Merasa tidak nyaman berada dalam radius berdekatan dengan Ardian, Fanny pun bangkit dari kursi makan. Berpamitan pada yang lain untuk pergi ke kamar kecil terlebih dahulu.
Ardian memerhatikan kepergian Fanny lewat ujung mata dan tetap melanjutkan acara makannya. Suasana ramai tidak memungkinkan untuk mengejar sang dambaan hati walaupun ingin. "Perlu saya temani Bu Fanny?" Sandra menawarkan diri sembari membenahi roknya, bersiap bangkit. "Tidak usah. Aku sendiri saja," tolak Fanny. Dia juga ingin memastikan sesuatu. Tadi, dia melihat sekelebat orang bersembunyi dan flash kamera yang lupa dinyalakan mengarah ke arahnya. Sepertinya ada paparazzi di sekitar sini. Fanny melangkah cepat keluar dari ruangan. Matanya awas mengawasi sekitar. Memindai siapa saja yang mungkin dikenalnya dan bisa dijadikan tersangka. Seseorang berseragam pelayan dan membawa baki kosong lewat di hadapan Fanny, wanita itu pun menahannya sebentar dan bertanya, "Permisi, Kak. Tadi melihSandra seperti dibungkam paksa detik itu juga ketika mengetahui bahwa wanita yang dilihatnya tadi adalah salah satu masa lalu dari sang atasan. Adam memang dikenal sebagai seorang playboy dan Sandra tahu itu. Hanya saja untuk sekelas Sharena—sangat disayangkan.“Saya sangat tidak menyangka, Bu. Saya pikir—” Bahkan Sandra seperti tidak mampu untuk berkata-kata karena fakta yang baru saja diterima.Bibir Fanny langsung mengulas senyum dan menggelengkan kepalanya. “Tidak usah kau pikirkan, Sandra. Anggap saja itu hanyalah angin dari masa lalu yang mencoba untuk membuat badai.”Di saat asyik mengobrol, kedua wanita itu dikejutkan dengan suara seorang pria yang diikuti derap langkah kaki tergesa. Mengetahui siapa sosok pria itu, Fanny segera beranjak dari sana meninggalkan Sandra seorang diri.“Bu … tunggu, Bu!”Langkah Fanny begitu lebar ketika akan ke luar dari Garuda Hall. Fanny tidak peduli dengan teriakan manusia di belakang yang sejak tadi menyerukan namanya, te
“Jelaskan? Kau meminta aku untuk menjelaskan seperti apa?”Bahkan di saat keadaan genting seperti ini, Ardian masih bersikap selayaknya manusia munafik yang tidak tahu apa pun. Raut polos yang diperlihatkan oleh Ardian pun tak luput dari kedua mata Fanny saat ini.“Kau masih bisa berpura-pura di hadapanku, Ardian?” desis Fanny mulai tak bisa mengontrol kekesalan.“Aku memang tidak tahu apa maksudmu, Fanny!” tukas Ardian.Wajah Fanny saat ini semakin tidak sedap dipandang dan itu membuat Ardian tidak nyaman. Fanny yang selama ini selalu menunjukkan wajah ramah meskipun sesekali jutek, kini berubah drastis. Ardian benar-benar mengutuk sosok Adam yang berhasil membuat Fanny begitu mencintainya. Entah apa yang sudah dilakukan hingga membuat wanita seperti Fanny sampai bertekuk lutut.“Terserah apa yang kau katakan tapi … jangan pernah melakukan sesuatu yang membuat hubunganku dengan Adam merenggang!” Tatapan mata Fanny beralih pada Sandra yang tidak bersuara sedikit
Golf menjadi pilihan Adam dan Ardian untuk saling membuktikan diri. Kebetulan mereka berdua memiliki hobi yang sama, jadi tidak sulit untuk menentukan. Gelap mulai menyelimuti separuh bumi, Adam dan Fanny sedang duduk berdua di ruang keluarga. Menonton salah satu acara TV favorit. Sepanjang siaran, Adam tidak bisa fokus. Dia ingin memberitahu Fanny perihal pertandingannya dengan Ardian, tetapi ragu lantaran tahu sang istri pasti tidak akan setuju. Berulang kali dia melirik Fanny yang fokus menonton sambil memeluk bantal di sebelahnya. Tampak tidak terganggu dengan pergerakan apa pun dari Adam. Di saat Adam masih bimbang dengan keputusannya, layar yang tertera di hadapan sudah berganti dengan acara berita terkini. Seorang wanita berseragam penyiar sedang berdiri sembari membawa mik, membacakan berita apa saja yang menarik pada hari itu. “Selamat pagi pemirsa. Kembali bersama saya Emma Louis dalam acara Berita Terkini. Publik saat ini sedang dihebohkan dengan b
Akhirnya, yang ditunggu-tunggu oleh semua pihak akhirnya datang juga. Setelah melewati fase iya dan tidak, para wartawan diizinkan meliput jalannya kegiatan hari ini. Adam yang awalnya diberikan kabar oleh John, sudah memberikan penolakan karena takut membuat Fanny tidak nyaman. Namun karena Fanny memberikan izin, Adam pun akhirnya mengizinkan wartawan meliput asalkan tidak menyusahkan istrinya.Bukan hanya ditunggu-tunggu oleh wartawan dan manusia di luaran sana. Nyatanya Fanny sebagai istri dari Adam pun sangat antusias menunggu hari ini tiba. Fanny bahkan sampai memilih pakaian yang terbaik agar terlihat cantik saat menonton nanti. Intinya, Fanny tidak akan mau kalah dengan penonton lain.Setelah memastikan segala perlengkapan siap, Fanny dan Adam melenggang ke luar dari unit apartemen dengan tangan bertautan. Pakaian mereka berdua bisa dibilang begitu jomplang karena Adam yang mengenakan pakaian khusus golf, sedangkan Fanny mengenakan dress walaupun dikhususkan untuk ola
Kemenangan yang didapatkan oleh Adam membuatnya bangga dan jumawa. Setelah semuanya selesai, Adam berlari kecil menghampiri Fanny yang sudah keluar dari lapangan.Aksi laki-laki itu tadi mendapat sorotan dari berbagai penjuru. Sebagian mengerti, sebagian lagi merasa permintaan Adam terlalu berlebihan. Maka dari itu mereka membutuhkan konfirmasi langsung dari si empunya suara. Dihadang alat rekam dari berbagai arah, Adam menebar senyum sebagai respon. Meminta dengan sopan pada wartawan agar melakukan wawancara di lain waktu saja atau bisa berbicara dengan John sebagai tangan kanannya. Dia ingin segera keluar untuk mendengar langsung ucapan selamat dari sang istri. Fanny memandang itu semua dengan perasaan gondok luar biasa. Dia sampai harus menyingkir agar tidak ikut menjadi bulan-bulanan wartawan yang mencari berita. Tingkah Adam saat ini sungguh memalukan seolah-seolah menjadikan Fanny sebagai barang taruhan. Siapa saja yang kalah maka harus menjauh.“Sayang! Seperti janjiku, aku m
Di dalam kamarnya, Fanny mondar-mandir seraya menggerutu kesal. Semua ini karena sikap kekanakan Adam yang semakin terang-terangan ditunjukkan. Fanny tak habis pikir dengan tingkah laku Adam yang semakin hari semakin menjadi-jadi itu. Menurut Fanny, sikap Adam yang memberikan denda kepada Ardian sangat keterlaluan untuknya mPikiran Fanny benar-benar bercabang antara rencana yang ingin dilontarkan dan juga kepergian ke New Valleand. Memang esok hari adalah jadwal bagi Fanny untuk pergi ke New Valleand lagi, memenuhi undangan dari Walikota. Sebagai pengacara yang mewakili persoalan itu, Fanny tentu saja tidak bisa menolak karena sudah kewajibannya.Terlalu sibuk mondar-mandir di kamar, Fanny sampai tidak menyadari jika Adam sudah kembali. Dahi Adam sampai bergelombang melihat Fanny yang entah mengapa bertingkah seperti itu. Ingin menegur namun Adam takut mengejutkan istrinya.“Sayang? Apa yang kau lakukan?” seru Adam pada akhirnya karena Fanny masih belum juga menyadari.
Bibir dari Pak Walikota bahkan masih bisa tersenyum setelah menyampaikan keinginannya kepada Fanny dan Ardian untuk berdansa. Pria yang hampir tua itu sampai saat ini masih memberikan wajah penuh harap terutama pada Fanny.“Bu Fanny? Mengenai permintaan saya?” ucap Walikota itu tersenyum.Berbeda dengan sang Walikota New Valleand yang saat ini masih saja tersenyum penuh harap. Fanny justru merubah raut wajahnya menjadi masam meskipun tidak ada yang menyadari.“Eum … eum …” Fanny benar-benar bimbang saat ini. Wanita itu bahkan tidak berani untuk mengalihkan pandangannya ke arah Adam yang entah berada di mana karena tidak terlihat batang hidungnya. ‘Adam … tolong aku …’ Harapan Fanny saat ini adalah Adam bisa mendengar suara hatinya dan membantu Fanny terbebas dari apa yang sedang dihadapi.Di saat Fanny kebingungan dengan situasi yang dihadapi, Ardian justru terlihat lebih santai. Ardian bahkan semakin berdiri dengan bersedekap dada tanpa peduli bagaimana situasi yang
Kecelakaan yang dialami oleh Adam dan Fanny belum juga diketahui. Penyebabnya adalah lokasi kejadian yang berada di tempat terpencil. Mobil yang lalu lalang melewati jalanan itu saja bisa dihitung dengan jari. Apalagi kondisi saat ini juga gelap karena sudah malam hari. Fanny masih berusaha membangunkan Adam yang sudah tak sadarkan diri. Wanita itu mengguncang-guncangkan tubuh Adam berharap suaminya itu bisa membuka mata. Kristal bening pun meluruh makin deras di pipinya. Ia tak peduli lagi rasa sakit yang dirasakannya karena di dalam pikirannya hanya ingin Adam kembali sadar."ADAM! BANGUN!" teriak Fanny yang makin histeris.Tak ada hal yang bisa dilakukan oleh wanita hamil itu sekarang. Sekelilingnya hanya ada pepohonan karena sudah pasti mereka terperosok ke hutan yang berada di dalam jurang."Ya Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?" isak Fanny sambil terus memeluk tubuh Adam. Hati Fanny terasa sangat sakit karena melihat kepala Adam sudah penuh dengan darah. Se
Setelah kemenangan besar itu, tim Fanny kembali ke markas mereka yang tersembunyi, tempat di mana mereka mulai merencanakan langkah-langkah selanjutnya untuk memastikan bahwa dunia yang baru mereka selamatkan tetap aman. Fanny duduk di meja pertemuan bersama Adam dan anggota tim lainnya, masing-masing merenung tentang apa yang baru saja terjadi.“Zero memang sudah runtuh, tapi kita tahu ini bukan akhir,” ujar Fanny, suara tegasnya mengisi ruangan. “Ada banyak kelompok lain yang mungkin sudah menunggu kesempatan untuk mengisi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan Zero. Kita harus memantau semuanya dengan lebih ketat.”Adam mengangguk. “Aku setuju. Ini hanya langkah pertama. Kita telah menghentikan mereka, tapi mereka bukan satu-satunya yang memiliki agenda tersembunyi.”Mason yang duduk di sudut meja dengan ekspresi serius menambahkan, “Selama sistem Zero masih ada jejaknya, akan ada orang-orang yang mencoba memanfaatkan teknologi yang tertinggal. Mereka tahu betul bagaimana memanipul
Ketegangan di markas Quantum Grid semakin memuncak. Serangan dari Zero semakin menggila, dan setiap detik yang berlalu semakin menambah rasa takut dan kecemasan. Fanny tidak hanya harus menghadapi ancaman dari dunia maya, tetapi juga dari serangan fisik yang menghantui di luar markas mereka.Mason, yang memimpin pertahanan fisik, berlari ke ruang kontrol dengan wajah penuh kecemasan. "Fanny, kami butuh lebih banyak waktu! Mereka mulai menguasai distrik utama, dan orang-orang di luar mulai panik! Kami harus menghentikan serangan fisik ini—segera!"Fanny menarik napas panjang, meskipun rasa cemas hampir menghancurkannya. "Adam, kita harus membuka akses ke data utama mereka lebih cepat! Semakin lama kita menunggu, semakin banyak nyawa yang terancam."Adam menatap layar dengan tatapan yang tajam. "Sistem Zero semakin rumit. Mereka memperkuat firewall mereka saat kita semakin mendekat. Tapi aku bisa melakukannya, Fanny. Cuma perlu sedikit waktu."Fanny menoleh ke Gavin dan Mason yang tampa
Waktu terus berjalan, dan suasana semakin mencekam. Setiap detik yang berlalu terasa begitu lama. Tim Quantum Grid melangkah lebih jauh ke dalam dunia yang mereka coba taklukkan. Fanny, dengan tekad yang tak tergoyahkan, tetap memimpin timnya dengan penuh keyakinan, meski hatinya penuh kecemasan.Di layar besar, data yang mengalir semakin cepat. Adam memimpin peretasan ke pusat server Zero dengan keterampilan yang luar biasa, tetapi setiap langkah mereka semakin terdeteksi. "Mereka semakin dekat," kata Adam dengan tenang, meskipun keringat dingin mulai mengalir di dahinya.Fanny mengangguk, matanya fokus pada layar yang menunjukkan titik-titik merah di seluruh dunia, tempat di mana Zero mulai melancarkan serangan. "Kita tidak punya banyak waktu," katanya dengan suara yang terdengar lebih tajam. "Kita harus mengakhiri ini sebelum mereka menguasai semuanya.""Satu jam lagi," ujar Gavin dengan wajah tegang. "Jika kita tidak bisa menembus jaringan mereka dalam satu jam, Zero akan memutusk
Fanny memandang Adam dengan penuh keyakinan, namun di balik tatapan itu, ada rasa khawatir yang dalam. Zero bukanlah ancaman biasa. Mereka telah menginfiltrasi setiap sektor penting, memanfaatkan ketidakstabilan global dengan sangat rapi. Adam mengerti betul betapa besar ancaman itu, tetapi dia juga tahu bahwa tidak ada pilihan lain selain berjuang untuk menghentikan mereka."Adam, apa yang harus kita lakukan?" Fanny bertanya, suaranya terdengar lebih tenang meskipun dunia di sekitarnya terasa semakin genting.Adam mengangguk pelan, menatap layar yang menampilkan peta digital global dan data yang bergerak cepat di sana. "Zero telah menciptakan jaringan komunikasi yang hampir tak terlihat. Mereka mengontrol hampir setiap aliran informasi dan ekonomi. Jika kita ingin menghentikan mereka, kita harus meretas jantung sistem mereka. Saya tahu di mana mereka bersembunyi, tapi kita butuh lebih dari sekadar serangan cyber."Fanny melangkah mendekat, menatap layar yang menunjukkan sebuah lokasi
Tim Quantum Grid bekerja tanpa henti, mempersiapkan segala kemungkinan untuk menghadapi ancaman Zero dan memastikan keselamatan Adam. Fanny mengarahkan perhatiannya sepenuhnya pada pencarian suaminya. Setiap informasi yang mereka dapatkan tentang pulau terpencil itu semakin mempertegas keyakinannya: Adam adalah satu-satunya yang bisa mengakhiri ancaman Zero.Di tengah kesibukan tim, Fanny tidak bisa menahan diri untuk teringat akan kenangan mereka berdua. Adam adalah sosok yang kuat, cerdas, dan penuh perhitungan. Dia bukan hanya seorang pengusaha yang sukses, tapi juga seorang pemikir yang selalu melihat gambaran besar. Hanya dengan kekuatan pikirannya yang luar biasa, Zero dapat dihentikan.Namun, di balik keyakinannya, ada keraguan. Fanny tahu bahwa dunia telah berubah. Zero tak hanya bermain dengan teknologi, tetapi juga dengan kekuatan finansial yang mengancam kesejahteraan seluruh dunia. Setiap detik yang berlalu semakin menambah ketegangan di dalam dirinya. Waktu yang mereka mi
Fanny berdiri di depan peta digital yang terpasang di dinding markas, matanya penuh tekad dan kecemasan. Informasi yang baru saja didapatkan Gavin mengenai keberadaan Adam di pulau terpencil itu hanya memperkuat keyakinannya—suaminya adalah satu-satunya yang bisa menghentikan Zero. Dia tahu bahwa Zero tak hanya mengancam dunia maya, tetapi mereka juga merusak pasar bisnis global dengan arogansi mereka yang tak terkendali."Jika kita tidak segera menghentikan Zero, pasar bisnis global akan semakin terpuruk," Fanny berkata dengan suara tegas, walau matanya penuh kecemasan. "Mereka sudah mengendalikan sebagian besar sektor penting dan memanipulasi harga saham. Negara-negara besar terjebak dalam ketidakpastian ekonomi. Jika Zero terus menguasai ekonomi dunia, kita semua akan berada dalam cengkeraman mereka."Gavin, yang sedang memantau layar besar di sisi lain ruangan, mengangguk setuju. "Mereka mulai mengendalikan lebih dari sekadar dunia maya. Zero sudah terlibat dalam perdagangan ilega
Fanny menatap layar besar di depan mereka dengan ekspresi serius. Matanya penuh tekad, dan suara lantangnya menggema di ruangan yang sunyi. "Kita sudah bertahan dari serangan mereka, tapi ada satu hal yang masih menggantung di udara—Adam. Kita tahu bahwa dia masih hidup, dan kita tahu bahwa Zero tidak akan berhenti mencari cara untuk mengendalikannya. Semua orang, bersiaplah. Kita akan menemukan Adam, apapun caranya."Tim Quantum Grid, yang telah terbiasa menghadapi rintangan berat, saling berpandangan. Mereka tahu ini bukanlah tugas yang mudah. Adam bukan hanya figur kunci dalam pertempuran ini, tetapi dia juga seseorang yang sangat dicari oleh Zero—sebuah ancaman yang bahkan lebih berbahaya dari yang mereka bayangkan. Fanny tahu betul bahwa Zero berusaha menggunakan Adam sebagai senjata dalam rencana besar mereka.Gavin berdiri pertama kali, mengangguk. "Fanny, kita sudah mendapatkan beberapa petunjuk dari jaringan yang lebih dalam. Adam sudah menghilang selama berbulan-bulan, tetap
Perjuangan mereka semakin menguatkan tekad untuk menghadapi ancaman yang terus-menerus datang. Fanny dan tim Quantum Grid tidak hanya berfokus pada pertahanan, tetapi juga pada pemulihan dunia yang telah lama terpecah. Mereka tahu bahwa Zero mungkin telah mundur untuk sementara waktu, tetapi ancaman mereka masih ada di balik layar, siap untuk menyerang ketika mereka merasa cukup kuat.Namun, meskipun ancaman itu tetap ada, Fanny merasa bahwa ada perubahan yang signifikan. Dunia tidak lagi berada di bawah bayang-bayang Zero. Perubahan ini tidak datang dalam bentuk pertempuran fisik atau serangan dunia maya saja, tetapi juga dalam bentuk kesadaran baru yang tumbuh di kalangan masyarakat."Ini lebih dari sekadar perang teknologi atau narasi," kata Gavin, yang kembali ke markas setelah bertemu dengan beberapa pemimpin dunia. "Ini adalah tentang membangun kembali apa yang telah dihancurkan. Orang-orang mulai melihat bahwa mereka tidak bisa lagi menjadi penonton dalam permainan ini. Mereka
Perjuangan yang mereka hadapi belum berakhir, dan meskipun Zero telah mundur, dampaknya masih terasa. Banyak lapisan organisasi yang belum sepenuhnya dihancurkan, dan ada celah-celah yang harus mereka tutup. Fanny tahu, kemenangan ini hanyalah awal dari proses panjang untuk merestrukturisasi dunia yang telah rusak oleh manipulasi Zero."Zero mungkin telah mundur untuk sementara, tapi mereka pasti akan mencoba bangkit lagi," kata Fanny pada timnya, yang kini berada di ruang utama markas mereka yang aman. "Kita perlu mempersiapkan diri untuk apa yang akan datang. Mereka tidak akan mudah menyerah."Mason, yang selalu tenang dalam situasi sulit, menatap layar dengan penuh fokus. "Kita sudah memutuskan sebagian besar rantai mereka, tapi mereka masih punya kaki panjang. Kita harus bergerak cepat sebelum mereka bisa mengatur kembali barisan mereka."Irene, yang sebelumnya selalu fokus pada dunia maya, kini merapatkan kembali jaringan informasi yang telah rusak. "Saya sudah menyiapkan beberap