Setelah mendapat persetujuan Fafa, dr Arnold memulai prosesnya. Fafa memilih memalingkan wajah dari kedua dokter itu. Rasa malu tetaplah mendominasi. Dr. Arnold pelan-pelan melakukan prosesnya, mengingat Fafa sendiri juga masih virgin. Rasa tidak nyaman terlihat jelas dari raut wajah Fafa. Seketika suasana hening, hanya helaan napas tertahan dan pelan sesekali terdengar, serta sesekali bunyi peralatan yang digunakan oleh kedua dokter itu.
"Finish!" ucap dr. Arnold, setelah hampir dua jam melakukan tindakan medisnya. Fafa mengembuskan napas lega dan mengucap syukur. Setelah semua peralatan dirapikan kembali oleh perawat yang bertugas saat itu, keadaan kembali hening.
"Nyonya Andrian, tetap rebahan dahulu ya, paling tidak 20 menit, lebih juga boleh," lanjut dr. Arnold mengingatkan Fafa.
"Iya, Dok. Terima kasih."
"Nyonya, nanti setelah berdiri dan berjalan ada rasa tidak nyaman, bahk
Dr. Chris datang, menyapa Silvi dan bodyguard Fafa seperti biasanya. Dia langsung masuk ke ruang maternity dan segera saja mengunci pintu dari dalam. Dengan tersenyum miring dan hanya di salah satu sudut bibir, dia mulai menjalankan aksinya. Dr. Chris mulai memasang alat perekam di samping brankar yang di tempati Fafa dan memastikan sekali lagi alat itu berfungsi.Dr. Chris melepaskan seluruh pakaian yang melekat pada tubuhnya kecuali dalaman. Dia juga melepaskan pakaian pasien yang dikenakan Fafa. Dr. Chris harus bergerak cepat dan juga senatural mungkin. "Cih! Badan kerempeng gini, mana bisa bikin orang horny!" gumamnya penuh nada mencemooh. Dr. Chris benar-benar seperti seorang aktor ulung. Awalnya dia hanya ingin menunjukkan, jika mereka sedang melakukan hubungan terlarang dan mengirimkan pada Aldric. Akan tetapi niatan itu lama-lama menguap. Dia harus mencabut ucapannya tadi. Melihat tubuh perawan tergolek bak boneka yang pasrah dan siap kapan saja dia main
"Sudah, Kakak bisa lihat di e-mail." "Apakah, Tuan Muda sudah siuman?" "Belum! Apa kamu mau dia langsung melenyapkanmu!" hardik Rahman. Silvi bungkam, sejurus kemudian panggilan dimatikan sepihak oleh Rahman. Tubuh Silvi merosot, tamat sudah riwayatnya. Tugas perdana menjadi agent The Hunter, gagal. Apalagi yang bisa dia lakukan sekarang? Haruskan dia menerima takdir begitu saja? Selama napas masih dihela, tidak ada kata menyerah. Dia harus mencari cara agar lepas dari hukuman. Silvi yakin sebentar lagi Sony akan datang menjemput. Statusnya pun sebagai agent The Hunter sudah dibekukan. Ke mana dia akan bersembunyi? Sebagai seorang terduga di The Hunter adalah nasib buruk. Kabar yang beredar jika Sang Monster Tuan Muda lebih mengerikan dari pada langsung dilenyapkan, bukanlah bualan semata. "Fafa," gumamnya tanpa sadar. Silvi tersenyum penuh arti. Jika dia tidak bisa bertemu Fafa secara langsung, maka akan meminta kakaknya untuk menemui ist
"He ... he ... becanda Kak!" jawab Iksan. Fafa geleng-geleng. Ikhsan mengawasi cara Fafa berjalan sedikit miris. Dia berjalan sedikit tertatih karena menahan sedikit nyeri di organ intimnya. Kakaknya orang baik dan bukan orang yang suka mencari masalah. Hari ini yang terjadi benar-benar membuktikan jika, lingkungan di sekitar Andrian sangatlah berbahaya. Bolehkan Ikhsan meminta sesuatu yang buruk untuk pernikahan kakaknya dengan Andrian. Bagaimana dia mampu memintanya, jika Ikhsan melihat suami-istri itu begitu saling menyayangi. Setelah memastikan Fafa masuk kamar mandi, Ikhsan bernapas lega. Hal ini tidak lepas dari pengamatan dr. Julian dan dia membatin, 'Mereka benar-benar saling menyayangi.' Ikhsan menjauh dari brankar dan duduk di sebelah dr. Julian. Untuk sesaat keduanya bertukar pandang, mencoba mencari alasan yang tepat jika mendapat pertanyaan tentang dr. Chris dan Silvi. Keduanya tidak mungkin memberitahu Fafa jika dr. Chris dan Silvi telah d
"Tidak ada," sahut Sander. Becker memincingkan mata. 'Sepertinya ada yang tidak beres!' batin Becker. Untuk pertama kalinya, Sander pulang ke Jerman dengan hati riang. Entahlah, Becker hanya perlu bersiap akan kejutan di Berlin. Semoga saja bukan pertengkaran ayah dan anak lagi. Apa yang diharapkan Becker? Pesta penyambutan mungkin. Huff, Lothar memang bisa dibilang bukan ayah yang baik. Tiga keturunan Milosevic, hanya ayah Aldric Andrian saja yang waras. Dua lainnya benar-benar mewaris sikap kejam Milosevic. Bahkan termasuk kepada keturunannya sendiri. Victor dan Lothar, keduanya sama saja. Mereka terus menyalahkan anaknya untuk menutupi kehancuran yang dirasakan akibat kehilangan istri. Begitulah pecundang. Becker menatap Sander yang terlelap dengan tatapan iba. Dia sangat tahu bagaimana perjalanan hidup pria itu dari kecil. Mereka bersahabat sejak di bangku Junior School. Becker melihat jam di pergelangan tangannya. Perjalanan m
Hening. Monitor EKG menunjukkan garis datar. Semua yang ada di ruangan itu lemas. Setelah berjibaku selama satu jam menyelamatkan Andrian. Dengan segala kemampuan dikerahkan. Akan tetapi kenyataan berkata lain. Dr. Thomas meletakkan alat kejut jantung di tempatnya. Dia menunduk, telah gagal menyelamatkan anak semata wayang dari sahabatnya, Andrinof Milosevic. "Dri, maafkan aku yang tidak mampu menjaga amanatmu!" gumam dr. Thomas.George, Rahman, dan Hamid yang berada di luar kapsul terpaku. Apakah ini akhirnya? Apakah Sang Monster benar-benar pergi selamanya? Dia pasti kembali! Begitu ucapan ketiganya dalam hati.Sang Monster adalah julukan yang disematkan kepada Aldric Andrian kala pelenyapan besar-besaran kelompok mafia yang ada di Norwe. Pengkhianatan yang dilakukan oleh ketua mereka dalam sebuah kesepakatan bisnis dengan The Lion adalah penyebabnya. Lumpuh bukanlah sebuah alasan untuk tetap duduk di atas kursi roda sementara
"Dr. Julian!" ulang dr. Thomas dengan suara lebih keras dan mendapat perhatian dari dr. Julian. Tanpa mengatakan apapun, dr. Thomas langsung memeluk erat dr. Julian dan mengatakan terima kasih berkali-kali. Setelah puas memeluk, dr. Thomas melepaskan pelukannya. "Mandi sana!" ujar dr. Thomas. Dr. Julian menatap binggung dr. Thomas. Dia memang sudah tiga hari ini belum mandi, dr. Julian membaui dirinya sendiri. Benar juga, bau tubuhnya lumayan segar. "Bau, Dok!" kekeh dr. Thomas. Dia geleng-geleng melihat sikap absurd dr. Julian. Dr. Thomas menepuk bahu dr. Julian dan mengatakan jika kondisi Andrian sekarang sudah stabil, meskipun belum siuman. Dia juga meminta dr. Julian untuk membersihkan diri dan beristirahat. Dr. Julian mengembuskan napas lega. Kapsul Andrian kembali lenggang. Setelah memastikan keadaan stabil, semua dokter sepakat akan menjaga bergilir di luar kapsul. Shift pertama dr. Thomas dan dr. Gere
"Sudah masuk? Good. Bawa dia, pastikan injeksi obat bius dulu!"***Berlin, Jerman"Ada apa, Sand?" tanya Becker penuh selidik."Mengamankan berlian!" Becker mengedutkan dahi."Mengamankan berlian!" ulang Becker."Iya, aku memungut istri Aldric un- ....""Shit!" Becker sangat ingin menghajar sahabatnya itu. Dia mengira Sander berhenti mengejar Aldric Andrian. Nyatanya, malah mengincar istri dari sepupunya itu."Kamu lupa Save Eagle?!" teriak Becker frustasi."Tenang saja. Tua bangka itu sudah mati!""Ohh, ayolah Sander. Apa kamu menghadiri pemakamannya?" tanya Becker. Sander terdiam. Benar juga yang dikatakan Becker. Sander menjadi sedikit goyah pendiriannya. Dia sampai sekarang belum pernah menyaksikan pemakaman kakeknya, Anav Milosevic. Sander teringat perkataan Victor. "Apa benar k
"Maksudmu?!" Sander membuka mata dan tertawa terbahak. Dia girang melihat ekspresi bodoh ala Becker. "Ck?" decak Becker kesal. Sander menahan tawa, dia tidak ingin Becker semakin kesal dengan kelakuannya. "Antar aku ke kantor!" lanjut Becker. "Ya harusnya begitu!" timpal Sander. Setelah menempuh perjalanan selama 25 menit. Mobil yang mereka tumpangi sampai di mansion. Sander segera turun. Becker memerintahkan driver untuk kembali ke kantor. Dengan langkah riang, bersiul, bahkan memutar tubuhnya, Sander memasuki mansion. Hatinya benar-benar bahagia sekarang ini. Dia memutuskan untuk rebahan, sembari menunggu kabar baik dari anak buahnya. "Kata siapa bekas? Dia masih virgin. Ayolah, siapa yang tidak menginginkan perempuan seperti itu," gumam Sander. Dia bangkit dari ranjang lalu berdiri di depan cermin. Dia m