Jordan pulang ke rumah dengan wajah kusut dan lelah. Karena khawatir dengan kondisi perusahaan sang mantan kakak ipar, membut Jordan harus ikut turun tangan membantu mantan kakak iparnya itu.
"Sudah pulang!" Milea yang tengah menuruni anak tangga melihat wajah lelah sang suami, lantas mendekat dan mengambil jas yang sudah ditenteng Jordan. Tidak biasanya Jordan pulang lebih awal.
"Iya!" Jordan langsung duduk di sofa dan memijat kepala.
Setelah menikah mereka memang tinggal di rumah pribadi Jordan, bersama Angel kalau dia sedang tidak di rumah Sonia dan beberapa pelayan.
"Ada apa? Apa pekerjaan kantor sangat banyak?" tanya Milea yang ikut duduk di samping Jordan.
Milea bahkan memijat pundak sang suami, sadar kalau pria itu sangat lelah.
"Di perusahaan tidak ada masalah," jawab Jordan seraya menikmati pijatan sang istri yang terasa sangat nyaman.
Evangeline menatap wajah Devan yang sudah terlelap, pikirannya tengah berputar dengan keadaan yang sedang terjadi. Hingga ponsel yang berada di atas nakas berderit, Evangeline langsung bangkit dan meraih ponsel miliknya, begitu terkejut dengan nama yang terpampang. Evangeline langsung bangkit dari tempat tidur, sedikit menjauh dari ranjang agar tidak mengganggu tidur Devan."Apa yang kamu inginkan?" tanya Evangeline dengan air muka tidak senang begitu menjawab panggilan itu."Kamu belum memberi jawaban." Suara Cristian terdengar dari seberang panggilan.Evangeline terkejut dengan ucapan Cristian, menoleh pada Devan yang masih tidur."Aku tidak akan pernah bertemu denganmu, jangan pernah lagi menghubungi diriku." Evangeline menekan intonasi bicaranya, meski ingin sekali meledakkan emosi."Hahahaha. Kamu tidak takut kalau suamimu terpuruk?" tanya Cristian setelah meledakkan tawa.
Cristian duduk di sofa kamar, mengahadap ke arah dinding kaca yang menghalanginya dengan dunia luar, menatap lurus ke depan dengan wajah lesu dan kantung mata yang membentuk sempurna. Semalaman dia tidak bisa tidur, Cristian mengingat pembicaraan dengan sang ayah. "Apa kamu tahu di mana Evangeline sekarang?" tanya Kelvin. Cristian terkejut dengan pertanyaan sang ayah, meletakkan alat makan dan tersenyum masam ke arah pria yang selalu saja bersikap tegas kepadanya itu. "Kenapa menanyakannya? Apa Papah tidak puas dengan hanya mengucilkan dia?!" Cristian bicara dengan nada sindiran. "Apa maksudmu? Tinggal jawab tahu atau tidak, kenapa harus menyindir Papah, hah?!" Kelvin terlihat tidak senang dengan ucapan Cristian. Ibu Cristian terlihat bingung harus bagaimana, makan malam yang diharapkan bisa terasa hangat kini malah akan jadi medan perang yang dingin antara ayah dan ana
Evangeline terlihat termangu di ruangannya, jari telunjuk mengetuk-ngetuk meja. Ia sedang mengingat ucapan Devan saat di rumah, perasaannya menjadi kacau jika mengingat masa terkelamnya. "Ada apa? Kenapa ingin membuka kasus itu?" tanya Evangeline yang tidak mengerti ketika Devan meminta izin ingin membuka kasus kematian kedua orangtuanya. Bagi dirinya yang sejak awal tidak tahu menahu serta sudah melupakan tragedi itu, ingin rasanya menganggap itu hanya menjadi sejumput memori penyedap hidupnya. "Karena aku menemukan bukti yang ditutupi," jawab Devan dengan tangan yang langsung menggenggam telapak Evangeline. "Kedua orangtuamu, kemungkinan besar tidak meninggal karena keracunan biasa. Aku menemukan bukti yang menjuru ke sana. Pamanmu membayar pihak polisi untuk menutup kasus ini. Aku tidak akan langsung membuka ke publik, hanya ingin mengetahui siapa sebenarnya dalang dari kematian kedua orangtuamu. Aku ingin membe
Evangeline terlihat menatap siapa yang duduk di hadapannya, lebih dari tujuh tahun tidak bertemu, sepertinya pria itu sama saja, masih angkuh dan sombong."Apa yang membuat Anda datang mencari 'ku?" tanya Evangeline begitu formal.Kelvin menyeringai, kemudian terlihat enggan berbasa-basi, sedikit menegakkan badan hingga kemudian menjawab, "Paman ingin mengundangmu makan malam bersama. Ya, anggap saja makan malam keluarga karena sudah lama kita tidak berkumpul."Evangeline tersenyum getir, sebenarnya tahu maksud sang paman. Tentu saja Kelvin mau repot-repot mencari dan mengundangnya makan malam karena kedatangan Jonathan."Wah, gimana ya? Sayangnya saya sibuk!" tolak Evangeline halus.Beberapa tahun yang lalu, Evangeline hanya gadis remaja yang memilih takut dan tidak melawan, tapi sekarang keadaannya berbeda. Ia tidak mau lagi dianggap lemah."Hanya meluangka
Devan mengajak Evangeline berdiri, berjalan menuju teropong bintang yang berada di sisi lain dari tempat mereka makan. Evangeline semakin bingung dengan apa yang ingin dilakukan oleh Devan. Hingga kini mereka berdiri di depan teropong bintang, Devan berdiri tepat di belakang Evangeline. "Aku dengar malam ini ada hujan meteor, karena itu aku menyiapkan semuanya untukmu," bisik Devan, napasnya berembus menggelitik telinga Evangeline. Evangeline tersenyum, tangannya memegang teropong yang akan digunakan untuk melihat bintang. "Lalu, di mana kembaran 'ku?" tanya Evangeline dengan nada suara menggoda Devan. Devan menunjuk satu bintang yang begitu terang, kemudian menjawab, "Itu, sangat mirip denganmu. Bersinar terang dan bisa dilihat oleh siapa pun yang berpijak di bumi." Evangeline tersipu, menunduk menahan malu hingga kemudian menatap lagi ke angkasa.
"Maaf, saya sudah tidak berani menyerang perusahaan itu. Tuan Jonathan Smith membeli saham di perusahaan itu, artinya tidak ada yang berani menyentuh apalagi macam-macam dengan perusahaan tempat pria itu berinvestasi." Seorang pria menghubungi Cristian dan langsung mengakhiri setelah selesai bicara.Cristian melempar gelas yang sedang dipegang, menciptakan suara nyaring ketika membentur tembok."Bagaimana bisa tiba-tiba tuan Jonathan berinvestasi ke perusahaan itu?" Cristian begitu geram.Tujuan untuk menghancurkan perusahaan Devan secara pelan-pelan gagal sudah dengan adanya campur tangan dari Jonathan. Cristian sadar siapa Jonathan dan tidak akan ada yang berani menyentuh perusahaan yang ada nama pria itu. Karena itulah Kelvin sangat takut kalau Jonathan sampai menarik investasi dari perusahaan itu, bagi Kelvin lebih memilih merendah dari pada kehilangan sumber kekayaannya. Alasan kenapa Kelvin mencari keberadaan Evang
Sama halnya dengan Evangeline, Devan tampak terus tersenyum saat bekerja. Mengingat kegiatan semalam memang membuat pikiran terus berpikir mesum. Danny memperhatikan atasannya itu, sampai menggeleng berulang kali karena sikap Devan."Sungguh tidak normal, abnormal," batin Danny seraya mendesau. Tidak menyangka kalau atasannya kini seperti orang gila, senyum-senyum tak jelas. Tentu saja hal itu terasa aneh untuk Danny, biasanya melihat Devan yang dingin, galak, dan keras. Kini ia malah menyaksikan Devan seperti marsmallow yang lembek dan lembut.TOK! TOK! TOK!Suara ketukan pintu terdengar, Devan mempersilahkan masuk dengan suara lantang. Hingga ketika pintu terbuka, sepasang kaki kecil berlari dan langsung melompat kepangkuan Devan."Wow! Halo bocah kecil!" Devan mencolek hidung Angel."Kangen Papa Devan," ucap Angel manja, gadis kecil itu memeluk erat sang paman.
Sesaat sebelum alarm kebakaran berbunyi. Seorang pria berpakaian teknisi tampak berjalan masuk ke gedung, menenteng perkakas menuju ruang kendali. Hingga beberapa menit kemudian alarm kebakaran berbunyi, sistem operasi listrik mati membuat semua orang panik.Ketika Evangeline tengah berjibaku dengan orang-orang yang saling berdesakan untuk menyelamatkan diri, hingga membuatnya terpisah dari pengawal pribadinya, seseorang menarik Evangeline dan membuatnya kebingungan."Hei! Siapa kamu?" Evangeline berusaha melepas tangan yang digenggam pria itu tapi tidak berhasil.Hingga ada pria lain yang muncul dari belakang dan membekap Evangeline menggunakan sapu tangan yang sudah diberi obat bius, membuat wanita itu langsung terkulai lemas dan tidak sadarkan diri."Bawa dia cepat!" Salah satu memerintah dan berjalan cepat menuju mobil membuka pintu, sedangkan pria satu yang menerima perintah langsung mengg