasakan seseorang bergelayut di lengannya. Shirin. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya wanita itu. "Menikmati sampanye." sahut Ferran sambil mengalihkan kembali p
"Aa----" Marie tidak bisa meneruskan teriakannya saat mulutnya dibekap oleh sebuah tangan. Dia didorong sampai membentur sebuah tembok. Marie meronta, dia ketakutan. Siapa orang gila yang berusaha menculiknya di tengah Bazar yang ramai? Tubuhnya di balik, Marie melotot saat mengetahui siapa pelakunya."Haii...." Sapa Ferran tanpa dosa dengan senyum manisnya, lelaki itu melepaskan cekalan tangannya di mulut Marie. "Ferran ihh..." Marie memukuli dada Ferran, "Nyebelin... Marie pikir penculik."&nbs
"KITA TAMPILKAN PERWAKILAN DARI KELAS XI IPA 2, THE PRINCESS." (Jennie : Shella, Rose : Sesil, Jisoo : Marie, Lisa : Icha) "Wihh gila, gue gak nyangka si Marie bisa seseksi itu kalo ngedance." "Cakep banget tuh anak kalo didandanin." "Dia mah emang cakep. Makanya anggota genk Blackcard banyak yang naksir si Marie." "Apalagi si Eza, gencar ba
"Ferran..." Panggil Marie entah untuk ke berapa kalinya. Yang jelas pacarnya itu tidak menggubrisnya dari tadi. Ferran terlihat sibuk sendiri mengompres pipi Marie yang ditampar dengan es batu. Padahal sudah tidak sakit sama sekali. Tamparan cewek Rocka tidak sekeras tamparan papanya. "Ferran, udah gak sakit, pipi Marie udah kedinginan...." Marie meraih tangan Ferran agar turun dari pipinya. "Beneran?" Marie mengangguk mengiyakan. Dia lega akhirnya Ferran membuka suaranya. &n