“Bryl, kapan nikahnya?”
Sebuah pertanyaan yang paling menyebalkan kembali ditujukan pada Brylea Amanda, gadis berusia 24 tahun yang baru saja menuntaskan pendidikan magisternya dengan nilai yang sangat memuaskan. Sudah bisa ditebak bahwa gadis satu ini memiliki otak yang cerdas. Belum lagi caranya untuk mengatur waktu dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang patut diacungi jempol karena kala itu, ia bekerja sambil menyelesaikan pendidikan magisternya.
Wajahnya yang setengah berdarah Inggris dan setelah Indonesia itu tampak sangat cantik meski tak dipoles dengan banyak make up. Rambutnya sedikit kecoklatan dnegan warna mata abu-abu menawan.
Brylea tersenyum tipis menanggapi omongan teman lamanya yang sedang duduk di hadapannya. Sudah lama sekali mereka tak bersua dan sekarang mereka sedang melaksanakan reuni kecil-kecilan yang hanya dihadiri oleh beberapa teman satu kelas ketika duduk dibangku SMA.
Ya! Reuni ini tidak direncanakan dan mendadak terjadi karena kebetulan ada beberapa dari mereka yang ingin berpergian ke Bandung, tempat di mana Brylea tinggal sejak kecil dan mayoritas teman-temannya yang hadir di sini sedang berada di Bandung juga.
“Boro-boro nikah, cowok aja gak punya! Hehe!”
Bukan Brylea yang menjawab pertanyaan tadi tapi memang jawaban tersebut sudah mewakili apa yang ia ingin ucapkan juga. Jadi, Brylea kembali tersenyum, hanya saja lebih lebar seraya melihat Anya yang tadi bertanya padanya dan Anya menatap balik padanya. Brylea sudah hafal dengan tatapan mata orang yang bertanya padanya dengan pertanyaan yang sama.
Ia bahkan yakin bahwa Anya sebenarnya ingin kembali bertanya padanya, tapi pada akhirnya Anya memilih untuk bungkam dan tak memperpanjang obrolan ke arah tersebut. Brylea pun memutuskan untuk fokus pada hal lain seperti menikmati es krim yang ia pesan sebelum es krim itu mencair dan tak nikmat lagi untuk disantap.
“Gue gak heran sih, Brylea terlalu sibuk dengan kehidupannya di dunia perbukuan selama bertahun-tahun sampai nyaris gak sempat mikirin dunia lain. Eh? Maksud gue, dunia percintaan,” ucap salah satu di antara teman Brylea yang berada di situ, kali ini namanya Chelsea. Ia sudah lebih dulu menikah dibandingkan semua yang hadir direuni ini dan sudah bisa ditebak jika satu-satunya yang belum menikah adalah Brylea.
Lagi-lagi Brylea tidak bersuara. Ia hanya menatap sekeliling di mana teman-temannya itu berada. Hanya ada tiga orang di situ termasuk dirinya dan hanya ia sendiri yang belum terikat janji suci dengan pria. Apa yang salah sebenarnya?
Toh umurnya baru 24 tahun dan semua yang hadir di sini juga seumuran dengannya. Bukankah teman-temannya itu yang terlalu awal menikah? Timbul pemikiran seperti itu di dalam benak Brylea, tapi sesegera mungkin ia tepis.
Tentu ia tak boleh berpikiran seperti itu karena setiap orang memiliki asumsi dan prioritas hidup yang berbeda-beda termasuk dirinya. Hanya saja, sebagian orang tidak mengerti, bahkan tidak ingin mengerti mengenai hal ini sehingga muncullah pertanyaan yang terkadang tak ingin didengar oleh orang yang diajukan pertanyaan itu.
“Lo gak ada rencana untuk lanjutin pendidikan lo lagi kan, Bryl?” tanya Anya yang sepertinya sengaja mengajukan pertanyaan lagi tapi kali ini pertanyaan yang lebih ringan utnuk dijawab.
Brylea menggelengkan kepalanya.
“Sejauh ini belum ada. Gue masih harus fokus sama kerjaan gue karena waktu gue kuliah, sempat kewalahan juga bagi waktu untuk ngurus kerjaan. Untungnya semua bisa dilewati,” jawab Brylea apa adanya karena memang itu yang ia rasakan.
Ya! Semua orang mengira jika ia bisa membagi waktunya dengan baik karena hasil yang dilihat oleh orang banyak adalah hasil yang luar biasa, yang mungkin tidak bisa didapatkan oleh orang lain.
Namun, proses yang dijalani oleh Brylea adalah proses yang melelahkan dan terkadang untuk sekedar menceritakannya pada orang lain pun tak mungkin, jarang ada yang ingin memahami bagaimana seseorang melalui proses kehidupan.
“I see. Semoga setelah ini lo bisa lebih fokus sama hidup lo, terutama tentang jodoh. Hehe!” lanjut Anya dengan sedikit cengengesan, tapi ia memang serius mengatakan hal yang ia sampaikan pada Brylea.
Brylea hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju. Senyuman seperlunya kembali menghiasi wajah cantik gadis itu.
“Eh? Ethan chat nih! Dia bilang dia lagi di Bandung juga. Dia nanyain kita masih di sini atau udah pulang?” ujar Chelsea yang memberi kabar.
Wanita itu sedang membuka ponselnya dan mengetik sesuatu di sana untuk membalas pesan dari Ethan. Tanpa menunggu jawaban dari teman-temannya, Chelsea langsung membalas pesan Ethan. Ya! Tadi dia berujar demikian hanya untuk memberikan informasi pada teman-temannya, bukan untuk berdiskusi. Lagipula, ia yakin bahwa teman-temannya akan senang jika Ethan bergabung dengan mereka.
“Ethan?” ucap Brylea tanpa sadar dengan suara yang pelan namun cukup untuk didengar oleh teman-temannya yang berada tak jauh dari dirinya itu.
Chelsea menganggukkan kepalanya sambil meletakkan ponselnya ke atas meja karena sudah selesai berbalas pesan. Wanita itu kemudian menatap Brylea dengan penuh antusias seraya tersenyum lebar.
“Iya! Lo pasti masih ingat Ethan, kan? Cowok yang satu kelas dengan kita dulu?” tanya Chelsea masih dengan ekspresi yang sama.
Brylea terdiam. Tak menunjukkan ekspresi apapun, tapi ia sedang memutar otaknya untuk memunculkan kembali memorinya tentang Ethan. Nama itu terus berputar dalam benaknya hingga ia mengingat kembali wajah nakal itu dan beberapa detik kemudian ia berhasil mengingat siapa yang dimaksud oleh Chelsea.
“Ethan yang lo maksud, bukan cowok resek di kelas itu, kan?” tanya Brylea hati-hati namun ia sungguh yakin bahwa tak ada orang lain yang ia kenal dengan nama Ethan selain pria yang ia pikirkan.
Pria? Ia bahkan sedikit tak sudi untuk menyebut Ethan dengan sebutan pria meski jenis kelamin Ethan memang demikian. Namun, bagi Brylea, kala itu Ethan lebih mirip seperti bocah laki-laki yang memiliki kepribadian yang sungguh menyebalkan. Brylea ingat sekali akan hal itu.
“Hahahaha!” Seketika saja suara tawa pecah di antara mereka semua yang berada di sana kecuali Brylea. Teman-temannya itu tertawa mendengar apa yang baru saja ditanyakan oleh Brylea dan Brylea tidak mengerti mengapa teman-temannya tertawa. Ia rasa, tak ada yang salah dengan pertanyaannya barusan.
Kening Brylea mengerut, nyaris menyatukan kedua alisnya. Ia menatap wajah temannya satu per satu namun tampaknya belum ada yang ingin berhenti tertawa dan mengatakan pada Brylea tentang apa yang mereka tertawakan.
“Apa? Pertanyaan gue lucu atau ada yang salah dengan gue?” tanya Brylea sambil melihat-lihat bagian tubuhnya yang lain, barangkali ada hal yang memang lucu dan menjadi pemicu teman-temannya itu untuk tertawa.
Chelsea menarik nafas dalam beberapa kali sambil berusaha menenggelamkan ingatan yang tadi membuatnya tertawa. Ia harus berhenti tertawa karena kasihan melihat wajah Brylea yang benar-benar terlihat kebingungan.
“Iya, Ethan yang itu. Ethan yang suka berantem sama lo waktu di kelas dan gue masih ingat gimana kalian ngerjain satu sama lain. Gue udah balas chat dia dan kayaknya sih dia gak tau kalau lo ada di sini. Hm, yang jelas, dia mau ke sini sekarang, mungkin bentar lagi nyampai,” ucap Chelsea sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Nada bicaranya turun di akhir ucapannya karena takut melihat reaksi Brylea ketika mengetahui bahwa musuh Brylea ketika duduk di bangku SMA dulu akan segera datang dan bertemu dengan Brylea setelah kira-kira enam tahun lamanya mereka tak bertemu.
Brylea tak menunjukkan reaksi apapun selain diam sehingga membuat teman-temannya penasaran, apa yang kira-kira sedang dipikirkan oleh Brylea? Lantas apa yang akan dilakukan Brylea saat pertama kali bertemu dengan Ethan setelah sekian lama keduanya tak bertemu?
Brylea memutuskan untuk bersikap sewajarnya saja setelah mendengar kabar bahwa musuhnya itu akan segera tiba. Ia sibuk dengan ponselnya sambil pelan-pelan meminum minuman yang telah ia pesan. Telinganya sedikit mendengar percakapan dari teman-temannya yang masih berlanjut dan tampaknya tidak sesuai juga jika ia ikut mencampuri apa yang teman-temannya bicarakan karena berada di luar konteks yang biasanya dikuasai oleh Brylea. “Ethan!” seruan Chelsea mengalihkan perhatian setiap orang yang berada di meja itu. Semua mata kini tertuju pada arah pandang yang sama dengan Chelsea, termasuk Brylea yang sedari tadi sibuk sendiri. Sejujurnya Brylea tidak sengaja menoleh, mungkin karena Chelsea berseru memanggil nama Ethan dengan tiba-tiba dan membuat Brylea terkejut. Brylea melihat seorang pria tampan, tegap, gagah dan rapi berjalan ke arahnya. Arahnya? Lebih tepatnya ke arah mereka dan ia meyakini bahwa pria itu adalah Ethan. Tentu ada beberapa hal dan bagian tubuh pria itu yang tidak beru
Brylea mematikan mesin mobilnya tepat di parkiran depan rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan ia sebenarnya sudah lelah. Entah berapa lama ia berkumpul dengan teman-temannya tadi. Awalnya memang seru namun setelah Ethan datang, entah mengapa rasanya jadi seperti sedang menguras emosi.Tittt… tittt….Brylea mendengar suara klakson mobil yang cukup kencang, membuatnya tanpa sadar membalikkan badan. Bukankah ia sedang tidak berada di jalan raya? Ini adalah parkiran rumahnya dan tentu saja ada pagar pembatas yang tidak mungkin dilewati oleh mobil lain karena ia sudah menutup rapat pagar itu, lengkap dengan kuncinya yang sudah digembok rapat.Brylea menyipitkan mata melihat cahaya lampu mobil yang terang, terarah ke dirinya yang sedang berdiri tak jauh dari mobilnya sendiri. Ia tak melihat dengan jelas apa yang ada di depan sana hingga beberapa detik kemudian ia menyadari sesuatu. Bagaimana bisa ada mobil di tempat itu? Pikiran Brylea mulai berkelana lagi.“Apa ada yang
Senyum di wajah Ethan berubah seketika menjadi datar. Ia mengingat bagaimana ekspresi wajah Brylea saat melihatnya pertama kali saat keduanya bertemu tadi. Sungguh ekspresi yang tak berubah hanya wajah gadis itu saja yang tampak semakin dewasa di mata Ethan. Ethan menarik nafas dalam. Seharusnya ia tak perlu memikirkannya lebih lama, hanya saja hal itu begitu lucu dan cukup untuk menjadi hiburan baginya di saat-saat seperti ini. Ia sedang banyak urusan dan hal ini membuat syaraf-syaraf di otaknya tidak tegang lain.“Lucu sekali,” ucap Ethan singkat sambil kembali tersenyum tipis dan meminum minumannya lagi.Pikirannya terbayang lagi, mengingat saat ia tak sengaja melihat Brylea kemarin. Ya! Ethan baru saja tiba di Indonesia kemarin dan langsung menuju ke rumah yang baru saja selesai dibangun ini. Tentu bukan Ethan yang merancang rumah ini, tak ada sedikitpun campur tangannya dalam pengurusan rumah ini, bahkan pemilihan lokasi pun tidak.Tentu saja Ethan tercengang, nyaris tak percaya
"Maaf papa ganggu kamu malam-malam begini sayang," ucap sang papa dari seberang sambungan telpon. Brylea tersenyum tipis. Ia tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh papanya. Sedikit banyak, hatinya terasa hangat seketika saat mendengar suara sang papa yang sangat ia rindukan. Padahal belum lama mereka bertemu saat beberapa lalu Brylea pergi mengunjungi kedua orangtuanya namun rasa rindu sudah menghampiri."Sayang?" panggil sang papa karena Brylea sudah terdiam selama beberapa menit. Mungkin papanya ingin memastikan jika Brylea masih ada disambungan telpon dan ia tidak tertidur."Eh? Iya pa? Maaf, tadi ngelamun. Hehe," jawab Brylea seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal itu. Ia dapat mendengar suara sang papa yang sedikit berdehem dari seberang sambungan telpon, membuat Brylea menantikan dengan sabar, apa kira-kira hal yang akan dikatakan oleh sang papa malam-malam seperti ini."Ada apa pa?" tanya Brylea lagi. Lagi! Tadi ia sudah menanyakan hal ini pada papanya melalui pesan
"Maaf papa ganggu kamu malam-malam begini sayang," ucap sang papa dari seberang sambungan telpon. Brylea tersenyum tipis. Ia tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh papanya. Sedikit banyak, hatinya terasa hangat seketika saat mendengar suara sang papa yang sangat ia rindukan. Padahal belum lama mereka bertemu saat beberapa lalu Brylea pergi mengunjungi kedua orangtuanya namun rasa rindu sudah menghampiri."Sayang?" panggil sang papa karena Brylea sudah terdiam selama beberapa menit. Mungkin papanya ingin memastikan jika Brylea masih ada disambungan telpon dan ia tidak tertidur."Eh? Iya pa? Maaf, tadi ngelamun. Hehe," jawab Brylea seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal itu. Ia dapat mendengar suara sang papa yang sedikit berdehem dari seberang sambungan telpon, membuat Brylea menantikan dengan sabar, apa kira-kira hal yang akan dikatakan oleh sang papa malam-malam seperti ini."Ada apa pa?" tanya Brylea lagi. Lagi! Tadi ia sudah menanyakan hal ini pada papanya melalui pesan
Senyum di wajah Ethan berubah seketika menjadi datar. Ia mengingat bagaimana ekspresi wajah Brylea saat melihatnya pertama kali saat keduanya bertemu tadi. Sungguh ekspresi yang tak berubah hanya wajah gadis itu saja yang tampak semakin dewasa di mata Ethan. Ethan menarik nafas dalam. Seharusnya ia tak perlu memikirkannya lebih lama, hanya saja hal itu begitu lucu dan cukup untuk menjadi hiburan baginya di saat-saat seperti ini. Ia sedang banyak urusan dan hal ini membuat syaraf-syaraf di otaknya tidak tegang lain.“Lucu sekali,” ucap Ethan singkat sambil kembali tersenyum tipis dan meminum minumannya lagi.Pikirannya terbayang lagi, mengingat saat ia tak sengaja melihat Brylea kemarin. Ya! Ethan baru saja tiba di Indonesia kemarin dan langsung menuju ke rumah yang baru saja selesai dibangun ini. Tentu bukan Ethan yang merancang rumah ini, tak ada sedikitpun campur tangannya dalam pengurusan rumah ini, bahkan pemilihan lokasi pun tidak.Tentu saja Ethan tercengang, nyaris tak percaya
Brylea mematikan mesin mobilnya tepat di parkiran depan rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan ia sebenarnya sudah lelah. Entah berapa lama ia berkumpul dengan teman-temannya tadi. Awalnya memang seru namun setelah Ethan datang, entah mengapa rasanya jadi seperti sedang menguras emosi.Tittt… tittt….Brylea mendengar suara klakson mobil yang cukup kencang, membuatnya tanpa sadar membalikkan badan. Bukankah ia sedang tidak berada di jalan raya? Ini adalah parkiran rumahnya dan tentu saja ada pagar pembatas yang tidak mungkin dilewati oleh mobil lain karena ia sudah menutup rapat pagar itu, lengkap dengan kuncinya yang sudah digembok rapat.Brylea menyipitkan mata melihat cahaya lampu mobil yang terang, terarah ke dirinya yang sedang berdiri tak jauh dari mobilnya sendiri. Ia tak melihat dengan jelas apa yang ada di depan sana hingga beberapa detik kemudian ia menyadari sesuatu. Bagaimana bisa ada mobil di tempat itu? Pikiran Brylea mulai berkelana lagi.“Apa ada yang
Brylea memutuskan untuk bersikap sewajarnya saja setelah mendengar kabar bahwa musuhnya itu akan segera tiba. Ia sibuk dengan ponselnya sambil pelan-pelan meminum minuman yang telah ia pesan. Telinganya sedikit mendengar percakapan dari teman-temannya yang masih berlanjut dan tampaknya tidak sesuai juga jika ia ikut mencampuri apa yang teman-temannya bicarakan karena berada di luar konteks yang biasanya dikuasai oleh Brylea. “Ethan!” seruan Chelsea mengalihkan perhatian setiap orang yang berada di meja itu. Semua mata kini tertuju pada arah pandang yang sama dengan Chelsea, termasuk Brylea yang sedari tadi sibuk sendiri. Sejujurnya Brylea tidak sengaja menoleh, mungkin karena Chelsea berseru memanggil nama Ethan dengan tiba-tiba dan membuat Brylea terkejut. Brylea melihat seorang pria tampan, tegap, gagah dan rapi berjalan ke arahnya. Arahnya? Lebih tepatnya ke arah mereka dan ia meyakini bahwa pria itu adalah Ethan. Tentu ada beberapa hal dan bagian tubuh pria itu yang tidak beru
“Bryl, kapan nikahnya?” Sebuah pertanyaan yang paling menyebalkan kembali ditujukan pada Brylea Amanda, gadis berusia 24 tahun yang baru saja menuntaskan pendidikan magisternya dengan nilai yang sangat memuaskan. Sudah bisa ditebak bahwa gadis satu ini memiliki otak yang cerdas. Belum lagi caranya untuk mengatur waktu dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang patut diacungi jempol karena kala itu, ia bekerja sambil menyelesaikan pendidikan magisternya. Wajahnya yang setengah berdarah Inggris dan setelah Indonesia itu tampak sangat cantik meski tak dipoles dengan banyak make up. Rambutnya sedikit kecoklatan dnegan warna mata abu-abu menawan. Brylea tersenyum tipis menanggapi omongan teman lamanya yang sedang duduk di hadapannya. Sudah lama sekali mereka tak bersua dan sekarang mereka sedang melaksanakan reuni kecil-kecilan yang hanya dihadiri oleh beberapa teman satu kelas ketika duduk dibangku SMA. Ya! Reuni ini tidak direncanakan dan mendadak terjadi karena kebetulan ada beberapa