Setelah mendapat perintah dari suaminya. Natasha bergegas merapikan barang-barang yang akan dibawa ke rumah Pauline.
Dia memasukan baju-baju yang terlihat lebih sopan untuk dipakai, dia juga merapikan peralatan mandi dan make up sehari-hari yang biasa dia gunakan. "Kau tak perlu membawa semuanya sayang. Pauline akan menyediakannya. Dia akan memanjakanmu seperti seorang anak gadis," ujar Jonathan. Dia memasuki kamarnya, melihat Natasha yang sibuk menyiapkan banyak barang. "Oh... Sayangnya kegadisanku sudah kau ambil waktu itu," ujar Natasha. Jonathan mendekat. Memeluk Natasha dari belakang dan menghirup tengkuknya dalam. "Dan aku sudah bertanggung jawab untuk itu sayang," ujar Jonathan masih dengan posisi yang sama. "Aku akan merindukanmu," ujar Natasha. "Aku juga, berbaliklah." pinta Jonathan. Natasha berbalik dan langsung berhambur memeluk Jonathan, menindih dan memerosotkan tubuh mungilnya pada Jonathan. "Ya ampun... Aku tak tau kau begitu manja," ujar Jonathan. Memeluk dan menciumi rambut Natasha. "Kita baru bertemu, dan kau harus pergi lagi," rengek Natasha. "Jika kau lupa, kau yang memintaku sayang," ujar Jonathan. "Ya... Tapi kupikir, aku akan ikut." Natasha mendongak memasang wajah kucing kecil dengan mata besar yang memohon diberikan makanan. Jonathan menggeleng. "Tidak Nath. Aku tak akan luluh hanya karena wajahmu yang menggemasnya," ujar Jonathan. Natasha belum juga menyerah. "Kumohon...," rengeknya. "Jangan memaksaku Nath." Jonathan memperingati. "Oh ayolah sayang...," rajuk Natasha. Wanita itu bergerak sesukanya. Menggelengkan kepalanya di dada Jonathan. "Sudahlah. Kita akan terlambat Nath," ujar Jonathan. "Kalau begitu ayo kita bergegas," seru Natasha beranjak dari tubuh Jonathan. Pria dingin itu mengerutkan keningnya. "Apa yang kau maksud bergegas?" tanya Jonathan. "Kau bilang kau akan terlambat bukan? Maka dari itu, lebih baik aku ikut denganmu," jawab Natasha. Jonathan tersenyum, dia mengerti maksud dari rengekan Natasha. Sementara Natasha masih bingung dengan maksud perkataan Jonathan sejak awal. "Apa yang kau tertawakan?" tanya Natasha serius. Hilang sudah wajah seekor kucing yang menggemaskan, hingga membuat Jonathan ingin memakannya. Tanpa menjawab pertanyaan istrinya. Jonathan langsung saja meraup bibir Natasha. Memegang tengkuk wanita itu dan memperdalam ciumannya. Membawa Natasha terlarut hingga mereka memejamkan matanya. Menikmati ciuman yang terasa semakin menuntut. Membuat keduanya terjebak ke dalam pusaran gairah yang harus diletuskan. Jonathan melepas ciumannya. Kesempatan itu digunakan Natasha untuk mengambil napas. Bibirnya sudah merah membengkak. Jonathan mengusapnya perlahan. "Bibirmu, membengkak. Apa akan kembali sebelum kau bertemu Pauline?" tanya Jonathan. Natasha terkekeh mendengar pertanyaan lucu Jonathan. Dia menggeleng lalu mengedikkan bahunya. "Kau takut ibumu akan memarahimu?" tanya Natasha. "Tidak. Hanya saja, telingaku akan sakit jika dia terus mengomel. Bisa kita lanjutkan?" tanya lagi Jonathan. Natasha menjawab dengan kembali mencium suaminya. Hingga dia tak sabar dan mulai membuka pakaian Natasha. Lalu mencumbu istrinya. Natasha melenguh namun sedetik kemudian memekik sakit. "Nathan! Sakit! Jangan mengigit! Kau seperti seekor anjing kecil," tukas Natasha, "jangan membuat tanda jika kau tak ingin ibumu mengoceh," peringat Natasha. Karena Jonathan tak peduli dirinya dikatakan seperti seekor anjing kecil. Yang dia inginkan adalah mencumbu istrinya. "Persetan dengan semua itu Nath! Kau istriku. Dan aku ingin melakukannya," ujar Jonathan. Dia semakin dalam mencumbu sampai keduanya hendak bercinta. Namun Jonathan terhenti saat Natasha menahannya untuk membuka celana dalamnya. "Kenapa?" tanya Jonathan. "Sepertinya aku kedatangan masa periodeku, Nathan," ungkap Natasha merasakan sesuatu yang tak beres pada bagian dari dirinya. "Seriously?" tanya Jonathan. Natasha mengangguk sambil meringis. "Holy shit! Are you kidding me?!" tanya lagi Jonathan. Posisinya masih di atas Natasha, dengan keadaan naked dan siap menembus lembah milik Natasha. Istrinya kembali mengangguk walau ragu. Sementara Jonathan memejamkan matanya dan menunduk. "Well... Bagaimana dengan gladius-ku?!" tanya Jonathan. dia mendengus kesal. Dia bahkan sudah duduk di samping Natasha. "A-aku akan mengulumnya, kau mau?" tanya Natasha. Terdengar helaan napas Jonathan. "Tidak perlu Nath. Rapikan dirimu, aku akan mandi saja. Setelah itu kita berangkat," ujar Jonathan beranjak dari ranjang. "Nathan...," panggil Natasha. Jonathan hanya bergumam sebagai jawaban. "Apa kau marah?" tanya Natasha ragu. Jonathan kembali kepada Natasha, mengelus kepala istrinya dengan sayang. "Tidak. Aku hanya...." Jonathan tak dapat melanjutkan perkataannya dia tak ingin menyinggung perasaan istrinya. Jonathan tersenyum, "sudahlah... Intinya aku tak marah," ujar Jonathan. Dia beranjak dari hadapan Natasha, hendak menuju kamar mandi. "Aku tak akan bisa hamil dalam waktu dekat ini Nathan," ungkap Natasha. Jonathan terhenti. Dia berbalik secara perlahan, mereka saling menatap seolah berbicara melalui tatapan itu. Jonathan kembali menghampiri Natasha. "Jika kehamilanku yang kau inginkan. Itulah jawabanku Nathan. Terakhir saat pernikahan palsumu dengan Leanor. Aku masih meminum pil agar tak bisa hamil," ungkap Natasha. Matanya berlapis air bening yang siap meluncur. Dirinya sangat ingin mengatakan semua kenyataan itu sejak awal Jonathan melamarnya. Namun entah kenapa, dia merasa berat mengatakan semua itu. Dan sekarang, setelah melihat kekecewaan yang terpancar dari wajah suaminya. Dia tak tahan lagi untuk mengatakannya. Jonathan dengan segala perubahannya. Dia tak membalas ucapan Natasha, dia memilih memeluk Natasha. Membuat wanita itu menangis. "Aku tak masalah Nath. Jangan jadikan beban," ujar Jonathan. Mencoba menenangkan istrinya. "Bukan kau yang aku khawatirkan, tapi ibumu. Dia sangat mengharapkan aku cepat hamil. Namun inilah kenyataannya Nathan, aku harap kalian bisa bersabar. Aku akan ke dokter dan memeriksakan keadaanku," ungkap Natasha. "Tenanglah... Aku akan bicara pada Pauline. Dia akan mengerti, aku rasa dia akan mengantarmu ke dokter kandungan nanti," ujar Jonathan. Natasha tersenyum, suaminya mengerti dirinya dan mau menerima seutuhnya segala kekurangan Natasha. Jonathan menghapus air mata yang masih tersisa di ujung mata Natasha. Lalu menciumi wajah Natasha dengan gemas. "Ayo... Aku akan memandikanmu. Setelah itu kita berangkat ke rumah Pauline," ujar Jonathan. Istrinya mengangguk. Mereka bergegas setelah mandi dan membereskan barang bawaannya.*** Sebuah rumah yang sepi dari penghuninya, menjadi sasaran tembak dari seorang sniper yang siap membidikkan peluru dari senjata api laras panjang. Sudah setengah jam lamanya Richard memantau keadaan rumah yang terlihat tak ada tanda-tanda kehadiran seseorang. Hingga lima menit kemudian. Sebuah suara dari alat pendengar yang dia tempelkan di telinganya. Memanggil namanya. "Richard, kau sudah diposisimu?" tanya Jonathan entah dari posisi mana. Karena Richard sudah menunggunya sejak tadi di sebuah atap gedung yang menghadap ke rumah seorang mafia incarannya. "Aku sudah menunggumu sejak setengah jam yang lalu. Jangan katakan kau bercinta dulu dengan Natasha!" tukas Richard. Jonathan terkekeh. "Hampir! Tapi terhenti karena periode sialan itu!" ungkap Jonathan. "Oh... Sial! Itu artinya aku sungguh harus membantu ibumu mengurus kebun bunganya?!" "Ya... Jangan menjadi pencudang, dengan mengingkari perjanjian kita." "Dasar brengsek! Lain kali aku akan mendapatkan penthouse-mu!" tukas Richard. "Sudahlah... Aku siap bergerak. Lindungi aku," ujar Jonathan. "Baiklah. Astaga... Aku sangat merindukan pekerjaanku ini," ujar Richard. Jonathan tak lagi membalas ucapan sahabatnya. Karena dia sudah berada di depan gerbang sebuah rumah yang dijaga ketat oleh beberapa orang berbadan besar. Richard mengintip dari balik teropong. Terlihat sahabatnya sedang melakukan negosiasi untuk memasuki rumah tersebut. Tak berapa lama Jonathan berhasil masuk. Dia mengikuti dua orang pengawal yang tadi berjaga di depan gerbang. "Hei... Bagaimana bisa kau masuk begitu saja?! Ini sungguh membosankan Nathan! Jangan terlalu pandai bernegosiasi. Apa tak ada perkelahian kecil agar aku bisa meluncurkan satu atau dua peluruku?!" gerutu Richard dari balik earphone bening yang terpasang di telinga Jonathan. "Berhenti menggerutukan hal konyol bodoh!" bisik Jonathan. "Baiklah... Setidaknya jangan membuat penantianku selama empatpuluh lima menit ini sia-sia, karena tak terjadi apapun di dalam sana," ujar Richard. Jonathan kembali mengabaikan ocehan Richard. Dia lebih memilih fokus untuk menyergap adik dari mafia Rusia yang masih berada di rumah itu. Sesampainya di dalam rumah yang begitu megah. Jonathan dengan kostum penyamarannya, diminta untuk duduk menunggu di sebuah ruangan. Dia terlihat tenang, karena memang Richard sudah mencari informasi tentang kerjasama bisnis yang dilakukan adik dari musuh utamanya. Dan Jonathan sudah memalsukan semua data klien bisnis sasarannya itu. Dan menyembunyikan orang yang asli di sebuah tempat, yang hanya diketahui olehnya dan Richard. Selagi menunggu, Jonathan tak tinggal diam. Dia memperhatikan cctv yang terpasang disetiap sudut rumah itu. Mempelajari sela yang ada di rumah musuhnya, agar dia bisa dengan mudah mengenali musuhnya. Jonathan mulai beranjak dari duduknya. Berpura-pura melihat beberapa lukisan dan figura yang tertata rapi di sana. Yang sebenarnya dia lakukan adalah, meletakan beberapa microphone kecil di sela-sela figura dan lukisan yang ada di ruangan tersebut. Lalu dia juga memperhatikan kamera cctv yang menyorotinya begitu ketat. Jonathan sengaja tersenyum menampilkan deret gigi palsunya yang terlihat lebih besar dari milik aslinya. Membuat seseorang dari balik cctv tersebut mengira dirinya bodoh. Gelak tawa suara Richard terdengar jelas dari earphone beningnya. "Astaga... Nathan! Kau harus melihat wajah bodohmu barusan," ujar Richard. "Aku akan membunuhmu jika kau berani menceritakannya pada Natasha!" tukas Jonathan. Tak berapa lama, sasarannya muncul. "Halo... Maaf membuatmu menunggu, kakakku sedang pergi. Jadi aku harus mengurus beberapa pekerjaannya," ujar seorang pria berwajah khas seorang Rusia. Dua orang pengawalnya tetap mengikuti pria itu. Hingga pria Rusia itu menyuruhnya pergi. Barulah keduanya meninggalkan ruangan tersebut. Jonathan kembali tersenyum dan gigi palsu yang terlihat keluar dari tempat seharusnya itu, kembali muncul. Richard yang berada jauh darinya harus menahan tawa agar tak mengganggu konsentrasi Jonathan. "Tidak apa. Tak masalah bagiku asalkan kerja sama kita bisa berjalan lancar," ujar Jonathan dengan suara yang sudah disamarkan. "Baiklah... Silahkan duduk." Lalu mereka mulai berbincang membahas beberapa kerja sama penyeludupan barang-barang imitasi dan ilegal. Hingga jabat tangan sebuah kerja sama tercipta, setelah melakukan tanda tangan sebuah perjanjian bisnis yang mungkin akan dicurangi jika Jonathan tak menyamar sebagai klien bisnisnya tersebut. "Senang berbisnis dengan anda, Sir Axello," ujar Pria Rusia itu. "Sama-sama. Semoga semuanya lancar, Sir Alberto," ujar Jonathan tersenyum menyeringai. Dia dengan sengaja menjatuhkan pulpennya. "Oh maaf. Aku akan ambilkan untukmu," ujar Alberto. "Tidak. Jangan, biar aku saja Sir." kata Jonathan. Dan saat Jonathan menunduk. Sebuah peluru meluncur mulus dari kejauhan beberapa meter dan bunyi kaca yang pecah disambut dengan jerit kesakitan Alberto. "Argh!" suara meringis terdengar begitu menyenangkan bagi Jonathan. Bunyi alarm keamanan terdengar. Namun tak satupun pengawal yang masuk ke dalam ruangan. Karena Richard bekerja begitu cepat. Membidik seluruh pengawal saat Jonathan dan Alberto melakukan negosiasi bisnis. Jonathan membuka semua penyamarannya. Dan menyeringai melihat musuhnya terkapar sekarat sambil menatapnya tajam. "Kau?!" pekik Alberto terkejut. Tangan kanannya memegangu dada yang terkena tembakan. "Ya! Sudah kukatakan bukan, sebuah peringatan yang membuat kakakmu angkat kaki dari London. Aku kembali... Dan akan membalaskan semua perbuatanmu dan kakakmu kepada Natasha, kalian semua akan mati ditanganku," ancam Jonathan. Dia duduk dengan santai sambil meminum sebuah minuman beralkohol. Pintu ruangan terbuka, menampilkan sisa pengawal yang siap menembak Jonathan. Namun belum sampai terlaksana, Jonathan dengan cepatnya menembakkan pelurunya ke masing-masing dada para pengawal tersebut. Semua pengawal tumbang. "Kau bajingan! Kakakku tak akan tinggal diam saat mengetahui semua ini!" ujar Alberto. Suaranya tertahan, tangan kanannya telah dipenuhi darah segar. Suaranya tercekat karena pernapasannya kian menipis. "Memang itu tujuanku! Apa pesan terakhirmu? Sebelum aku menanamkan peluru ke kepalamu?" tanya Jonathan berdiri mengarahkan senjata apinya ke kepala Alberto. "Dasar keparat—" ucapan Alberto terhenti ketika Jonathan dengan mudahnya menembakkan satu pelurunya ke arah kepala Alberto. Jonathan melihat ke arah cctv, tersenyum menyeringai merasa puas dengan apa yang dia lakukan. "Ini baru awal... Selanjutnya aku akan mendatangimu Baranov!" ujar Jonathan. Lalu dia menembakkan peluru terakhirnya ke arah cctv. Dia keluar dari rumah bermandikan darah mayat para keparat mafia itu.**Jonathan keluar dari kediaman Alberto. Dia memasuki mobil hitam yang sudah terdapat Richard di dalamnya. Pria itu hendak membuka sarung tangannya. Sambil menatap Jonathan dengan tatapan yang membuat Jonathan kesal. "Aku bersumpah akan menusuk bola matamu jika kau terus menatapku seperti itu!" tukas Jonathan tanpa menoleh kepada Richard. Dia tau, sahabatnya itu sedang mengejeknya melalui sebuah tatapan. Richard tergelak dan mulai menjalankan mobilnya. Mereka melaju menuju bandara untuk terbang ke Rusia. Jonathan terlihat sibuk dengantablet-nya. Dia mengecek rekaman kamera yang dia pasang di ruangan tempat Alberto tertembak. Memastikan tak ada seorangpun yang datang ke sana untuk membersihkan m
Truk yang dikendarai Jonathan hampir tiba di gudang penyimpanan semua barang ilegal milik Baranov. Sementara, sejak kepergian Jonathan dengan truk itu. Richard, juga ikut pergi melesat lebih cepat dan tiba di tempat favoritenya. Yaitu sebuah bangunan tinggi, dia mencari posisi ter-stategis untuknya melindungi Jonathan. "Nathan, si keparat Baranov berencana menuju ke gudang penyimpanan, sepertinya dia akan memeriksa sendiri barang yang kau bawa," ujar Richard darimicrophonekecil yang tersambung kepadaearphoneJonathan. Jonathan yang sedang terlihat serius mengendarai truk itupun menjawab informasi dari Richard. "Baiklah... Kita lakukan rencana
Suara lagu dari audio di dalam mobil Jonathan, mengalun mengisi keheningan malam diperjalanan panjang Jonathan dan Richard. Dalam memburu para mafia yang bersangkutan dengan penjualan dan penyeludupan barang ilegal. Selama di Rusia, Jonathan bahkan sudah didatangi dua kelompok mafia yang hendak membalaskan dendam atas kematian beberapa saudara sebangsa mereka. Kedatangan dua kelompok mafia itu mengakibatkan Jonathan terkena luka tembakan di bahu kirinya. Walau lukanya tak begitu fatal. Namun hal itu membuat Natasha mengkhawatirkan keadaannya. Dan meminta Jonathan untuk kembali saja, jika keadaan sudah tak memungkinkan. Sayangnya Jonathan tak akan berhenti ditengah jalan hanya karena sebuah peluru yang melewati bahunya.&nb
Bunyi tamparan dikulit wajah seorang wanita. Terdengar jelas di sebuah ruangan besar yang bernuansa glamor akan interiornya yang ada di mansion megah milik seorang mafia asal Brazil. Seorang pria tua dengan kepala plontos dan wajahnya yang terlihat bajingan itu, menatap nanar wanita yang tersungkur di lantai akibat tamparannya barusan. "Kau hanya seorangbitch! Kau bahkan tak berhak mengatakan apapun padaku! Tugasmu hanya membuka kakimu untuk kumasuki!" bentak pria tua yang diketahui bernama Rudolf Sobero. Salah satu jajaran mafia tinggi yang disegani oleh beberapa dari kalangannya. Begitu licik dan licin saat beberapa kali kejahatannya tercium oleh pihakFBIdanCIAyang mengincar dirinya untuk ditangkap. dirinya
Natasha menatap Margareth tak percaya. Wanita yang dia anggap sebagai sahabatnya sewaktu dulu. Tempat berbagi kisahnya dengan Jonathan yang sempat menyelamatkan dirinya sebelum menjadislave.Tenyata adalah adik dari pria yang selalu dia ceritakan, adik yang memiliki perasaan berbeda kepada kakaknya. Lalu tatapan Natasha beralih kepada Jonathan. Menatap kecewa pria yang telah menjadi suaminya. Natasha sendiri tak tau bagaimana perasaan suaminya terhadap Margareth. Yang Natasha pikirkan; jika Jonathan sudah tak memiliki perasaan apapun terhadap Margareth, untuk apa pria itu masih menyimpan kisah mereka. Bahkan saat pertama kali Natasha mengetahui sesuatu dari Richard yang mengatakan bahwa; seseorang dari masa lalu Jonathan. Natasha masih sempat ingin membahas dan menuntaskan pemikirannya tentang wanita masa lalu Jonatha
Seperginya Natasha bersama Margareth dan Richard. Jonathan menatap tajam Rudolf yang merangkak mundur dengan darah segar dari perut, tangan dan kakinya mengalir mengotori lantai kayu. Jonathan melangkah maju semakin mendekati Rudolf. Namun saat Jonathan hendak mengangkat tubuh Rudolf, beberapa pengawal keluar dari balik ruang rahasia yang tepat berada di belakang Rudolf. Ruangan yang tersambung ke sebuah tempat di luar mansion tersebut. Rudolf menyeringai melihat Jonathan yang kembali mundur. Terlihat satu orang musuh Jonathan sejak lama. Sahabat kecilnya yang berubah menjadi musuh karena sebuah perasaan dengki. Pria dengan perawakan tinggi itu menatap tajam Jonathan sambil memberikan sebuah senyuman mengejek. Beberapa pengawa
Setelah melakukan penerbangan yang cukup lama, akhirnya Jonathan dan Natasha tiba di kota Paris. Mereka yang kelelahan memilih langsung ke penthouse milik Jonathan. Pria itu, membuat sang istri berdecak kagum dengan desain dan letak penthouse yang berada begitu dekat dengan menara Eiffel."Kapan kau membeli semua ini Nathan?" tanya Natasha. Dia mematung berdiri di ruang tamu. Dengan pemandangan langsung menara Eiffel. "Sebelum bertemu denganmu. Ayo... Kau harus menikmatinya," ujar Jonathan. Dia mengenggam erat tangan Natasha. Lalu mengecup sekilas bibir istrinya. Jonathan memperlihatkan ruangan lain dari penthouse tersebut, termasuk kamar yang akan mereka tempati malam ini. "Oh... Ya a
Di sebuahhigh school academy,tepatnya di London, Inggris. Tempat dimana Jonathan bertemu dengan Odelia Margareth. Perempuan berparas cantik dan memiliki sifat yang ceria dan ramah kepada setiap orang yang menyapanya. Membuat Jonathan penasaran karena mendengar setiap pujian yang dilontarkan Bastian Fernandes -sahabatnya sejak mereka berusia lima tahun. Hingga menginjak tingkatanhigh school-.Bastian mendengar dari beberapa wanita yang dikencaninya, betapa mereka semua iri dengan apa yang dimiliki Odelia. Kecantikan dan harta kekayaan dari ayahnya terwariskan semua kepada dirinya sebagai anak tunggal konglomerat di Inggris. Jonathan dan Bastian bertaruh untuk mencari tahu apa keistimewahan gadis itu. Hingga seiring berjalannya waktu, menjadikan ketiganya akrab dan terjalin sebuah perasaan yang meng
Jonathan akhirnya berhasil keluar dari mobil setelah menenangkangladius-nya. Dia menyuruh seorang penjaga mengambil kunci dari tangan istrinya. Lalu dia memasuki mansion dan langsung menuju ke dapur tempat dimana Natasha dan Philip berada saat ini."Bagaimana? Apa enak?" tanya Natasha.Dia baru saja selesai membuat makanan untuk Philip. Dan saat ini pria tua itu sedang menyeruput kuah sup yang masih sangat hangat."Natasha!!" sergah Jonathan.Membuat Philip terkejut dan tersedak kuah sup. Dia mengibas-ibaskan tangannya di depan bibir."Oh astaga John... Kau bisa membuatku mati lebih cepat," gerutu Philip.Natasha terkekeh."Oh maaf, Phil. Aku ada urusan dengan istri nakalku ini," ujar Jonathan."Saat ini dia sedang menjadi kokiku... Jangan membawanya pergi dulu," ujar Philip."Sayangnya aku tak ingin meminjamkannya lebih lama lagi. Dia harus membayar kenakalannya barusan," tukas Jonathan.Dia menari
Jonathan kembali merasakan mual di setiap pagi hari. Kali ini sudah ke tiga kalinya semenjak kepulangannya dari rumah sakit tiga hari yang lalu.Dia merasa sesuatu dari dalam perutnya yang terus mendesaknya untuk mengeluarkan sesuatu yang hanya air saja jika dia memaksakannya untuk keluar.Natasha mengusap tengkuk Jonathan dan memberikan segelas air hangat kepada suaminya.Natasha tersenyum... bahkan terkekeh melihat Jonathan yang merasakan penderitaan seorang ibu hamil di tiga bulan pertama."Jangan menertawakanku, Nath!" tukas Jonathan."Aku tak tertawa... Hanya terkekeh melihatmu mual setiap pagi. Dan sensitif dengan wangi-wangian," ujar Natasha."Bagaimana bisa, kau yang hamil tapi aku yang mual dan tak bernapsu untuk makan. Sementara kau? Kau bahkan mampu menghabiskan banyak makanan," keluh Jonathan.Dia keluar dari kamar mandi setelah menyeka mulutnya dengan handuk kecil yang diberikan Natasha."Harusnya kau bersyukur, ka
David berniat ingin mengabari Kingswell bahwa ada sekelompok orang yang baru datang. Namun dia menahan niatnya, saat melihat keadaan di bawah sana yang juga tak memungkinkan untuknya memberitahukan kabar tersebut.Hingga saat melihat Jonathan tersadar, Richard langsung mengingatkan David untuk mengabari Kingswell perihal ada sekelompok orang yang baru datang."Sir, maaf mengganggu... Ada sekelompok orang yang baru datang. Mereka seperti sedang berbicara dengan Baranov yang hendak melarikan diri. Apa aku harus menyerang mereka?" tanya David."Perhatikan saja apa yang dia lakukan. Jika mereka hendak melakukan serangan. Silahkan kau menyerang. Aku tak tahu mereka berada dipihak siapa. Mungkin saja itu bantuan untukku, tapi tidak menutup kemungkinan Baranov juga meminta bantuan,"jawab Kingswell."Baranov tak mungkin memiliki bantuan lagi, Kingswell. Karena setelah dia tak mempunyai kekuasaan. Hanya aku yang masih mau menerimanya, namun aku
Jonathan menatap tajam Philip, dia bahkan tak bisa membalas ucapan Philip. Dia hanya mengatupkan giginya dan menahans diri untuk tetap waras agar tak langsung menembak mati kepala Philip.Dia masih bisa mengingat perkataan ayahnya sebelum mereka benar-benar menghadap Philip.Perkataan yang menjadi alasan bagi Kingswell selama ini tetap diam walau harus tersiksa batin."Aku bisa saja membunuh ayahku sejak lama, John. Tapi...Apa kau tahu kenapa aku tak melakukannya?" tanya Kingswell. Jonathan menggeleng sebagai jawaban.Mereka tengah berada di dalam mobil saat baru memasuki gerbang mansion Philip."Karena aku tak ingin menjadi sepertinya. Siapa yang mampu membunuh istri dan anak sulungnya hanya karena mereka tak menuruti keinginannya? Hanya seorang iblis yang sanggup melakukan itu," ujar Kingswell. Seakan di dalam dirinya begitu memendam rasa sakit yang begitu menyiksanya."Maka dari itu. Bagaimanapun kakek
David melihat tanda dari layartablet-nya. Sebuah tanda dari Kingswell untuk mulai melakukan serangan secara diam-diam.Dia langsung memberikan intruksi kepada yang lain melalui microphone yang tersambung ke masing-masing earphone ditelinga Richard, Bastian serta Natasha."Richard, sekarang! Lakukan seperti hantu," perintah David."Perintah diterima! Peluru siap meluncur!" jawab Richard berseru. Dia menarik pelatuknya sehingga sebuah peluru meluncur menuju pengawal paling jauh yang berada tepat di depan pintu masuk mansion. Peluru lainnya menyusul ke arah pengawal di depannya. Hingga satu per satu tumbang sampai ke bagian gerbang."Tian, Nath. Bersiap menyusup. Richard sedang membuka jalan, bersamaan dengan itu aku tengah merusak jaringan sistem cctv mereka agar terlihat tak terjadi apa-apa," ujar David."Done!" seru Richard."Siap!" jawab Natasha dan Bastian bersamaan.David terlihat sibuk mengetikkan suatu rum
Pagi harinya...Kingswell dan Jonathan tengah bersiap untuk berangkat. Mereka sengaja melewati jalur udara dengan menggunakan pesawat pribadi. Sementara Natasha dan Bastian menggunakan jalur laut dengan kapal laut.Keduanya berangkat bersamaan agar mereka tiba di mansion Philip diwaktu yang hampir sama.Kingswell memperhatikan Jonathan yang terlihat gelisah. Anaknya itu tak tenang dan mulai menenggak minumannya berulang dengan wajah yang tegang. Seakan dia melakukan itu untuk menutupi kegelisahannya.Namun seorang ayah, sekalipun telah lama terpisah. Kingswell tetaplah bisa melihat kegelisahan yang dirasakan anaknya. Lantas dia menanyakan kegelisahan apa yang dirasakan Jonathan."Ada apa, John?" tanya Kingswell.Jonathan menoleh dan mengulas sedikit senyuman tipis."Tak apa, dad. Aku hanya... Entahlah. Akhir-akhir ini... aku merasa kekosongan sering menghampiriku," jawab Jonathan."Tak ada yang perlu kau khawatirkan,Son.
Kepergian Kingswell dari ruangan tersebut menyisakan Jonathan berserta tiga orang yang masih tercengang dengan seseorang yang mengikuti Kingswell keluar dari ruangan tersebut."Hah?! Nathan! Apa ayahmu tak salah memilihkanku pasangan tim? Lebih baik aku bersama Bastian. Walau dia menyebalkan," ujar Richard."Siapa yang ingin satu tim denganmu?! Kau sangat berisik! Aku lebih bersyukur bisa dengan Natasha," balas Bastian.Richard mendengus kesal. "Lalu bagaimana aku bisa bekerja sama dengan seorang pria bertubuh kecil, dan lihat saja lekukan wajahnya? Bukankan itu mirip dengan lekukan wajah Natasha? Hanya saja ditumbuhi bulu halus. Atau mungkin itu hanya tempelan," gerutu Richard.Jonathan terkekeh begitu juga Bastian.Natasha mendekati Richard, "sudahlah, Richard... Aku rasa lebih baik kau menerimanya sebagai rekanmu. Mungkin saja apa yang dikatakan dad, benar. Jangan menolak hanya karena tubuhnya yang terlalu kecil. Kau bahkan tak tahu keahliannya,
Pauline menjalani hari-harinya menjadi istri dari Jacob. Walau yang sebenarnya terjadi, dia tak pernah melakukan kewajibannya sebagai istri untuk memenuhi kebutuhan Jacobdalamberhubungan badan.Beruntung Jacob sangat mengerti dan mau menghargai Pauline yang menolak untuk tidur tidak dalam satu kamar. Walau begitu, Pauline tetap mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Memasak dan menyiapkan segala kebutuhan Jacobuntuk bekerja.Hingga satu bulan sudah berlalu terhitung perginya Pauline dari Rusia atas permintaan Kingswell.Pagi itu dia merasa mual dan terus berusaha memuntahkan sesuatu yang hendak keluar.Jacob panik dan tak jadi pergi bekerja, dia mengantarkan Pauline ke dokter dan memeriksakan keadaan Pauline.Sebuah kabar bahagia sekaligus menyedihkan harus diterima Pauline. Saat pria yang dia cintai malah tak berada di sampingnya, ketika sebuah benih dari cinta mereka tumbuh.
Di sebuah mansion di Rusia, seorang pria yang baru beranjak dewasa, dipanggil untuk menghadap sang ayah. Saat pria itu baru saja selesai bercinta dengan kekasihnya. Di sebuah kamar bekas almarhum kakak perempuannya.Kingswell sejak kecil sudah menjadi anak kesayangan dari Philip Winston Walz, terlepas dari kematian istrinya karena melahirkan Kingswell.Kingswell bergegas setelah merapikan diri, dan menyuruh wanitanya pulang menunggu dikamar itu. Karena dia yakin tak ada yang berani memasuki kamar bekas kakaknya itu.Philip mempunyai dua orang anak. Anak pertamanya seorang perempuan yang begitu anggun dan mempesona persis seperti ibunya. Namun sayang anak sulungnya itu harus meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat dari pelariannya bersama pria yang dicintainya.Ruang kerja Philip yang bernuansa clasic khas orang rusia, dengan beberapa bingkai berisi replika senjata api tertempel rapi di dinding. Philip duduk dikurs