Evangeline menatap bayangan dari pantulan cermin, menyentuh apa yang dilingkarkan ke lehernya.
"Kak, ini--"
Cristian membalikkan tubuh Evangeline, hingga kini menghadap padanya. Pemuda itu tersenyum hangat pada Evangeline.
"Ini untukmu," ucap Cristian.
"Ini terlihat sangat mahal, aku tidak bisa menerimanya." Evangeline berusaha melepas kalung itu tapi dicegah oleh Cristian.
Cristian melepas kacamata tebal yang menutupi mata Evangeline, bahkan menarik ikat rambut gadis itu hingga tergerai, disisirnya rambut Evangeline dengan jemarinya. Evangeline menatap Cristian, tidak mengerti dengan maksud kakak sepupunya itu.
"Aku ingin kamu mengenakannya karena sangat cocok denganmu," ujar Cristian menyentuh liontin yang tergantung di leher Evangeline. "Kamu terlihat cantik tanpa kacamata dan dengan rambut yang tergerai, jadi jangan lagi memakai ini," imbuhnya seray
Devan duduk bersama Milea di sebuah kafe. Pria itu masih penasaran dengan apa yang terjadi pada Evangeline. Sepanjang malam kekasihnya itu tidak tidur nyenyak dan terlihat terus mengernyitkan dahi."Apa kemarin dia baik-baik saja?" tanya Milea begitu selesai menyesap kopinya.Devan menggelengkan kepala, menyilangan kaki dan menatap Milea dengan perasaan cemas."Semalam dia terus mengigau, memohon bahkan menangis. Aku penasaran apakah itu hanya sebuah mimpi atau kepingan masa lalunya? Apa dia pernah bercerita kalau pernah mendapat perlakuan buruk atau mungkin dilecehkan?" tanya Devan pada Milea.Milea terkejut dengan pertanyaan Devan, kemudian berpikir hingga mengingat akan sesuatu."Hubungan Evangeline dengan kakak sepupunya waktu itu sangat baik, meski aku sendiri tidak suka kalau Evangeline dekat dengan pria itu. Hingga waktu itu--" Milea bercerita, mengingat kejadian delapan t
Jordan menarik tangan Evangeline agar wanita itu ke arahnya, tapi sayangnya Cristian tidak membiarkannya begitu saja. Cristian berusaha mempertahankan Evangeline, mencoba menepis tangan Jordan hingga pada akhirnya membuat keduanya hampir berkelahi."Cukup!" Evangeline berdiri di antara Jordan dan Cristian.Cristian yang hendak melayangkan pukulan ke arah Jordan pun ditahan, menarik kembali tangannya karena takut melukai Evangeline."Jordan, ayo!" Evangeline meraih tangan Jordan lantas mengajak suami Milea itu pergi, menghindarkan Jordan terkena masalah karena dirinya.Cristian menatap punggung Evangeline yang berlalu meninggalkan dirinya, pria itu sampai mengepalkan kedua telapak tangannya di samping tubuh, menahan amarah karena tidak bisa membawa Evangeline bersamanya.---Jordan telihat sesekali melirik pada Evangeline yang duduk di kursi samping kemudi. Sejak
Devan menatap layar komputernya, mengamati data yang baru saja diterima. Semua hal tentang keluarga Hanggara dan juga Cristian sudah didapatkannya. Devan tidak mau kalau pernikahannya dengan Evangeline terganggu."Pak, ini foto yang berhasil saya dapat. Cuman ini sudah sangat lama, sehingga tidak terlalu jelas saat dicetak," ujar Danny menyerahkan beberapa lembar foto pada Devan."Ya, terima kasih." Devan menerima, lantas memperhatikan dengan seksama.Terlihat Evangeline yang masih mengenakan pakaian sekolah, dengan kacamata tebal dan rambut yang dikucir model ekor kuda. Devan tersenyum melihat betapa imutnya tunangannya, tapi seketika senyum itu hilang ketika melihat siapa yang ada di sampingnya."Tampaknya mereka begitu dekat," gumam Devan.Evangeline baru saja kembali, langsung masuk ke ruangan Devan untuk memberikan berkas salinan yang baru saja dikirim. Evangeline mengulas s
Devan dan Evangeline sudah sampai di Paris. Devan sudah membocking kamar hotel dekat pusat kota, mereka kini sudah berada di kamar. Devan tampak bingung harus berbuat apa, merasa gelisah dengan situasi yang sedang dihadapi. Ia terlihat sesekali melirik pintu kamar mandi, di mana Evangeline berkata ingin membersihkan diri setelah penerbangan hampir lima belas jam. Devan meraih botol wine yang dipesan dari layanan hotel, menuangkan ke gelas kaca lantas menyesapnya perlahan. Devan tidak memungkiri kalau dirinya tengah dilanda rasa gugup. Evangeline baru saja selesai membersihkan diri, wanita itu memakai lingerie berwarna hitam lengkap dengan kimono. Melihat Devan yang duduk dan terus menenggak wine membuat Evangeline keheranan. Ia pun berjalan menghampiri, lantas berdiri tepat di hadapan Devan. "Kenapa minum sangat banyak?" tanya Evangeline yang langsung mengambil gelas kaca dari tangan Devan.
PRANGG!!!! Cristian melempar gelas kaca yang dipegangnya, menciptakan suara begitu nyaring di kamar ketika gelas menghantam lantai, amarahnya membuncah ketika mendapat kabar kalau Evangeline menikah dan kini sedang berada di Parsis. "Kenapa? Angel, kenapa?! Kenapa memperlakukan aku seperti ini?!" Cristian berteriak sangat kencang, meluapkan segala amarah yang terasa sesak di hatinya.Ternyata dia tidak cukup harus mencintai, meski pernah berpikir untuk melupakan, tapi baginya Evangeline adalah gadis yang berbeda, membuatnya tidak mampu melakukan itu. --- Di Paris. Evangeline menatap wajah Devan yang sudah tertidur pulas, mengusap sisi wajah pria itu penuh kelembutan. Evangeline mengulas senyum kemudian bangun, menarik selimut untuk menutupi tubuh Devan, hingga kemudian memakai kimono dan berjalan menuju dinding kaca yang memperlihatkan betapa indahnya kota Paris saat malam hari. Evangeline memeluk kedua lengan, sedan
Setelah hampir seminggu berada di Paris, akhirnya Devan dan Evangeline kembali ke Indonesia, mereka sudah sampai di Bandara."Siapa yang menjemput kita?" tanya Evangeline yang berjalan di samping Devan.Devan yang menggandeng tangan Evangeline dengan satu tangan menarik koper tampak mengedarkan pandangan, hingga melihat dua orang pria yang memakai pakaian formal dan berkacamata hitam, menunggu kedatangan mereka."Itu!" Devan mengangkat sedikit dagu untuk menunjuk.Evangeline membuka kacamata hitam yang menutup mata dan menatap ke arah dua pria yang ditunjuk Devan."Siapa mereka?" tanya Evangeline bingung karena baru pertama kali melihat dua orang itu."Bodyguard," jawab Devan singkat.Evangeline langsung menatap Devan, tidak mengerti kenapa sekarang ada bodyguard juga."Siang Tuan, Nyonya! Apa perjalanan kalian menyen
Malam itu Evangeline terus menguap, sesekali menengok pada jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Evangeline sedikit cemas karena Devan juga belum pulang dari perusahaan, padahal mereka baru saja datang dan Devan pergi mengurus pekerjaan kemudian belum kembali."Kenapa dia belum pulang?" Evangeline menengok pada jam dinding. Lantas menatap layar ponselnya, sudah menghubungi dan mengirim pesan, tapi tidak ada satu pun yang dibalas.Evangeline terlihat menguap, hingga tanpa sadar tertidur dengan posisi duduk di atas ranjang, buku yang sedang dibacanya terbuka dan jatuh di pangkuan.Devan kembali ke rumah saat waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Devan melihat lampu kamar masih menyala, lantas masuk dan mendapati Evangeline yang tertidur dengan posisi duduk. Devan melepas jas dan melonggarkan dasi sebelum pada akhirnya melepas dan meletakkan di sofa. Devan duduk di tepian ranjang, mengambil buku yang berada
Devan dan Evangeline sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Hingga ketika mereka hendak keluar kamar, Devan menghentikan langkah dan menatap pada Evangeline."Ivi, sebenarnya aku kemarin mendapat telpon," ucap Devan.Evangeline mengernyitkan dahi, ditatapnya Devan yang terlihat begitu serius."Telpon dari siapa?" tanya Evangeline."Perusahaan Radhika," jawab Devan sedikit ragu.Evangeline begitu terkejut dengan jawaban Devan, memalingkan wajah sekilas sebelum pada akhirnya menatap Devan lagi."Apa yang mereka inginkan?" tanya Evangeline pada akhirnya.Devan mengenggam kedua telapak tangan Evangeline, menatap manik mata sang istri penuh kelembutan."Mereka ingin kamu ke sana, posisi manager di sana kosong. Karena kamu memiliki pengalaman dan juga efektifitas kerja yang tidak diragukan, sehingga mereka meminta kamu me