Ketika waktu pembagian rapot telah tiba, Della segera berpamitan pada perawat sekolahnya dan pergi menuju gerbang sekolah seperti janjinya pada sang Ibu. Karena orang tuanya memang jarang sekali memiliki kesempatan untuk datang ke sekolah Della, setiap kali mereka bisa datang, Della harus menjemput mereka untuk mengantar mereka di sekolahnya yang sangat luas. Della tahu orang tuanya itu memiliki kebiasaan tiba tepat waktu. Tidak lama Della menunggu, dan ibunya telah datang bersama supir perusahaannya. Sejak masih muda, ibunya telah memiliki perusahaannya sendiri. Mungkin karena pengalamannya berbisnis selama bertahun-tahun, ekspresinya tidak bisa ditebak ketika dia turun dari mobil dan langsung mencari Della. Bicaranya juga masih setegas biasanya, ketika dia langsung meminta Della untuk menuntunnya ke ruang kelas begitu dia bertemu dengan anaknya. Sepanjang jalan, Della terus saja berdoa agar ibunya tidak kebetulan mendengar bahwa dia senang bermain game dari seseorang di tengah jal
"Terima kasih atas kopinya, Della!"Della tersenyum lalu melanjutkan langlahnya untuk kembali ke kelasnya setelah dia memberikan kopi pesanan ibunya pada supir perusahaan wanita itu. Della kembali secepat yang dia bisa karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan ibunya saat dia tidak ada di sana. Perasaannya semakin tidak enak semakin dekat dia ke ruang kelasnya. Della berusaha tetap tenang, saat dia berharap ibunya tidak akan terlalu marah kali ini. Karena antrian di kedai kopi tadi lumayan panjang, Della terlambat untuk kembali dan hanya bisa diam di luar kelas saat wali kelasnya mulai bicara di depan kelas. Della menatap ibunya dengan khawatir. Ekspresi wanita itu tidak terlalu baik, menandakan bahwa sesuatu yang buruk terjadi ketika dia keluar sebelumnya. Tidak. Della sudah tahu apa yang menyebabkan ibunya sampai bermuka masam begitu. Ibunya sudah tahu dia suka bermain game, semuanya sudah tamat baginya. " ... La!"" ... Della!""Della!"Della terhenyak saat Tamara memanggiln
Della berbaring lelah di kamarnya setelah lelah menangis seorang diri. Sekarang dengan larangan ibunya untuk menginstal game apa pun, Della hanya bisa menatap ke arah langit-langit kamarnya ketika dia sedih atau kesepian. Della bahkan tidak bisa mengadu pada siapa pun. Della merasa dia bisa gila kapan pun saat ini. Sendirian, di kamar besar miliknya. Ting!Della melirik lelah ponselnya. Melihat tingkah ibunya, Della khawatir teman-temannya bertanya tentang apa yang terjadi pada hari ini. Della tidak ingin bicara tentang itu. Namun ketika notifikasi pesan tersebut tidak berhenti juga, Della dengan kesal bangkit untuk mengecek ponselnya. [Austin: Della, apa kamu sudah pulang? Aku mencarimu sejak tadi.][Austin: Tolong maafkan aku. Aku memang salah, aku seharusnya tidak bicara seakan aku paling mengetahui posisimu. Apa kamu baik-baik saja? Aku ingin memberi tahumu sesuatu, tetapi tampaknya aku terlambat.][Austin: Bisakah kamu membalas pesan ini? Aku benar-benar khawatir sekarang. Haru
"Ah, kamu juga datang lebih cepat ternyata."Di dekat gerbang sekolah, Austin ternyata sudah menunggunya dengan pakaian yang cukup santai. Celana jins dan kaus hitam. Bagi Della yang selalu diatur ibunya, Della tidak akan pernah diijinkan untuk menggunakan pakaian seperti itu. Namun tidak diijinkan bukan berarti Della tidak tertarik. Matanya sedikit berbinar, saat dia melihat penampilan tampan Austin. "Aku biasa datang lebih cepat lima belas menit ke pertemuan apa pun," ujar Della menjelaskan. Austin mengangguk. "Aku juga sama," jawabnya. Jika Della di masa lalu yang mendengarnya, dia mungkin tidak akan percaya perkataan itu sama sekali. Namun kini Della sudah lebih mengenal Austin. Gadis itu tahu, Austin sebenarnya pria yang cukup bisa diandalkan dalam berbagai situasi. "Jadi, kamu akan membawaku ke mana? Aku sudah menggunakan waktu liburku yang langka untuk ini."Austin mengusap lehernya dengan perasaan malu saat dia memergoki Della menatapnya dengan senyuman samar di bibirnya. Au
"Bagaimana, menyenangkan bukan?"Della dengan cepat mengangguk setelah dia puas memainkan permainan apa pun yang dia inginkan bersama dengan Austin. Keduanya kini menutup perjalanan mereka dengan pergi ke taman yang letaknya di depan game center, dan menikmati makanan lezat yang mereka beli di sana. "Berbelanja di food truk, makan di luar, dan bersenang-senang di game center. Semua ini benar-benar pengalaman pertamaku yang berharga."Sambil menikmati makanannya sendiri, Della berucap dengan suara lembut. Austin pasti berusaha keras untuk menghiburnya hari ini. Semua perasaan sedih yang menggerogotinya, hilang sempurna khusus untuk hari ini. Walaupun Della sendiri tidak yakin apakah perasaan bahagianya akan tetap sama saat dia kembali, Della bersyukur setidaknya dia bisa menghabiskan waktu menyenangkan bersama dengan Austin. "Terima kasih Austin. Aku benar-benar bersyukur aku pergi denganmu hari ini."Dibalut dengan cahaya senja, Della tampak sangat cantik saat dia tersenyum lebar s
"Selamat pagi Della!"Ketika Della tiba di sekolah ke esokan harinya, teman-temannya segera menyambutnya seperti biasa. "Pagi juga untuk kalian," balas Della sambil tersenyum kecil. Matanya sedikit menggelap saat dia melihat Adam dengan wajah tidak berdosa tetap menyambutnya seperti biasa. Sekarang semuanya telah menjadi jelas bagi Della. Dengan bukti rekaman video yang Austin rekam, misteri tentang dari mana ibunya bisa tahu apa pun yang dia lakukan di sekolah akhirnya bisa terpecahkan dengan sangat mudah. Della tidak pernah tahu bahwa Adam tega melakukan semua itu padanya, bahkan ketika pria itu tahu betapa pengaturnya sang Ibu pada Della selama ini. Jika bukan karena mereka telah berteman sejak keduanya duduk di bangku sekolah menengah pertama, Della tidak akan mau repot berteman dengannya lagi setelah ini. Selama bertahun-tahun, Adam sama sekali tidak terlihat bersalah setelah dia mengadukan segala hal yang Della lakukan pada ibunya. Della pikir Adam adalah teman terdekatnya. Na
"Austin, Della mencarimu!"Pada jam istirahat, Austin benar-benar terkejut saat salah satu teman sekelasnya berteriak saat dia mencapai pintu keluar dari kelas tepat setelah jam istirahat berdering di seluruh penjuru sekolah. Mereka memang cukup dekat sekarang ini. Namun sampai ke titik di mana Della dengan terbuka mendatangi ruang kelasnya, Austin tidak pernah menyangka hubungannya dengan gadis itu akan berkembang sampai secepat ini. Saat Austin bangkit dari tempat duduknya untuk mengkonfirmasi keberadaan Della, pria itu menemukan bahwa gadis itu tengah berdiri di sebelah pintu ruang kelasnya. Della ikut mendongkak saat dia menyadari keberadaan Austin. Saat mata mereka bertatapan, bahkan jika Della terus berusaha terlihat baik-baik saja, gadis itu tetap tidak bisa menyembunyikan perasaan sedihnya di hadapan Austin. "Ingin bicara berdua?" ujar Austin menawarkan dengan suara yang lebih lembut dari biasanya. Della tanpa mengatakan apa pun langsung mengangguk. Keduanya berjalan menyusu
Di arah belakang mereka, Alvin menyapa dengan gugup saat dia melihat Austin berdiri di sisi Della. Ekspresi keduanya langsung berubah setelah kehadiran Alvin. Della terlihat terkejut bercampur heran. Sementara Austin, alisnya langsung berkerut dalam tanda bahwa dia tidak terlalu suka dengan kehadiran Alvin saat ini. "Um, baiklah. Di mana kita harus bicara?"Walaupun Della jelas bingung dengan kedatangan Alvin yang tiba-tiba ingin bicara dengannya, Della berpikir seseorang mungkin menganggu Alvin karena orang-orang banyak mengatakan bahwa Alvin memang sering diganggu oleh siswa lain. Dia memang sudah bukan ketua OSIS lagi saat ini. Namun terhadap semua siswa, Della masih merasa dia memiliki tanggung jawab untuk menolong semua orang. "Di ... Atap? Aku harus bicara padamu. Ini benar-benar penting."Sambil sedikit menunduk, Alvin terus bicara dengan nada gugup. Kerutan di alis Austin semakin dalam saat dia melihat tingkah laku Alvin yang sedikit aneh. Della mungkin tidak tahu. Namun Aus