Di dalam kamarnya, Fanny mondar-mandir seraya menggerutu kesal. Semua ini karena sikap kekanakan Adam yang semakin terang-terangan ditunjukkan. Fanny tak habis pikir dengan tingkah laku Adam yang semakin hari semakin menjadi-jadi itu. Menurut Fanny, sikap Adam yang memberikan denda kepada Ardian sangat keterlaluan untuknya mPikiran Fanny benar-benar bercabang antara rencana yang ingin dilontarkan dan juga kepergian ke New Valleand. Memang esok hari adalah jadwal bagi Fanny untuk pergi ke New Valleand lagi, memenuhi undangan dari Walikota. Sebagai pengacara yang mewakili persoalan itu, Fanny tentu saja tidak bisa menolak karena sudah kewajibannya.Terlalu sibuk mondar-mandir di kamar, Fanny sampai tidak menyadari jika Adam sudah kembali. Dahi Adam sampai bergelombang melihat Fanny yang entah mengapa bertingkah seperti itu. Ingin menegur namun Adam takut mengejutkan istrinya.“Sayang? Apa yang kau lakukan?” seru Adam pada akhirnya karena Fanny masih belum juga menyadari.
Bibir dari Pak Walikota bahkan masih bisa tersenyum setelah menyampaikan keinginannya kepada Fanny dan Ardian untuk berdansa. Pria yang hampir tua itu sampai saat ini masih memberikan wajah penuh harap terutama pada Fanny.“Bu Fanny? Mengenai permintaan saya?” ucap Walikota itu tersenyum.Berbeda dengan sang Walikota New Valleand yang saat ini masih saja tersenyum penuh harap. Fanny justru merubah raut wajahnya menjadi masam meskipun tidak ada yang menyadari.“Eum … eum …” Fanny benar-benar bimbang saat ini. Wanita itu bahkan tidak berani untuk mengalihkan pandangannya ke arah Adam yang entah berada di mana karena tidak terlihat batang hidungnya. ‘Adam … tolong aku …’ Harapan Fanny saat ini adalah Adam bisa mendengar suara hatinya dan membantu Fanny terbebas dari apa yang sedang dihadapi.Di saat Fanny kebingungan dengan situasi yang dihadapi, Ardian justru terlihat lebih santai. Ardian bahkan semakin berdiri dengan bersedekap dada tanpa peduli bagaimana situasi yang
Kecelakaan yang dialami oleh Adam dan Fanny belum juga diketahui. Penyebabnya adalah lokasi kejadian yang berada di tempat terpencil. Mobil yang lalu lalang melewati jalanan itu saja bisa dihitung dengan jari. Apalagi kondisi saat ini juga gelap karena sudah malam hari. Fanny masih berusaha membangunkan Adam yang sudah tak sadarkan diri. Wanita itu mengguncang-guncangkan tubuh Adam berharap suaminya itu bisa membuka mata. Kristal bening pun meluruh makin deras di pipinya. Ia tak peduli lagi rasa sakit yang dirasakannya karena di dalam pikirannya hanya ingin Adam kembali sadar."ADAM! BANGUN!" teriak Fanny yang makin histeris.Tak ada hal yang bisa dilakukan oleh wanita hamil itu sekarang. Sekelilingnya hanya ada pepohonan karena sudah pasti mereka terperosok ke hutan yang berada di dalam jurang."Ya Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?" isak Fanny sambil terus memeluk tubuh Adam. Hati Fanny terasa sangat sakit karena melihat kepala Adam sudah penuh dengan darah. Se
"Apa yang terjadi padamu Fann?" Ardian tidak dapat tidur dengan nyenyak. Kedua matanya tiba-tiba saja terbuka lebar padahal tubuhnya butuh istirahat lebih lama sebab ia baru tidur sekitar satu jam. Semalaman ia menunggu kabar tentang kepulangan Fanny, tapi sampai detik ini ia belum mendapatkan kabar dari John atau Sandra. Sebelumnya ia memang sudah berpesan pada kedua orang itu untuk memberitahunya.Kepala Ardian terasa agak pusing, tapi ia berusaha untuk bangkit dari posisi tidurnya. Saat memandang jam dinding ia baru menyadari jika waktu sudah hampir pagi.Buru-buru Ardian bangkit dari tempat tidurnya lalu keluar kamar setelah mempersiapkan semuanya. Perasaannya saat ini jelas makin gelisah saja. Bahkan ia tak peduli terus berjalan melewati koridor kamarnya menuju garasi mobil, padahal matahari saja belum berani menampakkan kuasanya di muka bumi. Pria itu tak sempat mandi, dan hanya berganti pakaian yang lebih tebal saja sebab udara masih cukup dingin.Kepergian Ardian
Berita tentang kecelakaan Adam dan Fanny seketika tersebar setelah Ardian menyuruh pengawalnya untuk menghubungi nomor darurat kecelakaan. Lokasi yang sunyi di pinggir Kota New Valleand itu mendadak gaduh karena sudah dipenuhi oleh para wartawan dan tim rescue. Tim penyelamat yang turun ke dalam jurang mengalami kesulitan saat mencoba untuk mengeluarkan Adam dan Fanny dari mobil. Posisi bagian depan mobil yang ringsek, medan yang terjal, dan pepohonan rimbun berjarak dekat, membuat ruang gerak tim menjadi terbatas. Mereka terpaksa merusak pintu mobil karena tak ada pilihan lain. "Lakukan dengan hati-hati! Bisa bahaya kalau korban mengalami tambahan luka akibat penyelamatan ini," perintah seorang pria yang kira-kira berusia di akhir 30an. Sepertinya pria itu adalah ketua tim rescue. Di atas Ardian tampak sangat cemas karena sudah hampir lima jam belum ada tanda-tanda Adam dan Fanny dibawa ke atas. Sementara dari tadi ambulans sudah menunggu dan para wartawan terus saja
Kabar kecelakaan tentang pasangan Hussein itu akhirnya terdengar juga di telinga Lucy—ibu dari Adam. Tentu saja kabar itu langsung membuat wanita paruh baya itu shock bukan main. "Nyonya! Anda tidak apa-apa?" tanya salah satu pelayan wanita yang kebetulan berada di dekat Lucy. Lucy terlihat sangat lemas bahkan tubuhnya hampir roboh karena kakinya seperti sudah kehilangan tulang saja. Beruntung tubuhnya berhasil ditahan oleh salah satu pelayannya. "Astaga! Adam putraku. Bagaimana hal buruk ini bisa menimpamu, Nak?" isak Lucy. "Silahkan diminum dulu agar Anda lebih tenang, Nyonya." Salah satu pelayan memberikan segelas air putih agar emosi Lucy bisa sedikit reda. Setelah merasa kondisinya cukup baik, Lucy langsung bergegas menuju rumah sakit tempat Adam dirawat. Pikirannya berkecamuk karena ia juga sudah mendapatkan kabar jika putra kesayangannya sekarang berada di ruang ICU karena mengalami koma pasca kecelakaan dan operasi. Sepanjang perjalanan wanita p
Koma selama semalam, akhirnya Adam sadar juga. Orang pertama yang menyadari hal itu adalah Lucy. Pergerakan dari tangan serta mata sang putra spontan membuatnya lega dan segera memanggil dokter. "Bagaimana keadaan Adam, Dok?" "Syukurlah putra ibu sudah melewati masa kritisnya," ucap dokter setelah selesai memeriksa keadaan Adam. Laki-laki itu kini memandang sekitarnya dengan linglung. "Adam Sayang." Lucy mencium pipi Adam berulang kali. "Adam dan Fanny kecelakaan, Ma. Sekarang kita di rumah sakit? Bagaimana keadaan Fanny dan calon anakku?" tanya Adam. Senyuman Lucy segera saja luntur. Dia masih menyalahkan Fanny sebagai salah satu penyebab putranya kecelakaan. Namun, dia tidak ingin menunjukkannya secara terang-terangan. "Mereka baik-baik saja, Sayang. Sekarang ada di ruang perawatan. Kamu tunggu di sini sebentar, ya. Mama ada perlu berbicara dengan dokter." Lucy mengajak sang dokter untuk keluar dari ruangan. Karena Adam sudah sadar, dia berniat m
Hari demi hari yang dilalui Fanny semakin sulit. Semenjak Sharena kembali muncul, Lucy semakin tidak berpihak padanya. Mertuanya itu bahkan menyuruh Sharena agar sering-sering datang dan merawat Adam. Sementara Adam tidak bisa berbuat banyak karena belum pulih sepenuhnya dan masih belum bisa beranjak dari tempat tidur. Pagi itu, Sharena kembali datang. Seperti biasa, Lucy menyambutnya hangat. Sangat berbanding terbalik dengan perlakuannya terhadap sang menantu. Fanny sendiri memilih tak acuh, kini dia hanya fokus dengan kesembuhan Adam. Berusaha tidak memperdulikan apa yang Lucy dan Sharena lakukan.Seperti saat ini, Fanny sedang di kamar menunggui Adam yang beristirahat. Sementara Sharena dan Lucy berada di ruang tengah. Entah membicarakan apa. "Dam, kau harus sembuh. Aku butuh kamu. Anak kita butuh papanya," bisik Fanny pilu. "Kehamilan ini, kondisi kamu, semuanya berat, Dam." Fanny baru berani meluapkan keluh kesahnya saat Adam terlelap. Tentang betapa tid