Ketika sampai di rumah Sonia, Evangeline melihat Milea dan Jordan juga di sana, membuat dirinya sedikit merasa tenang karena setidaknya makan malam itu tidak terfokus padanya.
"Mama Ivi!" Angel langsung melompat dari kursi, gadis kecil itu menghampiri Evangeline yang baru datang.
Tentu saja Evangeline langsung menyambutnya dengan rasa bahagia, ia bahkan menggendong gadis kecil itu.
"Mama Ivi cantik," puji Angel ketika sudah berada di dalam gendongan Evangeline.
Evangeline tersenyum, kemudian mencolek hidung gadis kecil itu. "Kamu juga sangat cantik."
"Besok kalau besar, Ica mau kayak Mama Ivi, cantik rambutnya panjang," ujar Angel seraya menyentuh rambut Evangeline.
Milea yang mendengar ucapan Angel pun langsung bangun, ia kemudian menghampiri dua orang yang sangat disayangi.
"Ica nggak mau kayak Mama Milea?" tanya Milea mem
Evangeline mengedarkan pandangannya, menatap setiap sudut ruangan yang sekarang sedang dilihatnya. Sepanjang mata memandang, ia hanya melihat warna abu-abu."Tidak ada warna." Evangeline memberi komentar, ia sampai melipat satu tangan di bawah dada dan satu tangan digunakan untuk memegangi dagu."Memangnya harus diberi warna apa?" tanya Devan berbisik di telinga Evangeline."Mungkin merah hati, atau hijau tua, bisa juga putih," jawab Evangeline seraya menggerakkan tangan yang tadinya memegang dagu, ia kemudian menoleh pada Devan.Wanita itu tengah menilai kamar Devan yang didominasi warna abu-abu, dari sprei, gordyn hingga warna cat dinding kamar.Evangeline terkejut karena wajah Devan begitu dekat dengannya, membuat jantungnya hampir melompat dari tempatnya. Devan menahan tawa melihat ekpresi Evangeline, ia menggenggam tangan wanita itu lantas memintanya duduk diranjangnya.
Devan dan Evangeline sudah berada di mobil. Devan mengantar Evangeline pulang setelah mereka selesa makan malam keluarga. Pria itu terus melirik pada pergelangan tangan Evangeline, lantas ia berdeham seraya mengosok hidungnya dengan jari telunjuk. "Jadi, sudah ada peresmian!" goda Devan. "Hah, apa?" tanya Evangeline yang tidak mengerti. Devan melirik pada gelang yang dipakai Evangeline, lantas ia menjawab, "Gelang itu, bahkan mamah tidak pernah mengizinkan aku menyentuhnya, tapi kini malah sudah ada di tanganmu." Evangeline tersenyum, ia lantas menyentuh gelang itu dan berkata," Sepertinya aku benar-benar terjebak cintamu, ini gila." Devan menahan rasa bahagianya ketika Evangeline mengatakan kalau terjebak cintanya, entah kenapa kata itu sudah bisa membuatnya sangat bahagia. --- Setelah pertemuan makan malam itu, Devan mengajukan lamarannya ke keluarga wali Evangeline dan membicarakan masalah tanggal pernikahan mereka.
Devan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia terlihat begitu panik setelah mendapat panggilan dari Milea beberapa waktu yang lalu.Saat itu Devan sedang mengecek berkas di ruang kerja. Meski weekend, Devan tetap mengurus pekerjaan agar tidak terbengkalai, terlebih sebentar lagi ia akan menikah dengan Evangeline, Devan tidak ingin pernikahannya terganggu masalah pekerjaan. Hingga kemudian fokusnya terpecah ketika melihat ponselnya yang terus berderit."Halo Mil, ada apa?" tanya Devan langsung begitu menjawab panggilan dari Milea."Kak, kamu di mana? Apa bisa melihat keadaan Evangeline, ia terlihat buruk," jawab Milea dari seberang panggilan.Milea yang baru saja mengantar Evangeline pulang langsung menghubungi Devan, ia khawatir dengan keadaan temannya itu karena sejak dari toko tadi Evangeline hanya diam dan sesekali menjawab pertanyaan Milea. Bahkan ketika Milea menawarkan diri untuk menemani p
Evangeline menatap bayangan dari pantulan cermin, menyentuh apa yang dilingkarkan ke lehernya."Kak, ini--"Cristian membalikkan tubuh Evangeline, hingga kini menghadap padanya. Pemuda itu tersenyum hangat pada Evangeline."Ini untukmu," ucap Cristian."Ini terlihat sangat mahal, aku tidak bisa menerimanya." Evangeline berusaha melepas kalung itu tapi dicegah oleh Cristian.Cristian melepas kacamata tebal yang menutupi mata Evangeline, bahkan menarik ikat rambut gadis itu hingga tergerai, disisirnya rambut Evangeline dengan jemarinya. Evangeline menatap Cristian, tidak mengerti dengan maksud kakak sepupunya itu."Aku ingin kamu mengenakannya karena sangat cocok denganmu," ujar Cristian menyentuh liontin yang tergantung di leher Evangeline. "Kamu terlihat cantik tanpa kacamata dan dengan rambut yang tergerai, jadi jangan lagi memakai ini," imbuhnya seray
Devan duduk bersama Milea di sebuah kafe. Pria itu masih penasaran dengan apa yang terjadi pada Evangeline. Sepanjang malam kekasihnya itu tidak tidur nyenyak dan terlihat terus mengernyitkan dahi."Apa kemarin dia baik-baik saja?" tanya Milea begitu selesai menyesap kopinya.Devan menggelengkan kepala, menyilangan kaki dan menatap Milea dengan perasaan cemas."Semalam dia terus mengigau, memohon bahkan menangis. Aku penasaran apakah itu hanya sebuah mimpi atau kepingan masa lalunya? Apa dia pernah bercerita kalau pernah mendapat perlakuan buruk atau mungkin dilecehkan?" tanya Devan pada Milea.Milea terkejut dengan pertanyaan Devan, kemudian berpikir hingga mengingat akan sesuatu."Hubungan Evangeline dengan kakak sepupunya waktu itu sangat baik, meski aku sendiri tidak suka kalau Evangeline dekat dengan pria itu. Hingga waktu itu--" Milea bercerita, mengingat kejadian delapan t
Jordan menarik tangan Evangeline agar wanita itu ke arahnya, tapi sayangnya Cristian tidak membiarkannya begitu saja. Cristian berusaha mempertahankan Evangeline, mencoba menepis tangan Jordan hingga pada akhirnya membuat keduanya hampir berkelahi."Cukup!" Evangeline berdiri di antara Jordan dan Cristian.Cristian yang hendak melayangkan pukulan ke arah Jordan pun ditahan, menarik kembali tangannya karena takut melukai Evangeline."Jordan, ayo!" Evangeline meraih tangan Jordan lantas mengajak suami Milea itu pergi, menghindarkan Jordan terkena masalah karena dirinya.Cristian menatap punggung Evangeline yang berlalu meninggalkan dirinya, pria itu sampai mengepalkan kedua telapak tangannya di samping tubuh, menahan amarah karena tidak bisa membawa Evangeline bersamanya.---Jordan telihat sesekali melirik pada Evangeline yang duduk di kursi samping kemudi. Sejak
Devan menatap layar komputernya, mengamati data yang baru saja diterima. Semua hal tentang keluarga Hanggara dan juga Cristian sudah didapatkannya. Devan tidak mau kalau pernikahannya dengan Evangeline terganggu."Pak, ini foto yang berhasil saya dapat. Cuman ini sudah sangat lama, sehingga tidak terlalu jelas saat dicetak," ujar Danny menyerahkan beberapa lembar foto pada Devan."Ya, terima kasih." Devan menerima, lantas memperhatikan dengan seksama.Terlihat Evangeline yang masih mengenakan pakaian sekolah, dengan kacamata tebal dan rambut yang dikucir model ekor kuda. Devan tersenyum melihat betapa imutnya tunangannya, tapi seketika senyum itu hilang ketika melihat siapa yang ada di sampingnya."Tampaknya mereka begitu dekat," gumam Devan.Evangeline baru saja kembali, langsung masuk ke ruangan Devan untuk memberikan berkas salinan yang baru saja dikirim. Evangeline mengulas s
Devan dan Evangeline sudah sampai di Paris. Devan sudah membocking kamar hotel dekat pusat kota, mereka kini sudah berada di kamar. Devan tampak bingung harus berbuat apa, merasa gelisah dengan situasi yang sedang dihadapi. Ia terlihat sesekali melirik pintu kamar mandi, di mana Evangeline berkata ingin membersihkan diri setelah penerbangan hampir lima belas jam. Devan meraih botol wine yang dipesan dari layanan hotel, menuangkan ke gelas kaca lantas menyesapnya perlahan. Devan tidak memungkiri kalau dirinya tengah dilanda rasa gugup. Evangeline baru saja selesai membersihkan diri, wanita itu memakai lingerie berwarna hitam lengkap dengan kimono. Melihat Devan yang duduk dan terus menenggak wine membuat Evangeline keheranan. Ia pun berjalan menghampiri, lantas berdiri tepat di hadapan Devan. "Kenapa minum sangat banyak?" tanya Evangeline yang langsung mengambil gelas kaca dari tangan Devan.