Kabar kecelakaan tentang pasangan Hussein itu akhirnya terdengar juga di telinga Lucy—ibu dari Adam. Tentu saja kabar itu langsung membuat wanita paruh baya itu shock bukan main.
"Nyonya! Anda tidak apa-apa?" tanya salah satu pelayan wanita yang kebetulan berada di dekat Lucy. Lucy terlihat sangat lemas bahkan tubuhnya hampir roboh karena kakinya seperti sudah kehilangan tulang saja. Beruntung tubuhnya berhasil ditahan oleh salah satu pelayannya. "Astaga! Adam putraku. Bagaimana hal buruk ini bisa menimpamu, Nak?" isak Lucy. "Silahkan diminum dulu agar Anda lebih tenang, Nyonya." Salah satu pelayan memberikan segelas air putih agar emosi Lucy bisa sedikit reda. Setelah merasa kondisinya cukup baik, Lucy langsung bergegas menuju rumah sakit tempat Adam dirawat. Pikirannya berkecamuk karena ia juga sudah mendapatkan kabar jika putra kesayangannya sekarang berada di ruang ICU karena mengalami koma pasca kecelakaan dan operasi. Sepanjang perjalanan wanita pKoma selama semalam, akhirnya Adam sadar juga. Orang pertama yang menyadari hal itu adalah Lucy. Pergerakan dari tangan serta mata sang putra spontan membuatnya lega dan segera memanggil dokter. "Bagaimana keadaan Adam, Dok?" "Syukurlah putra ibu sudah melewati masa kritisnya," ucap dokter setelah selesai memeriksa keadaan Adam. Laki-laki itu kini memandang sekitarnya dengan linglung. "Adam Sayang." Lucy mencium pipi Adam berulang kali. "Adam dan Fanny kecelakaan, Ma. Sekarang kita di rumah sakit? Bagaimana keadaan Fanny dan calon anakku?" tanya Adam. Senyuman Lucy segera saja luntur. Dia masih menyalahkan Fanny sebagai salah satu penyebab putranya kecelakaan. Namun, dia tidak ingin menunjukkannya secara terang-terangan. "Mereka baik-baik saja, Sayang. Sekarang ada di ruang perawatan. Kamu tunggu di sini sebentar, ya. Mama ada perlu berbicara dengan dokter." Lucy mengajak sang dokter untuk keluar dari ruangan. Karena Adam sudah sadar, dia berniat m
Hari demi hari yang dilalui Fanny semakin sulit. Semenjak Sharena kembali muncul, Lucy semakin tidak berpihak padanya. Mertuanya itu bahkan menyuruh Sharena agar sering-sering datang dan merawat Adam. Sementara Adam tidak bisa berbuat banyak karena belum pulih sepenuhnya dan masih belum bisa beranjak dari tempat tidur. Pagi itu, Sharena kembali datang. Seperti biasa, Lucy menyambutnya hangat. Sangat berbanding terbalik dengan perlakuannya terhadap sang menantu. Fanny sendiri memilih tak acuh, kini dia hanya fokus dengan kesembuhan Adam. Berusaha tidak memperdulikan apa yang Lucy dan Sharena lakukan.Seperti saat ini, Fanny sedang di kamar menunggui Adam yang beristirahat. Sementara Sharena dan Lucy berada di ruang tengah. Entah membicarakan apa. "Dam, kau harus sembuh. Aku butuh kamu. Anak kita butuh papanya," bisik Fanny pilu. "Kehamilan ini, kondisi kamu, semuanya berat, Dam." Fanny baru berani meluapkan keluh kesahnya saat Adam terlelap. Tentang betapa tid
Sudah jatuh tertimpa tangga pula!Seperti itulah nampaknya yang kini tengah dialami oleh Fanny. Alih-alih bahagia menjadi istri seorang Hussein, nyatanya masalah demi masalah terus menghampirinya silih berganti.Pagi ini, Fanny lebih dulu menyiapkan dirinya. Memberikan asupan bergizi untuk tumbuh kembang baby didalam kandungannya yang kini sudah berusia hampir empat bulan.Sudah empat minggu sejak kecelakaan terjadi, dan kini kehidupannya menjadi semakin rumit saja. Campur tangan Lucy di dalam keluarga kecilnya menjadi semakin mendominasi semenjak sakitnya Adam.“Sayang, ayo bangun sudah pagi,” bisik Fanny dengan lembutnya di daun telinga sang suami.Perlahan Adam membuka matanya, lalu tersenyum ke arah Fanny. Sungguh sebuah kekuatan yang luar biasa bagi Fanny di saat seperti ini. Ya, senyuman Adam yang selalu tulus menyambutnya adalah kekuatan bagi Fanny untuk terus bertahan di tengah cecaran Lucy yang kian menuntut banyak darinya.Fanny kemudian membantu Ad
Mata Fanny sudah sangat mengantuk, namun dia menjadi terganggu sekali karena suara gaduh dari luar kamar yang begitu bising. Dilirknya Adam begitu lelap. Mungkin karena pengaruh obat dokter yang masih dikonsumsinya.Perlahan Fanny menggeserkan tubuhnya dari balik selimut, dengan menguap lebar berulang kali.“Kalian?” Ucap Fanny nyaris tak percaya saat melihat Ibu mertuanya tengah bermain mahjong dengan Sharena dan juga? Maya dan Tante Arin.“Hmm, gadis miskin ini mau kemana?” Ucap Lucy menyindirnya.“Ibu, kenapa belum tidur? Ini sudah sangat larut,” ucap Fanny sambil duduk di kursi kosong yang berada di sebelah Lucy.Satu per satu wajah di depannya itu dipandanginya.“Apa maumu? Ini rumahku!” Ucap Lucy ketus.“Tentu Ibu, aku sangat tahu itu. Tapi lihat jam di sana, Ibu harus istirahat. Bukankah besok Ibu masih bisa bermain mahjong lagi?” Tutur Fanny.Gerutuan terdengar setelahnya. Bukan hanya dari mulutnya Lucy, melainkan juga dari mulut lain yang ada
Kediaman Hussein semakin disesaki orang hingga hari semakin siang. Sejumlah kolega terus berdatangan menjumpai Adam.Fanny sendiri kini tengah berada di Kantor Polisi guna mendampingi Lucy. Sejumlah pembelaan dasar telah diajukan Fanny untuk bisa menunda penahanan Lucy. Namun pihak Kepolisian tidak bekerja mendadak, Lucy ternyata telah menjadi bidikan target sejak dua pekan terakhir.Fanny duduk menyungsarkan kedua kakinya di bangku panjang yang berada di luar kantor Kepolisian. Wanita ini tengah berusaha menenangkan dirinya. Di tangan Fanny saat ini, sejumlah barang bukti kepemilikan barang haram dan juga hasil urine test Lucy yang menyatakan positif pengguna zat adiktif tersebut kian membuatnya cemas.“Ibu, apa yang terjadi hingga kau terjebak di dalam pusaran ini?” gumam Fanny sambil menutup wajahnya menggunakan lembaran kertas di tangannya. Matanya berkaca-kaca, Fanny tengah menangisi hidupnya di dalam hati saja.Untuk sesaat Fanny merasa jika hidupnya sempurna,
Didorongnya kursi roda Adam ke arah lift yang langsung menuju kamar utama. Tidak ada perbincangan di sepanjang perjalanan. Tatapan Fanny nanar mengamati ke arah lantai dasar yang masih dipenuhi para staf dan juga awak media yang berburu informasi dari situasinya ini.“Kita harus istirahat,” ucap Fanny.Adam setuju, dan malam ini mereka menghabiskan malam dengan mata yang tak kunjung terlelap hingga dini hari menjelang.***“Kamu mau kemana?” tanya Fanny saat melihat Adam telah siap dengan pakaian resminya.“Aku tidak bisa terus disini,” ucap Adam sambil menyimpulkan dasi di lehernya.Fanny yang baru selesai mandi, kini tersenyum tipis. “Kau yakin siap untuk keluar dari rumah dengan kursi roda itu?” tanya Fanny.Senyuman di wajah Adam seketika menjawabnya.“Tentu, jika istriku yang tengah mengandung saja sanggup mengurusiku dan juga Ibuku, maka kursi roda ini tidak seharusnya menahanku untuk bisa melindungi keluargaku,” ucap Adam dengan suara baritonny
Adam pun akhirnya diam. Dia membiarkan Fanny tidur sementara di mobil. Meski banyak yang keheranan karena sampai di rumah Adam tak kunjung turun dari mobilnya, lelaki itu mengacuhkannya. Hanya Jhon yang kini sibuk ditanyai oleh para awak media terkait alasannya itu.Dua jam berlalu, perlahan Fanny membuka matanya. “Adam, kita dimana?” tanyanya.“Sayang, kau sudah bangun? Ayo kita turun,kita sudah sampai di rumah,” jawab Adam.Fanny mengucak matanya dan masih saja menguap beberapa kali tanpa bisa ditahannya.Adam kemudian membuka kaca jendela mobil memanggil Jhon untuk membantunya turun, tapi Fanny justru menolaknya.“Aku bisa membantumu, Dam.”“Baiklah,” Keduanya kemudian turun dari mobil dan segera masuk menuju halaman rumah. Para awak media sendiri sudah diamankan Jhon ke teras samping sehingga Adam dan Fanny tidak lagi terganggu. Dari garasi mereka langsung naik ke kamar utama.***Besok sidang dimulai, tapi kondisi Ibu masih belum membaik. Ki
Memiliki profesi sebagai lawyer, membuat Fanny sedikitnya mengerti apa saja yang harus dilakukannya untukemmbela klien. Hal ini membantunya dalam mengumpulkan berbagai bukti untuk meringankan tuduhan atas ibu mertuanya.“Tidak mungkin!” ucap Fanny ketika mobil melaju mendekati halaman rumah Lucy dan dia melihat rumah tersebut sudah ditandai menggunakan pita kuning Polisi yang menunjukkan jika rumah itu tengah dalam penyelidikan kepolisian.“Berhenti di sini saja,” ucapnya.Jeda menit membungkam Fanny di sana. Rumah tinggal Lucy berjarak dua puluh meteran dari arahnya. Berada di jalur kanan jalan.“Ayo pulang,” ucapnya.***Sudah jam delapan malam, Fanny baru pulang. “Jhon, Bapak di mana?” tanya Fanny.“Di ruangan kerja mendiang Pak Abraham Bu,” jawab Jhon.Langkah Fanny kini diseretnya ke arah kanan rumah dimana ruangan kerja mendiang Papa mertuanya berada.CEKLEKPintu dibukanya perlahan, di dalam sana Adam tengah membaca laptop milik Ab
Setelah kemenangan besar itu, tim Fanny kembali ke markas mereka yang tersembunyi, tempat di mana mereka mulai merencanakan langkah-langkah selanjutnya untuk memastikan bahwa dunia yang baru mereka selamatkan tetap aman. Fanny duduk di meja pertemuan bersama Adam dan anggota tim lainnya, masing-masing merenung tentang apa yang baru saja terjadi.“Zero memang sudah runtuh, tapi kita tahu ini bukan akhir,” ujar Fanny, suara tegasnya mengisi ruangan. “Ada banyak kelompok lain yang mungkin sudah menunggu kesempatan untuk mengisi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan Zero. Kita harus memantau semuanya dengan lebih ketat.”Adam mengangguk. “Aku setuju. Ini hanya langkah pertama. Kita telah menghentikan mereka, tapi mereka bukan satu-satunya yang memiliki agenda tersembunyi.”Mason yang duduk di sudut meja dengan ekspresi serius menambahkan, “Selama sistem Zero masih ada jejaknya, akan ada orang-orang yang mencoba memanfaatkan teknologi yang tertinggal. Mereka tahu betul bagaimana memanipul
Ketegangan di markas Quantum Grid semakin memuncak. Serangan dari Zero semakin menggila, dan setiap detik yang berlalu semakin menambah rasa takut dan kecemasan. Fanny tidak hanya harus menghadapi ancaman dari dunia maya, tetapi juga dari serangan fisik yang menghantui di luar markas mereka.Mason, yang memimpin pertahanan fisik, berlari ke ruang kontrol dengan wajah penuh kecemasan. "Fanny, kami butuh lebih banyak waktu! Mereka mulai menguasai distrik utama, dan orang-orang di luar mulai panik! Kami harus menghentikan serangan fisik ini—segera!"Fanny menarik napas panjang, meskipun rasa cemas hampir menghancurkannya. "Adam, kita harus membuka akses ke data utama mereka lebih cepat! Semakin lama kita menunggu, semakin banyak nyawa yang terancam."Adam menatap layar dengan tatapan yang tajam. "Sistem Zero semakin rumit. Mereka memperkuat firewall mereka saat kita semakin mendekat. Tapi aku bisa melakukannya, Fanny. Cuma perlu sedikit waktu."Fanny menoleh ke Gavin dan Mason yang tampa
Waktu terus berjalan, dan suasana semakin mencekam. Setiap detik yang berlalu terasa begitu lama. Tim Quantum Grid melangkah lebih jauh ke dalam dunia yang mereka coba taklukkan. Fanny, dengan tekad yang tak tergoyahkan, tetap memimpin timnya dengan penuh keyakinan, meski hatinya penuh kecemasan.Di layar besar, data yang mengalir semakin cepat. Adam memimpin peretasan ke pusat server Zero dengan keterampilan yang luar biasa, tetapi setiap langkah mereka semakin terdeteksi. "Mereka semakin dekat," kata Adam dengan tenang, meskipun keringat dingin mulai mengalir di dahinya.Fanny mengangguk, matanya fokus pada layar yang menunjukkan titik-titik merah di seluruh dunia, tempat di mana Zero mulai melancarkan serangan. "Kita tidak punya banyak waktu," katanya dengan suara yang terdengar lebih tajam. "Kita harus mengakhiri ini sebelum mereka menguasai semuanya.""Satu jam lagi," ujar Gavin dengan wajah tegang. "Jika kita tidak bisa menembus jaringan mereka dalam satu jam, Zero akan memutusk
Fanny memandang Adam dengan penuh keyakinan, namun di balik tatapan itu, ada rasa khawatir yang dalam. Zero bukanlah ancaman biasa. Mereka telah menginfiltrasi setiap sektor penting, memanfaatkan ketidakstabilan global dengan sangat rapi. Adam mengerti betul betapa besar ancaman itu, tetapi dia juga tahu bahwa tidak ada pilihan lain selain berjuang untuk menghentikan mereka."Adam, apa yang harus kita lakukan?" Fanny bertanya, suaranya terdengar lebih tenang meskipun dunia di sekitarnya terasa semakin genting.Adam mengangguk pelan, menatap layar yang menampilkan peta digital global dan data yang bergerak cepat di sana. "Zero telah menciptakan jaringan komunikasi yang hampir tak terlihat. Mereka mengontrol hampir setiap aliran informasi dan ekonomi. Jika kita ingin menghentikan mereka, kita harus meretas jantung sistem mereka. Saya tahu di mana mereka bersembunyi, tapi kita butuh lebih dari sekadar serangan cyber."Fanny melangkah mendekat, menatap layar yang menunjukkan sebuah lokasi
Tim Quantum Grid bekerja tanpa henti, mempersiapkan segala kemungkinan untuk menghadapi ancaman Zero dan memastikan keselamatan Adam. Fanny mengarahkan perhatiannya sepenuhnya pada pencarian suaminya. Setiap informasi yang mereka dapatkan tentang pulau terpencil itu semakin mempertegas keyakinannya: Adam adalah satu-satunya yang bisa mengakhiri ancaman Zero.Di tengah kesibukan tim, Fanny tidak bisa menahan diri untuk teringat akan kenangan mereka berdua. Adam adalah sosok yang kuat, cerdas, dan penuh perhitungan. Dia bukan hanya seorang pengusaha yang sukses, tapi juga seorang pemikir yang selalu melihat gambaran besar. Hanya dengan kekuatan pikirannya yang luar biasa, Zero dapat dihentikan.Namun, di balik keyakinannya, ada keraguan. Fanny tahu bahwa dunia telah berubah. Zero tak hanya bermain dengan teknologi, tetapi juga dengan kekuatan finansial yang mengancam kesejahteraan seluruh dunia. Setiap detik yang berlalu semakin menambah ketegangan di dalam dirinya. Waktu yang mereka mi
Fanny berdiri di depan peta digital yang terpasang di dinding markas, matanya penuh tekad dan kecemasan. Informasi yang baru saja didapatkan Gavin mengenai keberadaan Adam di pulau terpencil itu hanya memperkuat keyakinannya—suaminya adalah satu-satunya yang bisa menghentikan Zero. Dia tahu bahwa Zero tak hanya mengancam dunia maya, tetapi mereka juga merusak pasar bisnis global dengan arogansi mereka yang tak terkendali."Jika kita tidak segera menghentikan Zero, pasar bisnis global akan semakin terpuruk," Fanny berkata dengan suara tegas, walau matanya penuh kecemasan. "Mereka sudah mengendalikan sebagian besar sektor penting dan memanipulasi harga saham. Negara-negara besar terjebak dalam ketidakpastian ekonomi. Jika Zero terus menguasai ekonomi dunia, kita semua akan berada dalam cengkeraman mereka."Gavin, yang sedang memantau layar besar di sisi lain ruangan, mengangguk setuju. "Mereka mulai mengendalikan lebih dari sekadar dunia maya. Zero sudah terlibat dalam perdagangan ilega
Fanny menatap layar besar di depan mereka dengan ekspresi serius. Matanya penuh tekad, dan suara lantangnya menggema di ruangan yang sunyi. "Kita sudah bertahan dari serangan mereka, tapi ada satu hal yang masih menggantung di udara—Adam. Kita tahu bahwa dia masih hidup, dan kita tahu bahwa Zero tidak akan berhenti mencari cara untuk mengendalikannya. Semua orang, bersiaplah. Kita akan menemukan Adam, apapun caranya."Tim Quantum Grid, yang telah terbiasa menghadapi rintangan berat, saling berpandangan. Mereka tahu ini bukanlah tugas yang mudah. Adam bukan hanya figur kunci dalam pertempuran ini, tetapi dia juga seseorang yang sangat dicari oleh Zero—sebuah ancaman yang bahkan lebih berbahaya dari yang mereka bayangkan. Fanny tahu betul bahwa Zero berusaha menggunakan Adam sebagai senjata dalam rencana besar mereka.Gavin berdiri pertama kali, mengangguk. "Fanny, kita sudah mendapatkan beberapa petunjuk dari jaringan yang lebih dalam. Adam sudah menghilang selama berbulan-bulan, tetap
Perjuangan mereka semakin menguatkan tekad untuk menghadapi ancaman yang terus-menerus datang. Fanny dan tim Quantum Grid tidak hanya berfokus pada pertahanan, tetapi juga pada pemulihan dunia yang telah lama terpecah. Mereka tahu bahwa Zero mungkin telah mundur untuk sementara waktu, tetapi ancaman mereka masih ada di balik layar, siap untuk menyerang ketika mereka merasa cukup kuat.Namun, meskipun ancaman itu tetap ada, Fanny merasa bahwa ada perubahan yang signifikan. Dunia tidak lagi berada di bawah bayang-bayang Zero. Perubahan ini tidak datang dalam bentuk pertempuran fisik atau serangan dunia maya saja, tetapi juga dalam bentuk kesadaran baru yang tumbuh di kalangan masyarakat."Ini lebih dari sekadar perang teknologi atau narasi," kata Gavin, yang kembali ke markas setelah bertemu dengan beberapa pemimpin dunia. "Ini adalah tentang membangun kembali apa yang telah dihancurkan. Orang-orang mulai melihat bahwa mereka tidak bisa lagi menjadi penonton dalam permainan ini. Mereka
Perjuangan yang mereka hadapi belum berakhir, dan meskipun Zero telah mundur, dampaknya masih terasa. Banyak lapisan organisasi yang belum sepenuhnya dihancurkan, dan ada celah-celah yang harus mereka tutup. Fanny tahu, kemenangan ini hanyalah awal dari proses panjang untuk merestrukturisasi dunia yang telah rusak oleh manipulasi Zero."Zero mungkin telah mundur untuk sementara, tapi mereka pasti akan mencoba bangkit lagi," kata Fanny pada timnya, yang kini berada di ruang utama markas mereka yang aman. "Kita perlu mempersiapkan diri untuk apa yang akan datang. Mereka tidak akan mudah menyerah."Mason, yang selalu tenang dalam situasi sulit, menatap layar dengan penuh fokus. "Kita sudah memutuskan sebagian besar rantai mereka, tapi mereka masih punya kaki panjang. Kita harus bergerak cepat sebelum mereka bisa mengatur kembali barisan mereka."Irene, yang sebelumnya selalu fokus pada dunia maya, kini merapatkan kembali jaringan informasi yang telah rusak. "Saya sudah menyiapkan beberap