Berhari-hari Jordan mendiamkan Diana. Bukannya benci, tapi merasa tidak rela karena istrinya malah memilih mempertahankan janin yang akan membahayakan nyawa Diana.
Malam itu mereka tidur dalam satu ranjang tapi saling memunggungi. Meski Diana tahu kalau Jordan marah, tapi wanita itu tetap melayani Jordan sebagaimana mestinya, menyiapkan pakaian, makan, dan juga kopi seperti biasa. Hanya saja tidak berani bicara sebab Jordan juga tak acuh. Diana mencoba memahami kemarahan Jordan, tapi juga tidak bisa mengabaikan janinnya, dengan mata terpejam ia mengusap permukaan perut yang tertutup piyama dan selimut.
Jordan masih membuka mata, selama beberapa hari hatinya tersiksa. Mendiamkan Diana bukanlah keinginannya, tapi rasa kesal dan takut membuatnya melakukan itu. Jordan menghela napas kasar, andai saja tahu akan seperti ini, mungkin ia akan memilih menggunakan alat kontrasepsi agar Diana tidak pernah hamil seumur hidup. Namun, lagi-lagi dada Jordan terasa sakit, mengingat be
Milea menatap Jordan yang masih bercerita, jemarinya mengusap buliran kristal bening yang luruh di wajah sang suami. Hanya tidak menyangka jika perjuangan cinta suami dengan mendiang istri sangat memilukan meski sempat diiringi kebahagiaan."Pertama kali aku melihat Angel, matanya saat itu masih terpejam, jemarinya begitu mungil. Aku tidak menyangka bisa mendapatkan putri secantik itu," ucap Jordan mengakhiri cerita."Ya, dia sangat manis dan lucu. Aku saja sangat bangga mendapat putri tiri seperti dia, hingga membuatku merasa kalau dia bukan anak tiri tapi anak kandungku," ujar Milea masih terus menyeka air mata Jordan. "Lalu, bagaimana dia meninggal?" tanya Milea yang ingin mengetahui semuanya.Jordan menarik napas panjang dan menghela perlahan, seakan sedang menahan sesuatu yang menekan rongga dada."Di-dia mengalami pendarahan karena komplikasi sesaat setelah melahirkan, bahkan dokter tidak bisa menolongnya," jawab Jordan.Jordan terisak, mengi
Evangeline membawa cangkir berisi kopi untuk Devan lantas meletakkan ke meja. Evangeline pun duduk di sebelah Devan yang sedang fokus dengan pekerjaannya."Mau aku bantu?" tanya Evangeline, jemarinya menyisir rambut Devan."Tidak usah, tidurlah sudah malam," jawab Devan yang kemudian mengecup sekilas pipi Evangeline sebelum akhirnya kembali fokus pada berkas di tangannya.Evangeline mengulas senyum, menatap wajah Devan yang sedang begitu serius membaca berkas. Hingga dirinya teringat akan perbincangannya dengan Milea dan hendak membahasnya dengan Devan."Van, boleh aku tanya sesuatu," ucap Evangeline, dengan manjanya wanita itu menyandarkan dagu ke pundak Devan."Tanya apa?" Devan tidak menoleh pada Evangeline, hanya melirik sekilas ketika istri menyandar padanya."Apa kamu merasa iri pada Radhika?" tanya Evangeline sedikit takut tapi penasaran.Devan menghentikan pergerakan tangannya, lantas menoleh pada Evangeline hingga membuat wan
Jordan menemui Evangeline dam Devan setelah sebelumnya pergi ke rumah Sonia. Bukannya diberi tahu ke mana Milea, Sonia malah marah-marah dan menyalahkan Jordan yang sudah membuat Milea kesal. Pagi tadi Milea menjemput Angel untuk mengantar ke sekolah, lalu meminta izin pada Sonia untuk mengajak Angel bersamanya beberapa malam. Sonia awalnya terkejut dan penasaran kenapa Milea tiba-tiba mau membawa Angel, hingga istri Jordan itu menangis dan mengatakan sedang marah kepada Jordan yang sudah mabuk dan tidak mempedulikannya."Aku harus gimana? Bantuin, Milea benar-benar marah padaku," pinta Jordan memelas. Jordan sempat datang ke rumah orangtua Milea, tapi Naya mengatakan kalau Milea tidak mau ketemu sama siapa pun, bahkan tidak mau menemui Jordan.Evangeline dan Devan duduk di sofa yang berhadapan dengan Jordan di ruang kerja Devan, lantas keduanya saling tatap sebelum akhirnya menatap Jordan."Apa kamu tahu kalau Milea sebenarnya sedang merasa tidak percaya diri?"
Milea menceritakan kejadian malam tadi, ketika dirinya sedang menunggu Jordan pulang sampai ketiduran."Halo." Milea begitu terkejut ketika mendengar suara dari seberang panggilan, hingga kemudian tampak terburu-buru mengambil kunci mobil.Milea pergi ke sebuah klub malam, kepalanya terasa mendidih ketika mendengar kalau Jordan mabuk berat. Lebih kesal lagi ketika mendengar suara perempuan dari seberang panggilan tadi."Awas saja kamu, Jordan! Jika benar-berani main perempuan, aku cincang kamu!" umpat Milea yang sedang berjalan cepat masuk ke klub malam.Milea mengedarkan pandangan, karena cahaya yang remang membuat Milea kesusahan mencari di mana sang suami. Hingga ketika menoleh ke arah bar, Milea melihat Jordan yang menyandarkan kepala di meja bar, dengan cepat wanita itu menyusul untuk melihat keadaan suami."Anda istri tuan ini?" tanya seorang wanita berpakain seksi yang duduk di kursi sebelah Jordan."Ya!" jawab Milea ketus, memberi ta
"Aduh!" Jordan memekik ketika Devan memukul kepalanya, pria itu menatap wajah Devan yang terlihat begitu marah.Setelah menemui dan membujuk Milea meski tidak berhasil, Evangeline menemui Jordan dan Devan yang menunggu di sebuah kafe. Bukannya Jordan tak ingin ikut ke rumah Milea, tapi ancaman sang istri kepada satpam rumah, membuat Jordan memilih bersabar menunggu Milea sendiri yang mau menemuinya. 'Ingat, jangan sampai Jordan menginjakkan kaki di sini, atau aku lompat dari balkon kamar.' Itu adalah ancaman Milea yang membuat Jordan mengurungkan niat untuk memaksa bertempu.Evangeline menceritakan keluh kesah Milea, hingga membuat Devan marah dan menyesal telah membantu Jordan karena mantan adik iparnya itu yang salah. Jordan sendiri merasa menyesal, bukan maksud hatinya seperti itu, hingga dirinya benar-benar bingung harus bagaimana menghadapi dan meminta maaf pada Milea."Makanya, jangan mabuk saat pikiran kalut, terlebih ketika masalahnya tentang cinta. Kala
Jordan membawa Milea pulang, apa pun yang terjadi ingin agar bisa bicara dan masalah mereka selesai. Jordan terlalu merasa bersalah, terlebih sadar kalau selama ini Milea sangat mencintainya, bagaimana bisa dirinya bisa terkesan membandingkan Milea dengan Diana. Jelas sangat tidak akan sama."Jordan!" teriak Milea karena pria itu masih membopongnya dengan cara dipikul ke atas pundak—terlalu.Para pelayan rumah terbengong melihat majikannya pulang dan membawa sang istri dengan cara seperti itu, terlebih karena Milea terus berteriak dan memukul punggung Jordan."Apa, Mil? Aku mau kita bicara," sahut Jordan tanpa dosa."Nggak! Aku masih marah denganmu!" tolak Milea mencoba meronta."Mil, kalau kamu gerak terus, nanti kita jatuh bersamaan," ucap Jordan ketika menaiki anak tangga.Sadar akan posisi di mana mereka sekarang, membuat Milea memilih diam sesaat. Jordan tersenyum kecil ketika Milea diam, sehingga dirinya bisa membawa sang istri m
Danny menggerutu berulang kali, semenjak Evangeline balik ke kantor, kini jiwanya yang jomblo harus merana. Bagaimana tidak? Devan tidak tahu tempat ketika merayu Evangeline, membuat Danny sampai-sampai harus mengalah pergi dari ruangan dari pada harus melihat kemesraan atasan dan sekretaris itu."Pak, izin keluar!" Pamit Danny dengan suara lantang, bahkan pemuda itu sudah berdiri dan bersiap pergi.Hal ini dilakukan karena Devan terus menatap pada Evangeline yang sedang meminta tandatangan, sangat berlebihan bagi Danny ketika Devan mengumbar rasa cintaya di kantor-menyiksa jomblo."Eh, mau ke mana?" tanya Devan ketika melihat yang berjalan menuju pintu meski dirinya belum memberi izin."Membujuk jiwa jomblo saya biar tidak meronta, Pak. Jangan sampai saya khilaf melakukan one night stand dengan gadis sembarangan, hanya karena tidak tahan dengan kemesraan kalian," jawab Danny cepat tanpa menoleh ke arah Devan dan langsung keluar dari ruangan.Devan
"Jadi, kamu sudah balik rumah? Baguslah!" Evangeline bertemu Milea.Milea menghubungi Evangeline sehari setelah diculik oleh Jordan, berniat memberitahu tentang kabar baik yang datang pada keluarganya."Ya, itu juga karena Jordan yang menculikku dulu. Kalau tidak, mungkin aku akan pulang setelah Ica ultah," ujar Milea.Evangeline menyesap kopi yang dipesan seraya mendengarkan penjelasan Milea, lantas kembali menatap wajah teman yang terlihat begitu bahagia."Kalian ini ada-ada aja, masa ya pakai acara culik menculik," seloroh Evangeline dengan tawa kecil.Milea ikut tertawa kecil, lantas menatap Evangeline penuh kebahagiaan."Angel, aku sedang mengandung," ucap Milea tiba-tiba.Evangeline yang sedang mengunyah kentang goreng langsung tersedak hingga terbatuk, kemudian memilih menelan potongan kentang yang masih kasar."Serius?" tanya Evangeline dengan rasa tidak percaya tapi bahagia.Milea mengangguk kecil dengan seutas
Setelah memantapkan hati, akhirnya Anira memutuskan untuk pergi. Hari itu Kenan dan keluarganya datang untuk berpamitan dengan Anira, setelah sebelumnya mendapat kabar dari Evangeline dan Devan. "Jangan lupakan kami," ucap Angel yang ingin melepas Anira. Anira mengangguk kemudian memeluk Angel, tak bisa berkata-kata karena dirinya begitu sedih meninggalkan keluarga itu. "Sering hubungi kami, oke!" pinta Angel lagi sebelum melepas pelukan. Anira lagi-lagi hanya mengangguk, sebelum kemudian beralih menatap Kenan yang sudah menatapnya sejak tadi. "Aku akan menunggumu kembali, Nira." Kenan langsung memeluk Anira, membuat gadis itu terkejut. Anira membalas pelukan Kenan, bahkan mengusap punggung pemuda itu karena tahu jika Kenan sama beratnya melepas. "Aku sangat menyayangimu, jangan lupakan aku," lirih Kenan sebelum melepas pelukan. Anira merasa jantungnya berdegup dengan cepat ketika Kenan mengucapkan kata itu, entah kenap
"Kamu tidak akan pergi, 'kan!" Kalandra bicara empat mata dengan Anira di kamar gadis itu. Ia menatap Anira yang duduk di tepian ranjang."Aku tidak tahu." Anira menjawab pertanyaan Kalandra seraya menundukkan kepala.Wanita yang bicara dengan Evangeline adalah ibu kandung Anira, setelah sekian tahun wanita itu datang dan ingin membawa Anira karena merasa berhak atas gadis itu."Nggak, aku nggak izinin kamu pergi!" Kalandra langsung memegang kedua lengan Anira, bahkan tanpa sengaja mencengkeram begitu erat."Al, sakit!" pekik Anira mencoba melepas tangan Kalandra dari lengannya.Kalandra berlutut di depan Anira, menggenggam kedua telapak tangan gadis itu begitu erat, kedua bola matanya terlihat berkaca."Jangan pergi, Nira. Aku mohon," pinta Kalandra.Anira terlihat bingung, setelah sekian tahun dia tidak tahu siapa orangtua kandungnya, serta bagaimana mereka, haruskah dia melewatkan kesempatan bersama orangtuanya."Aku bingung
"Apa maksudnya itu, hah?" Kalandra mendorong Kenan ke tembok.Kenan yang baru saja mengantar Anira ke kelas, cukup terkejut saat Kalandra langsung menarik dan membawanya ke samping gedung sekolah."Kamu kenapa sih, Al?" tanya Kenan bingung, apalagi ketika menatap amarah di mata saudaranya itu. Ia mengusap lengan yang sakit karena terbentur dinding."Apa maksudmu menciumnya?" Kalandra ternyata melihat dari jauh saat Kenan menangkup wajah Anira. Ia melihat punggung Kenan di mana saudaranya itu memiringkan kepala.Kenan terkejut mendengar pertanyaan Kalandra, tak menyangka jika saudaranya itu melihat."Al, dengar dulu--" Kenan ingin menjelaskan, tapi terhenti karena Kalandra yang tiba-tiba memukulnya tepat di pipi, membuatnya sampai memalingkan wajah."Apa kamu kira, karena dekat dengannya maka bisa membuatmu sesuka hati menciumnya? Aku tidak setuju kamu bersikap seperti itu padanya!" Kalandra yang sudah terpancing emosi, tak bisa berpikiran je
Kenan berada di kamarnya setelah Kalandra dan Anira pulang. Ia menatap bingkai yang terdapat di meja belajarnya. Di sana terdapat foto dirinya, Anira, dan Kalandra.Kenan tiba-tiba menggelengkan kepala dengan senyum kecil di wajah, merasa lucu dengan hal yang dipikirkannya sekarang."Apa itu senyum-senyum sendiri?" tanya Angel yang ternyata melihat adiknya itu duduk melamun. Ia pun lantas berjalan masuk dan menghampiri Kenan.Kenan menoleh Angel yang kini sudah berdiri bersandar meja belajarnya."Siapa yang tersenyum?" Kenan mengelak dari pertanyaan sang kakak."Jangan bohong! Jelas-jelas tadi aku melihatmu tersenyum," ucap Angel."Hah, terserahlah." Kenan masih tidak mau mengakui. Ia malah membuka buku seakan ingin mengabaikan sang kakak.Angel menatap Kenan, seperti mengetahui sesuatu dari pandangan sang adik."Ke, apa kamu menyukai Anira?" tanya Angel tiba-tiba.Kenan langsung berhenti membalikkan buku saat mendengar
Kalandra tidak jadi belajar karena kasihan dengan Anira. Ia pun meminta sopir untuk menjemput mereka. Dalam perjalanan pulang, Kalandra hanya diam, membuat Anira sedikit merasa heran."Kamu baik-baik saja, Al?" tanya Anira.Kalandra tersadar dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Anira yang duduk di sampingnya."Aku tidak apa-apa," jawab remaja itu, mencoba mengulas senyum.Anira mengangguk karena Kalandra sudah mengatakan jika tidak apa-apa, mereka pun kembali menatap aspal jalanan.Sebenarnya Kalandra sedang memikirkan percakapannya dengan Kenan beberapa waktu lalu, saat Kenan sedang berganti pakaian.Di kamar tamu, beberapa waktu lalu."Ke, boleh aku tanya sesuatu?" Kalandra berdiri di samping pintu kamar mandi tempat Kenan berganti pakaian."Tanya saja!" Suara Kenan terdengar dari dalam kamar mandi."Aku melihat, akhir-akhir ini kamu sangat memperhatikan Nira. Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Kala
Angel sangat terkejut saat melihat Anira tercebur ke kolam. Saat ingin melompat, ternyata Kenan sudah melompat duluan. Angel pun akhirnya menunggu di tepian dengan wajah panik.Kalandra meraih handuk yang tergantung di kursi, lantas berjongkok begitu melihat Kenan membawa Anira ke tepian, ia langsung menarik Anira keluar dari kolam, serta menutup tubuh gadis itu menggunakan handuk.Anira sangat ketakutan, itu karena dirinya trauma. Sejak kejadian banjir itu, tenggelam adalah mimpi buruk untuknya. Kejadian di masa kecil itu, ternyata melekat di hati dan pikiran gadis itu.Kenan keluar dari kolam, kemudian langsung mendekat ke arah Wira dan mendorong teman kakaknya itu. Membuat beberapa teman Angel terkejut dan panik karena takut ada perkelahian."Kenapa kamu mendorongnya, hah?" Kenan murka dengan kejadian yang menimpa Anira, menyalahkan Wira seakan tak takut dengan pemuda yang lebih dewasa darinya itu."Siapa yang mendorong? Dia terpeleset!" Bela Wi
Sore itu Anira dan Kalandra pergi ke rumah Kenan. Anira ke sana karena Kalandra yang mengajak, dua remaja itu ingin mengerjakan tugas."Rumah Kenan ramai amat?" tanya Anira ketika melihat beberapa mobil terparkir di halaman rumah."Palingan teman-teman Ica. Kata Kenan, tante dan om lagi ke luar kota, makanya di rumah bebas. Biasa kalau Ica suka ngundang teman kalau tidak ada om dan tante," jawab Kalandra seraya turun dari mobil, mereka diantar sopir.Anira hanya mengangguk, kemudian keluar dari mobil bersama Kalandra.Saat masuk, Anira melihat ke arah samping rumah, di mana kolam renang terlihat ramai dengan muda-mudi. Sepertinya Angel mengadakan pesta kolam renang."Nira!" panggil Angel saat melihat Anira."Kak!" sapa Anira sopan."Mau belajar?" tanya Angel. Ia membawa nampan berisi softdrink dan camilan."Ya, Al yang ingin belajar bersama Kenan," jawab Anira. "Apa mau aku bantu?" tanya Anira kemudian saat melihat Angel kerepo
Tahun demi tahun pun berlalu. Evangeline dan Devan menjalani hidup penuh kebahagiaan. Adanya Kalandra dan Anira, membuat hidup keduanya begitu sempurna.Kalandra kini hampir menginjak umur enam belas tahun, sedangkan Anira baru menginjak umur delapan belas tahun, gadis itu tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Sama seperti tahun sebelumnya, Anira satu sekolah dengan Kalandra dan Kenan. Evangeline dan Milea memang sengaja menyekolahkan mereka bersama, agar ketiganya bisa terus saling menjaga."Nira! Dasiku di mana?" Kalandra berteriak dari kamarnya. Remaja itu sibuk mencari dasi sekolahnya.Anira yang baru saja selesai bersiap, lantas menyusul Kalandra begitu mendengar suara pemuda itu."Bukannya di laci kamar ganti, Al! Kenapa kamu suka lupa?" Anira yang baru masuk kamar, langsung berjalan ke arah kamar ganti.Kalandra sendiri hanya tersenyum melihat Anira yang langsung masuk ke kamar begitu dipanggil.Anira mengambilkan dasi Kaland
Hari berikutnya, Kalandra terpaksa tak ke sekolah karena kondisinya. Siang itu Kenan pulang bersama Anira dijemput Milea, Kenan ingin menjenguk Kalandra."Apa Al baik-baik saja?" tanya Kenan saat berada di mobil bersama Anira."Ya, hanya karena masih pusing, makanya dia tidak berangkat," jawab Anira dengan senyum kecil di wajah.Kenan mengangguk, kemudian memilih duduk dengan tenang bersama Anira, sampai mobil mereka sampai di rumah Evangeline.--Di rumah Evangeline, Kalandra terlihat kesepian karena berada di kamar sendirian."Ma, aku bosan," ucap Kalandra ketika melihat Evangeline masuk kamar."Nonton televisi kalau bosan," balas Evangeline santai. Wanita itu masuk membawa makanan dan minum untuk Kalandra.Kalandra mencebikkan bibir, tahu akan bosan di rumah sendirian, tentu dia akan memilih berangkat ke sekolah bersama Anira, meskipun kepala masih terasa pening.Evangeline meletakkan nampan ke atas nakas, seb