"Eemm, jadi gin-," ujar Julian terjeda karena terdengar nada dering panggilan masuk pada ponselnya.
Setelah meminta izin untuk menerima panggilan, dr. Julian menjauh dari tempat Fafa. Panggilan dari dr. Thomas terlalu riskan jika sampai isinya didengar oleh Fafa. Bagaimanapun kondisi Andrian saat ini tidak baik-baik saja. Lantas, apa yang bisa dia katakan pada istrinya.
Selesai menerima panggilan dr. Julian segera kembali menemui Fafa kembali.
" Maaf, Kak. Mau menanyakan apa? Oh iya Kak Ian. Dia baik-baik saja Kak. Sempat kolaps karena obat fertilitas itu, tapi sekarang udah baikan kok. Kak Fa tenang saja, yang penting Kakak konsen sama proses besok pagi!" jelas Julian.
"Bukannya seperti jam kemarin ya?" tanya Fafa gugup.
"Oh, Chris belum memberi tahu Kak Fa ya! Dimajukan Kak, besok siang dr. Arnold ada jadwal seminar karena akan bertolak ke London!" jelas Julian. 'Andai Kak Fa tau, untuk siapa dr. Arnold ke London,' lanjut Julian
Setelah mendapat persetujuan Fafa, dr Arnold memulai prosesnya. Fafa memilih memalingkan wajah dari kedua dokter itu. Rasa malu tetaplah mendominasi. Dr. Arnold pelan-pelan melakukan prosesnya, mengingat Fafa sendiri juga masih virgin. Rasa tidak nyaman terlihat jelas dari raut wajah Fafa. Seketika suasana hening, hanya helaan napas tertahan dan pelan sesekali terdengar, serta sesekali bunyi peralatan yang digunakan oleh kedua dokter itu. "Finish!" ucap dr. Arnold, setelah hampir dua jam melakukan tindakan medisnya. Fafa mengembuskan napas lega dan mengucap syukur. Setelah semua peralatan dirapikan kembali oleh perawat yang bertugas saat itu, keadaan kembali hening. "Nyonya Andrian, tetap rebahan dahulu ya, paling tidak 20 menit, lebih juga boleh," lanjut dr. Arnold mengingatkan Fafa. "Iya, Dok. Terima kasih." "Nyonya, nanti setelah berdiri dan berjalan ada rasa tidak nyaman, bahk
Dr. Chris datang, menyapa Silvi dan bodyguard Fafa seperti biasanya. Dia langsung masuk ke ruang maternity dan segera saja mengunci pintu dari dalam. Dengan tersenyum miring dan hanya di salah satu sudut bibir, dia mulai menjalankan aksinya. Dr. Chris mulai memasang alat perekam di samping brankar yang di tempati Fafa dan memastikan sekali lagi alat itu berfungsi.Dr. Chris melepaskan seluruh pakaian yang melekat pada tubuhnya kecuali dalaman. Dia juga melepaskan pakaian pasien yang dikenakan Fafa. Dr. Chris harus bergerak cepat dan juga senatural mungkin. "Cih! Badan kerempeng gini, mana bisa bikin orang horny!" gumamnya penuh nada mencemooh. Dr. Chris benar-benar seperti seorang aktor ulung. Awalnya dia hanya ingin menunjukkan, jika mereka sedang melakukan hubungan terlarang dan mengirimkan pada Aldric. Akan tetapi niatan itu lama-lama menguap. Dia harus mencabut ucapannya tadi. Melihat tubuh perawan tergolek bak boneka yang pasrah dan siap kapan saja dia main
"Sudah, Kakak bisa lihat di e-mail." "Apakah, Tuan Muda sudah siuman?" "Belum! Apa kamu mau dia langsung melenyapkanmu!" hardik Rahman. Silvi bungkam, sejurus kemudian panggilan dimatikan sepihak oleh Rahman. Tubuh Silvi merosot, tamat sudah riwayatnya. Tugas perdana menjadi agent The Hunter, gagal. Apalagi yang bisa dia lakukan sekarang? Haruskan dia menerima takdir begitu saja? Selama napas masih dihela, tidak ada kata menyerah. Dia harus mencari cara agar lepas dari hukuman. Silvi yakin sebentar lagi Sony akan datang menjemput. Statusnya pun sebagai agent The Hunter sudah dibekukan. Ke mana dia akan bersembunyi? Sebagai seorang terduga di The Hunter adalah nasib buruk. Kabar yang beredar jika Sang Monster Tuan Muda lebih mengerikan dari pada langsung dilenyapkan, bukanlah bualan semata. "Fafa," gumamnya tanpa sadar. Silvi tersenyum penuh arti. Jika dia tidak bisa bertemu Fafa secara langsung, maka akan meminta kakaknya untuk menemui ist
"He ... he ... becanda Kak!" jawab Iksan. Fafa geleng-geleng. Ikhsan mengawasi cara Fafa berjalan sedikit miris. Dia berjalan sedikit tertatih karena menahan sedikit nyeri di organ intimnya. Kakaknya orang baik dan bukan orang yang suka mencari masalah. Hari ini yang terjadi benar-benar membuktikan jika, lingkungan di sekitar Andrian sangatlah berbahaya. Bolehkan Ikhsan meminta sesuatu yang buruk untuk pernikahan kakaknya dengan Andrian. Bagaimana dia mampu memintanya, jika Ikhsan melihat suami-istri itu begitu saling menyayangi. Setelah memastikan Fafa masuk kamar mandi, Ikhsan bernapas lega. Hal ini tidak lepas dari pengamatan dr. Julian dan dia membatin, 'Mereka benar-benar saling menyayangi.' Ikhsan menjauh dari brankar dan duduk di sebelah dr. Julian. Untuk sesaat keduanya bertukar pandang, mencoba mencari alasan yang tepat jika mendapat pertanyaan tentang dr. Chris dan Silvi. Keduanya tidak mungkin memberitahu Fafa jika dr. Chris dan Silvi telah d
"Tidak ada," sahut Sander. Becker memincingkan mata. 'Sepertinya ada yang tidak beres!' batin Becker. Untuk pertama kalinya, Sander pulang ke Jerman dengan hati riang. Entahlah, Becker hanya perlu bersiap akan kejutan di Berlin. Semoga saja bukan pertengkaran ayah dan anak lagi. Apa yang diharapkan Becker? Pesta penyambutan mungkin. Huff, Lothar memang bisa dibilang bukan ayah yang baik. Tiga keturunan Milosevic, hanya ayah Aldric Andrian saja yang waras. Dua lainnya benar-benar mewaris sikap kejam Milosevic. Bahkan termasuk kepada keturunannya sendiri. Victor dan Lothar, keduanya sama saja. Mereka terus menyalahkan anaknya untuk menutupi kehancuran yang dirasakan akibat kehilangan istri. Begitulah pecundang. Becker menatap Sander yang terlelap dengan tatapan iba. Dia sangat tahu bagaimana perjalanan hidup pria itu dari kecil. Mereka bersahabat sejak di bangku Junior School. Becker melihat jam di pergelangan tangannya. Perjalanan m
Hening. Monitor EKG menunjukkan garis datar. Semua yang ada di ruangan itu lemas. Setelah berjibaku selama satu jam menyelamatkan Andrian. Dengan segala kemampuan dikerahkan. Akan tetapi kenyataan berkata lain. Dr. Thomas meletakkan alat kejut jantung di tempatnya. Dia menunduk, telah gagal menyelamatkan anak semata wayang dari sahabatnya, Andrinof Milosevic. "Dri, maafkan aku yang tidak mampu menjaga amanatmu!" gumam dr. Thomas.George, Rahman, dan Hamid yang berada di luar kapsul terpaku. Apakah ini akhirnya? Apakah Sang Monster benar-benar pergi selamanya? Dia pasti kembali! Begitu ucapan ketiganya dalam hati.Sang Monster adalah julukan yang disematkan kepada Aldric Andrian kala pelenyapan besar-besaran kelompok mafia yang ada di Norwe. Pengkhianatan yang dilakukan oleh ketua mereka dalam sebuah kesepakatan bisnis dengan The Lion adalah penyebabnya. Lumpuh bukanlah sebuah alasan untuk tetap duduk di atas kursi roda sementara
"Dr. Julian!" ulang dr. Thomas dengan suara lebih keras dan mendapat perhatian dari dr. Julian. Tanpa mengatakan apapun, dr. Thomas langsung memeluk erat dr. Julian dan mengatakan terima kasih berkali-kali. Setelah puas memeluk, dr. Thomas melepaskan pelukannya. "Mandi sana!" ujar dr. Thomas. Dr. Julian menatap binggung dr. Thomas. Dia memang sudah tiga hari ini belum mandi, dr. Julian membaui dirinya sendiri. Benar juga, bau tubuhnya lumayan segar. "Bau, Dok!" kekeh dr. Thomas. Dia geleng-geleng melihat sikap absurd dr. Julian. Dr. Thomas menepuk bahu dr. Julian dan mengatakan jika kondisi Andrian sekarang sudah stabil, meskipun belum siuman. Dia juga meminta dr. Julian untuk membersihkan diri dan beristirahat. Dr. Julian mengembuskan napas lega. Kapsul Andrian kembali lenggang. Setelah memastikan keadaan stabil, semua dokter sepakat akan menjaga bergilir di luar kapsul. Shift pertama dr. Thomas dan dr. Gere
"Sudah masuk? Good. Bawa dia, pastikan injeksi obat bius dulu!"***Berlin, Jerman"Ada apa, Sand?" tanya Becker penuh selidik."Mengamankan berlian!" Becker mengedutkan dahi."Mengamankan berlian!" ulang Becker."Iya, aku memungut istri Aldric un- ....""Shit!" Becker sangat ingin menghajar sahabatnya itu. Dia mengira Sander berhenti mengejar Aldric Andrian. Nyatanya, malah mengincar istri dari sepupunya itu."Kamu lupa Save Eagle?!" teriak Becker frustasi."Tenang saja. Tua bangka itu sudah mati!""Ohh, ayolah Sander. Apa kamu menghadiri pemakamannya?" tanya Becker. Sander terdiam. Benar juga yang dikatakan Becker. Sander menjadi sedikit goyah pendiriannya. Dia sampai sekarang belum pernah menyaksikan pemakaman kakeknya, Anav Milosevic. Sander teringat perkataan Victor. "Apa benar k
"Keduanya dalam keadaan baik, hanya sedikit shock. Sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit, Paman," anjur dr. Jessy. "Ada lagi yang bisa kubantu, Paman?"Anav mengibaskan telapak tangannya. Dr. Jessy memahami isyarat itu, dia berpamitan. "Dari dulu, Keluarga Milosevic tak tersentuh," gumamnya.Melalui ekor matanya, pria tua itu mengawasi setiap langkah dr. Jessy. Setelah memastikan dr. Jessy telah menjauh, Pria tua itu mulai mencerca sang anak."Kamu teledor, Lothar." Pria tua yang tak lain adalah Anav Milosevic menahan amarah. Disela-sela kemarahannyaAnav tersenyum menyeringai sangat tipis. Bahkan Lothar tidak menyadarinya.Lothar menunduk. Dia sadar akan kesalahannya. Anaknya hampir saja menodai adik ipar. "Maaf," ujar Lothar lemah.Anav membuang napas kasar. Di usia yang kian renta, kenapa masalah keluarga membuatnya semakin pusing. Dia juga harus bersiap menghada
Dr. Thomas menyerahkan tas berisi ponsel kepada Aldric Dia juga sudah mengatur brankar Aldric naik sedikit hingga seperti bersandar. Aldric mengeluarkan ponsel perlahan dan memasukkan security code. Dr. Thomas dan George geleng-geleng melihat hal itu. Dia sama sekali tidak tampak seperti orang yang baru saja bangun dari tidur panjang selama satu bulan."Pergilah," ucap Aldric dingin. George mengelus tengkuknya, dia merasa ada yang tidak beres tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Dr. Thomas dan George berjalan keluar kapsul. Saat dr. Thomas hendak memutar handle pintu, keduanya terhenti karena mendengar suara Aldric, "Andrian. Just Andrian." George dan dr. Thomas mengangguk.Kapsul kembali hening. Andrian langsung mengganti dinding kapsul yang semula transparan menjadi berwarna hitam. Dia langsung membuka Ghost System pada Private Application miliknya. Andrian tersenyum, gurat bahagia dan penuh kerinduan saat menatap lekat layar tab. Bebe
Sander berdecak kesal. Fafa ternyata memakai baju dua lapis. Dia sedikit tidak sabar melepaskan pakaian yang melekat pada tubuh Fafa. Sander langsung merobek gamis tanpa lengan yang Fafa kenakan sebagai dalaman. Dia menatap lekat gadis hamil di hadapannya ini. Untuk sesaat, Sander takjub. Jadi seperti ini bagian yang terbungkus? Sander bersiul, dia tidak menyangka jika saat yang dinantikan telah tiba.Sander menyisir setiap inci tubuh Fafa dengan mata elangnya. Fafa membeku, dia tidak sanggup berkata-kata, pikirannya kosong dan akalnya hilang entah kemana bahkan tubuhnya sudah tidak memberontak seperti tadi. Fafa terhanyut oleh pesona netra biru Sander. Sejurus kemudian, Fafa memekik karena terkejut kala tubuh Sander tiba-tiba menimpanya.***London, InggrisTubuh Andrian bergetar hebat, seolah-olah tersengat aliran beratus volt. Kapsul mendadak riuh oleh suara peralatan dan tim dokter. Dr. Thoma
"Diam!" bentaknya. Suara pria itu membuat Fafa membeku dan berhenti meronta. Apakah dia tidak salah dengar! Dia familiar dengan suara ini. 'Ini seperti suara Kak Sander!' batin Fafa."Jalan!" perintahnya. Fafa perlahan melangkah dengan badan sedikit tegang. Dia tidak pernah bersentuhan dengan pria selain Andrian. Rasa takut mulai menyergap hatinya. Pikiran Fafa bercabang, antara menuruti pria ini ataukah berusaha melepaskan diri. Fafa sadar kondisi hamil muda sangat rawan untuk dia dan calon janinnya. Namun, bagaimana jika pria ini berbuat tidak senonoh. Apakah dia akan diam saja! Pria itu mendorong pelan Fafa menuju kamar Sander dengan sedikit sempoyongan. Fafa juga mencium aroma fruity dari telapak tangan pria yang membekapnya. Letak kamar Sander tidak jauh dari kamar tamu dan bersebelahan dengan ruang kerja Sander. 'Apakah benar ini Kak Sander. Kenapa membawaku ke kamarnya! Kenapa jalan Kak Sander seperti ini,' batin Fafa penuh pertanyaan. Fafa semakin merasa
"Nak ... Fa!" panggil Lothar. Jessy berinisiatif menyentuh lengan Fafa. "Eh ... iya." Fafa terkejut dan memutuskan lamunannya. Dia merasa tidak enak kepada Lothar dan Jessy, setelah melihat piring mereka berdua sudah terisi. "Maaf," ujarnya. "Makan dulu! Setelah itu kita berbincang. Ada hal yang ingin kutanyakan padamu!" Fafa mengangguk. Akhirnya, mereka bertiga makan, sesekali terdengar gurauan dan senyum mengembang dari ketiganya. "Hhmm. Menyenangkan!" gumam Sander. Dia melihat interaksi mereka bertiga dari layar ponsel. Entah apa yang ada dibenaknya sekarang. Dia seolah melihat gambaran keluarga kecil yang bahagia. Lihatlah pria lumpuh itu. Cih! Dia begitu bahagia, apa dia lupa jika gadis hamil itu istri keponakan bukan istri anaknya. Dasar pria tua tak tahu diri. "Sand, ayo!" ajak Becker, setelah kepalanya menyembul sedikit di sela pintu. Sander keluar dari aplikasi CCTV yang ada di ponselnya dan segera memasukkan ke saku cel
George mengembuskan napas kasar. Dia benar-benar dalam posisi sulit. Bagaimanapun kehidupan pribadi Aldric bukan urusannya. Kondisi rumah tangga sahabatnya ini tidak baik-baik saja, terlalu banyak rahasia yang Aldric sembunyikan dari sang istri. Dia harus mempersiapkan jawaban jika istri Aldric menanyakan dan itu adalah kebohongan. 'Aldric apakah ini maumu? Kamu di mana dan istrimu di mana! Kehidupan seperti inikah yang kamu sebut pernikahan!' batin George "Kita tunggu sampai masa trimester pertama lewat. Jika keadaan Aldric tetap belum ada perubahan kita beritahu istrinya," putus George. Rahman dan dr. Thomas menyetujuinya. Sebagai seorang istri, Fathimah adalah pihak yang paling berhak mengetahui keadaan suaminya. Akan tetapi hak itu sudah dicabut oleh suaminya sendiri. "Man, coba tanya istrinya. Dia ingin tetap di Berlin atau kita jemput!" lanjut George. "Yes, Sir." "Dok!" panggil George. Dr. Thomas tidak mengindahkan panggilan itu. Dr. Thomas asyi
"Nggak papa, terima saja. Ayo kuantar ke kamar tamu!" ajak Sander. Fafa menerima paper bag dari Sander dengan tidak enak hati. Keduanya berjalan beriringan menuju ke kamar tamu yang terletak tidak jauh dari ruang keluarga. Lothar mengembuskan napas lega. Untuk malam ini, istri Aldric selamat, tetapi bagaimana dengan malam di hari-hari berikutnya? Lothar memutar otak agar rencana Sander gagal. Dia harus memproteksi istri Aldric mulai malam ini. Setelah mengantar Fafa di kamar tamu, Sander kembali ke ruang keluarga. Dia sekilas melihat ayahnya. Sander harus segera pergi dari mansion, jika tidak maka akan terjadi adu mulut seperti biasanya. "Sand, duduk!" Nah, benar bukan. Pria cacat ini mulai cari gara-gara. Dengan malas, Sander duduk di sofa. "Apa maksudmu!" bentak Lothar "Ayah sudah tau, kenapa bertanya?" "Dia istri adikmu dan se
"Oh, iya. Aku Fathimah, panggil saja Fafa." Sander mengangguk, dia memang harus berakting sekarang. "Karena ini sudah malam. Kita makan malam dulu, baru bicara. Oke!" tawar Sander. Fafa mengangguk. "Apa tidak apa-apa, aku di sini?" "Tidak apa-apa. Nanti kujelaskan alasannya!" jawab Sander. Dia tersenyum tipis di sudut bibirnya. Wajah puas terpampang nyata, bagaikan Singa yang sudah mendapatkan mangsa. 'Istri Aldric benar-benar bodoh,' batinnya. Kedua orang itu makan malam dalam diam, hanya sesekali terdengan denting suara sendok beradu dengan piring. Fafa juga tidak paham kenapa dia tidak merasakan rasa mual berlebihan seperti tadi siang. Dia melirik pada Sander. 'Pria ini memang seperti By, hanya badannya lebih kekar dan manik matanya abu-abu," batin Fafa. Fafa lebih dahulu menyelesaikan makan malamnya. Saat dia hendak mencuci piring, dicegah oleh Sander, "
Rahman hanya mengangkat tangan kanan dan melambaikannya, isyarat dia mengucapkan selamat tinggal. Sony tahu, jika Rahman mulai bergerak dan tugasnya sekarang fokus menginterogasi dr. Chris dan pria di ruangan itu. Dia hendak mengonfrontasi keduanya untuk mendapatkan informasi langsung trrkait keberadaan pemilik The Hunter. ***Berlin, Jerman "Periksa dia Jess!" perintah Sander. Jesslyn adalah sepupu Sander dari pihak ibunya. Perempuan paruh baya yang berprofesi sebagai dokter ini sangat menyayangi Sander. Jesslyn segera mendekati ranjang Dia memandang lekat perempuan muda yang memakai penutup kepala, sedang terlelap di depannya ini. 'Siapa perempuan ini?' batinnya. Jesslyn langsung memeriksa denyut nadi, suhu, dan bagian perutnya, dia lantas tersenyum. Selesai melakukan pemeriksaan Jesslyn segera memasukkan peralatannya ke dalam tas kecil. Sander melalui isyarat kepala mengajak Jesslyn untuk keluar. Setelah mengunci pintu otomatis kamarny