Gery yang sedang duduk di kursinya terus merasa gelisah. Bagaimana tidak, kini seluruh media sudah memberitakan hak tersebut dan dirinya pun tidak bisa mengelaknya karena pada kenyataannya dirinya memang mengantarkan Cheryl menuju apartemen wanita itu. Dia benar-benar bingung sekarang."Jika saja tahu kejadiannya akan begini, maka aku tak akan sudi menjemput Cheryl dan mengantarnya ke apartemen! Ck, jika sudah begini maka aku harus bagaimana? Dasar, Cheryl! Selalu saja membuatku berada dalam masalah saja!" Gery terus menggerutu. Tangannya pun terus mengepal hingga buku-buku harinya memutih. Tatapannya lurus ke depan dengan wajah yang merah padam menahan amarah yang membara.Sungguh, Gery amat menyesal karena menerima panggilan dari kelab waktu itu. Jika saja waktu bisa diputar kembali, maka dirinya akan lebih memilih mengabaikannya. Dan jika itu terjadi, maka sekarang ini hidupnya akan tenang, damai tanpa ada desas-desus yang sungguh memekakkan telinganya.Gery sendiri tidak merasa k
Selepas kepulangan Gery tadi, Bu Kate langsung menutup pintu rumahnya dan bergegas masuk ke dalam kamar putrinya. Wanita paruh baya itu mendudukkan dirinya tepat di samping sang anak."Benar dia yang datang, Bu?" tanya Eve dengan raut wajah penasarannya.Bu Kate mengangguk mantap, "Tentu saja. Siapa lagi memangnya?""Kenapa kamu tidak mau menemuinya dan mendengarkan semua penjelasannya terlebih dahulu? Supaya masalah ini cepat selesai, Eve," tambah Bu Kate lagi.Eve mengembuskan napas kasarnya. Bukan dirinya tidak mau bertemu dengan Gery, hanya saja dirinya belum siap dan terlalu kecewa jika harus berhadapan langsung dengan Gery."Kamu tahu apa yang sudah Gery katakan pada Ibu?" Bu Kate mencoba mengalihkan pembicaraan mereka saat melihat wajah putrinya yang terlihat begitu lesu."Dia bilang jika semua itu terjadi secara tidak sengaja. Gery hanya menolaknya Cheryl bukan menjalin hubungan lagi. Mereka tidak balikan, Eve," jelas Bu Kate panjang lebar. Semua yang Gery katakan tadi langsu
Tak mampu lagi menahan sakit hatinya oleh cibiran orang-orang yang menilainya tidak pantas bersanding dengan Gery, Eve tak lagi punya keberanian untuk tetap mempertahankan hubungannya dengan Gery, sehingga ia memilih menjauh dari pria yang dicintainya, meski hatinya menolak dan menjerit akan keputusannya itu, tapi mentalnya, tak cukup kuat menghadapi sikap orang-orang yang tidak menyukai hubungannya dengan Gery.Untuk menenangkan dirinya yang tengah terguncang, Eve memutuskan untuk mengambil cuti. Selepas jam istirahat, Eve menemui HRD untuk meminta cuti tanpa diketahui oleh Gery. Setelah mendapat cuti, Eve kembali melanjutkan pekerjaannya. Meski hatinya sedang tidak baik-baik saja, Eve tetap melakukan pekerjaannya dengan baik, sebagai bentuk profesionalitasnya, dan mencoba mengabaikan tatapan aneh juga cibiran dari rekan kerjanya.Jika saja Eve punya keberanian, ingin rasanya ia berteriak dan meminta mereka untuk berhenti mencibirnya. Namun, Eve sadar, jikapun ia berani melakukannya,
Gery yang sudah berada di ruang kerjanya, tampak berulangkali melirik jarum jam pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia juga berulangkali melirik pintu masuk, menunggu Eve datang, namun, setelah satu jam berlalu, Eve tak kunjung datang. “Ke mana, Eve? Kenapa sudah lewat satu jam, dia belum juga datang?” Gery lalu menghubungi Eve. Namun, nomor Eve tak bisa dihubungi. Gery mulai khawatir dibuatnya. “Eve, kau di mana? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?” gumam Gery, sambil kembali menghubungi Eve.Suara ketukan pintu, mengalihkan perhatian Gery. Ia pikir, itu Eve, tapi ternyata, yang masuk adalah Arnold. “Selamat pagi, Pak Gery,” sapa Arnold.“Ada apa?” tanya Gery, datar.“Saya diminta Eve, untuk menghandle pekerjaannya selama dia cuti,” kata Arnold.“Cuti?” Gery mengerutkan kening. “Maksudmu, Eve pergi cuti?” Ia kembali bertanya untuk memastikan, pendengarannya tidak bermasalah.“Iya, Pak. Eve mengambil cuti, kemarin,” jawab Arnold. “Memangnya, Eve tidak memberitahu Bap
Sebuah mobil jeep berhenti di depan kafe. Di sana sudah menunggu seorang wanita cantik mengenakan kacamata hitam. Wanita itu gelisah, sesekali melihat sekeliling memastikan seseorang yang ia tunggu datang tepat waktu.Begitu melihat seorang pemuda keluar dari mobil, wanita itu segera menyambutnya.“Kenapa lama sekali, Clark? Aku hampir kering menunggumu.” Wajah wanita itu, Cheryl begitu kesal, terlihat dari bibirnya yang mengerucut. Sudah cukup lama ia menunggu, dan pemuda itu mengatakan sudah di perjalanan sejak satu jam lalu.“Maaf, Anda tahu jalan ke arah sini selalu macet, bukan?” Clark menjawab sambil menampakkan senyumnya.“Kamu sudah membuang waktuku sekarang mana barang yang aku minta.” Cheryl membuka kacamatanya. Wajah cantik dengan tulang pipi tinggi dan tubuh proporsional itu semakin terlihat menawan di bawah siraman cahaya mentari yang di musim semi. ”Tenang saja, saya sudah melakukan seperti yang Anda minta, Nona Cheryl.” Clark membawa amplop besar berjalan lebih dekat d
Gery mengarahkan mobilnya ke tanjakan, lokasi di mana perempuan penjual cenderamata itu menunjukkan arah. Matahari bersinar menyentuh hampir semua bagian bumi di area wisata Costa Roya, desa wisata tempat asal nenek Eve.Dari jauh Gery melihat area itu cukup sepi. Ia tidak melihat siapa-siapa di sana.“Sepi sekali seperti tak ada kehidupan,” batinnya sambil mamarkir mobil di area parkir yang disediakan.Ia turun dari mobil, matanya mencari keberadaan Eve. Jauh di ujung sana ia melihat sebuah bangunan yang cukup besar. Suara tawa berderai mampir di telinganya.“Rupanya aku salah parkir, aku coba cari ke sana,” gumamnya kembali ke dalam mobil. Jalan menanjak itu masih belum menemui ujungnya. Sedikit berbelok, Gery akhirnya tiba di depan bangunan besar dengan atap tinggi. Bangunan induk itu masih memiliki bangunana-bangunan kecil mirip gazebo. Beberapa pengunjung sedang bersantai sambil menikmati makanan dan minuman. Gery berjalan menyusuri satu demi satu bangunan kecil dan berharap
Langit sudah menggelap, mentari pun telah terbenam berganti sinar rembulan yang indah. Dua insan yang tengah di mabuk asmara itu pun duduk di balkon rumah sembari menikmati secangkir teh hangat. “Aku tidak menyangka kalau kamu akan datang jauh-jauh dari New York ke sini,” ungkap Eve.“Aku juga tidak menyangka kalau aku akan sejauh ini hanya karena takut kehilangan seorang perempuan,” jawab Gery jujur. Ia menatap lamat perempuan di depannya.Eve tersipu mendengar kalimat itu, memang tidak seromantis yang ia bayangkan, tetapi hal ini cukup membuat suasana hati Eve menghangat.“Benarkah itu? Kamu ke sini hanya takut kehilanganku? Atau memang kamu takut tidak ada yang mengurusmu di kantor?” tanya Eve. Dia tidak mau pria itu tahu kalau ia tersanjung akan jawaban Gery.“Tentu tidak Sayang. Aku sama sekali tidak keberatan dengan keinginanmu untuk cuti sementara waktu, karena aku pun paham semua ini tidak mungkin semudah itu untuk kamu terima,” balas Gery. Ia sama sekali tidak sedang menggom
“Cukup!” teriak Eve.Eve berlari kecil menghampiri para bodyguard Gery yang masih mengamuk pada Clark, saat melihat kedatangan Eve mereka langsung mengalihkan pandangan dan membanting tubuh Clark ke tanah.“Baik Nona!” serempak mereka.“Siapa yang menyuruh kalian melakukan kekerasan di depan rumah nenekku?!” tanya Eve garang.“Maaf Nona,” ujar Robert, pemimpin para bodyguard Gery.“Aku bertanya, jawab! Siapa yang mengizinkan kalian bertindak semena-mena di sini?!” bentak Eve.“Maaf Nona, tapi kami diperintahkan oleh Tuan Gery agar tidak membiarkan pria ini berada di dekat Anda. Juga harus menjauhkannya dari Anda, jika dia tetap memaksa maka kami harus melakukan tindakan keras. Itu yang sedang kami lakukan Nona,” jawab Robert lugas.“Apa dia berada di dekat aku tadi?” tanya Eve berjalan mendekati Robert.“Tidak, Nona.”“Lalu? Apa alasan kalian melakukan semua ini?!” tanya Eve tajam.“Dia terus memaksa masuk ke rumah dan menemui Anda, padahal kami sudah memperingatkan jika Anda sedang t