"Sudah masuk? Good. Bawa dia, pastikan injeksi obat bius dulu!"
***
Berlin, Jerman
"Ada apa, Sand?" tanya Becker penuh selidik.
"Mengamankan berlian!" Becker mengedutkan dahi.
"Mengamankan berlian!" ulang Becker.
"Iya, aku memungut istri Aldric un- ...."
"Shit!" Becker sangat ingin menghajar sahabatnya itu. Dia mengira Sander berhenti mengejar Aldric Andrian. Nyatanya, malah mengincar istri dari sepupunya itu.
"Kamu lupa Save Eagle?!" teriak Becker frustasi.
"Tenang saja. Tua bangka itu sudah mati!"
"Ohh, ayolah Sander. Apa kamu menghadiri pemakamannya?" tanya Becker. Sander terdiam. Benar juga yang dikatakan Becker. Sander menjadi sedikit goyah pendiriannya. Dia sampai sekarang belum pernah menyaksikan pemakaman kakeknya, Anav Milosevic. Sander teringat perkataan Victor. "Apa benar k
"Maksudmu?!" Sander membuka mata dan tertawa terbahak. Dia girang melihat ekspresi bodoh ala Becker. "Ck?" decak Becker kesal. Sander menahan tawa, dia tidak ingin Becker semakin kesal dengan kelakuannya. "Antar aku ke kantor!" lanjut Becker. "Ya harusnya begitu!" timpal Sander. Setelah menempuh perjalanan selama 25 menit. Mobil yang mereka tumpangi sampai di mansion. Sander segera turun. Becker memerintahkan driver untuk kembali ke kantor. Dengan langkah riang, bersiul, bahkan memutar tubuhnya, Sander memasuki mansion. Hatinya benar-benar bahagia sekarang ini. Dia memutuskan untuk rebahan, sembari menunggu kabar baik dari anak buahnya. "Kata siapa bekas? Dia masih virgin. Ayolah, siapa yang tidak menginginkan perempuan seperti itu," gumam Sander. Dia bangkit dari ranjang lalu berdiri di depan cermin. Dia m
"Shit!" Sony langsung menghubungi seseorang dan menyuruh segera melacak keberadaan Fafa. Sony melihat dari pola yang ditunjukkan anak buahnya sudah bisa menebak. Penculikan Fafa kali ini tidak bisa dianggap seperti penculikan sebelumnya. Penculik sangat paham medan dan pos-pos di mana saja agent The Hunter berada, sangat detail dan penuh perhitungan. Sony menekan beberapa tombol pada layar ponselnya. Kode waspada untuk area Jawa Timur sudah dia nyalakan. Dalam hitungan kurang dari satu menit, semua agent sudah mengkonfirmasi keberadaannya. Muncul berbagai titik di sana. Ada dua warna hijau dan merah. Dia memperhatikan satu titik warna merah berpendar dan bergerak ke arah Surabaya. Warna hijau, milik agent yang bertugas. Warna merah adalah target mereka sekarang, istri Founder The Hunter. Sony menatap tajam tanpa berkedip, seolah-olah takut warna merah berpendar itu hilang. Ponsel Sony berbunyi nyaring, 'Rahman,' batinnya. Sony segera menggeser icon hijau pada p
"Apakah ini artinya ...!" gumam Sony."Bro, lebih cepat lagi!" perintah Sony pada driver.Sony harus segera memastikan dugaannya tidak terbukti. 'Shit!' ucapnya dalam hati. Dia gelisah, dan beberapa kali melirik ke arah jam di pergelangan tangannya. Waktu seakan-akan enggan berjalan."Masih lama!""Limabelas menit lagi, Bro," jawab si driver. Sony mengangguk.Ikhsan terus memperhatikan Sony. Dia merasa ada yang tidak beres, walaupun Sony mati-matian menahan diri. Akhirnya, Ikhsan merasa gatal untuk diam saja dan mulai mengorek informasi."Kak Sony, ada apa!" Sony tidak menjawab, dia menyodorkan tab yang dipegangnya kepada Ikhsan. Dilayar tab, tampak titik merah terus berpendar di tempat yang sama lebih dari 10 menit. Ikhsan dan Bambang berpandangan. Apakah sekarang dugaan mereka sama?"Kak, apa ini artinya ...," Iksan ti
"Oke, Let's move!" ujarnya.Farid langsung masuk ke kamar untuk membopong Fafa dan memasukkan ke mobil SUV warna putih yang telah dimodifikasi bagian dalamnya. Dia baru menyadari sekarang, jika boss sudah mempersiapkan semua dengan sangat matang.Malam semakin larut, mereka secepatnya harus sampai di Surabaya. Farid memeriksa chat yang baru sajas masuk. Dia mendesah, Plan B."Jalan, Plan B!" ujar Farid. Anak buahnya langsung paham. Mereka akan menginap di hotel untuk beberapa hari ke depan.Perjalanan menuju Hotel Citra Surabaya membutuhkan waktu selama satu jam. Setelah sampai di tempat tujuan. Untuk menghindari perhatian berlebihan, Farid memutuskan untuk sedikit berbasa-basi di meja resepsionis. Dengan masih membopong Fafa, Farid menanyakan tentang Suite Room yang telah dia reservasi. Jelas sekali ini bukan style Farid. Dengan mengenakan jas dan topi dia berusaha tampil senatural mungkin. "Huff, sejak kapan ada Mr da
"Boss mereka sudah menemukan kita. Waktu kita hanya 15 menit?!" pekiknya.Mereka bertujuh meninggalkan aktifitasnya dan langsung bersiap. Dua pria langsung keluar suit room untuk menyiapkan mobil. Farid berlari masuk ke dalam kamar. Tanpa berkata apapun dia langsung membopong Fafa yang tengah memakai kerudung."Lepas ... lepaskan aku!" Fafa terus memberontak, berusaha melepaskan diri dari dekapan Farid."Sekali lagi bergerak, kulenyapkan!" hardik Farid. Fafa langsung terdiam. Dua mobil jenis sedan sudah menunggu di depan lobby Hotel Citra. Kedua mobil itu langsung melesat membelah jalanan kota Surabaya yang masih lenggang menjelang pagi."Plan A!" ujar Farid. Sontak, anak buahnya yang berada di sebelah driver menoleh ke belakang, dengan tatapan tidak percaya."Perintah Boss!" lanjut Farid.Fafa bungkam, dia duduk menjauh dari pria di sebelahnya. Melalui sudut mata, Fafa bisa melihat wajah sangar yang sedang berkutat dengan tab di
"Kehamilan Nyonya, trisemester pertama dan masih sangat rentan, sebaiknya ditunda dulu untuk berhubungan suami-istri," jelas dokter itu dengan tetap tersenyum ramah. Fafa langsung merona menahan malu, sedangkan Farid lagi-lagi membelalakkan mata. Dia tidak percaya jika dokter di depannya bicara seperti itu. "Untuk lebih akuratnya, Tuan dan Nyonya bisa langsung ke dokter obygyn ya!" lanjutnya dengan tetap menyunggingkan senyum ramah. "Sudah!" tegas Farid. Dokter klinik itu melihat wajah datar Farid langsung hilang senyumnya. Farid langsung membopong Fafa. "Tolong, turunkan aku." Farid bungkam. Jika menuruti keinginan tawanannya pasti mereka akan terlambat, privat jet yang disewa dr. Chris sudah siap landas. Mereka harus bergegas sebelum keberadaannya diketahui agent The Hunter. Farid langsung mendudukkan Fafa di bangku belakang dengan dirinya. Anak buah Farid langsung menyodorkan roti dan teh hangat. "Terima kasih," ucap Fafa lemah.
Rahman hanya mengangkat tangan kanan dan melambaikannya, isyarat dia mengucapkan selamat tinggal. Sony tahu, jika Rahman mulai bergerak dan tugasnya sekarang fokus menginterogasi dr. Chris dan pria di ruangan itu. Dia hendak mengonfrontasi keduanya untuk mendapatkan informasi langsung trrkait keberadaan pemilik The Hunter. ***Berlin, Jerman "Periksa dia Jess!" perintah Sander. Jesslyn adalah sepupu Sander dari pihak ibunya. Perempuan paruh baya yang berprofesi sebagai dokter ini sangat menyayangi Sander. Jesslyn segera mendekati ranjang Dia memandang lekat perempuan muda yang memakai penutup kepala, sedang terlelap di depannya ini. 'Siapa perempuan ini?' batinnya. Jesslyn langsung memeriksa denyut nadi, suhu, dan bagian perutnya, dia lantas tersenyum. Selesai melakukan pemeriksaan Jesslyn segera memasukkan peralatannya ke dalam tas kecil. Sander melalui isyarat kepala mengajak Jesslyn untuk keluar. Setelah mengunci pintu otomatis kamarny
"Oh, iya. Aku Fathimah, panggil saja Fafa." Sander mengangguk, dia memang harus berakting sekarang. "Karena ini sudah malam. Kita makan malam dulu, baru bicara. Oke!" tawar Sander. Fafa mengangguk. "Apa tidak apa-apa, aku di sini?" "Tidak apa-apa. Nanti kujelaskan alasannya!" jawab Sander. Dia tersenyum tipis di sudut bibirnya. Wajah puas terpampang nyata, bagaikan Singa yang sudah mendapatkan mangsa. 'Istri Aldric benar-benar bodoh,' batinnya. Kedua orang itu makan malam dalam diam, hanya sesekali terdengan denting suara sendok beradu dengan piring. Fafa juga tidak paham kenapa dia tidak merasakan rasa mual berlebihan seperti tadi siang. Dia melirik pada Sander. 'Pria ini memang seperti By, hanya badannya lebih kekar dan manik matanya abu-abu," batin Fafa. Fafa lebih dahulu menyelesaikan makan malamnya. Saat dia hendak mencuci piring, dicegah oleh Sander, "