Derap langkah terdengar keras dan cepat. Reksa dan Bastian baru saja melakukan meeting dengan E.R Grup terkait kerjasamanya dalam pembangunan sebuah hotel di Pulau Maluku.
Ini merupakan proyek pertamanya di bidang perhotelan. Ia menanamkan lima puluh persen sahamnya pada bisnis itu. Ia dan Bastian sudah memperhitungkan matang-matang sebelum memutuskan merambah ke bisnis perhotelan dan pariwisata jauh sebelum mega proyek kota mandiri baru di-release.
Mega proyek kota mandiri, masih dalam tahap pembangunan. Akan memakan waktu yang lumayan lama untuk menjadikan kota itu sesuai dengan rancangan. Saat ini pengembang sedang membangun 58 tower, dengan total unit mencapai 23.500. Dari tower yang sedang dibangun tersebut, pihak pengembang mengaku telah menjual 70 persen unit. Ini pencapaian yang fantastis.
"Kita harus menghubungi pihak pengembang kembali. Usahakan akhir tahun ini kita bisa melakukan topping off dan serah terima kunci," uja
Reksa melipat lengan kemejanya hingga siku. Dasi yang tadi pagi siang masih melekat sempurna di lehernya entah ke mana sekarang perginya. Pelipisnya terus mengucurkan buliran keringat. Mulutnya tidak berhenti mengucapkan kata-kata penyemangat untuk istrinya yang masih menahan sakit pada perutnya. Tangannya juga menggenggam tangan Lyra menyalurkan kekuatan. Sebelah tangan yang lain mengusap berulang kepala Lyra yang sesekali meringis kesakitan."Reksa, ini sakit banget," keluh Lyra lirih. Wajahnya memucat."Sabar, ya, Sayang. Sebentar lagi ini akan selesai. Kamu pasti kuat." Reksa terus meyakinkan.Lyra menahan napas kuat-kuat saat kontraksi semakin menguat. Rasanya ingin ia keluarkan segera isi di dalam perutnya. Ia benar-benar tidak tahan.Jeda kontraksi semakin sering. Rasa sakit yang mengiringi kini berdampingan dengan rasa mulas yang luar biasa. Sekuat tenaga Lyra menahan agar tidak mengejan kare
Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam. Lampu-lampu sudah mulai dipadamkan. Hanya beberapa meja yang masih tampak terang. Itu artinya, penghuni di dalamnya masih ada. Namun, satu per satu akhirnya ikut padam juga. Kecuali, lampu di dalam sebuah ruangan yang pintunya bertuliskan General Manager.Penghuninya masih tampak sibuk membolak-balik lembar demi lembar kertas kerja yang berada di tangannya. Sesekali mengerutkan kening, menggeleng, dan menggerak-gerakkan bibirnya.Bunyi bel sudah dari tadi terdengar. Itu artinya pergantian sif malam sudah dimulai.Reksa Abimana, masih betah berada di atas kursi putarnya. Seolah ada masalah pelik yang membuatnya belum juga keluar dari ruang kerja. Hingga sebuah ketukan terdengar pun ia tidak merespons. Seorang gadis berpenampilan menarik memasuki ruang kerjanya."Ada apa, Na?" tanya Reksa tanpa menoleh dari fail di hadapannya."Pul
Hari ini, Reksa makan siang di kantin perusahaaan yang terletak di samping gedung kantor. Entahlah, ada suatu dorongan tertentu yang membawanya ke mari.Tadinya, ia akan makan siang di luar. Namun, berhubung jam makan siang hampir habis, ia pun memutuskan pergi ke tempat yang lebih dekat saja.Dan seperti dugaannya, menu di kantin juga lumayan enak. Ia memilih duduk sendiri di salah satu bangku kantin. Menikmati makan siangnya dengan santai. Hingga sebuah desisan terdengar."Pstt... Pstt..."Reksa menghentikan kegiatan makannya, mencari dari mana asal bunyi yang sangat mengganggunya itu. Ternyata itu berasal dari belakang meja makannya.Lyra pelakunya. Gadis itu ada di sini. Reksa menggerakkan dagunya seolah bertanya ada apa.Gadis itu kemudian berjalan menunduk, memindahkan piring makannya ke meja Reksa, lalu duduk di hadapan laki-laki itu."Hai," sapa Lyra lantas duduk tanpa segan sedikit pun. Reksa ter
Di tempat duduknya, Lyra masih tidak tenang dengan kejadian makan siang tadi. Sesekali ia memijat keningnya sendiri. Baru sebulan di sini, tetapi suasana tak nyaman sering menyerang. Semakin menambah tingkat rasa ketidakbetahannya di kantor ini. Lyra menarik napas berat."Habis makan siang kok muka lo kusut gitu sih, Lyr?"Lyra mendongak, Mita rekan kerja di kubikel sebelah melongok. Lyra melirik wanita berponi itu. Mita lumayan lama kerja di sini. Dia pasti tahu perihal GM bertampang bule itu."Mit, lo tau tampang GM kita?" tanya Lyra."Sure. Siapa sih yang nggak tau si ganteng itu." Matanya Mita berbinar."What?" Bukan itu jawaban yang Lyra mau."Kenapa? Apa lo ketemu Pak Reksa?"Lyra tak menjawab, ia memutar-mutar bola mata."Sebaiknya lo nggak usah liat, ntar lo jatuh cinta."'Idih? Hellow? Gue udah liat, dan biasa aja tuh'. Lyra membatin. Yang ada dia malah tengs
Tubuh Lyra menggeliat di atas tempat tidur. Rasa-rasanya puas sekali ia tidur malam ini. Pelan ia memicingkan mata, mengangkat badan, lalu merenggangkan otot-otot yang terasa pegal."Lyra! Bangun!"Teriakan ciri khas Alfa, abangnya dari dapur terdengar.Lyra langsung menengok jam dinding. Tahu artinya apa jika abangnya sudah berteriak sekeras itu."Gawat."Buru-buru ia turun dari tempat tidur, menyambar handuk, dan masuk kamar mandi. Bisa dipastikan hari ini ia akan terlambat.Lima belas menit kemudian, Lyra sudah bersiap pergi bekerja. Namun sialnya, ia sudah ditinggal Alfa. Ia semakin telat.Lyra buru-buru keluar rumah, bersamaan dengan itu ponselnya berbunyi."Udah bangun belum sih?" Suara Alfa di sana bertanya."Kenapa lu ninggalin gue sih bang ?!" Lyra bergegas menuju jalan besar."Sorry, gue juga telat.""Nggak usah telpon! Bikin kesal aja!"Lyra mematikan po
Pukul setengah enam sore, Herdy keluar dari ruangannya. Kantor tampak lengang. Para karyawan sudah pulang lebih dulu. Ia melihat ke arah meja di mana Lyra berada. Wanita itu masih ada di sana. Ia melangkah mendekatinya. Lyra terlihat sibuk dengan keyboard dan layar komputernya."Apa belum selesai juga?" tanya Herdy. Wanita itu bergeming, tak peduli dengan kehadiran Herdy. Lelaki itu menghela napas."Apa kamu lembur?" tanya Herdy lagi.Lyra menatap sekilas. "Iya, Pak," jawabnya lalu kembali ke layar di hadapannya."Apa perlu bantuan?"Tangan Lyra berhenti mengetik sejenak. Ada apa? Tidak biasanya bos kampret itu menawarkan bantuan."Tidak perlu, Pak.""Kamu tak perlu lembur kalau capek.""Lalu keesokan paginya Bapak akan memarahi saya begitu?"Herdy menelan saliva. Sebegitu horornya ia di mata wanita itu? Tapi kinerja staf satu ini memang jauh dari kata puas menurutnya.
"Satu ciuman mungkin cukup."Lyra terbelalak. Kakinya menegang. Otaknya langsung merespons dengan memerintahkan reaksi pada beberapa bagian tubuhnya, termasuk jantungnya yang kini berdebar.Saraf pendengarannya terlalu sensitif, hingga bagian otaknya yang disebut talamus, sangat cepat menerima sinyal, lalu diteruskan ke amigdala yang mengeluarkan senyawa glutamat, yaitu zat kimia yang digunakan sel saraf untuk mengirim sinyal rasa takut ke sel lain. Refleks mukanya memucat. Lyra merasa terjebak. Sekali singa tetap saja singa."Bagaimana, Nona Lyra?" tanya Reksa mencondongkan badannya ke depan mendekati Lyra."Maaf itu... Anda gila ya, Pak?"Di luar dugaan, Lyra malah membalas pertanyaan bosnya dengan pertanyaan yang membuat Reksa memicingkan mata.Reksa menarik kembali tubuhnya. Menempelkan punggung kesandaran kursi. Senyum jahilnya terukir melihat Lyra yang terus saja menunduk. Dalam keadaan seperti itu pun, Lyra mas
Pertama, Lyra melumuri ikan gurame segar yang sudah dibersihkan dengan bumbu jadi yang tadi ia beli. Lalu, ia akan mendiamkannya beberapa saat agar bumbu itu meresap. Kemudian,ia memisahkan beberapa sayuran secukupnya dan bersiap untuk mencucinya.Melihat kesibukan Lyra di dapur, Reksa berinisiatif ingin membantunya."Apa yang bisa kubantu, Nona?" tanyanya melangkah ke dapur."Bapak bisa me–""Reksa, " potong Reksa cepat."Okeh Rek–" sangat aneh. "Saya tidak biasa, Pak.""Biasakan.""Ini Ba–eh, kamu cuci saja sayuran ini, lalu potong-potong."Lyra menggigit bibir bawahnya. Di pertemuan pertama padahal Lyra dengan mudahnya menyebut 'kamu-kamu' pada lelaki di sampingnya ini. Kenapa sekarang dirasa begitu sulit?"Oke.""Saya akan menanak nasinya dulu." Ia lantas meninggalkan Reksa untuk mencuci beras.*Beberapa menit kemudian.*"Selesai," seru Reksa membuat Lyra menoleh. Sedetik ke
Reksa melipat lengan kemejanya hingga siku. Dasi yang tadi pagi siang masih melekat sempurna di lehernya entah ke mana sekarang perginya. Pelipisnya terus mengucurkan buliran keringat. Mulutnya tidak berhenti mengucapkan kata-kata penyemangat untuk istrinya yang masih menahan sakit pada perutnya. Tangannya juga menggenggam tangan Lyra menyalurkan kekuatan. Sebelah tangan yang lain mengusap berulang kepala Lyra yang sesekali meringis kesakitan."Reksa, ini sakit banget," keluh Lyra lirih. Wajahnya memucat."Sabar, ya, Sayang. Sebentar lagi ini akan selesai. Kamu pasti kuat." Reksa terus meyakinkan.Lyra menahan napas kuat-kuat saat kontraksi semakin menguat. Rasanya ingin ia keluarkan segera isi di dalam perutnya. Ia benar-benar tidak tahan.Jeda kontraksi semakin sering. Rasa sakit yang mengiringi kini berdampingan dengan rasa mulas yang luar biasa. Sekuat tenaga Lyra menahan agar tidak mengejan kare
Derap langkah terdengar keras dan cepat. Reksa dan Bastian baru saja melakukan meeting dengan E.R Grup terkait kerjasamanya dalam pembangunan sebuah hotel di Pulau Maluku.Ini merupakan proyek pertamanya di bidang perhotelan. Ia menanamkan lima puluh persen sahamnya pada bisnis itu. Ia dan Bastian sudah memperhitungkan matang-matang sebelum memutuskan merambah ke bisnis perhotelan dan pariwisata jauh sebelum mega proyek kota mandiri baru di-release.Mega proyek kota mandiri, masih dalam tahap pembangunan. Akan memakan waktu yang lumayan lama untuk menjadikan kota itu sesuai dengan rancangan. Saat ini pengembang sedang membangun 58 tower, dengan total unit mencapai 23.500. Dari tower yang sedang dibangun tersebut, pihak pengembang mengaku telah menjual 70 persen unit. Ini pencapaian yang fantastis."Kita harus menghubungi pihak pengembang kembali. Usahakan akhir tahun ini kita bisa melakukan topping off dan serah terima kunci," uja
Kuy sebelum baca vote dulu.Berasal dari mana aja nih kalian?_________________Lyra menggeliat dari tidurnya. Mengucek mata yang masih terpejam. Bangkit perlahan dan duduk di tepi sofa. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Tidak ada siapa-siapa. Hanya ada suara detak jarum jam yang terdengar.Sudah pukul delapan malam. Reksa belum juga pulang. Tadi Lyra sedang menonton televisi sembari menunggu suaminya pulang, malah dia ketiduran.Akhir-akhir ini Reksa sering pulang malam. Kerjaannya sedang padat dan mengharuskan ia lembur. Lyra hampir mati kebosanan menjadi penunggu rumah sejak dirinya resign dari kantor. Apalagi dalam keadaan Reksa yang sering pulang malam. Padahal usia kandungannya sudah menginjak sembilan bulan. Pergerakan Lyra mulai terbatas. Harusnya Reksa mengurangi kegiatannya di kantor. Bagaimana jika sewaktu-waktu istrinya melahirkan? Reksa sudah mengusulkan agar Lyra tinggal di rumah Mami Loui untuk sementara, tap
Happy Reading gaess...Jangan lupa tinggalkan jejak dan vote-nya yaa 😉______________Ada banyak makanan yang tertata di meja makan saat Reksa baru sampai rumah, setelah pulang kantor.Istrinya, Lyra. Sudah terlebih dulu pulang. Usia kehamilannya menginjak bulan ke enam. Reksa memaksanya hanya boleh bekerja sampai pukul empat sore."Sayaaaang ... Aku pulang...." Reksa menghidu aroma masakan. Ia mempercepat langkah ke dapur. Dan benar seperti dugaannya, istrinya sedang bergulat dengan wajan dan sodet. Memindahkan masakannya ke piring."Sayang, apa yang kamu lakukan? Mana Bibi?"Reksa segera mengambil alih sodet dan piring yang ada di tangan Lyra. "Kan sudah aku bilang, kamu itu nggak boleh capek. Sekarang, lihat! Apa yang kamu lakukan? Memasak segini banyaknya? Buat apa?"Lyra menatap kesal suaminya yang baru datang sudah mengomel tidak jelas. Bukannya berterima kasih, malah mer
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN"Reksa," panggil Lyra.Yang dipanggil menegakkan badan kembali. Matanya mengerjap. Kali ini apalagi keinginan istrinya beralibi calon bayinya? Mata Reksa melirik ke jam dinding di sudut kanan. Sudah hampir pukul dua belas malam. Sumpah, ia sudah sangat mengantuk. Sudah seharian ini ia dikerjai keinginan istrinya yang aneh-aneh. Kalau bukan karena calon bayi yang Lyra kandung, ia tidak mau bersusah payah seperti itu."Iya, Sayang," jawab Reksa mempertahankan senyum."Cuanki bandung enak kayaknya."Glek!"Sayang, ini udah hampir tengah malam. Gimana kalau makan cuankinya besok aja. Pasti aku cariin sampe ketemu. Oke, ya?""Aku tuh penginnya sekarang." Lyra mencebikkan bibir. Mata bulatnya masih selebar purnama.Lyra memunggungi Reksa. Suaminya itu hanya bisa menghela nafas, selalu saja begitu."Kan kamu juga yang bikin aku jadi kayak gini. Ingat Re
"Aku pikir semua kemewahan yang kamu beri sudah berakhir Reksa, tapi aku sama sekali tidak menyangka kalau resepsi pernikahan ini juga tak kalah mewah. Apa tidak sayang menghamburkan banyak uang begini?" bisik Lyra di telinga suaminya.Reksa menggeleng. "Untuk urusan ini aku tidak tau, Sayang. Semua yang mengatur Mami dan adik-adikku. Kamu tau sendiri seperti apa semangatnya mereka dengan pernikahan ini.""Di sini aku sudah seperti seorang ratu saja." Lyra mencebikkan bibirnya."Kamu memang seorang ratu, sangat cantik dan memesona.""Berhenti menggodaku Reksa."Sebuah cubitan kecil mendarat di pinggang Reksa membuat lelaki itu meringis."Aku tidak menggodamu. Melihatmu yang sangat cantik seperti ini, aku jadi tak sabar membuatmu mendesah di bawahku lagi malam ini."Kali ini pukulan Lyra mendarat di bahu Reksa agak keras. Matanya melotot. Tidak sepatutnya Reksa bicara vulgar di suasana seperti ini.
Lyra masuk ke ruangan Reksa dengan wajah sebal. Sengaja ia hentakkan kaki agar orang di meja kebesarannya itu sadar."Hai, Sayang," sapa Reksa sekilas, lalu melanjutkan pekerjaannya."Aku laper." Lyra langsung menjatuhkan diri di sofa."Oh, ya. Kamu mau makan apa? Kita bisa delivery.""Aku udah bawa bekal kalau kamu lupa."Reksa menutup fail yang ada di depannya. Lalu beranjak dari kursinya dan menghampiri Lyra yang sudah duduk di sofa."Oke, kita makan. Aku selalu suka masakan yang kamu buat."Lyra masih menampakan wajah kesal saat ia membongkar bekal makanan yang ia bawa. Kejadian di toilet rasanya ingin ia adukan pada Reksa."Kamu nggak pernah menyeleksi dengan baik calon karyawanmu di sini, ya?" tanya Lyra dengan bibir berkerut."Maksudnya?""Nggak pa-pa." Lyra menyerahkan satu kotak bekal pada Reksa. Rasanya terlalu kekanakan kalau harus mengadukannya langsung."Kamu mengalami hal ya
Mobil Reksa memasuki gerbang dan berhenti di halaman sebuah rumah mewah yang Lyra tidak tahu siapa pemiliknya. Bahkan dari sejak mengajaknya, Reksa tidak memberitahu tujuan jelasnya.Mungkin ini adalah salah satu rumah milik saudara atau temannya. Entahlah. Reksa masih saja bungkam saat dirinya menyuruh Lyra untuk turun.Lyra mengedarkan mata, menyapu semua sudut yang bisa ia jangkau. Halaman rumah ini cukup luas dengan sebuah taman yang tertata rapi dan indah. Ada sebuah kolam ikan kecil di sudut taman itu. Sebuah carport yang lumayan besar kira-kira bisa menampung tiga sampai empat mobil. Di sisi kanan rumah ada sebuah jalan terbuka yang sepertinya menghubungkan halaman samping dan belakang.Biarpun rumah berlantai dua ini terlihat megah dan indah, Lyra merasa rumah ini sepi penghuni. Bahkan sejak Lyra berdiri di sini beberapa menit lamanya, pemilik rumah belum menampakan batang hidungnya."Bagaimana menurutmu?"Lyra
Rumah masih nampak ramai. Sisa-sisa kegaduhan karena kedatangan keluarga Reksa juga masih ada. Pasalnya keluarga mempelai pria datang dengan membawa seserahan yang mengundang kehebohan. Baik dari keluarga Lyra sendiri maupun para tetangga yang turut menyaksikan itu.Lyra sendiri tidak menyangka semua permintaan yang hanya diucapkan dengan mode bercanda itu malah diwujudkan oleh Reksa. Lyra bukan wanita sematre itu. Ia hanya mengerjai Reksa padahal, tidak serius sama sekali.Lupakan soal itu. Karena Reksa sendiri bilang ada kejutan lain di Jakarta sana. Padahal ini cukup membuat Lyra dan keluarganya terhenyak.Kini Reksa dan Alyra sudah sah menjadi sepasang suami istri. Dan sekarang mereka sedang menjadi raja dan ratu sehari di sebuah gedung serba guna sederhana yang tidak jauh dari rumah orang tua Lyra. Karena ini di Palembang, maka kebanyakan tamu yang hadir memang dari keluarga dan teman-teman orang tua Lyra. Karena ini sejatinya