Kuda yang kutunggangi melaju kencang. Beberapa kali, aku sedikit meringis karena kecepatan itu. Tentu saja, aku terus-terusan memegang pinggang si penunggang kuda dengan kencang. Bahkan aku menyuruhnya lebih lambat.
“Kalau kita lambat, kita tidak akan bisa sampai kota dengan cepat,” ucap lelaki itu.
“Nggak masalah!” tegasku. “Daripada celaka?”
Akhirnya, dia mendengarkanku. Satu kawannya yang bersama Gala juga mendapatkan kode dari si pengendali kuda ini. Akhirnya, kuda berjalan pelan.
“Nah, gini dong. Kudanya juga kasihan kalau terlalu cepat!” ucapku lagi.
Sebenarnya, mungkin kuda-kuda di sini sudah terlatih. Atau bahkan mereka memiliki kekuatan yang membuat tubuh mereka tetap sehat. Tapi karena aku tipe orang yang mudah kasihan, aku benar-benar tidak tega untuk membiarkan kuda itu berlari begitu kencang.
“Ngomong-ngomong, siapa namamu?” tanyaku kepada pengendali kuda.
&ldquo
Seorang wanita dengan rambut disanggul tengah duduk dengan wajah murung. Terdapat lipatan di dahi sesaat setelah mendengar keributan di luar. Dia mendapati suara anaknya yang sudah lebih dari setahun pergi untuk menunggu sebuah misi.“Apa itu Candra?” tanyanya.Dia yang sedang duduk, buru-buru berdiri. Awalnya, dia sedang memikirkan banyak hal. Apakah Candra baik-baik saja di bumi sana? Apakah dia sudah bertemu dengan orang-orang yang ada kaitannya dengan misi?Dan sekarang, dia mendengar kembali kehadiran dari anak sematawayangnya.Raras membuka pintu. Hingga dia terkejut saat dirinya melihat Candra sedang memaksa satu wanita yang sedang menggendong bayi untuk masuk.“Mbak, saya mohon, Mbak masuk dulu. Istirahat di dalam. Saya janji, saya tidak akan membahayakan kalian berdua!” tegas Candra.“Aku mau pulang!” tegas Nara. “Aku nggak mau ada di sini. Mas Gala dan Melica pasti mencariku! L
Aku dan Gala mengikuti langkah Nana yang cepat dengan gerakkan percaya diri. Nana, aku tidak menyangka jika dia bisa menjadi gadis yang tangguh. Dulu, dia adalah gadis pemurung yang kerjaannya duduk di depan danau. Sekarang, dia menjelma menjadi gadis kharismatik. Aku belum pernah melihat gadis cilik semenarik ini.“Mau ke mana?” tanyaku kepada Nana.“Ke danau depan, Kak,” jawabnya singkat.Aku melirik ke Gala. “Gal, kamu yakin akan mengikutsertakan Nana? Masih banyak orang yang mungkin lebih menarik ketimbang Nana. Maksudku, orang yang sudah professional.”“Tapi belum tentu mereka mau ikut,” jawab Gala. “Sementara, meski meragukan, Nana percaya diri untuk ikut kita.” Gala tersenyum lebar. “Kita lihat saja kemampuannya. Kira-kira, apakah kemampuan itu akan menguntungkan? Setidaknya menguntungkan dirinya sendiri supaya tidak membahayakan. Syukur-syukur bisa menguntungkan kita juga.Ak
Nana melangkah cepat melewati gerbang di Dunia Kertas. Dia lantas berbelok ke sebalah kanan. Kami berdua yang pada awalnya akan berangkat pagi ini juga, malah penasaran dengan Nana. Kami ingin tahu, seberapa mahir dia menunggangi kuda."Waw!" Aku sedikit bergidik melihat beberapa kandang kuda. "Udah kayak peternakan!""Semenjak negeri ini dipegang Raja Cakra, setiap perkampungan diberi kuda untuk kebutuhan. Baik transportasi, atau kebutuhan warga sini untuk keamanan." Nana menjelaskan.Saat kami menuju kandang yang berjejer, ada beberapa warga yang sedang mengurus kuda dan memberikan mereka makan. Kuda-kuda di sini benar-benar terurus. Terlihat dari bulu kuda yang halus."Kakak, saya mau memakai kuda untuk latihan. Bisa tolong bantu keluarkan Si Gilda?" tanya Nana kepada salah satu penjaga."Wah, sudah lama kamu tidak latihan, Na. Saya juga penasaran ingin melihatmu latihan." Penjaga itu terlihat antusias."Saya sudah lancar menunggangi kuda
Gala buru-buru membangunkanku dengan tawa masih menyelimuti. Dia terlihat puas melihatku jatuh. Dasar Gala, dia benar-benar tidak memikirkan perasaanku.“Jangan cengeng.” Dia membantuku bangun. “Nanti bisa lebih dari ini lho.”“Ya kamu enak ngomong begitu!” Aku nggak mau kalah. “Kamu sendiri kan belum nyoba susahnya naik ke atas kuda itu.”“Gampang!” Gala terlihat percaya diri. “Mau saya buktikan?”Aku dan Nana saling tatap. Lantas, mengangguk berbarengan. Kita lihat, bagaimana seorang Gala menaiki kuda itu.Gala berdiri dengan badan tegak. Lantas dia meloncat dan menempelkan perutnya di punggung Gilda. Namun saat perut Gala dan punggung Gilda sudah menempel, tiba-tiba ekor Gilda menggibas wajah Gala. Secara otomatis, cowok itu berteriak dan loncat lagi ke tanah.Sekarang, giliran aku dan Nana yang tertawa.“Kak Gala tadi pasti nggak sengaja nyubit badan Gil
Setelah Nara masuk ke dalam rumah, Candra memasang alas yang terbuat dari dedaunan besar. Lantas, Candra dan Raras duduk, disusul oleh Nara dengan wajah yang masih terlihat ragu.“Sebelumnya, saya mau mengenalkan Ibu saya dulu.” Candra melirik ke arah Mamanya.“Nama saya Raras, Nak.” perempuan yang memiliki wajah ayu itu tersenyum lebar. “Lebih dari dua puluh tahun lalu, saya adalah istri dari Raja Fatah …..”Ucapan itu membuat Nara melotot. “Raja … Fatah?”“Ya ….” Raras menggigit bibir, dia terlihat begitu lesu. Mungkin, dia juga sedang mengingat masa-masa itu yang tentu saja tidak baik. “Saya istri kedua dari Raja Fatah. Karena satu alasan, saya memilih pergi meninggalkannya, saya membiarkan Raja Fatah bersama istri pertamanya. Waktu itu, saya dalam keadaan mengandung Candra.”Pikiran Nara langsung berputar jauh kepada kejadian tiga tahunan lalu. Saat dir
“Sekarang, kamu tahu kan cerita sebenarnya?” tanya Candra. “Saya dan Ibu tidak serta merta ingin merebut kekusaan. Tapi kami punya hak atas itu semua!”Nara mengembuskan napas. Setelah mendengar cerita itu, dia ikut tersayat saat tahu bagaimana kejinya Raja Fatah yang berbuat seperti itu kepada Raras.“Terus, bagaimana bisa kamu ke bumi, Can?” tanya Nara pada akhirnya. “Apa yang membuatmu bisa menemukan Melica dan menikahinya? Kamu telah menghianatinya. Kamu menikahinya karena punya misi. Padahal, dia begitu menghargaimu.”Ucapan itu membuat wajah Candra mendadak merah. Dia lantas mengembuskan napas. “Masalah saya pergi ke bumi, saya dibantu oleh ratu kegelapan. Saya dan Ibu meminta kepada Ratu kegelapan supaya saya bisa dipertemukan dengan keturunan dari pemilik batu kembar. Sampai kemudian, saya bisa ke bumi berkat bantuan ratu kegelapan tadi.”“Kamu ….” Nara menggeleng. &ldq
Nara mengembuskan napas lega karena pada akhirnya, banyak hal yang dikirim dari kota ke hutan itu. Salah satunya adalah makanan hingga perlengkapan bayi. Setidaknya, meskipun sebenarnya dia sedang ditawan, tetapi dia dalam keadaan aman. Nara berpikir jika Candra dan Ibunya tidak bisa dianggap remeh. Untuk saat ini, Nara memilih bersandiwara demi keselamatan.“Bu …..” Nara berucap pelan. “Kenapa di sini tidak dingin ya? Ini kan tengah hutan. Kemudian, ada di dataran tinggi juga. Aku merasa hangat, bahkan begitu nyaman ada di sini.”Raras yang sedang menyiapkan makanan di atas dipan kayu, mendongak. “Saya belum cerita ya ke kamu?”Nara menggeleng.“Saya memiliki kemampuan menghangatkan suhu. Makannya, saya juga bisa bertahan hidup selama tahunan di sini.”Nara mengangguk-angguk. “Ibu sudah lama hidup di sini?”“Sejak Candra memutuskan ke bumi.” Raras tersenyum. Dia
“Yeah!”Aku berteriak girang saat mulai melajukan kuda dengan cepat. Sampai sekarang, aku masih seperti di dalam mimpi. Seorang Melica yang melow, akhirnya bisa menjadi seorang penunggang kuda setelah selama seminggu latihan. Itu hal yang menakjubkan bukan?“Gala! Aku bisa menunggangi kuda!” teriakku.Gala yang ada di depanku, membalas teriakkan itu, “Jangan berisik. Jangan lebbay!”“Menyebalkan!” tegasku.Ucapan itu disambut tawa oleh Nana yang mengiringi aku dan Gala dari belakang.Ngomong-ngomong, kami menyusuri jalanan setapak yang sebenarnya sudah lebih bersih dari pada dua tahunan lalu saat kami berkelana di sini. Ini masih hutan, hanya saja keadaannya jadi lebih terawat. Aku seperti melihat hutan di Indonesia yang masih dipenuhi pohon-pohon kecil hingga pohon besar. Bahkan aku juga melihat hewan-hewan melata yang bergelantungan di atas pohon.Saat aku, Gala, dan Nana sedang asyik
Dua tahun kemudianHarum bawang goreng menguar dari dapur. Terlihat Nara dengan bahagia membolak-balikkan nasi di atas wajan. Rupanya, dia sedang memasak nasi goreng. Ya, nasi goreng adalah salah satu menu makan siang dirinya dengan Gala. Sekarang, Gala menjadi seorang Papa yang tidak pernah absen datang ke rumah di jam istirahat. Meski posisi kantor ke rumah lumayan jauh, tetapi dia selalu menyempatkan diri untuk datang.Sekarang, Nara mengamati nasi goreng di atas piring. Irisan tomat yang terlihat segar, sayur, juga beberapa potong sosis goreng berjejer di pinggir-pinggirnya. Dia membuat dua piring nasi goreng, khusus buat dirinya dan Gala. Tentu ini makanan sederhana, tetapi makanan sederhana akan sangat istimewa bukan? Apalagi jika yang dimasaki merasa bahagia.Saat tengah menatap makanan di atas meja, tiba-tiba ponsel Nara berbunyi. Tentu, itu dari Gala. Dia lantas mengangkatnya dengan wajah cerita.“Hallo, Mas,” ucap Na
Entah kenapa, mendengar ucapan Mas Candra seperti itu membuat hatiku terenyuh. Aku merasakan betul detak jantungnya yang menempel di badanku. Sampai akhirnya, aku melepaskan peluk untuk kesekian kalinya.“Kira-kira, apa yang membuat aku harus menerimamu kembali?” tanyaku. Aku mencari keyakinan lagi.Mas Candra menghela napas. “Karena aku mau berubah. Dan yang paling penting .... aku benar-benar cinta sama kamu. Aku merasa bahwa kebahagiaanku ada bersamamu. Bukan lagi di kerajaan.”Aku menatapnya. Mencari celah, apakah dia berbohong? Tetapi dilihat dari gerak-geriknya, aku melihat jika tidak ada kebohongan.“Apa kamu bisa menjaminnya?” tanyaku lagi.“Apa yang kamu mau dariku? Ucapkan. Apa pun, akan kulakukan jika bisa mempersatukan kita.”Pertanyaan itu malah membuatku beku. Itu hanya bentuk dari pengetesan yang kulakukan. Kamu tahu? Sejujurnya, keberadannya di sini saja sudah membuatku senang.
Aku kembali seperti Melica yang dulu. Dari dua hari lalu, aku kembali melihat aktivitas anak-anak. Melihat kerajinan yang dibuat, melihat proses paking barang-barang untuk dikirim ke luar daerah dan luar negeri, serta melihat perkebunan yang semakin sini semakin luas. Seperti keinginanku dulu, warga-warga sini hampir 80 mendominasi sebagai pegawai di panti.Pada hari ini, aku sedikit bernostalgia dengan perkebunan. Kebetulan, ada kegiatan pemetikkan beberapa sayuran seperti bonteng, bayam, sawi, dan beberapa sayur lain. Nah, aku ikut berkumpul dengan para petani yang sedang memetik sayuran.“Wah, Melica turun juga,” ucap salah satu pegawai yang sudah dari lama mengetahui aku.“Iya, Nih, Pak. Suntuk diam di kamar terus. Sekalian nostalgia,” ucapku.“Kabarnya, Melica itu kemarin hilang ya? Kenapa bisa hilang? Ada masalah apa?” pertanyaan itu tampaknya hanya basa-basi, padahal semua orang tahu jika kami diisukan menghilang
Gerbang panti terlihat di ujung mata. Aku melihat pohon-pohon yang masih sama, lebat. Aku melihat rumput-rumput hias yang ada di pinggir-pinggir pagar, yang juga terurus, lantas, aku mengembuskan napas. Tidak terasa, aku sudah ada di sini. Di rumahku sendiri.Saat membuka gerbang, penjaga panti terbelalak. Dia buru-buru menyalamiku. Tentu, aku juga menyalaminya dengan begitu bahagia.“Kok Melica tidak bilang kalau mau ke sini? Kan bisa dijemput sama anak-anak yang lain.” Ucap Pak Satpam.Dia adalah penjaga yang sudah lama ada di sini. Bahkan sejak aku kecil. Makannya, dia menyebut lebih akrab dengan sebutan nama.“Memangnya saya itu tamu, Pak?” Aku terkekeh. “Saya anak panti lho. Jadi ya, nggak usah dispesialkan juga.”Ucapan itu dijawab gelengan. Tentu, kami mengobrol sejenak. Menanyakan berbagai hal dan situasi di panti. Menurut Pak Satpam, panti mengalami banyak perkembangan. Terutama mengenai usaha-usaha yang
Kedatanganku ke kantor membuat para karyawan terbelalak. Mereka tidak menyangka, orang hilang yang selama ini diberitakan ternyata sudah kembali. Lantas, aku langsung dikerubuti oleh para karyawan.“Bu, Ibu ke mana saja? Pak Candra juga. Apa kalian baik-baik saja?” tanya salah satu dari mereka.Jelas aku tersenyum sejanak, kemudian mengangguk. “Selama ini, saya tersesat di hutan. Dan saya ... masuk ke alam ghaib.”Ucapan itu membuat mereka terlihat semakin penasaran.“Alam ghaib?” karyawan Senior yang umurnya lebih tua dari Mas Candra mengerutkan kening.“Ya. Kalau kalian tidak percaya, tidak apa-apa. Yang jelas, selama beberapa minggu, kami tersesat, sampai akhirnya saya bisa kembali. Tapi Mas Candra .....”“Pak Candra kenapa?”“Sampai sekarang tidak ada jejak. Saya tidak tahu apakah dia selamat atau tidak.”Aku mengobrol panjang lebar dengan para karyawan
Suara air yang jatuh dari atas membuat Ibu memejamkan mata. Air itu terasa mendamaikan. Dia juga merasakan kesejukkan yang luar biasa bisa berdiri di depan air terjun yang sangat mengagumkan. Sampai kemudian, dia yang tengah merasa senang, kini melotot. Dia mendapati seseorang yang tengah duduk di batu besar, juga menghadap ke air terjun. Tentu, dia tahu orang tersebut.Ibu melangkah cepat, ingin memastikan orang yang dia lihat.“Bapak ....”Ucapan itu mengudara begitu saja. Padahal, Ibu belum lihat wajahnya sama sekali.Lelaki itu menengok. Dia tersenyum lebar saat mendapati istrinya. Lantas, dia berdiri.“Kenapa Ibu ada di sini?” tanya Bapak.Ibu diam sejenak. Dia mengamati wajah teduh suaminya. Lantas, tangan kanannya mengusap wajah itu perlahan-lahan. Wajah yang begitu dia rindukan, terutama saat bapak pergi untuk selama-lamanya. Hingga, mendaratlah pelukkan yang begitu erat.“Ibu rindu Bapak,”
Setelah dari taman, aku melangkah lesu ke ruangan Mas Candra dan Ibunya. Saat masuk, ternyata mereka berdua belum sadarkan diri. Jujur, aku sedih. Ternyata effek dari kekuatan Ratu Kegelapan semalam itu membuat mereka benar-benar kritis.“Ada berbagai jaringan yang rusak,” ucap tabib. “Candra dan Ibunya harus dirawat intensif di sini.”Aku menggigit bibir. Sungguh, informasi ini benar-benar membuatku syok.“Tapi, mereka akan sembuh kan, Tetua?” tanyaku.“Setelah diteliti lebih dalam, ada kemungkinan besar jika mereka akan kembali. Terlebih, mereka itu punya kekuatan di dalam tubuhnya. Kekuatan itu membantu memulihkan kembali jaringan yang ada. Namun, tentu ini butuh waktu.”Aku mengembuskan napas lega. Itu adalah informasi yang menurutku cukup melegakan. Setidaknya, aku bisa pulang ke Bumi dalam keadaan tenang.“Saya keluar dulu ya. Saya harus melihat beberapa orang lainnya,” ucap t
Aku melihat seekor Singa melenggang masuk ke dalam kerajaan. Jelas aku langsung melotot. Aku mengingat saat kejadian di Selatan Negeri bayangan. Singa itu mengamuk. Dan sekarang, dia hadir di sini. Tentu, dia bukan singa biasa. Dia bisa mengerti ucapan-ucapan kami.Aku yang sedang ada di luar kerajaan, buru-buru menghampirinya. “Selamat datang. Akhirnya kamu bisa mewujudkan mimpimu untuk hadir di sini.”Singa itu terlihat berkaca-kaca. Sementara, aku mengelus wajahnya dengan pelan. “terima kasih ya, kamu sudah membiarkan kami lewat pada saat itu. Sekarang, kita semua sudah menang. Semua misi yang ingin kami lakukan sudah terlaksana hari ini. Benar-benar terlaksana.”Singa itu mengaum. Sepertinya itu tanda bahwa dia bahagia.Setelah aku mengobrol beberapa saat, ada salah satu penjaga kerajaan yang datang. Ternyata, dia yang akan mengantarkan Singa itu ke makam kedua orangtuanya yang telah gugur lama di wilayah kerajaan ini.S
Melica berlari dari satu ruangan ke ruangan lain. Setiap masuk ke dalam ruangan, Melica tidak mendapati sosok yang dia cari. Dia lebih banyak mendapati orang-orang yang tak sadarkan diri dengan kepala bocor, leher tersayat, dan berbagai luka lainnya.Tentu, sepanjang mencari orang yang dia harapkan itu, Melica menangis. Baru dia sadar. Bahwa sekecewa-kecewanya dia kepada Candra, dirinya tetap mengkhawatirkan sang suami. Bagi Melica, Candra tetap menjadi orang nomor satu yang selalu membuatnya cemas.“Kau cari siapa?” tanya salah satu tabib berpakaian putih. Lelaki berjanggut itu seperti berusaha menenangkan Melica dengan tatapan teduhnya.“Saya mencari suami saya dan ibunya,” jawab Melica.“Oh, dia lelaki tinggi yang mengenakan pakaian serba hitam?” tanya tabib itu.Jelas, orang yang menggunakan pakaian hitam hanya Candra dan ibunya. Jika pun para pengikut Ratu Kegelapan menggunakan pakaian-pakaian hitam barusan,