-04-
Jonathan melirik Natasha yang duduk di hadapannya. Dia sedang menikmati makanannya. Setelah peperangan kecil dengan Pauline di kamar. Pria itu merasa malu dengan sikap Pauline, yang memarahinya seperti anak nakal yang membuat ulah di sekolah. "Hentikan senyum mengejekmu itu Nath!" tukas Jonathan. "Aku tak mengejekmu," jawab Natasha. "Jangan hiraukan dia Nath. Habiskan saja sarapanmu dan minum vitaminmu," ujar Pauline. "Vitamin apa yang kau berikan mom?" tanya Jonathan pada Ibunya. "Penyubur. Agar dia cepat hamil," jawab Pauline santai. "Apa?! Mom meragukanku?!" pekik Jonathan. Hilang sudah semua aura dingin yang dimilikinya jika berhadapan dengan musuh. Dirinya, jika di depan Pauline berubah menjadi berisik. "Hanya untuk berjaga-jaga," ujsr Pauline santai. "Tapi-" "Diamlah! Lakukan saja tugasmu untuk menyemburkan semua benihmu ke dalam Natasha! Sisanya aku yang urus!" ujar Pauline. Natasha hampir tersedak mendengar kalimat frontal dari Ibu mertuanya. Hening kemudian....Jonathan memilih mengalah daripada akan menambah panjang omelan Ibunya itu. Dia memilih mempengaruhi istrinya untuk tak meminum vitamin tersebut. Dia memainkan matanya pada Natasha. Namun istrinya terlihat bingung dengan isyarat yang diberikannya. Hingga tiba-tiba dirinya memekik kesakitan. "Ouch! Shit!" umpat Jonathan. "Berani kau mengumpat di depan Ibumu?!" bentak Pauline. "Kenapa mom menginjak kakiku?!" "Kenapa kau menyuruh Natasha membuang vitamin dariku?!" tanya balik Pauline. "Oh jadi kau menyuruhku membuang Vitamin dari mom?" tanya Natasha. Atau mungkin menegaskan kebenaran dari pertanyaan Pauline sebelumnya. Jonathan mengusap wajahnya dan menatap memelas pada Ibunya. "Jangan memengaruhi menantuku!" ketus Pauline. "Tapi mom, caramu itu melukai harga diriku! Kau meragukan anakmu sendiri," ujar Jonathan masih berusaha membela dirinya. "Sudahlah Nathan. Tak ada salahnya aku meminumnya, untuk kebaikanku juga bukan? Atau memang sebenarnya kau itu tak ingin memiliki anak dariku?" "Pertanyaan yang bagus Nath!" tambah Pauline. Membuat Jonathan semakin pusing dan mengacak rambutnya. "Astaga... Bagaimana bisa aku mencintai dua wanita yang bisa memojokkanku seperti ini," batin Jonathan. "Baiklah... Maafkan aku. Jangan dibahas lagi. Aku lebih baik mandi," ujar Jonathan menyerah. "Dia menghindar, kemungkinan benar mom. Anakmu itu tak-"Seketika bibir Natasha terbungkam karena lumatan dari bibir Jonathan. "Berani berkata bahwa aku tak menginginkan anak darimu? Aku akan memperkosamu di depan Ibuku, jadi jangan mengatakannya lagi, mengerti?" ujar Jonathan terdengar seperti sebuah ancaman. Natasha mengangguk patuh. Dan Pauline hanya tertawa melihat tingkah anak dan menantunya. "Apa yang kau tertawakan mom?" "Tak ada. Pergilah mandi, aku akan mengurus Natashamu," ujar Pauline. "Jangan meracuni otaknya dengan hal yang tidak-tidak," ujar Jonathan dan masuk ke kamar mandi.*** Pauline kembali ke London setelah selesai memberikan Natasha nasehat dan segala hal penting lainnya. Untuk bisa bertahan hidup bersama Jonathan; Anaknya yang menurutnya akan menyusahkan Natasha nantinya. Pauline terlalu senang mendapatkan menantu. Hal yang sangat dia tunggu-tunggu. Karena selama ini anak tunggalnya itu, bahkan tak pernah membawa perempuan lain setelah berpisah dengan Natasha waktu itu. Dan sekarang... Pagi-pagi sekali, Natasha sudah bangun dan membuatkan sarapan untuk suaminya. Dia membuat omelete dan kopi. Beruntung Jonathan tak pernah mengeluh untuk masalah makanan. Baginya masakan Ibunya dan Natasha adalah masakan terenak yang akan sangat dia rindukan jika tak memakannya. Jonathan keluar dari kamar tanpa menggunakan baju. Dia hanya menggunakan celana panjang. "Kenapa kau bangun pagi sekali Nath? Apa kau tak lelah?" tanya Jonathan. Dia mencium dan mengendus leher istrinya yang baru selesai meletakkan semua sarapan ke meja. "Ini peraturan dari mom. Aku hanya ingin mengurusmu dengan benar. Menjadi istrimu yang menjalankan kewajibannya dengan benar," jawab Natasha dengan senyum menghiasi wajahnya. "Hm... Kau manis sekali. Kemarilah," pinta Jonathan menyuruh Natasha duduk dipangkuannya. Natasha menurut lalu mengalungkan tangannya ke leher suaminya. "Kau tak perlu melakukan semua ini. Karena kewajibanmu hanya satu...," ujar Jonathan dengan sengaja menggantung perkataannya. "Apa itu?" tanya Natasha. "Mendesahlah untukku dan teriakkan namaku," ujar Jonathan mengangkat Natasha dan membawanya ke kamar. "Astaga... Dasar mesum! Kau mau membawaku kemana? Bagaimana dengan sarapanmu?" "Aku ingin sarapan dirimu saja," bisik Jonathan menutup pintu kamarnya setelah dia membawa masuk istrinya. "Astaga... Bukankah dini hari tadi kita baru selesai melakukannya? Apa gladius-mu sudah di-asah?" tanya Natasha, lebih kearah menggoda. "Sudah ku bilang jangan meremehkannya sayang... Atau kau akan menyesal. Bersiaplah melakukan kewajibanmu, babe!" ujar Jonathan. Mulai merangkak menaiki istrinya. Dia mulai menciumi kaki jenjang istrinya, lalu naik menuju paha mulus Natasha. Dan mulai menyingkap kain sutra yang dikenakan Natasha. Menciumi perut wanitanya yang mulai menggeliat tak tenang. Natasha berusaha menahan rasa yang menggelitik diperutnya. Jonathan sangat ahli menggoda istrinya. Membuat Natasha memejamkan mata, saat sentuhan Jonathan sudah mencapai puncak payudaranya.Jonathan dengan cekatan hendak menyatukan miliknya dengan Natasha. Hanya tinggal satu senti.... "Jonathan!" "Shit! untuk apa dia datang jam segini?!" umpat Jonathan. Natasha terkikik geli. "Natasha!" panggil lagi suara seseorang yang sudah sangat dikenalnya. "Pakai bajumu Nath! Aku tak ingin dia melihatmu berantakan. Dan jangan keluar dengan kain sutra kekurangan bahan itu!" ujar Jonathan menunjuk lingerie Natasha yang terlempar entah ke lantai. Lalu Dia beranjak dari atas Natasha untuk menyambut penganggu langganannya. Jonathan keluar dari kamarnya, melihat Richard yang dengan santainya memakan omellete buatan Natasha untuknya. Pria itu langsung saja memukul punggung Richard hingga sahabatnya itu tersedak. "Brengsek! Aku bisa mati tersedak!" ujarnya setelah berusaha menormalkan kembali keadaan tenggorokannya. "Itu punyaku! Lagipula untuk apa kau datang ke sini pagi-pagi sekali?! Kau sungguh mengganggu sarapanku pagi ini!" ujar Jonathan. Dia duduk di hadapan Richard dan menyeruput kopinya. "Kau sungguh perhitungan! Aku bahkan belum menghabiskan omellete ini." "Sudah cepat! Katakan ada apa?" tanya Jonathan. "Bukankah kau yang meminta bantuan padaku?" "Ya... Tapi aku tak ingin membicarakannya di depan Natasha. Aku tak ingin dia terlibat," jawab Jonathan. "Tapi ini masalah wanita yang akan kita selamatnya, ternyata dia itu-" "Pagi Richard," sapa Natasha. Wanita itu sudah mengganti pakaiannya dengan mengenakan kaos dan celana pendek. "Pagi cantik... Apa kabarmu?" tanya Richard tersenyum ramah. "Berhenti memanggilnya seperti itu, bajingan tengik!" tukas Jonathan kesal. Natasha hanya memutar bola matanya, sambil menggulung rambutnya ke atas dengan asal. "Oh... Aku baru mengerti apa maksud sarapanmu barusan," ujar Richard menyadari tanda merah di sekitar leher Natasha. "Kau! Mulutmu sungguh seperti perempuan tua yang masih virgin!" bentak Jonathan melemparkan sendok ke kepala Richard. "Sayang! Jangan seperti itu pada tamu." Natasha berujar pada Jonathan, "apa kau sudah sarapan?" tanya Natasha pada Richard. "Be-" "Dia sudah memakan omelleteku, buatkan untukku saja. Dan berikan dia air putih saja, kalau bisa air kran," potong Jonathan semakin kesal karena istrinya malah membela sahabat sialannya itu. Natasha mendelik tajam pada Jonathan. "Tak usah repot Nath. Aku hanya sebentar," jawab Richard. "Ya. Kalau begitu pergilah. Aku Akan hubungi jika sudah waktunya," ujar Jonathan. "Kau yakin? Setidaknya minumlah kopi." kata Natasha. "Baiklah, kalau kau memaksa," jawab Richard. "Tak ada yang memaksamu! Dasar sinting!" ujar lagi Jonathan. "Nathan, kenapa kau galak sekali dengannya?" tanya Natasha bingung. "Dia selalu datang di saat yang tak tepat Nath. Jadi aku kesal," jawab Jonathan. "Baiklah... Kalian jangan bertengkar. Aku akan pergi saja, maaf mengganggu kegiatan panas kalian," ujar Richard akhirnya memilih berdiri. Dirinya cekikikan karena Jonathan sungguh terlihat kesal. "Kau yakin tak ingin minum kopi dulu?" tanya lagi Natasha. "Tidak. Terima kasih Nath," jawab Richard lalu beranjak setelah menggoda Jonathan. Setelah kepergian Richard, Natasha penasaran dengan apa yang dikatakan Richard. Lantas dia bertanya pada suaminya yang terlihat diam menekuri ponselnya. "Ada apa Richard datang pagi-pagi?" tanya Natasha. Tak ada jawaban....Jonathan masih sibuk dengan ponselnya ditambah dengan wajah seriusnya. Dirinya sedang mengetikkan sebuah pesan kepada seseorang. Natasha mendekat berniat mencari tau. "Apa ada masalah?" tanya Natasha mengusap punggung Jonathan sambil melihat isi pesan yang diketikkan Jonathan. Pria itu langsung menutup ponselnya saat Natasha berusaha melihatnya. "Tak ada. Jangan mengkhawatirkan apapun sayang. Ingat kesepakatan kita?" tanya Jonathan. "Ya... Aku tak boleh ikut campur. Tapi setidaknya aku boleh tau kan?" "Tidak. Kau pasti akan ikut campur jika mengetahui sesuatu." "Tapi-" "Ssstttt... Berhenti membahasnya. Bagaimana jika kita melanjutkan yang tadi?" tanya Jonathan mengalihkan pembicaraan. Dirinya menarik Natasha untuk duduk dipangkuannya, seperti sebelumnya. "Hm... Tidak. Aku ingin mandi dan jalan-jalan. Untuk apa kita di Venice jika tidak berkeliling? Bahkan kita tak keluar dari tempat ini setelah menikah." "Hm... Jadi kau merajuk karena tak jalan-jalan?" "Tidak juga, yang penting bisa bersamamu seharian. Bagiku tak masalah kita di rumah atau pergi." kata Natasha terdengar manis. "Hah... Bagaimana aku bisa mengajakmu pergi, jika kau selalu semanis ini. Hm?" tanya Jonathan sambil mengecup-ngecup wajah Natasha. Lalu mengendus leher istrinya. seolah menggodanya. "Hah... Sudah! Aku mau mandi, Nathan." Natasha beranjak dari pangkuan Jonathan. Namun tangannya masih di dalam genggaman Jonathan. "Ayolah sayang... Sekali saja. Ya?" pinta Jonathan dengan manja. Berbeda sekali ketika tadi pada Richard. "Baiklah... Pertama habiskan sarapanmu," ujar Natasha. Jonathan menurutinya. Dengan cepat dia menghabiskan omellete buatan istri tercintanya. "Sudah," ujarnya. Walau mulutnya masih penuh. "Kopinya?" Lalu Jonathan menenggak kopinya juga. Untung saja sudah dingin, jadi tak membuat tenggorokkannya melepuh. "Sudah! Apa lagi? Hm?" tantang Jonathan. "Balik badanmu dulu." "Sekarang apalagi Nath?!" "Berbaliklah dulu Nathan," ujar Natasha. Jonathan kembali menurut. Dia mengutuk dirinya yang terlalu mencintai wanita itu. "Sudah. Sekarang apa yang ingin kau lakukan?" "Tangkap aku sebelum sampai kamar mandi!" seru Natasha. Suaranya terdengar jauh dari Jonathan. Pria itu itu berbalik, dan melihat Natasha yang hampir memasuki kamar. "Hei! Kau curang!" Jonathan beranjak dari duduknya, mengejar Natasha. "Tidak ada peraturan dalam permintaanku. Jadi aku tak curang!" teriak Natasha. "Awas saja jika tertangkap! Kau tak akan ku ijinkan keluar dari tempat ini. Bahkan dari kamar!" teriak Jonathan. Dia hampir saja menyusul Natasha. Namun istrinya yang lincah, lebih cepat beberapa detik menutup pintu kamar mandi. "Nath! Oh ya ampun! Baiklah... Kau tak mungkin satu harian di dalam kamar mandi bukan? Aku akan menunggumu keluar Jadi bersiaplah menjadi santapanku Natasha!" teriak Jonathan dari balik pintu. Natasha tertawa senang. Merasa puas mengerjai suaminya yang selalu sok galak dengan orang selain dengan dirinya dan Ibunya. "Tertawalah Nath... Karena begitu kau keluar. Ku jamin tawamu berubah menjadi sebuah jeritan dan desahan meneriaki namaku!" ujar Jonathan. Seketika pintu terbuka, menampilkan wajah Natasha yang menangis menunjukkansebuahponsel. Ponsel Jonathan yang sejak tadi menjadi incaran. "Bagaimana kau-" "Jelaskan saja Nathan. Siapa Odelia?" lirih Natasha.**—05— "Katakan siapa Odelia, Nathan?!" tanya lagi Natasha. Karena tak mendapat jawaban apapun dari Jonathan. "Bukan 'kah itu temanmu yang kau minta untuk diselamatkan?" jawab Jonathan atau mungkin dengan sengaja bertanya balik. "Namanya bukan Odelia. Tapi Margaretha," ungkap Natasha. Jonathan mendekat, namun Natasha kembali membuat jarak. "Benarkah? Pasti Richard salah mencari tau orang itu. Kau tau sendiri, dia tak bisa melihat wanita cantik," jawab Jonathan. "Tak ada yang bernama Odelia di sana Nathan! Kau ingin berbohong apa lagi?" "Lebih bai
Indahnya Venice, nyatanya tak membuat Jonathan maupun Natasha betah berlama-lama berada di kota atas air itu. Sehingga keduanya memutuskan untuk berpindah ke Inggris. Negara kelahirannya yang membuat Jonathan nyaman untuk tinggal menetap di sana. Dia membawa Natasha ke Mansion yang hanya diketahui oleh Ibu dan sahabatnya -Richard-. Natasha sendiri berdecak kagum dengan kemewahan mansion itu. Interior disetiap sudut ruangan, memiliki kesan tersendiri bagi sepasang manik mata hijau bening itu. Belum lagi beberapa ruangan rahasia yang hanya ditunjukkan padanya. Dan yang paling menarik dari semua itu adalah halaman belakang yang berbeda dari kebanyakan halaman mansion lainnya. Jonathan membuat sebuah p
Natasha terbiasa mandiri untuk pergi membeli keperluan rumah tangga. Meskipun beberapamaidmerasa tak enak dengannya. Namun demi membuatmaiddi mansionnya nyaman. Dia mengajak satu orang untuk membantunya mencari bahan makanan yang akan dibelinya. Dia sangatexitedsaat mertuanya berkata akan datang malam ini. Dia dengan semangat membuat daftar belanja untuk menyiapkan makanan demi menyambut Pauline. Disebuah supermarket besar di Inggris raya. Dia Dan seorangmaidyang paling muda bernama Rachel, sedang mengelilingi supermarket tersebut. "Rachel bisa minta tolong kau ambilkanparmesan, di rak sana?" pinta Natasha. Rachel mengangguk dan berjalan mengambil sebuah
Setelah mendapat perintah dari suaminya. Natasha bergegas merapikan barang-barang yang akan dibawa ke rumah Pauline. Dia memasukan baju-baju yang terlihat lebih sopan untuk dipakai, dia juga merapikan peralatan mandi danmake upsehari-hari yang biasa dia gunakan. "Kau tak perlu membawa semuanya sayang. Pauline akan menyediakannya. Dia akan memanjakanmu seperti seorang anak gadis," ujar Jonathan. Dia memasuki kamarnya, melihat Natasha yang sibuk menyiapkan banyak barang. "Oh... Sayangnya kegadisanku sudah kau ambil waktu itu," ujar Natasha. Jonathan mendekat. Memeluk Natasha dari belakang dan menghirup tengkuknya dalam. "Dan aku sudah bertanggung jawab untuk itu sayang," ujar Jon
Jonathan keluar dari kediaman Alberto. Dia memasuki mobil hitam yang sudah terdapat Richard di dalamnya. Pria itu hendak membuka sarung tangannya. Sambil menatap Jonathan dengan tatapan yang membuat Jonathan kesal. "Aku bersumpah akan menusuk bola matamu jika kau terus menatapku seperti itu!" tukas Jonathan tanpa menoleh kepada Richard. Dia tau, sahabatnya itu sedang mengejeknya melalui sebuah tatapan. Richard tergelak dan mulai menjalankan mobilnya. Mereka melaju menuju bandara untuk terbang ke Rusia. Jonathan terlihat sibuk dengantablet-nya. Dia mengecek rekaman kamera yang dia pasang di ruangan tempat Alberto tertembak. Memastikan tak ada seorangpun yang datang ke sana untuk membersihkan m
Truk yang dikendarai Jonathan hampir tiba di gudang penyimpanan semua barang ilegal milik Baranov. Sementara, sejak kepergian Jonathan dengan truk itu. Richard, juga ikut pergi melesat lebih cepat dan tiba di tempat favoritenya. Yaitu sebuah bangunan tinggi, dia mencari posisi ter-stategis untuknya melindungi Jonathan. "Nathan, si keparat Baranov berencana menuju ke gudang penyimpanan, sepertinya dia akan memeriksa sendiri barang yang kau bawa," ujar Richard darimicrophonekecil yang tersambung kepadaearphoneJonathan. Jonathan yang sedang terlihat serius mengendarai truk itupun menjawab informasi dari Richard. "Baiklah... Kita lakukan rencana
Suara lagu dari audio di dalam mobil Jonathan, mengalun mengisi keheningan malam diperjalanan panjang Jonathan dan Richard. Dalam memburu para mafia yang bersangkutan dengan penjualan dan penyeludupan barang ilegal. Selama di Rusia, Jonathan bahkan sudah didatangi dua kelompok mafia yang hendak membalaskan dendam atas kematian beberapa saudara sebangsa mereka. Kedatangan dua kelompok mafia itu mengakibatkan Jonathan terkena luka tembakan di bahu kirinya. Walau lukanya tak begitu fatal. Namun hal itu membuat Natasha mengkhawatirkan keadaannya. Dan meminta Jonathan untuk kembali saja, jika keadaan sudah tak memungkinkan. Sayangnya Jonathan tak akan berhenti ditengah jalan hanya karena sebuah peluru yang melewati bahunya.&nb
Bunyi tamparan dikulit wajah seorang wanita. Terdengar jelas di sebuah ruangan besar yang bernuansa glamor akan interiornya yang ada di mansion megah milik seorang mafia asal Brazil. Seorang pria tua dengan kepala plontos dan wajahnya yang terlihat bajingan itu, menatap nanar wanita yang tersungkur di lantai akibat tamparannya barusan. "Kau hanya seorangbitch! Kau bahkan tak berhak mengatakan apapun padaku! Tugasmu hanya membuka kakimu untuk kumasuki!" bentak pria tua yang diketahui bernama Rudolf Sobero. Salah satu jajaran mafia tinggi yang disegani oleh beberapa dari kalangannya. Begitu licik dan licin saat beberapa kali kejahatannya tercium oleh pihakFBIdanCIAyang mengincar dirinya untuk ditangkap. dirinya
Jonathan akhirnya berhasil keluar dari mobil setelah menenangkangladius-nya. Dia menyuruh seorang penjaga mengambil kunci dari tangan istrinya. Lalu dia memasuki mansion dan langsung menuju ke dapur tempat dimana Natasha dan Philip berada saat ini."Bagaimana? Apa enak?" tanya Natasha.Dia baru saja selesai membuat makanan untuk Philip. Dan saat ini pria tua itu sedang menyeruput kuah sup yang masih sangat hangat."Natasha!!" sergah Jonathan.Membuat Philip terkejut dan tersedak kuah sup. Dia mengibas-ibaskan tangannya di depan bibir."Oh astaga John... Kau bisa membuatku mati lebih cepat," gerutu Philip.Natasha terkekeh."Oh maaf, Phil. Aku ada urusan dengan istri nakalku ini," ujar Jonathan."Saat ini dia sedang menjadi kokiku... Jangan membawanya pergi dulu," ujar Philip."Sayangnya aku tak ingin meminjamkannya lebih lama lagi. Dia harus membayar kenakalannya barusan," tukas Jonathan.Dia menari
Jonathan kembali merasakan mual di setiap pagi hari. Kali ini sudah ke tiga kalinya semenjak kepulangannya dari rumah sakit tiga hari yang lalu.Dia merasa sesuatu dari dalam perutnya yang terus mendesaknya untuk mengeluarkan sesuatu yang hanya air saja jika dia memaksakannya untuk keluar.Natasha mengusap tengkuk Jonathan dan memberikan segelas air hangat kepada suaminya.Natasha tersenyum... bahkan terkekeh melihat Jonathan yang merasakan penderitaan seorang ibu hamil di tiga bulan pertama."Jangan menertawakanku, Nath!" tukas Jonathan."Aku tak tertawa... Hanya terkekeh melihatmu mual setiap pagi. Dan sensitif dengan wangi-wangian," ujar Natasha."Bagaimana bisa, kau yang hamil tapi aku yang mual dan tak bernapsu untuk makan. Sementara kau? Kau bahkan mampu menghabiskan banyak makanan," keluh Jonathan.Dia keluar dari kamar mandi setelah menyeka mulutnya dengan handuk kecil yang diberikan Natasha."Harusnya kau bersyukur, ka
David berniat ingin mengabari Kingswell bahwa ada sekelompok orang yang baru datang. Namun dia menahan niatnya, saat melihat keadaan di bawah sana yang juga tak memungkinkan untuknya memberitahukan kabar tersebut.Hingga saat melihat Jonathan tersadar, Richard langsung mengingatkan David untuk mengabari Kingswell perihal ada sekelompok orang yang baru datang."Sir, maaf mengganggu... Ada sekelompok orang yang baru datang. Mereka seperti sedang berbicara dengan Baranov yang hendak melarikan diri. Apa aku harus menyerang mereka?" tanya David."Perhatikan saja apa yang dia lakukan. Jika mereka hendak melakukan serangan. Silahkan kau menyerang. Aku tak tahu mereka berada dipihak siapa. Mungkin saja itu bantuan untukku, tapi tidak menutup kemungkinan Baranov juga meminta bantuan,"jawab Kingswell."Baranov tak mungkin memiliki bantuan lagi, Kingswell. Karena setelah dia tak mempunyai kekuasaan. Hanya aku yang masih mau menerimanya, namun aku
Jonathan menatap tajam Philip, dia bahkan tak bisa membalas ucapan Philip. Dia hanya mengatupkan giginya dan menahans diri untuk tetap waras agar tak langsung menembak mati kepala Philip.Dia masih bisa mengingat perkataan ayahnya sebelum mereka benar-benar menghadap Philip.Perkataan yang menjadi alasan bagi Kingswell selama ini tetap diam walau harus tersiksa batin."Aku bisa saja membunuh ayahku sejak lama, John. Tapi...Apa kau tahu kenapa aku tak melakukannya?" tanya Kingswell. Jonathan menggeleng sebagai jawaban.Mereka tengah berada di dalam mobil saat baru memasuki gerbang mansion Philip."Karena aku tak ingin menjadi sepertinya. Siapa yang mampu membunuh istri dan anak sulungnya hanya karena mereka tak menuruti keinginannya? Hanya seorang iblis yang sanggup melakukan itu," ujar Kingswell. Seakan di dalam dirinya begitu memendam rasa sakit yang begitu menyiksanya."Maka dari itu. Bagaimanapun kakek
David melihat tanda dari layartablet-nya. Sebuah tanda dari Kingswell untuk mulai melakukan serangan secara diam-diam.Dia langsung memberikan intruksi kepada yang lain melalui microphone yang tersambung ke masing-masing earphone ditelinga Richard, Bastian serta Natasha."Richard, sekarang! Lakukan seperti hantu," perintah David."Perintah diterima! Peluru siap meluncur!" jawab Richard berseru. Dia menarik pelatuknya sehingga sebuah peluru meluncur menuju pengawal paling jauh yang berada tepat di depan pintu masuk mansion. Peluru lainnya menyusul ke arah pengawal di depannya. Hingga satu per satu tumbang sampai ke bagian gerbang."Tian, Nath. Bersiap menyusup. Richard sedang membuka jalan, bersamaan dengan itu aku tengah merusak jaringan sistem cctv mereka agar terlihat tak terjadi apa-apa," ujar David."Done!" seru Richard."Siap!" jawab Natasha dan Bastian bersamaan.David terlihat sibuk mengetikkan suatu rum
Pagi harinya...Kingswell dan Jonathan tengah bersiap untuk berangkat. Mereka sengaja melewati jalur udara dengan menggunakan pesawat pribadi. Sementara Natasha dan Bastian menggunakan jalur laut dengan kapal laut.Keduanya berangkat bersamaan agar mereka tiba di mansion Philip diwaktu yang hampir sama.Kingswell memperhatikan Jonathan yang terlihat gelisah. Anaknya itu tak tenang dan mulai menenggak minumannya berulang dengan wajah yang tegang. Seakan dia melakukan itu untuk menutupi kegelisahannya.Namun seorang ayah, sekalipun telah lama terpisah. Kingswell tetaplah bisa melihat kegelisahan yang dirasakan anaknya. Lantas dia menanyakan kegelisahan apa yang dirasakan Jonathan."Ada apa, John?" tanya Kingswell.Jonathan menoleh dan mengulas sedikit senyuman tipis."Tak apa, dad. Aku hanya... Entahlah. Akhir-akhir ini... aku merasa kekosongan sering menghampiriku," jawab Jonathan."Tak ada yang perlu kau khawatirkan,Son.
Kepergian Kingswell dari ruangan tersebut menyisakan Jonathan berserta tiga orang yang masih tercengang dengan seseorang yang mengikuti Kingswell keluar dari ruangan tersebut."Hah?! Nathan! Apa ayahmu tak salah memilihkanku pasangan tim? Lebih baik aku bersama Bastian. Walau dia menyebalkan," ujar Richard."Siapa yang ingin satu tim denganmu?! Kau sangat berisik! Aku lebih bersyukur bisa dengan Natasha," balas Bastian.Richard mendengus kesal. "Lalu bagaimana aku bisa bekerja sama dengan seorang pria bertubuh kecil, dan lihat saja lekukan wajahnya? Bukankan itu mirip dengan lekukan wajah Natasha? Hanya saja ditumbuhi bulu halus. Atau mungkin itu hanya tempelan," gerutu Richard.Jonathan terkekeh begitu juga Bastian.Natasha mendekati Richard, "sudahlah, Richard... Aku rasa lebih baik kau menerimanya sebagai rekanmu. Mungkin saja apa yang dikatakan dad, benar. Jangan menolak hanya karena tubuhnya yang terlalu kecil. Kau bahkan tak tahu keahliannya,
Pauline menjalani hari-harinya menjadi istri dari Jacob. Walau yang sebenarnya terjadi, dia tak pernah melakukan kewajibannya sebagai istri untuk memenuhi kebutuhan Jacobdalamberhubungan badan.Beruntung Jacob sangat mengerti dan mau menghargai Pauline yang menolak untuk tidur tidak dalam satu kamar. Walau begitu, Pauline tetap mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Memasak dan menyiapkan segala kebutuhan Jacobuntuk bekerja.Hingga satu bulan sudah berlalu terhitung perginya Pauline dari Rusia atas permintaan Kingswell.Pagi itu dia merasa mual dan terus berusaha memuntahkan sesuatu yang hendak keluar.Jacob panik dan tak jadi pergi bekerja, dia mengantarkan Pauline ke dokter dan memeriksakan keadaan Pauline.Sebuah kabar bahagia sekaligus menyedihkan harus diterima Pauline. Saat pria yang dia cintai malah tak berada di sampingnya, ketika sebuah benih dari cinta mereka tumbuh.
Di sebuah mansion di Rusia, seorang pria yang baru beranjak dewasa, dipanggil untuk menghadap sang ayah. Saat pria itu baru saja selesai bercinta dengan kekasihnya. Di sebuah kamar bekas almarhum kakak perempuannya.Kingswell sejak kecil sudah menjadi anak kesayangan dari Philip Winston Walz, terlepas dari kematian istrinya karena melahirkan Kingswell.Kingswell bergegas setelah merapikan diri, dan menyuruh wanitanya pulang menunggu dikamar itu. Karena dia yakin tak ada yang berani memasuki kamar bekas kakaknya itu.Philip mempunyai dua orang anak. Anak pertamanya seorang perempuan yang begitu anggun dan mempesona persis seperti ibunya. Namun sayang anak sulungnya itu harus meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat dari pelariannya bersama pria yang dicintainya.Ruang kerja Philip yang bernuansa clasic khas orang rusia, dengan beberapa bingkai berisi replika senjata api tertempel rapi di dinding. Philip duduk dikurs