"Permisi ...."Untuk pertama kalinya, masuk ke kelas Della rasanya seperti hukuman mati saja bagi Austin. Karena perasaan gugupnya, jantungnya mulai berdegup kencang sampai dia harus menahan sakit di bagian dadanya walaupun Austin telah minum obat seperti biasanya. Wajahnya sedikit pucat, saat matanya menatap ke sekeliling dengan hati gelisah. Bahkan dalam pertandingan internasional, Austin tidak pernah merasa sampai segugup ini. Remaja itu bahkan hampir mengumpat pada dirinya sendiri, saat diam-diam hatinya merasa lega saat dia tidak melihat keberadaan Della di kelasnya. "Austin? Ah, ayo masuk ke sini! Kami juga tengah belajar bersama."Dikagetkan dengan suara Tamara, Austin akhirnya kembali ke kenyataan. Pria itu terlihat linglung sejenak, sebelum dia akhirnya berhasil mengendalikan pikiran dan emosinya. "Della, di mana dia?"Walaupun pemandangan Austin bertanya dan mencari Della dengan kemauannya sendiri memang sangat langka, Tamara sama sekali tidak berniat menggoda Austin kare
"Maaf aku menjauhimu akhir-akhir ini. Kamu tidak pernah salah apa pun. Aku yang salah, aku hanya tidak bisa jujur padamu dan malah berakhir membuatmu salah paham."Di dekat pintu rooftop, Adam berhenti berjalan saat samar-samar dia mendengar suara Austin. Hati kecilnya berteriak bahwa dia tidak bisa menganggu pembicaraan Della saat ini. Pria itu tanpa sadar memilih bersembunyi, saat dia mendengar semua pembicaraan Della dari tempat persembunyiannya. "Berjanjilah padaku bahwa kamu tidak akan memberi tahu siapa pun bahwa aku bermain game. Dan jangan keluar dari game juga. Semua orang itu ingin menjadi kamu tahu."Adam menutup mulutnya saat dia tidak percaya instingnya untuk mengikuti Austin akan berakhir dengan fakta bahwa Zee yang selama ini dipuja banyak orang dalam game adalah Austin, dan Athena yang dituduh sebagai pengkhianat Guild Domination ternyata Della. Adam terdiam dengan frustrasi saat sebagai teman terdekat Della, Adam tidak pernah tahu mengenai fakta ini. Dia pikir dia ad
Ketika Della turun untuk berangkat ke sekolah keesokan harinya, langkah kakinya sempat tersedat di tengah jalan saat suara berisik yang berasal dari ruang makan sampai ke telinganya. Tanpa perlu diberi tahu, Della sudah tahu bahwa sang kakak kemungkinan besar pulang secara mendadak lagi dan tengah asik berbicara dengan orang tua mereka. Della mengepalkan tangannya saat tubuhnya selalu bereaksi begini tiap kali dia mendengar suara kakaknya. Tangannya jelas-jelas bergetar. Tidak. Seluruh tubuh Della bergetar hanya karena dia mendengar suara kakaknya di pagi hari. Dihadapkan dengan penolakan berkali-kali, Della tanpa sadar tahu bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi tiap kali dia bertemu dengan kakaknya. Ingin sekali, Della pergi dari rumah tanpa bertemu dengan kakaknya. Namun peraturan untuknya sudah sangat jelas. Dia harus berpamitan pada orang tuanya, tiap kali dia akan berangkat sekolah dan orang tuanya berada di rumah. Dengan langkah berat, Della tetap membawa kakinya ke ruang maka
Di lain sisi, dari kejauhan Austin sudah tersenyum saat dia melihat Della berjalan dengan cepat ke arahnya. Setelah mereka jujur satu sama lain, Austin benar-benar berharap hubungan mereka akan membaik mulai saat ini. Mereka bahkan banyak mengobrol kemarin. Namun dari ekspresinya saja, Austin sudah tahu bahwa sesuatu yang salah terjadi pada Della semakin dekat gadis itu menghampirinya. "Della-""Ikut aku."Austin terkejut saat suara Della terdengar bergetar saat tanpa persetujuannya, gadis itu segera menyeretnya ke tempat sepi. Dari cengkeramannya saja, Austin sudah bisa tahu bahwa Della tengah marah padanya saat ini. Namun dia benar-benar tidak tahu apa yang salah. Mereka masih baik-baik saja kemarin, mereka bahkan berpisah sambil tersenyum setelah saling betukar nomor telepon. "Della, apa yang-"Ucapan Austin terpotong saat Della tiba-tiba menghempaskan tangan yang sebelumnya dicengkram oleh gadis itu erat-erat. "Aku seharusnya tahu ...," bisik gadis itu pelan. "Aku seharusnya t
Della berjalan dengan lunglai setelah dia selesai meninggalkan Austin. Dengan mata memerah karena habis menangis ditambah ekspresi yang berantakan, Della tahu dia tidak bisa kembali ke kelas. Tujuan keduanya adalah ruang kesehatan. Lagipula karena ini hari pembagian hasil ujian, tidak akan ada pelajaran apa pun lagi setelah ini. Della berusaha menghindari semua orang untuk sampai ke ruang kesehatan. Dia mengetuk pintu ruangan itu tiga kali, sebelum seorang wanita berumur membuka pintunya dan menampakan wajah terkejut saat melihat ekspresi Della. Wanita itu buru-buru mengijinkan Della masuk, sebelum menutup pintu ruang kesehatan lagi. Setelah diijinkan masuk, Della langsung duduk di salah satu ujung ranjang sakit yang ada di sana. Gadis itu menutup wajahnya sendiri dengan kedua tangan, ketika dia membuang napas panjang yang terdengar lelah. Wanita itu tahu ada sesuatu yang salah jika Della sampai mendatangi ruang kesehatan dengan kehendaknya sendiri seperti ini. Wanita itu duduk di s
Ketika waktu pembagian rapot telah tiba, Della segera berpamitan pada perawat sekolahnya dan pergi menuju gerbang sekolah seperti janjinya pada sang Ibu. Karena orang tuanya memang jarang sekali memiliki kesempatan untuk datang ke sekolah Della, setiap kali mereka bisa datang, Della harus menjemput mereka untuk mengantar mereka di sekolahnya yang sangat luas. Della tahu orang tuanya itu memiliki kebiasaan tiba tepat waktu. Tidak lama Della menunggu, dan ibunya telah datang bersama supir perusahaannya. Sejak masih muda, ibunya telah memiliki perusahaannya sendiri. Mungkin karena pengalamannya berbisnis selama bertahun-tahun, ekspresinya tidak bisa ditebak ketika dia turun dari mobil dan langsung mencari Della. Bicaranya juga masih setegas biasanya, ketika dia langsung meminta Della untuk menuntunnya ke ruang kelas begitu dia bertemu dengan anaknya. Sepanjang jalan, Della terus saja berdoa agar ibunya tidak kebetulan mendengar bahwa dia senang bermain game dari seseorang di tengah jal
"Terima kasih atas kopinya, Della!"Della tersenyum lalu melanjutkan langlahnya untuk kembali ke kelasnya setelah dia memberikan kopi pesanan ibunya pada supir perusahaan wanita itu. Della kembali secepat yang dia bisa karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan ibunya saat dia tidak ada di sana. Perasaannya semakin tidak enak semakin dekat dia ke ruang kelasnya. Della berusaha tetap tenang, saat dia berharap ibunya tidak akan terlalu marah kali ini. Karena antrian di kedai kopi tadi lumayan panjang, Della terlambat untuk kembali dan hanya bisa diam di luar kelas saat wali kelasnya mulai bicara di depan kelas. Della menatap ibunya dengan khawatir. Ekspresi wanita itu tidak terlalu baik, menandakan bahwa sesuatu yang buruk terjadi ketika dia keluar sebelumnya. Tidak. Della sudah tahu apa yang menyebabkan ibunya sampai bermuka masam begitu. Ibunya sudah tahu dia suka bermain game, semuanya sudah tamat baginya. " ... La!"" ... Della!""Della!"Della terhenyak saat Tamara memanggiln
Della berbaring lelah di kamarnya setelah lelah menangis seorang diri. Sekarang dengan larangan ibunya untuk menginstal game apa pun, Della hanya bisa menatap ke arah langit-langit kamarnya ketika dia sedih atau kesepian. Della bahkan tidak bisa mengadu pada siapa pun. Della merasa dia bisa gila kapan pun saat ini. Sendirian, di kamar besar miliknya. Ting!Della melirik lelah ponselnya. Melihat tingkah ibunya, Della khawatir teman-temannya bertanya tentang apa yang terjadi pada hari ini. Della tidak ingin bicara tentang itu. Namun ketika notifikasi pesan tersebut tidak berhenti juga, Della dengan kesal bangkit untuk mengecek ponselnya. [Austin: Della, apa kamu sudah pulang? Aku mencarimu sejak tadi.][Austin: Tolong maafkan aku. Aku memang salah, aku seharusnya tidak bicara seakan aku paling mengetahui posisimu. Apa kamu baik-baik saja? Aku ingin memberi tahumu sesuatu, tetapi tampaknya aku terlambat.][Austin: Bisakah kamu membalas pesan ini? Aku benar-benar khawatir sekarang. Haru