"Maaf papa ganggu kamu malam-malam begini sayang," ucap sang papa dari seberang sambungan telpon.
Brylea tersenyum tipis. Ia tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh papanya. Sedikit banyak, hatinya terasa hangat seketika saat mendengar suara sang papa yang sangat ia rindukan. Padahal belum lama mereka bertemu saat beberapa lalu Brylea pergi mengunjungi kedua orangtuanya namun rasa rindu sudah menghampiri.
"Sayang?" panggil sang papa karena Brylea sudah terdiam selama beberapa menit. Mungkin papanya ingin memastikan jika Brylea masih ada disambungan telpon dan ia tidak tertidur.
"Eh? Iya pa? Maaf, tadi ngelamun. Hehe," jawab Brylea seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal itu. Ia dapat mendengar suara sang papa yang sedikit berdehem dari seberang sambungan telpon, membuat Brylea menantikan dengan sabar, apa kira-kira hal yang akan dikatakan oleh sang papa malam-malam seperti ini.
"Ada apa pa?" tanya Brylea lagi. Lagi! Tadi ia sudah menanyakan hal ini pada papanya melalui pesan singkat yang tak dibalas oleh papanya, membuat Brylea jadi semakin penasaran, apa kira-kira hal yang ingin dikatakan oleh sang papa.
"Papa mau tanya sama kamu, apa dalam minggu depan, kamu ada waktu luang?" tanya sang papa dengan nada bicara yang begitu Brylea rindukan.
Brylea tak langsung menjawab. Begitu banyak pertanyaan yang terlintas di dalam benaknya mengenai pertanyaan sang papa. Waktu luang? Apa ada hari di mana Brylea tidak begitu sibuk minggu depan? Lalu, untuk apa sang papa menanyakan hal itu? Apa mungkin papanya ingin pulang ke Indonesia? Brylea akan sangat senang sekali jika hal itu terjadi. Brylea menarik nafas dalam, sedikit banyak ia merasa seperti anak manja yang tidak bisa jauh dari orang tua.
"Papa mau ke sini?" tanya Brylea saat hal itu terlintas di dalam benaknya.
Jika saja ia boleh jujur, hatinya yang sangat merindukan kedua orangtuanya ini begitu berharap jika kedua orangtuanya benar-benar akan berkunjung ke tempatnya. Jantung Brylea sedikit berdebar karena terlalu banyak berharap. Rasa rindu yang membuncah membuatnya begitu ingin agar sang papa mengatakan 'iya' untuk pertanyaan yang baru saja ia ajukan pada papanya itu.
"Papa sama mama ada rencana mau ke san..."
"Kalian mau ke sini? Serius? Beneran ya pa? Please, Brylea udah kangen banget sama papa dengan mama," ucap Brylea dengan nada bicara yang sedikit merengek. Hal yang satu ini bisa saja keluar sewaktu-waktu dan hanya orang terdekatnya saja yang pernah melihat sikap Brylea yang manja ini. Jika saja teman-temannya tahu tentang hal ini, mungkin wibawa Brylea bisa langsung hilang.
"Itu baru rencana, tapi kemungkinan besar memang kami akan ke sana."
"Kemungkinan besar?" Kedua mata Brylea berbinar dengan senyuman yang merekah dari bibirnya. Gadis cantik ini begitu bahagia karena harapannya memiliki peluang yang sangat besar untuk dapat terkabulkan.
“Iya, karena kami mau bertemu dengan teman lama papa. Dia akan segera kembali dari Amerika. Sudah lama sekali papa tidak bertemu dengan teman papa itu. Yang papa tau, anaknya sudah kembali ke Indonesia beberapa hari lalu. Mungkin nanti kita akan bertemu dengan mereka sekeluarga. Ada hal penting juga yang ingin dibahas,” jelas papa Brylea yang biasa disapa dengan panggilan Brian oleh teman-temannya sejak kecil hingga kepala lima seperti sekarang.
Brylea menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Gadis itu hanya memikirkan saat di mana ia akan kembali melihat kedua orangtuanya. Brylea adalah anak tunggal yang jelas tak memiliki saudara yang bisa menemaninya jadi sejak kecil hanya kedua orangtuanya yang selalu menemaninya kemanapun ia pergi. Wajar jika ia merasa kesepian dan sangat merindukan kedua orangtuanya di saat kedua orangtuanya itu harus berada jauh darinya.
“Oke pa, Brylea tunggu ya. Papa jangan lupa kabari lagi semoga tetap jadi ke sininya,” ucap Brylea singkat, padat dan jelas untuk mewakili rasa rindunya pada sang papa.
“Iya sayang. Pasti papa dan mama kabari lagi nanti. Ya sudah, papa tutup dulu telponnya ya,” balas sang papa seraya berpamitan pada Brylea.
“Iya pa, see you next week with mom,” kata Brylea sebelum sambungan telpon ditutup.
Brylea menarik nafas panjang. Kini senyuman terpampang di wajah cantiknya. Setidaknya, sebelum ia tidur, ada hal yang membuatnya bahagia meski tadi papanya bilang masih kemungkinan besar dan jika seperti itu, masih ada kemungkinan pula jika kedua orangtuanya tidak jadi ke Indonesia namun Brylea sudah cukup senang.
***
Malam itu, tentu Ethan belum bisa tidur. Matanya masih belum mengantuk dan ia sedang asyik melihat-lihat foto yang dikirim oleh Chelsea dan Anya. Pria itu sesekali tersenyum bahkan tertawa kencang karena melihat ekspresi Brylea yang sangat lucu dan menghibur bagi Ethan. Sungguh! Wajah Brylea tak pernah gagal untuk membuat Ethan tertawa.
Drrttt drttt drtttt
Ponsel Ethan bergetar dan kali ini bukan pesan masuk di W******p melainkan dari sang mommy yang saat ini masih berada di Los Angeles.
“Halo,” sapa Ethan sesaat setelah ia mengangkat telponnya.
“Sayang, kamu belum tidur?” tanya sang mommy dengan Bahasa Indonesia yang masih kental dengan logat luar negeri, sama seperti daddy-nya yang juga demikian. Untungnya, Ethan bisa berbahasa Indonesia dengan baik, hanya saja wajahnya yang tidak bisa menipu orang banyak. Wajah tampan dengan rahang yang tegas itu terlalu kuat memperlihatkan bahwa ia bukan berdarah asli Indonesia.
“Belum, kenapa mom?” tanya Ethan tanpa basa-basi khas lelaki.
“I want to tell you, minggu depan mommy sama daddy mau nyusul kamu ke Indonesia,” jawab sang mommy to the point.
Ethan mengerutkan keningnya. Ada apa ini? Bukankah Ethan sudah sepakat untuk berada di sini dan orangtuanya mengurusi perusahaan yang lain?
“Ada apa?” tanya Ethan semakin singkat seolah ingin agar rasa penasarannya segera terobati.
“Cuma sebentar, sayang. Mommy sama daddy mau ketemu sama teman lama. Kebetulan mereka lagi di Indonesia juga nanti. Kamu ikut juga ya, kami mau kenalkan kamu sama mereka jadi tolong kosongkan jadwalmu. Nanti mommy kabari lagi kapan dan di mana tepatnya kita akan ketemu,” jelas sang mommy yang memuaskan rasa penasaran sang anak.
Ethan menaikkan sebelah alisnya. Memang apa yang baru saja mommynya sampaikan itu sudah jelas namun sedikit mencurigakan dan terkesan memaksa. Hanya saja, Ethan tak memiliki alasan yang kuat untuk menolak.
“Kamu bisa, kan? Kamu usahakan ya, sayang. Mommy tutup telponnya, nanti mommy hubungi lagi. Bye, sayang,” kata sang mommy lagi tanpa banyak kata langsung menutup sambungan telpon.
Baiklah! Ini benar-benar pemaksaan bagi Ethan untuk menghadiri pertemuan orangtuanya itu dengan teman lama yang entah siapa. Jadi, haruskah Ethan memenuhi permintaan atau lebih tepatnya, pemaksaan dari mommy tercintanya itu? Tapi jika ditolak, Ethan tidak berani membayangkan apa yang akan mommynya lakukan.
“Bryl, kapan nikahnya?” Sebuah pertanyaan yang paling menyebalkan kembali ditujukan pada Brylea Amanda, gadis berusia 24 tahun yang baru saja menuntaskan pendidikan magisternya dengan nilai yang sangat memuaskan. Sudah bisa ditebak bahwa gadis satu ini memiliki otak yang cerdas. Belum lagi caranya untuk mengatur waktu dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang patut diacungi jempol karena kala itu, ia bekerja sambil menyelesaikan pendidikan magisternya. Wajahnya yang setengah berdarah Inggris dan setelah Indonesia itu tampak sangat cantik meski tak dipoles dengan banyak make up. Rambutnya sedikit kecoklatan dnegan warna mata abu-abu menawan. Brylea tersenyum tipis menanggapi omongan teman lamanya yang sedang duduk di hadapannya. Sudah lama sekali mereka tak bersua dan sekarang mereka sedang melaksanakan reuni kecil-kecilan yang hanya dihadiri oleh beberapa teman satu kelas ketika duduk dibangku SMA. Ya! Reuni ini tidak direncanakan dan mendadak terjadi karena kebetulan ada beberapa
Brylea memutuskan untuk bersikap sewajarnya saja setelah mendengar kabar bahwa musuhnya itu akan segera tiba. Ia sibuk dengan ponselnya sambil pelan-pelan meminum minuman yang telah ia pesan. Telinganya sedikit mendengar percakapan dari teman-temannya yang masih berlanjut dan tampaknya tidak sesuai juga jika ia ikut mencampuri apa yang teman-temannya bicarakan karena berada di luar konteks yang biasanya dikuasai oleh Brylea. “Ethan!” seruan Chelsea mengalihkan perhatian setiap orang yang berada di meja itu. Semua mata kini tertuju pada arah pandang yang sama dengan Chelsea, termasuk Brylea yang sedari tadi sibuk sendiri. Sejujurnya Brylea tidak sengaja menoleh, mungkin karena Chelsea berseru memanggil nama Ethan dengan tiba-tiba dan membuat Brylea terkejut. Brylea melihat seorang pria tampan, tegap, gagah dan rapi berjalan ke arahnya. Arahnya? Lebih tepatnya ke arah mereka dan ia meyakini bahwa pria itu adalah Ethan. Tentu ada beberapa hal dan bagian tubuh pria itu yang tidak beru
Brylea mematikan mesin mobilnya tepat di parkiran depan rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan ia sebenarnya sudah lelah. Entah berapa lama ia berkumpul dengan teman-temannya tadi. Awalnya memang seru namun setelah Ethan datang, entah mengapa rasanya jadi seperti sedang menguras emosi.Tittt… tittt….Brylea mendengar suara klakson mobil yang cukup kencang, membuatnya tanpa sadar membalikkan badan. Bukankah ia sedang tidak berada di jalan raya? Ini adalah parkiran rumahnya dan tentu saja ada pagar pembatas yang tidak mungkin dilewati oleh mobil lain karena ia sudah menutup rapat pagar itu, lengkap dengan kuncinya yang sudah digembok rapat.Brylea menyipitkan mata melihat cahaya lampu mobil yang terang, terarah ke dirinya yang sedang berdiri tak jauh dari mobilnya sendiri. Ia tak melihat dengan jelas apa yang ada di depan sana hingga beberapa detik kemudian ia menyadari sesuatu. Bagaimana bisa ada mobil di tempat itu? Pikiran Brylea mulai berkelana lagi.“Apa ada yang
Senyum di wajah Ethan berubah seketika menjadi datar. Ia mengingat bagaimana ekspresi wajah Brylea saat melihatnya pertama kali saat keduanya bertemu tadi. Sungguh ekspresi yang tak berubah hanya wajah gadis itu saja yang tampak semakin dewasa di mata Ethan. Ethan menarik nafas dalam. Seharusnya ia tak perlu memikirkannya lebih lama, hanya saja hal itu begitu lucu dan cukup untuk menjadi hiburan baginya di saat-saat seperti ini. Ia sedang banyak urusan dan hal ini membuat syaraf-syaraf di otaknya tidak tegang lain.“Lucu sekali,” ucap Ethan singkat sambil kembali tersenyum tipis dan meminum minumannya lagi.Pikirannya terbayang lagi, mengingat saat ia tak sengaja melihat Brylea kemarin. Ya! Ethan baru saja tiba di Indonesia kemarin dan langsung menuju ke rumah yang baru saja selesai dibangun ini. Tentu bukan Ethan yang merancang rumah ini, tak ada sedikitpun campur tangannya dalam pengurusan rumah ini, bahkan pemilihan lokasi pun tidak.Tentu saja Ethan tercengang, nyaris tak percaya
"Maaf papa ganggu kamu malam-malam begini sayang," ucap sang papa dari seberang sambungan telpon. Brylea tersenyum tipis. Ia tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh papanya. Sedikit banyak, hatinya terasa hangat seketika saat mendengar suara sang papa yang sangat ia rindukan. Padahal belum lama mereka bertemu saat beberapa lalu Brylea pergi mengunjungi kedua orangtuanya namun rasa rindu sudah menghampiri."Sayang?" panggil sang papa karena Brylea sudah terdiam selama beberapa menit. Mungkin papanya ingin memastikan jika Brylea masih ada disambungan telpon dan ia tidak tertidur."Eh? Iya pa? Maaf, tadi ngelamun. Hehe," jawab Brylea seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal itu. Ia dapat mendengar suara sang papa yang sedikit berdehem dari seberang sambungan telpon, membuat Brylea menantikan dengan sabar, apa kira-kira hal yang akan dikatakan oleh sang papa malam-malam seperti ini."Ada apa pa?" tanya Brylea lagi. Lagi! Tadi ia sudah menanyakan hal ini pada papanya melalui pesan
Senyum di wajah Ethan berubah seketika menjadi datar. Ia mengingat bagaimana ekspresi wajah Brylea saat melihatnya pertama kali saat keduanya bertemu tadi. Sungguh ekspresi yang tak berubah hanya wajah gadis itu saja yang tampak semakin dewasa di mata Ethan. Ethan menarik nafas dalam. Seharusnya ia tak perlu memikirkannya lebih lama, hanya saja hal itu begitu lucu dan cukup untuk menjadi hiburan baginya di saat-saat seperti ini. Ia sedang banyak urusan dan hal ini membuat syaraf-syaraf di otaknya tidak tegang lain.“Lucu sekali,” ucap Ethan singkat sambil kembali tersenyum tipis dan meminum minumannya lagi.Pikirannya terbayang lagi, mengingat saat ia tak sengaja melihat Brylea kemarin. Ya! Ethan baru saja tiba di Indonesia kemarin dan langsung menuju ke rumah yang baru saja selesai dibangun ini. Tentu bukan Ethan yang merancang rumah ini, tak ada sedikitpun campur tangannya dalam pengurusan rumah ini, bahkan pemilihan lokasi pun tidak.Tentu saja Ethan tercengang, nyaris tak percaya
Brylea mematikan mesin mobilnya tepat di parkiran depan rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan ia sebenarnya sudah lelah. Entah berapa lama ia berkumpul dengan teman-temannya tadi. Awalnya memang seru namun setelah Ethan datang, entah mengapa rasanya jadi seperti sedang menguras emosi.Tittt… tittt….Brylea mendengar suara klakson mobil yang cukup kencang, membuatnya tanpa sadar membalikkan badan. Bukankah ia sedang tidak berada di jalan raya? Ini adalah parkiran rumahnya dan tentu saja ada pagar pembatas yang tidak mungkin dilewati oleh mobil lain karena ia sudah menutup rapat pagar itu, lengkap dengan kuncinya yang sudah digembok rapat.Brylea menyipitkan mata melihat cahaya lampu mobil yang terang, terarah ke dirinya yang sedang berdiri tak jauh dari mobilnya sendiri. Ia tak melihat dengan jelas apa yang ada di depan sana hingga beberapa detik kemudian ia menyadari sesuatu. Bagaimana bisa ada mobil di tempat itu? Pikiran Brylea mulai berkelana lagi.“Apa ada yang
Brylea memutuskan untuk bersikap sewajarnya saja setelah mendengar kabar bahwa musuhnya itu akan segera tiba. Ia sibuk dengan ponselnya sambil pelan-pelan meminum minuman yang telah ia pesan. Telinganya sedikit mendengar percakapan dari teman-temannya yang masih berlanjut dan tampaknya tidak sesuai juga jika ia ikut mencampuri apa yang teman-temannya bicarakan karena berada di luar konteks yang biasanya dikuasai oleh Brylea. “Ethan!” seruan Chelsea mengalihkan perhatian setiap orang yang berada di meja itu. Semua mata kini tertuju pada arah pandang yang sama dengan Chelsea, termasuk Brylea yang sedari tadi sibuk sendiri. Sejujurnya Brylea tidak sengaja menoleh, mungkin karena Chelsea berseru memanggil nama Ethan dengan tiba-tiba dan membuat Brylea terkejut. Brylea melihat seorang pria tampan, tegap, gagah dan rapi berjalan ke arahnya. Arahnya? Lebih tepatnya ke arah mereka dan ia meyakini bahwa pria itu adalah Ethan. Tentu ada beberapa hal dan bagian tubuh pria itu yang tidak beru
“Bryl, kapan nikahnya?” Sebuah pertanyaan yang paling menyebalkan kembali ditujukan pada Brylea Amanda, gadis berusia 24 tahun yang baru saja menuntaskan pendidikan magisternya dengan nilai yang sangat memuaskan. Sudah bisa ditebak bahwa gadis satu ini memiliki otak yang cerdas. Belum lagi caranya untuk mengatur waktu dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang patut diacungi jempol karena kala itu, ia bekerja sambil menyelesaikan pendidikan magisternya. Wajahnya yang setengah berdarah Inggris dan setelah Indonesia itu tampak sangat cantik meski tak dipoles dengan banyak make up. Rambutnya sedikit kecoklatan dnegan warna mata abu-abu menawan. Brylea tersenyum tipis menanggapi omongan teman lamanya yang sedang duduk di hadapannya. Sudah lama sekali mereka tak bersua dan sekarang mereka sedang melaksanakan reuni kecil-kecilan yang hanya dihadiri oleh beberapa teman satu kelas ketika duduk dibangku SMA. Ya! Reuni ini tidak direncanakan dan mendadak terjadi karena kebetulan ada beberapa