Aku membuka kamar kos dengan gerakkan lambat. Saat pintunya terbuka, ruangan itu begitu sumpek. Ah, mungkin aku telancur hidup enak di rumah Mas Gala. Aku hidup di rumah besar dan ber-AC. Sementara di sini? Hanya ada kipas angin kecil yang sudah berdebu.
Untung saja masa sewa kosan ini belum habis. Saat memutuskan untuk pergi dari kosan, aku belum sempat pamit kepada pemilik kos. Secara otomatis, pemilik kos menganggap jika kamar ini masih diisi olehku. Hal tersebut menguntungkanku saat ini. Aku masih bisa hidup tanpa harus tinggal di rumah Mas Gala.
Kenapa aku nggak pulang ke rumah Ibu?
kamu pasti sudah tahu jawabannya. Tinggal di rumah Ibu hanya akan membuatnya terbebani. Sudah kubilang, beban Ibu terlalu banyak. Ditinggalkan Bapak membuat mentalnya down. Bagaimana jika aku malah menyusahkannya? Dengan kembali ke rumah, aku hanya akan membuatnya bersedih.
Sekarang, aku masuk ke dalam kamar kos. Aku mengunci pintu, menyimpan koper dipojokan kamar, menghi
Aku menempelkan saputangan di dahi Mas Gala. Saat sepuluh menit lalu menemukannya di depan pintu, aku langsung mengangkat badan Mas Gala ke atas ranjang, lantas buru-buru membeli keperluan ke warung depan. Dan saat ini, Mas Gala masih belum sadar. Sementara aku sedang bolak-balik mencelupkan, memeras, dan mengompreskan saputangan di dahinya.Kenapa sih Mas, kamu ngeyel banget? Kenapa kamu nekat untuk ngajak aku pulang? Pakek tidur di depan kosan lagi! Ini nggak masuk akal bagi orang sepertimu, Mas. Kamu yang bisa melakukan apa pun yang kamu mau dengan semua otoritas itu malah melakukan hal konyol seperti ini.Aku melihat badan Mas Gala bergerak setelah aku mengompresnya selama lima belas menit. Jelas aku lega. Hal yang paling menakutkan bagiku salah satunya saat lihat orang pingsan, kemudian tidak sadar-sadar. Dan inilah jawaban dari doaku. Mas Gala mengerjapkan mata.“Syukurlah, Mas .....” Aku membereskan rambutnya yang berantakan.Saat aku m
Mobil yang terparkir di pinggir jalan akhirnya melaju. Aku tenang. Setidaknya aku sudah punya tujuan untuk kedepannya. Niatku bukan hanya soal membuat Mas Gala luluh, tetapi juga niat untuk terus membersamai, bagaimana pun keadaannya. Aku akan selalu ingat bahwa wujud cinta bukan hanya soal kata, tetapi juga didukung rasa dan karsa.Aku melirik Mas Gala yang sedang menyetir. masih ada sedikit sisa pucat di sekitaran bibir, tetapi secara keseluruhan, dia sudah pulih. Bahkan badannya terlihat lebih segar daripada sebelumnya.“Mas, tadi kamu simpen mobil di pinggir jalan lho,” ucapku. “Nggak takut digondol maling?”“Kalau mobilnya digondol maling, saya akan salahkan kamu.”Tuh kan, baru saja aku bahagia bisa dijemput Mas Gala dengan segala perjuangannya. Sekarang, ucapannya sudah membuatku kesal. Pelan, tetapi nyelekit. Tidak ada lelaki menyebalkan selain Mas Gala-ku ini.Tenang Nara, kamu tidak boleh terpengaruh.
Untuk pertama kalinya selama hidup, aku pergi ke luar pulau. Dulu, aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk keluar dari pulau Jawa, khususnya Bandung. Namun sekarang, aku sudah menginjakkan kaki di depan salah satu panti asuhan di Pekanbaru. Aku bersama seorang lelaki yang kini telah menjadi suamiku.Kedatangan kami disambut oleh beberapa pengurus panti yang kontan membantu membawakan barang-barang dari taksi. Belasan anak yang diurus di sini juga berkerumun. Ada yang malu-malu. Ada pula yang menyalami Mas Gala. Umumnya, anak-anak yang menyalami Mas Gala adalah anak-anak yang sudah menginjak SMA. Mungkin mereka pernah diajak main oleh Mas Gala ketika masih di sini.Ada seorang wanita berkerudung yang melambaikan tangan dari teras rumah. Wajahnya terlihat teduh. Aku melihat matanya yang basah. Ah, sepertinya, Ibu tersebut sangat merindukan Mas Gala. Apakah dia Ibu Panti yang mengurusi segala kebutuhan Mas Gala saat masih tinggal di sini?Melica berlari ke arah
Apa benar kalau kamu menikahiku hanya karena dendam, Mas? Apa ini juga ada hubungannya dengan Bapak? Ah, aku jadi ingat dengan perkataan Ibu soal masa lalu Bapak. Ibu pernah bilang jika pernah ada konflik berdarah-darah yang terjadi, hingga Bapak pergi ke Garut dan bertemu Ibu. Kemungkinannya, Mas Gala menikahiku karena aku adalah anak Bapak!Dadaku sesak. Aku merasa seperti boneka yang hanya dijadikan tumbal demi memuaskan hasrat seseorang. Hasrat untuk membuat diri orang tersebut menjadi lebih bahagia. Sementara aku, aku tersiksa. Tapi, apa benar Mas Gala akan bahagia jika dendamnya terpenuhi? Apa pula yang akan dia lakukan setelah dirinya menikahiku?Aku menyender di dinding luar kamar Melica. Hingga aku mendengar suara Mas Gala lagi.“Saya kecewa sama kamu, Mel,” ucapnya. “Kamu seperti menelanjangi saya di hadapan semua orang. Kamu tidak bisa menjaga privasi saya!”Tidak ada tanggapan dari Melica. Hingga kemudian, pintu terbuka
Saat sudah sampai di kamar Melica, aku memeluknya lagi. Makin erat. Entah, Melica seperti orang yang membelaku disaat semua fakta terbongkar. Padahal, bukankah seharusnya Melica membela Gala? Secara, Gala adalah teman masa kecilnya.“Udah, Nar,” Melica melepas peluk. Dia menarik koperku, kemudian menyimpannya di pojok. “Kamu yang tenang ya di sini. Jangan banyak pikiran dulu.”Aku tersenyum sambil menyeka mata. “Makasih ya, Mel. Aku nggak tahu kalau seandainya semua ini terjadi tanpa ada kamu. Mungkin aku nggak bisa cerita ke siapa-siapa.”“My pleasure, Nar.” Melica duduk di tepi ranjang, tepat di sisiku. “Tapi Nar, apa kamu bakalan nyaman tidur sama aku? Kalau kamu butuh privasi, aku bisa kok siapin kamar lain buat kamu.”“Nggak usah.” Aku mengembuskan napas keras. “Sekarang, aku butuh teman cerita Mel. bahkan aku masih butuh penjelasanmu soal Mas Gala.”Saat aku b
Aku mengerjap saat Melica membuka gorden. Sudah pagi. Dan ini hari kedua aku di panti. Tentu saja, hari ini adalah hari yang bikin galau. Ingin rasanya menjerit, tapi aku tidak bisa menangis kencang jika ada di lingkungan panti asuhan. Bisa-bisa, aku diprotes anak-anak.“Gimana? Nyenyak?” tanya Melica.“Lumayan,” jawabku pelan.Kamu buhong Nara!Ya, aku bohong. Faktanya, aku dua kali terbangun pada dini hari. Aku tidak tenang. Pikiranku terus-terusan melayang membayangkan Mas Gala. Detik ini pun, orang pertama yang ada di otakku adalah Mas Gala.Apakah dia tidur nyenyak? Apa Mas Gala bisa tidur tanpaku?Nara, Nara, bukankah selama ini dia tidur tanpamu? Meskipun sekamar, bukannya kalian tidur di tempat berbeda?Ya, ya, ya. Tapi tetap saja, Mas Gala selalu muncul di dalam otak.“Nar, ke kebun belakang, yuk ....” Melica yang sudah mengenakan baju santai, mengajakku. “Kita metik bayam buat
Aku sedikit bersenandung sesaat setelah selesai memetik bayam. Saat aku ke dapur, sudah ada Ibu Panti. Dia sedang membersihkan areal dapur. Ah, aku kira, Bu Panti sudah tidak memasak untuk anak-anak. Ternyata, masih dia yang mengatur kebutuhan makanan.“Pagi, Bu.” Aku menyapanya dengan semangat tinggi.Ibu menengok ke arahku. Namun dia sedikit melotot saat Mas Gala muncul di belakang. Mas Gala yang sedang menenteng keranjang, otomatis tersenyum lebar saat bertemu Ibu Panti.“Nara?” ucap Ibu Panti. “Kalian ....” Ibu Panti terlihat ragu dengan apa yang kami bawa. “Kalian yang metik bayam?”“Iya, Bu,” jawabku. “Tadi Melica yang ngajak aku.”“Makasih ya ....” Ibu Panti mengangguk-angguk. “Tapi, ini pertama kalinya lho, Ibu lihat Gala mau ke kebun. Waktu dulu mana mau dia ke belakang? Disuruh ngambil cabai aja nggak mau.”Saat Ibu Panti berbicara seper
Aku sedang terbaring di atas kasur Melica. Seharian ini, aku cukup banyak melakukan kegiatan. Membantu Ibu panti masak, melihat anak-anak membuat rajutan, bahkan sorenya, aku juga kembali membantu Ibu Panti di dapur. Rasanya, hal itu membuat pikiranku bisa teralihkan dari Mas Gala. Sayang, detik ini, Mas Gala muncul lagi dipikiran. Terutama karena aku mengingat ucapan Ibu Panti tadi pagi.Mas Gala tidak pernah menyakiti orang lain?Secara kebiasaan dan sifat, Mas Gala adalah orang yang baik menurut Ibu Panti. Bahkan, mas Gala tidak pernah menyakiti perempuan.Penjelasan Ibu Panti justru membuatku berpikir panjang. Kalau memang Mas Gala baik, kenapa dia tidak bisa membuatku percaya? Kenapa seluruh fakta itu mengarah kepadanya, yang dalam hal ini adalah orang yang keji.Nara, kamu kan belum tahu fakta yang keluar dari mulut Mas Gala. Bagaimana mungkin kamu langsung menitikberatkan penemuanmu itu kepadanya?Ya, aku memang belum menerima penjelasan sec
Dua tahun kemudianHarum bawang goreng menguar dari dapur. Terlihat Nara dengan bahagia membolak-balikkan nasi di atas wajan. Rupanya, dia sedang memasak nasi goreng. Ya, nasi goreng adalah salah satu menu makan siang dirinya dengan Gala. Sekarang, Gala menjadi seorang Papa yang tidak pernah absen datang ke rumah di jam istirahat. Meski posisi kantor ke rumah lumayan jauh, tetapi dia selalu menyempatkan diri untuk datang.Sekarang, Nara mengamati nasi goreng di atas piring. Irisan tomat yang terlihat segar, sayur, juga beberapa potong sosis goreng berjejer di pinggir-pinggirnya. Dia membuat dua piring nasi goreng, khusus buat dirinya dan Gala. Tentu ini makanan sederhana, tetapi makanan sederhana akan sangat istimewa bukan? Apalagi jika yang dimasaki merasa bahagia.Saat tengah menatap makanan di atas meja, tiba-tiba ponsel Nara berbunyi. Tentu, itu dari Gala. Dia lantas mengangkatnya dengan wajah cerita.“Hallo, Mas,” ucap Na
Entah kenapa, mendengar ucapan Mas Candra seperti itu membuat hatiku terenyuh. Aku merasakan betul detak jantungnya yang menempel di badanku. Sampai akhirnya, aku melepaskan peluk untuk kesekian kalinya.“Kira-kira, apa yang membuat aku harus menerimamu kembali?” tanyaku. Aku mencari keyakinan lagi.Mas Candra menghela napas. “Karena aku mau berubah. Dan yang paling penting .... aku benar-benar cinta sama kamu. Aku merasa bahwa kebahagiaanku ada bersamamu. Bukan lagi di kerajaan.”Aku menatapnya. Mencari celah, apakah dia berbohong? Tetapi dilihat dari gerak-geriknya, aku melihat jika tidak ada kebohongan.“Apa kamu bisa menjaminnya?” tanyaku lagi.“Apa yang kamu mau dariku? Ucapkan. Apa pun, akan kulakukan jika bisa mempersatukan kita.”Pertanyaan itu malah membuatku beku. Itu hanya bentuk dari pengetesan yang kulakukan. Kamu tahu? Sejujurnya, keberadannya di sini saja sudah membuatku senang.
Aku kembali seperti Melica yang dulu. Dari dua hari lalu, aku kembali melihat aktivitas anak-anak. Melihat kerajinan yang dibuat, melihat proses paking barang-barang untuk dikirim ke luar daerah dan luar negeri, serta melihat perkebunan yang semakin sini semakin luas. Seperti keinginanku dulu, warga-warga sini hampir 80 mendominasi sebagai pegawai di panti.Pada hari ini, aku sedikit bernostalgia dengan perkebunan. Kebetulan, ada kegiatan pemetikkan beberapa sayuran seperti bonteng, bayam, sawi, dan beberapa sayur lain. Nah, aku ikut berkumpul dengan para petani yang sedang memetik sayuran.“Wah, Melica turun juga,” ucap salah satu pegawai yang sudah dari lama mengetahui aku.“Iya, Nih, Pak. Suntuk diam di kamar terus. Sekalian nostalgia,” ucapku.“Kabarnya, Melica itu kemarin hilang ya? Kenapa bisa hilang? Ada masalah apa?” pertanyaan itu tampaknya hanya basa-basi, padahal semua orang tahu jika kami diisukan menghilang
Gerbang panti terlihat di ujung mata. Aku melihat pohon-pohon yang masih sama, lebat. Aku melihat rumput-rumput hias yang ada di pinggir-pinggir pagar, yang juga terurus, lantas, aku mengembuskan napas. Tidak terasa, aku sudah ada di sini. Di rumahku sendiri.Saat membuka gerbang, penjaga panti terbelalak. Dia buru-buru menyalamiku. Tentu, aku juga menyalaminya dengan begitu bahagia.“Kok Melica tidak bilang kalau mau ke sini? Kan bisa dijemput sama anak-anak yang lain.” Ucap Pak Satpam.Dia adalah penjaga yang sudah lama ada di sini. Bahkan sejak aku kecil. Makannya, dia menyebut lebih akrab dengan sebutan nama.“Memangnya saya itu tamu, Pak?” Aku terkekeh. “Saya anak panti lho. Jadi ya, nggak usah dispesialkan juga.”Ucapan itu dijawab gelengan. Tentu, kami mengobrol sejenak. Menanyakan berbagai hal dan situasi di panti. Menurut Pak Satpam, panti mengalami banyak perkembangan. Terutama mengenai usaha-usaha yang
Kedatanganku ke kantor membuat para karyawan terbelalak. Mereka tidak menyangka, orang hilang yang selama ini diberitakan ternyata sudah kembali. Lantas, aku langsung dikerubuti oleh para karyawan.“Bu, Ibu ke mana saja? Pak Candra juga. Apa kalian baik-baik saja?” tanya salah satu dari mereka.Jelas aku tersenyum sejanak, kemudian mengangguk. “Selama ini, saya tersesat di hutan. Dan saya ... masuk ke alam ghaib.”Ucapan itu membuat mereka terlihat semakin penasaran.“Alam ghaib?” karyawan Senior yang umurnya lebih tua dari Mas Candra mengerutkan kening.“Ya. Kalau kalian tidak percaya, tidak apa-apa. Yang jelas, selama beberapa minggu, kami tersesat, sampai akhirnya saya bisa kembali. Tapi Mas Candra .....”“Pak Candra kenapa?”“Sampai sekarang tidak ada jejak. Saya tidak tahu apakah dia selamat atau tidak.”Aku mengobrol panjang lebar dengan para karyawan
Suara air yang jatuh dari atas membuat Ibu memejamkan mata. Air itu terasa mendamaikan. Dia juga merasakan kesejukkan yang luar biasa bisa berdiri di depan air terjun yang sangat mengagumkan. Sampai kemudian, dia yang tengah merasa senang, kini melotot. Dia mendapati seseorang yang tengah duduk di batu besar, juga menghadap ke air terjun. Tentu, dia tahu orang tersebut.Ibu melangkah cepat, ingin memastikan orang yang dia lihat.“Bapak ....”Ucapan itu mengudara begitu saja. Padahal, Ibu belum lihat wajahnya sama sekali.Lelaki itu menengok. Dia tersenyum lebar saat mendapati istrinya. Lantas, dia berdiri.“Kenapa Ibu ada di sini?” tanya Bapak.Ibu diam sejenak. Dia mengamati wajah teduh suaminya. Lantas, tangan kanannya mengusap wajah itu perlahan-lahan. Wajah yang begitu dia rindukan, terutama saat bapak pergi untuk selama-lamanya. Hingga, mendaratlah pelukkan yang begitu erat.“Ibu rindu Bapak,”
Setelah dari taman, aku melangkah lesu ke ruangan Mas Candra dan Ibunya. Saat masuk, ternyata mereka berdua belum sadarkan diri. Jujur, aku sedih. Ternyata effek dari kekuatan Ratu Kegelapan semalam itu membuat mereka benar-benar kritis.“Ada berbagai jaringan yang rusak,” ucap tabib. “Candra dan Ibunya harus dirawat intensif di sini.”Aku menggigit bibir. Sungguh, informasi ini benar-benar membuatku syok.“Tapi, mereka akan sembuh kan, Tetua?” tanyaku.“Setelah diteliti lebih dalam, ada kemungkinan besar jika mereka akan kembali. Terlebih, mereka itu punya kekuatan di dalam tubuhnya. Kekuatan itu membantu memulihkan kembali jaringan yang ada. Namun, tentu ini butuh waktu.”Aku mengembuskan napas lega. Itu adalah informasi yang menurutku cukup melegakan. Setidaknya, aku bisa pulang ke Bumi dalam keadaan tenang.“Saya keluar dulu ya. Saya harus melihat beberapa orang lainnya,” ucap t
Aku melihat seekor Singa melenggang masuk ke dalam kerajaan. Jelas aku langsung melotot. Aku mengingat saat kejadian di Selatan Negeri bayangan. Singa itu mengamuk. Dan sekarang, dia hadir di sini. Tentu, dia bukan singa biasa. Dia bisa mengerti ucapan-ucapan kami.Aku yang sedang ada di luar kerajaan, buru-buru menghampirinya. “Selamat datang. Akhirnya kamu bisa mewujudkan mimpimu untuk hadir di sini.”Singa itu terlihat berkaca-kaca. Sementara, aku mengelus wajahnya dengan pelan. “terima kasih ya, kamu sudah membiarkan kami lewat pada saat itu. Sekarang, kita semua sudah menang. Semua misi yang ingin kami lakukan sudah terlaksana hari ini. Benar-benar terlaksana.”Singa itu mengaum. Sepertinya itu tanda bahwa dia bahagia.Setelah aku mengobrol beberapa saat, ada salah satu penjaga kerajaan yang datang. Ternyata, dia yang akan mengantarkan Singa itu ke makam kedua orangtuanya yang telah gugur lama di wilayah kerajaan ini.S
Melica berlari dari satu ruangan ke ruangan lain. Setiap masuk ke dalam ruangan, Melica tidak mendapati sosok yang dia cari. Dia lebih banyak mendapati orang-orang yang tak sadarkan diri dengan kepala bocor, leher tersayat, dan berbagai luka lainnya.Tentu, sepanjang mencari orang yang dia harapkan itu, Melica menangis. Baru dia sadar. Bahwa sekecewa-kecewanya dia kepada Candra, dirinya tetap mengkhawatirkan sang suami. Bagi Melica, Candra tetap menjadi orang nomor satu yang selalu membuatnya cemas.“Kau cari siapa?” tanya salah satu tabib berpakaian putih. Lelaki berjanggut itu seperti berusaha menenangkan Melica dengan tatapan teduhnya.“Saya mencari suami saya dan ibunya,” jawab Melica.“Oh, dia lelaki tinggi yang mengenakan pakaian serba hitam?” tanya tabib itu.Jelas, orang yang menggunakan pakaian hitam hanya Candra dan ibunya. Jika pun para pengikut Ratu Kegelapan menggunakan pakaian-pakaian hitam barusan,