"Pulang, Ar!"
Arnold sontak memijit pelipisnya ketika ia mengangkat panggilan itu. Sudah dia duga! Pasti itu yang dikatakan sang papa.
Scarletta sudah memberinya kabar bahwa dia dalam perjalanan pulang ke Indonesia hari ini. Dan sudah Arnold tebak, pasti papanya itu akan rewel meminta dia balik ke Jakarta.
"Aduh Pi, kerjaan lagi banyak banget nih. Ntar ah kalau dia sudah sampai Indo, baru Arnold balik." Arnold mencoba berkelit, malas sekali kalau harus balik sekarang.
"Dirly kan ada, kalau perlu nanti papi kirim orang buat gantiin kamu di sana, ribet amat sih jadi orang?"
'Sial!'
Arnold mengumpat dalam hati, agaknya dia lupa siapa lawan bicaranya ini. Dia adalah cikal-bakal perusahaan yang dia pegang sekarang ini bisa berdiri. Dan Arnold hendak membatah bos besar? Gila. bisa melesat parang ke lehernya.
"Oke-oke, Arnold balik." desis Arnold yang sudah tidak lagi bisa berkutik melawan sang big boss.
"Nah, gitu apa susahnya?"
Arnold baru saja keluar dari pintu utama bandara ketika ponselnya berdering, ponsel yang sudah sejak ia keluar pesawat dia hidupkan itu sontak berdering begitu nyaring, membuat Arnold lantas merogoh benda itu dari dalam sakunya.Tampak nama itu terpampang di layar membuat Arnold begitu bersemangat untuk segera mengangkat panggilan itu."Ya, gimana?" Arnold menepi, menjauhkan diri dari lalu-lalang beberapa orang yang berseliweran di sekitarnya, semoga ini kabar baik."Boom, Ar! Di sini sudah mulai panas, sudah masuk Indo?" jelas suara dari seberang yang mampu membuat wajah Arnold berbinar makin cerah."Serius lu?" tanya Arnold yang berharap ini bukan prank atau sejenisnya."Tunggu deh, ntar gue kirim tuh screenshoot, biar elu percaya."Tawa Arnold pecah, kemenangannya di depan mata!"Kirimin gue link-nya, gue butuh tuh." titah Arnold sambil celingak-celinguk mencari orang suruhan sang papa."Siap, Bos. Gue tutup deh, ntar kalau
"APA-APAAN INI?!"Arnold pura-pura mendengus, memijit pelipisnya perlahan. Dapat dia lihat wajah sang papa merah padam. Tentu papanya itu syok bukan? Dan agaknya rencana Arnold berjalan dengan lancar."Papi mau Arnold nikah sama perempuan model begitu, Pi?" tatar Arnold dengan mata memerah, tentu ini sebuah kamuflase, dia tidak ingin semua orang tahu bahwa sebenarnya dia lah dalang di balik berita viral yang beredar mengenai sosok itu.Gunawan tidak menjawab, ia mengeram dengan ponsel Arnold yang berada dalam genggamannya. Sedetik kemudian Arnold merasa ngeri jika ponsel itu hancur karena sang papa, tapi tidak masalah sih, dia masih bisa beli yang baru. Yang penting rencana perjodohannya batal dan dia bisa segera lanjut ke rencananya selanjutnya."Panggil mamimu, Ar!" titah Gunawan tegas.Arnold terkesiap, tanpa banyak berkata-kata lagi, ia segera bangkit dan melangkah keluar dari ruangan sang papa. Rasanya Arnold ingin melompat-lompat bahagia, han
Suara dentuman musik yang disk jockey mainkan begitu menggoda setiap insan yang berkerumun di sana untuk meliuk-liuk turun ke lantai dansa. Disk jockey perempuan dengan pakaian yang begitu minim itu adalah salah satu female disk jockey favorit, di mana setiap Stephee tampil, maka pub yang terletak di tengah pusat kota ini pasti akan selalu ramai sesak dengan pengunjung.Scarletta adalah salah satunya. Malam ini dia bersama teman satu gengnya sudah begitu panas meliuk-liuk di lantai dansa sambil tertawa-tawa lepas."Jadi setelah pulang nanti kamu bakal nikah?" Grace setengah berteriak, tentu tidak akan terdengar jika dia hanya berbisik di tempat seperti ini."Entah, kurasa akan tunangan lebih dulu." Scarletta tersenyum, menaikkan kedua alisnya sambil menatap Grace yang nampak begitu penasaran."Cocok dengan calon pilihan bokap?" kini Lisa yang berteriak, membuat atensi Scarletta berpindah pada gadis asal Singapura itu."Off c
Botol-botol minuman beralkohol itu tampak memenuhi meja. Entah berapa banyak cairan itu masuk ke masing-masing kepala, tidak ada yang bisa menghitungnya dengan tepat. Yang terlihat di sana hanyalah dua orang wanita dan tiga pria yang tampak memerah wajahnya efek alkohol.Jika tanpa pengaruh alkohol sekalipun Lisa sudah bergelayut begitu manja di bahu David, maka alkohol yang kini mengalir di syaraf tubuhnya membuat gadis itu lebih gila dan liar lagi.Bahkan dia tidak ragu mendapatkan bibirnya ke bibir David berkali-kali. Menyesap bibir laki-laki yang begitu dia puja setengah mati."Aku harap kamu masih menyisakan tenaga mu untuk pesta kita selanjutnya." bisik David begitu sensual tepat di telinga Lisa, mendaratkan kecupan dan gigitan kecil di telinga gadis itu yang sontak membuat tubuh Lisa meremang seketika.Lisa menatap laki-laki itu dengan tatapan berkabut, jarak mereka begitu dekat. Ia baru hendak bersuara ketika kini bibir Dav
PLAKKKTamparan keras itu mendarat tepat di pipi sebelah kiri Scarletta, wajahnya terasa sangat panas dan yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah diam. Air matanya menitik, bukan karena panasnya tamparan itu, melainkan karena ketakutan yang membelenggu Scarletta dengan begitu kuat. Dan jangan lupa, ia sudah cukup trending di mana-mana!"Kau Papi kirim ke Amerika, sekolah di Universitas terbaik dunia dan begini kelakuan kamu? Benar-benar liar! Memalukan!"Scarletta bahkan tidak berani mengangkat tangannya hanya untuk menghapus bulir-bulir air mata di pipi. Ia tidak seberani yang selama ini terlihat di circle pergaulannya di sana. Tidak saat berhadapan dengan laki-laki cinta pertama dalam hidup Scarletta ini, terlebih di saat dia tengah begitu murka tepat seperti saat ini."Kau rusak boleh, nakal boleh, tapi kalau caramu seperti ini, sama saja kau kirim papi-mamimu ini ke Liang lahat! Bunuh saja orang tuamu ini daripada kau permalukan seperti it
Arnold merebahkan tubuhnya di ranjang besar itu, hatinya berbunga-bunga, lega luar biasa. Dia sengaja mematikan ponselnya, malas kalau Scarletta menghubungi dirinya untuk sekedar membuat pembelaan atas viralnya video mesum itu.Sebodoh amat, Arnold tidak peduli. Yang dia pedulikan hanya satu, rencana perjodohan itu BA-TAL!Arnold memeluk gulingnya, satu langkah lagi dan impiannya untuk menikahi Sisca ada di depan mata. Agaknya langkah ini akan semakin mudah mengingat ternyata Sisca begitu pandai berbisnis. Dan itu akan sedikit membantu Arnold dalam rencana lanjutan ini.Sementara Arnold tengah berbahagia ria, Scarletta yang sudah masuk ke dalam kamarnya itu sontak menangis meraung-raung. Dibantingnya dengan keras pintu kamar, lantas ia menjatuhkan dirinya di atas ranjang.Scarletta memukul-mukul kasurnya dengan gusar. Kesialan macam apa yang menderanya kali ini? Video menjijikkan itu harus beredar menggemparkan dunia. Kenapa dia bisa seg
Scarletta bahkan tidak berani mengangkat wajahnya, ia terus menundukkan wajah hingga kini ia sudah duduk di depan tiga orang tamu agung mereka. Siapa lagi kalau bukan trah Argadana?"Langsung ke intinya saja," suara serak itu milik Gunawan Argadana, Scarletta tahu betul itu. Ia makin gugup, jemarinya sibuk meremas ujung gaunnya."Saya dan keluarga sudah mendengar kabar itu, melihat postingan itu dan sangat disayangkan sekali Scarletta bisa berbuat sejauh itu." tampak Gunawan menghela nafas panjang, "Oleh karena itu, saya dan keluarga juga sudah memutuskan bahwa kami tidak bisa melanjutkan rencana perjodohan antara Arnold dan Scarletta."Sudah Scarletta duga! Ia sontak lemas. Tidak mungkin keluarga Arnold mau melanjutkan perjodohan mereka setelah kabar itu mengguncang dunia dengan begitu luar biasa. Pupus sudah harapan Scarletta menjadi nyonya besar keluarga Argadana karena sekarang semua harapan itu lenyap tidak bersisa.Scarletta mengangkat w
"Yakin pulang hari ini?" Gunawan menatap anak sulungnya yang sudah begitu rapi pagi ini. Kopernya sudah siap, supir dan mobil yang hendak mengantarnya kembali ke Solo pun sejak tadi pagi sudah ready."Tentu, kerjaan Arnold banyak, Pi." jawab Arnold tanpa melihat ke arah sang papa.Terdengar helaan nafas panjang keluar dari mulut Gunawan, ia kemudian meletakkan sendok, menatap Arnold yang tampak asik dengan pancake berlumur saus rasphbery itu."Apa yang kalian berdua bicarakan semalam, Ar? Papi ingin tahu."Arnold yang hendak menyuapkan potongan pancake itu sontak meletakkan kembali sendoknya, menghela nafas panjang lantas mengangkat wajah dan menatap sang papa lekat-lekat."Kami hanya saling meminta maaf dan mendoakan." jawab Arnold seperlunya. Lagipula memang benar itu yang mereka bicarakan kemarin malam, bukan?Gunawan tidak bersuara, hanya mengangguk dan kembali melanjutkan sarapannya. Arnold pun demikian, kembali meraih garpu dan pisau,