Sisca melambaikan tangan pada sosok yang hendak melangkah keluar dari caffee-nya. Setelah sekian lama mereka duduk dan berbincang, kini mereka memutuskan untuk pergi dari caffee milik Sisca ini.
Sisca menghela nafas panjang, sejak tadi ia mengawasi pasangan itu. Setelah dari mengobrol banyak dari hati ke hati dengan Brian, ia memutuskan kembali ke meja dengan membawa beberapa pesanan tambahan yang Brian pesan untuk dirinya sendiri dan Wilson, selingkuhan sesama jenisnya yang di mata Sisca begitu luar biasa ganteng mempesona. Kalau saja dia tidak mempunyai kelainan orientasi, mungkin Sisca akan jatuh hati padanya dan perlahan-lahan melepaskan diri dari Arnold.
"Ah ... apaan sih? Gila aja suka sama begituan!" Sisca menepis hal itu sambil tersenyum geli. Dasar wanita, sama seperti pria, terkadang mereka tidak bisa melihat cowok ganteng nganggur barang sedetikpun.
"Temennya Bu Sisca ganteng-ganteng, ya?"
Sisca menoleh, Arum sudah berdiri di sebelahnya sambil
"Gimana sih? Kemarin di usir suruh kelarin TA, sekarang nggak boleh pergi, terus gue harus gimana?" Dirly tidak mengerti ada apa dengan orang satu ini?Arnold mendesah perlahan, kalau Dirly sudah tidak di sini, dia harus selalu stay kantor dong. Mana bisa dia ngelayap pergi ke sana kemari? Tapi apa boleh buat? Gelar dan ijazah itu penting untuk Dirly, bukan?"Iya deh, balik aja sono. Kelarin kuliah. Ntar balik tapi kalau gue kawin."Tawa Dirly pecah, membuat Arnold melemparkan pulpen yang dia pegang sedari tadi. Sebuah lemparan yang meleset dan makin membuat tawa Dirly makin keras."Nah kan, makin kurang ajar kan elu sama gue? Mau surat magang elu gue sabotase nih?" ancam Arnold kesal, ia tahu Dirly menertawakan sekaligus mengejek dirinya."Slow Man! Slow!" Dirly mulai mengendalikan diri, menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu menatap serius sosok itu."Lu saban hari udah kawin, Man! Dan elu terindikasi tiap hari kawin mulu. Jad
Sisca mematikan mesin mobil, melangkah turun dan merogoh kunci rumahnya. Ia cukup lelah hari ini, rasanya ia ingin segera tidur begitu sampai di rumah. Namun agaknya itu hanyalah sebuah ekspektasi semata karena si bos besar sudah memberi kode tugas wajib yang harus dia lakukan nanti malam."Astaga, badan rasanya nggak karuan!" SIsca menjatuhkan tubuhnya di sofa, meluruskan kaki sambil mengibas-ngibaskan tangan.Baru beberapa detik Sisca bersantai, ia sudah dikejutkan dengan dering telepon yang sontak membuat Sisca mendengus kesal. Ia lantas merogoh tasnya, meraih ponsel yeng meraung-raung sejak beberapa detik yang lalu.Sisca membelalakkan mata dan mendengus kesal, ternyata Arnold! Sisca meletakkan ponsel itu dipangkuan. Mau apa lagi orang satu ini? Sisca mengusap wajahnya dengan kedua tangan, lantas kembali meraih ponselnya, mengangkat panggilan itu dan menyimak apa yang hendak Arnold katakan."Halo," jawab Sisca dengan malas, ia menyandarkan kepala di b
"Astaga!"Sungguh rasanya Sisca ingin melemparkan sesuatu ke arah sosok itu. Tampak dia duduk santai di kursi sofa tanpa memakai baju apapun! Sungguh orang ini benar-benar sudah tidak waras! Dan sialnya, Sisca jatuh cinta setengah mati pada pria tidak waras yang ada di hadapannya."Kamu ngapain?" Sisca melangkah masuk, menutup dan mengunci pintu sebelum ada yang tahu bahwa Arnold dengan begitu santai duduk di ruang tamu rumahnya tanpa sehelai benang pun."Nungguin makan malam." jawabnya sambil nyengir lebar.Sisca tertegun, selain gila, Arnold benar-benar menggoda luar biasa. Lihatlah perpaduan tubuh berotot dan kulit bersih itu, sebuah hal yang selalu sukses membuat darah Sisca berdesir hebat dan kehilangan kewarasannya seketika.Arnold menghela nafas panjang, ia bergegas bangkit, mendorong tubuh itu dan menghimpitnya ke tembok. Wajah mereka begitu dekat, ujung hidung mereka bersentuhan, bahkan Sisca bisa merasakan hembusan nafas itu menyapa wajah
"Kenapa di dalam, Ar?" Sisca memekik keras, ia merasakan betul cairan hangat itu memenuhi rahimnya.Arnold tidak menjawab, ia malah menjatuhkan diri di atas tubuh Sisca dan memeluk erat-erat tubuh itu tanpa mengeluarkan miliknya dari dalam tubuh Sisca."Ar, minggir dulu!" tentu tempat yang muncul dalam pikiran Sisca saat ini adalah kamar mandi. Namun Arnold begitu posesif, mendekapnya begitu erat tanpa mengizinkan Sisca bergerak barang sedikitpun."Jangan banyak bawel, Sis. Aku masih ingin seperti ini dulu!"Kontan Sisca menggebuk lengan itu sekeras-kerasnya, "Kau lupa apa yang baru saja sudah kamu lakukan, heh?"Arnold tidak menjawab, bergeming di tempatnya yang makin membuat Sisca kesal setengah mati. Ia berusaha memberontak, namun tenaganya kalah kuat. Ia berkali-kali diterbangkan begitu tinggi dan di buat meledak dengan begitu luar baisa tadi, hingga kini rasanya Sisca tidak lagi berdaya apa-apa."Ar!" Ia terus berusaha melepaskan diri,
"Mami?" Tentu Arnold terkejut luar biasa mendapati Linda sudah duduk manis sambil melipat tangan. Ia yang keluar hendak mengambil air dingin dari kulkas sontak melupakan semua niatnya itu, terperanjat melihat kejutan luar biasa yang dia dapatkan malam ini. "Pakai dulu bajumu! Tidak sopan bertemu orang tua dengan bertelanjang macam itu!" seru Linda ketika melihat Arnold begitu syok dengan kehadiran dirinya. Arnold yang menyadari hal itu sontak kembali masuk ke dalam kamar dengan tergesa-gesa, menutup pintu kamar itu dan langsung menghambur ke atas ranjang. Dia duduk di tepi ranjang, berusaha menjelaskan kejutan apa yang mereka dapatkan malam ini. "Sis ... serius bangun dulu, Sis!" Arnold panik, dia menepuk pipi Sisca dengan bertubi-tubi, membuat Sisca lantas mengerjap perlahan-lahan. "Ar, nggak kuat lagi! Aku udah lemes banget, Ar!" rintih Sisca tanpa membuka mata. "Bukan begitu, Sayang! Mami di depan!" jel
Sisca meremas-remas ujung kaosnya, ia masih duduk di ruang tamu itu bersama Linda. Ya ... hanya berdua karena Arnold meminta izin untuk mandi terlebih dahulu setelah obrolan panjang-lebar mereka barusan.Sisca tidak tahu harus berbuat apa, berkata apa, jujur ia begitu takut. Yang duduk di hadapannya bukan hanya ibu dari Arnold, sang kekasih, tetapi juga isteri dari konglomerat yang mana Sisca pernah bekerja di perusahaannya, terlepas dari fakta bahwa wanita ini adalah mantan kekasih sang papa."Aku tidak bisa membayangkan, pasti papamu sangat murka dan kecewa kemarin, Sis." ujar Linda yang akhirnya buka suara.Sisca tersenyum getir, "Papa memang sangat kecewa, Tante. Tapi papa lebih kecewa setelah tahu siapa Arnold sebenarnya."Linda menatap nanar Sisca yang nampak terlihat sangat gugup itu. Kecewa setelah tahu siapa Arnold sebenarnya? Apakah itu karena siapa ibu dari kekasih anaknya ini?"Tidak salah kalau dia membenciku, Sis." desis Linda dengan
Selepas makan malam mereka kembali menuju rumah, sepanjang jalan obrolan hangat dan penuh kelakar, membuat tawa tidak henti-hentinya pecah di antara mereka. Semuanya baik, agaknya Linda masih sama seperti yang dulu, sosok yang kemarin Burhan ceritakan panjang lebar kepadanya. Sedetik kemudian tawa Sisca lenyap, masih ada satu sosok lain yang dia sendiri belum kenal dan belum tahu pasti bagaimana kepribadiannya. Dan apakah dia juga akan menerima Sisca seperti Linda yang begitu terbuka dan welcome ini? "Kapan-kapan kalau nggak sibuk ikut Mami shopping ke Paris, Sis." ujar Linda memecah lamunan Sisca. Mami. Sama seperti Burhan yang sudah membahasakan Arnold memanggilnya papa, Linda pun demikian. Sisca kembali tersenyum, menoleh dan menatap Linda dengan seksama. "Sisca belum punya pasport, Mi. Sisca urus dulu ya?" jawab Sisca sambil tersenyum. "Iya urus dulu, nanti kabari Mami kalau udah ready."
"Hei, serius nggak apa-apa meninggalkan mereka berduaan aja, Ar?" tentu Sisca protes, mereka meninggalkan orang tua mereka hanya berduaan selarut ini."Tentu, mereka perlu ruang bicara empat mata, bicara tanpa takut mengeluarkan apapun yang menganjal di hati mereka masing-masing."Bagi Arnold ini penting. Mengingat sejarah mereka yang sedikit menyakitkan di masa lalu, agaknya mereka perlu banyak bicara dari hati ke hati tentang apa saja yang sudah mereka lalui selama ini. Terlebih perihal masalah Arnold dan Sisca. Jadilah Arnold memutuskan untuk membawa Sisca kabur dan membiarkan mereka ngobrol berdua saja."Aku takut kalau me-.""Takut mereka balikan? CLBK gitu?" potong Arnold yang langsung dapat pelototan tajam dari Sisca. "Takut terus kita nggak jadi nikah?""Ar ... aku serius!" Sisca benar-benar gemas pada sosok itu, ini orang kenapa begitu santai sih? Padahal jantung Sisca sejak tadi tidak karu-karuan dan begitu cemas, kenapa dia bisa begitu s