Cheryl berada di dalam ruang make up, dia tengah dirias oleh MUA dan penata rambut. Senyuman terpatri di wajahnya, Cheryl merasa senang hari ini."Warna bibirnya mau yang terang atau gelap?" tanya MUA.Cheryl berpikir sejenak seraya melihat wajahnya di hadapan cermin. MUA menunggu jawaban dari Cheryl, tetapi sepertinya dia kebingungan.MUA bertanya terkait warna dress yang akan dikenakan oleh Cheryl kepada stylish. Ternyata warna yang akan dikenakan oleh Cheryl untuk pemotretan adalah Burgundy."Warna dress yang akan dikenakannya Burgundy. Aku rasa lebih cocok kalau polesan di bibir juga cenderung gelap," ujar MUA."Baiklah, lakukan," timpal Cheryl dengan santai.Bukan tanpa alasan MUA bertanya terlebih dahulu kepada Cheryl. Memang terkadang ada kalanya dia bertanya pada kliennya. Khawatir warna yang dipilihnya tidak disukai oleh Cheryl.Sementara itu, hairdo tengah meng-curly rambut Cheryl. Rambut Cheryl dibuat curly hanya bagian bawahnya saja. Setelah itu, bagian samping kanan dipak
Gery yang sedang duduk di kursinya terus merasa gelisah. Bagaimana tidak, kini seluruh media sudah memberitakan hak tersebut dan dirinya pun tidak bisa mengelaknya karena pada kenyataannya dirinya memang mengantarkan Cheryl menuju apartemen wanita itu. Dia benar-benar bingung sekarang."Jika saja tahu kejadiannya akan begini, maka aku tak akan sudi menjemput Cheryl dan mengantarnya ke apartemen! Ck, jika sudah begini maka aku harus bagaimana? Dasar, Cheryl! Selalu saja membuatku berada dalam masalah saja!" Gery terus menggerutu. Tangannya pun terus mengepal hingga buku-buku harinya memutih. Tatapannya lurus ke depan dengan wajah yang merah padam menahan amarah yang membara.Sungguh, Gery amat menyesal karena menerima panggilan dari kelab waktu itu. Jika saja waktu bisa diputar kembali, maka dirinya akan lebih memilih mengabaikannya. Dan jika itu terjadi, maka sekarang ini hidupnya akan tenang, damai tanpa ada desas-desus yang sungguh memekakkan telinganya.Gery sendiri tidak merasa k
Selepas kepulangan Gery tadi, Bu Kate langsung menutup pintu rumahnya dan bergegas masuk ke dalam kamar putrinya. Wanita paruh baya itu mendudukkan dirinya tepat di samping sang anak."Benar dia yang datang, Bu?" tanya Eve dengan raut wajah penasarannya.Bu Kate mengangguk mantap, "Tentu saja. Siapa lagi memangnya?""Kenapa kamu tidak mau menemuinya dan mendengarkan semua penjelasannya terlebih dahulu? Supaya masalah ini cepat selesai, Eve," tambah Bu Kate lagi.Eve mengembuskan napas kasarnya. Bukan dirinya tidak mau bertemu dengan Gery, hanya saja dirinya belum siap dan terlalu kecewa jika harus berhadapan langsung dengan Gery."Kamu tahu apa yang sudah Gery katakan pada Ibu?" Bu Kate mencoba mengalihkan pembicaraan mereka saat melihat wajah putrinya yang terlihat begitu lesu."Dia bilang jika semua itu terjadi secara tidak sengaja. Gery hanya menolaknya Cheryl bukan menjalin hubungan lagi. Mereka tidak balikan, Eve," jelas Bu Kate panjang lebar. Semua yang Gery katakan tadi langsu
Tak mampu lagi menahan sakit hatinya oleh cibiran orang-orang yang menilainya tidak pantas bersanding dengan Gery, Eve tak lagi punya keberanian untuk tetap mempertahankan hubungannya dengan Gery, sehingga ia memilih menjauh dari pria yang dicintainya, meski hatinya menolak dan menjerit akan keputusannya itu, tapi mentalnya, tak cukup kuat menghadapi sikap orang-orang yang tidak menyukai hubungannya dengan Gery.Untuk menenangkan dirinya yang tengah terguncang, Eve memutuskan untuk mengambil cuti. Selepas jam istirahat, Eve menemui HRD untuk meminta cuti tanpa diketahui oleh Gery. Setelah mendapat cuti, Eve kembali melanjutkan pekerjaannya. Meski hatinya sedang tidak baik-baik saja, Eve tetap melakukan pekerjaannya dengan baik, sebagai bentuk profesionalitasnya, dan mencoba mengabaikan tatapan aneh juga cibiran dari rekan kerjanya.Jika saja Eve punya keberanian, ingin rasanya ia berteriak dan meminta mereka untuk berhenti mencibirnya. Namun, Eve sadar, jikapun ia berani melakukannya,
Gery yang sudah berada di ruang kerjanya, tampak berulangkali melirik jarum jam pada arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia juga berulangkali melirik pintu masuk, menunggu Eve datang, namun, setelah satu jam berlalu, Eve tak kunjung datang. “Ke mana, Eve? Kenapa sudah lewat satu jam, dia belum juga datang?” Gery lalu menghubungi Eve. Namun, nomor Eve tak bisa dihubungi. Gery mulai khawatir dibuatnya. “Eve, kau di mana? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?” gumam Gery, sambil kembali menghubungi Eve.Suara ketukan pintu, mengalihkan perhatian Gery. Ia pikir, itu Eve, tapi ternyata, yang masuk adalah Arnold. “Selamat pagi, Pak Gery,” sapa Arnold.“Ada apa?” tanya Gery, datar.“Saya diminta Eve, untuk menghandle pekerjaannya selama dia cuti,” kata Arnold.“Cuti?” Gery mengerutkan kening. “Maksudmu, Eve pergi cuti?” Ia kembali bertanya untuk memastikan, pendengarannya tidak bermasalah.“Iya, Pak. Eve mengambil cuti, kemarin,” jawab Arnold. “Memangnya, Eve tidak memberitahu Bap
Sebuah mobil jeep berhenti di depan kafe. Di sana sudah menunggu seorang wanita cantik mengenakan kacamata hitam. Wanita itu gelisah, sesekali melihat sekeliling memastikan seseorang yang ia tunggu datang tepat waktu.Begitu melihat seorang pemuda keluar dari mobil, wanita itu segera menyambutnya.“Kenapa lama sekali, Clark? Aku hampir kering menunggumu.” Wajah wanita itu, Cheryl begitu kesal, terlihat dari bibirnya yang mengerucut. Sudah cukup lama ia menunggu, dan pemuda itu mengatakan sudah di perjalanan sejak satu jam lalu.“Maaf, Anda tahu jalan ke arah sini selalu macet, bukan?” Clark menjawab sambil menampakkan senyumnya.“Kamu sudah membuang waktuku sekarang mana barang yang aku minta.” Cheryl membuka kacamatanya. Wajah cantik dengan tulang pipi tinggi dan tubuh proporsional itu semakin terlihat menawan di bawah siraman cahaya mentari yang di musim semi. ”Tenang saja, saya sudah melakukan seperti yang Anda minta, Nona Cheryl.” Clark membawa amplop besar berjalan lebih dekat d
Gery mengarahkan mobilnya ke tanjakan, lokasi di mana perempuan penjual cenderamata itu menunjukkan arah. Matahari bersinar menyentuh hampir semua bagian bumi di area wisata Costa Roya, desa wisata tempat asal nenek Eve.Dari jauh Gery melihat area itu cukup sepi. Ia tidak melihat siapa-siapa di sana.“Sepi sekali seperti tak ada kehidupan,” batinnya sambil mamarkir mobil di area parkir yang disediakan.Ia turun dari mobil, matanya mencari keberadaan Eve. Jauh di ujung sana ia melihat sebuah bangunan yang cukup besar. Suara tawa berderai mampir di telinganya.“Rupanya aku salah parkir, aku coba cari ke sana,” gumamnya kembali ke dalam mobil. Jalan menanjak itu masih belum menemui ujungnya. Sedikit berbelok, Gery akhirnya tiba di depan bangunan besar dengan atap tinggi. Bangunan induk itu masih memiliki bangunana-bangunan kecil mirip gazebo. Beberapa pengunjung sedang bersantai sambil menikmati makanan dan minuman. Gery berjalan menyusuri satu demi satu bangunan kecil dan berharap
Langit sudah menggelap, mentari pun telah terbenam berganti sinar rembulan yang indah. Dua insan yang tengah di mabuk asmara itu pun duduk di balkon rumah sembari menikmati secangkir teh hangat. “Aku tidak menyangka kalau kamu akan datang jauh-jauh dari New York ke sini,” ungkap Eve.“Aku juga tidak menyangka kalau aku akan sejauh ini hanya karena takut kehilangan seorang perempuan,” jawab Gery jujur. Ia menatap lamat perempuan di depannya.Eve tersipu mendengar kalimat itu, memang tidak seromantis yang ia bayangkan, tetapi hal ini cukup membuat suasana hati Eve menghangat.“Benarkah itu? Kamu ke sini hanya takut kehilanganku? Atau memang kamu takut tidak ada yang mengurusmu di kantor?” tanya Eve. Dia tidak mau pria itu tahu kalau ia tersanjung akan jawaban Gery.“Tentu tidak Sayang. Aku sama sekali tidak keberatan dengan keinginanmu untuk cuti sementara waktu, karena aku pun paham semua ini tidak mungkin semudah itu untuk kamu terima,” balas Gery. Ia sama sekali tidak sedang menggom
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Maaf, aku minta maaf karena belum bisa peka dengan apa yang kamu rasakan. Maaf karena sudah membuatmu cemburu dan sakit hati, Eve,” bisik Gery pelan. Sekarang ini keduanya masih berpelukan, bahkan pelukan itu semakin menguat saat Gery membisikkan kata-kata itu.Gery merasa bersalah. Sebab kemarin pun tadi dirinya tidak menjelaskan apa pun pada Eve. Walaupun apa yang Eve lihat tadi tidak sepenuhnya benar. Eve sepertinya memang tidak melihat kejadian itu sampai akhir hingga akhirnya menyimpulkan begitu.Saat merasa jika Eve sudah lebih tenang, Gery pun mencoba melepas pelukan keduanya. Laki-laki itu menatap dalam dan penuh kasih ke arah netra Eve. Eve lagi-lagi dibuat tersipu karena mendapatkan perlakuan manis dari Gery. Eve lantas menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu. Kedua tangannya juga saling bertautan dan memelintir ujung bajunya. Gery tersenyum tipis saat melihat bagaimana gemetarnya tangan Eve itu.Entah apa yang membuat Eve begitu malu. Gery tidak tahu. En
“Aku tidak bisa diam saja. Eve kasihan sekali. Dia terlihat sangat sedih tadi. Aku harus melakukan sesuatu sekarang juga!” putus Cindy cepat.“Enak saja mereka sudah buat sahabatku sakit hati tapi tidak merasa bersalah sedikit pun. Dan Gery juga kurang ajar sekali! Dasar laki-laki!” Cindy bersungut-sungut. Rasa kesalnya sungguh tidak bisa ditahan lagi.Dia hanya tidak mau jika sahabatnya bersedih karena Gery atau siapa pun itu. Walaupun Gery adalah kekasih Eve tetapi dia sangat tidak rela jika laki-laki itu menyakiti Eve. Cindy tidak akan tinggal diam jika hal itu terjadi.Cindy masih teringat bagaimana sembab juga merahnya wajah Eve tadi. Ucapannya pun begitu menyayat hati. Rasanya, sahabatnya itu terlihat buruk sekali. Eve sendiri sudah pulang sekarang ini. Karena itulah dirinya berani berkata-kata kasar juga mengumpati kekasih Eve itu.Tanpa menunggu lagi, Cindy bergegas bangkit dari kursinya dan menuju mobilnya. Cindy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah dua ouluh m
Di perjalanan, tepatnya di dalam mobil Gery yang sedang menuju kantor Eve hanya diam membisu. Gery yang melihatnya pun sedikit heran, tetapi dia tidak berniat sedikit pun untuk bertanya. Dia berpikir jika mungkin saja Eve sedang tidak ingin berbicara.Sampai di kantor, Eve pun tak juga bersuara. Wanita cantik itu bahkan langsung turun tanpa berpamitan pada Gery yang masih duduk di kursi kemudi. “Ada apa sebenarnya dengan Eve? Kenapa sikapnya begitu berbeda?” Gery bertanya-tanya, tetapi tak berlangsung lama. Laki-laki itu menggeleng kemudian turun dan masuk ke ruangannya. Di ruangannya, Eve langsung mendudukkan dirinya dengan sedikit kasar di kursi kerjanya. Hatinya sakit. Perasaannya tak keruan sekarang. Dirinya pun bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri padahal tadi dia sendirilah yang menyetujui permintaan Ny. Andrews. Akan tetapi, sekarang dirinya malah merasa menyesal.Sebenarnya, Eve tidak ingin jika Gery menyadari sikap cemburunya. Namun, entah kenapa sangat sul
Pagi ini, Eve dan Gery memang sudah memiliki janji untuk menjenguk Cheryl yang masih berada di rumah sakit. Keduanya akan pergi bersama. Semua itu atas inisiatif Eve yang ingin menjenguk dan melihat bagaimana keadaan Cheryl sekarang ini. Sebagai sesama wanita, Eve pun merasa sangat iba pada Cheryl. Apalagi setelah tahu jika selama ini wanita cantik berprofesi sebagai model itu tidak terlalu mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hati Eve ikut sesak mendengarnya. Eve sekarang ini sedang bersiap di kamarnya. Dia sengaja melakukan semua rutinitasnya dengan santai karena Gery sendiri tidak keberatan jika harus menunggunya. Karena itulah Eve sedikit memanfaatkannya untuk bersantai ria.Dering ponselnya membuat Eve harus meletakkan bedak yang baru saja akan dipakainya. Dengan sedikit malas, Eve mengambil ponselnya. Namun, sedetik kemudian senyumnya mengembang saat tahu siapa yang meneleponnya sekarang.Tanpa membuang waktu, Eve lantas menerimanya dan bersuara. “Halo?”“Halo, Eve. Apa ka
“Saya pamit. Semoga Cheryl segera pulih supaya tidak menjadi beban bagi orang lain lagi,” ucap Ny. Daphne seraya menyindir.Ny. Andrews menampilkan senyumannya, dari raut wajahnya tampak dia terpaksa. Ucapan Ny. Daphne memang menohok, cukup membuat Ny. Andrews tak berkutik.“Terima kasih telah berkenan menjenguk Cheryl, Ny. Daphne,” balas Ny. Andrews.“Sama-sama. Sampaikan salam saya ketika dia sadar,” ujar Ny. Daphne.“Baik, Ny. Daphne. Sekali lagi, saya sangat berterima kasih atas kunjungannya.”Ny. Daphne keluar meninggalkan ruangan bersama Sofia. Ny. Andrews mengantarnya hingga depan pintu ruangan. Ny. Andrews menatap kepergian Ny. Daphne dan Sofia hingga mereka menghilang dari pandangannya.Ny. Andrews kembali masuk ke dalam ruangan putrinya. Dia menatap Cheryl dengan intens. Ny. Andrews menginginkan Cheryl segera pulih, dia ingin putrinya kembali seperti sedia kala.Ny. Andrews duduk di samping ranjang. Melihat putrinya yang tak berdaya serta dipenuhi alat medis di badannya memb
Sudah tiga hari Gery rutin menjenguk Cheryl. Dia sebenarnya ingin berhenti saja, tetapi Ny. Andrews terus mengiba. Ny. Andrews ingin Cheryl kembali pulih secepatnya.“Saya sudah berusaha, Tante, tapi Cheryl belum juga pulih seperti semula. Memangnya mau sampai kapan saya harus begini?”Gery tentu saja kesal, karena pekerjaannya juga menjadi terganggu. Eve mengelus tangan Gery, berharap dia lebih sabar lagi untuk membantu kesembuhan Cheryl.“Saya minta maaf karena waktumu terganggu. Tapi mohon, bantu saya sedikit lagi. Saya yakin Cheryl akan segera pulih jika kamu terus menjenguknya ke sini,” ujar Ny. Andrews.“Iya, Gery. Sedikit lagi saja, aku juga yakin Cheryl akan segera pulih,” tambah Eve.Mereka kini tengah berada di rumah sakit, tepatnya dalam ruangan di mana Cheryl dirawat. Gery melirik ke arah Cheryl yang masih terbaring lemah, belum sepenuhnya sadar. Dalam hatinya, Gery berharap Cheryl segera pulih supaya dia tidak perlu berurusan lagi dengan Ny. Andrews.“Baiklah,” ucap Gery
“Eve!” panggil Bu Kate seraya mengetuk pintu kamar putrinya.“Iya, Ibu,” sahut Eve dari dalam.“Ibu boleh masuk?” tanya Bu Kate.“Masuk saja, Ibu,” balas Eve.Eve sedang merias wajahnya dengan sedikit polesan make up. Gadis itu duduk di hadapan cermin, wajahnya tampak sangat cantik. Bu Kate tersenyum ketika melihat putrinya.“Gery sudah menunggu di depan,” ujar Bu Kate.“Benarkah?” tanya Eve.Bu Kate mengangguk, Eve segera merampungkan riasan pada wajahnya. Eve tak mau Gery terlalu lama menunggunya. Eve mengambil tas selempangnya, lalu memakai sepatu.“Kalau begitu, Eve pergi dulu,” pamit Eve.Eve berpamitan pada Bu Kate, dia berjalan menuju depan rumahnya. Ternyata benar saja, Gery sudah duduk ditemani secangkir kopi.“Sudah selesai?” tanya Gery.Eve mengangguk, Gery tersenyum tipis. Gery masuk ke dalam terlebih dahulu untuk berpamitan pada Bu Kate. Setelahnya, Gery dan Eve berjalan menuju mobil yang telah terparkir.Gery membukakan pintu mobil untuk Eve. Setelah itu, dia mengitari m