Beranda / Romansa / My Chilly Fiance / Bab 4 : Platonic

Share

Bab 4 : Platonic

Penulis: Akarihikarii
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Terkadang ada sesuatu yang tidak bisa Hanna jelaskan pada dua teman dekatnya ini tentang hidupnya. Bukan karena tidak percaya, melainkan karena ia tahu mana batasan yang harus diceritakan dan mana yang tidak. Karena terkadang, seseorang tak butuh nasihat, tetapi hanya butuh didengar.

Hanna kembali melihat layar ponselnya setelah tertera nama “Aufan” di notice paling atas. [Tidak apa kalo kamu mau ke sini besok. Kondisiku sudah membaik. Kamu bisa bebas bercerita apapun besok.]

Hanna tersenyum tipis dan hanya membalas pesan tersebut dengan stiker acungan jempol. Ia jadi tidak sabar bertemu dengan sang empunya nama.

“Lagi senyum sama siapa?”

Hanna terlonjak kaget, menyadari Solar yang telah menunggunya dari tadi. Buru-buru ia memasukkan ponsel ke dalam tasnya kemudian terkekeh canggung.

“Bukan siapa-siapa. Ah, maaf ya aku lama. Kamu udah nunggu dari tadi?” tanya Hanna, berusaha merubah topik pembicaraan mereka.

Solar menggeleng. “Enggak, barusan.”

Hanna hanya menggangguk-angguk dan mengikuti langkah calon tunangannya ini ke arah parkiran mobil. Untuk pertama kalinya, Hanna merasakan bagaimana dijemput oleh seorang lelaki selain bapaknya.

Sejujurnya, Hanna sempat kaget setelah melihat pesan Solar yang mau menjemputnya tadi siang. Bahkan Hanna sampai mengira kalau ponsel Solar dibajak, mengingat bagaimana sosok Solar yang begitu dingin dan irit bicara, rasanya mustahil Solar mengirimkan pesan seperti itu.

Tapi kali ini, Solar benar-benar nyata. Dia benar-benar datang menjemputnya, masih dengan menggunakan kemeja kantor dan nametagnya. Sungguh sulit dipercaya.

“Kamu enggak apa-apa menjemputku?” tanya Hanna setelah Solar mulai melajukan mobilnya. Menyadari kerutan di kening Solar, Hanna buru-buru menambahkan, “Maksudku, emm … apa enggak capek kalau kamu pulang ke kantor terus menjemputku?”

“Enggak.”

 Cuma dijawab satu kata? Bagus sekali, keluh Hanna dalam hati. Meski sudah berbaik hati menawarkan tumpangan pulang, ternyata sikap Solar masih sedingin es batu.

“Memangnya kantor kamu enggak jauh?” Hanna mencoba kembali membuka topik, berusaha keluar dari kecanggungan ini.

“Hm, lumayan.”

“Lumayan? Kalau begitu, kamu enggak perlu repot-repot menjemputku. Aku bisa pulang sendiri, kok.”

Kali ini, Solar melirik Hanna. “Kamu enggak suka?”

“Bukannya enggak suka. Cuma … aku enggak terbiasa aja dijemput begini sama cowok. Apalagi kamu pasti udah capek di kantor, kan? Rasanya … aku jadi kayak memanfaatkan kebaikan kamu,” ujar Hanna pelan, merasa sedikit bersalah. 

“Bukan masalah. Santai aja,” sahut Solar sambil mengibaskan-ngibaskan tangannya.

Hanna menghela napas pasrah. Sejujurnya, ia masih kurang nyaman dengan perlakuan Solar yang selalu menyuruhnya untuk santai. Tidak di restaurant, tidak sekarang, Solar memperlakukannya seolah mereka telah kenal sejak dulu. Padahal mereka baru bertemu semalam, tetapi Solar sudah sangat memanjakannya.

Apa ini enggak terlalu berlebihan?

Bukannya Hanna tidak suka, tetapi rasanya ada yang ganjil. Mereka belum kenal dekat dan perlakuan Solar yang tiba-tiba seperti ini menjebak mereka dalam situasi canggung.

“Solar.”

“Hm?”

“Kamu enggak perlu memaksakan diri, kamu tahu?”

Solar tertegun, sebelum kembali melirik Hanna yang tengah melirik keluar jendela mobil, mengamati gedung-gedung pencakar langit yang mereka lewati. Solar menghela nafas dan menggeleng pelan.

“Aku bukan memaksakan diri, Hanna,” ujar Solar pelan. Ada jeda sesaat sebelum Solar kembali melanjutkan, “Aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat. Apa enggak boleh?”

Hanna tersentak, kaget karena lelaki yang dari kemarin bersikap dingin, tiba-tiba bisa menunjukkan sisi manisnya. Pipinya memanas saat Solar kembali meliriknya. Buru-buru Hanna memalingkan wajahnya ke jendela mobil, berharap Solar tidak melihat semburat tipis di kedua pipinya.

“Bo-boleh, sih … cuma aku enggak terbiasa,” jawab Hanna seraya mengusap tengkuknya, canggung. “Kupikir … ini terlalu tiba-tiba. Maaf ya, mungkin aku masih syok karena semalam ibuku mengumumkan masalah pertunangan denganmu. Jadi, aku masih belum tahu harus bagaimana bersikap di depanmu.”

“Kalau begitu, biasakan aja,” sahut Solar tanpa melirik Hanna. Sudut bibir kanannya tertarik, membentuk sebuah senyuman sangat tipis yang tak Hanna sadari.

“Eh? Maksudmu?”

“Besok dan seterusnya, aku akan menjemputmu.”

Hanna mengerjap. Biasanya para gadis akan senang kalau pasangannya menjanjikan seperti itu, tetapi Hanna sebaliknya. Ia tidak tahu harus merespon apa.

Seumur hidup, baru kali ini Hanna mencoba untuk menjalin hubungan dengan seorang pria. Ia pun tidak tahu apakah ini hal bagus atau justru sebaiknya. Meskipun terdengar menguntungkan, tetapi ada saja sisi ‘tidak enakan’ di dalam hatinya.  

“Ka-kamu serius?” tanya Hanna pelan. “Aku benar-benar enggak ngerepotin, nih?”

Solar mengangguk sekenanya. “Iya.”

Lagi-lagi, Hanna menatap Solar penuh keraguan. Ia ingin menolak, tetapi ia yakin kalau Solar pasti akan kembali memaksanya dengan halus. Akhirnya, Hanna memilih untuk menyerah dan membiarkan Solar bertindak semaunya.

“Baiklah, asal kamu enggak kerepotan.”

*****

“Wah, ada Abang Solar!”

Hanna mengernyitkan dalam-dalam ketika Zeze, adik bungsunya itu langsung menyambut mereka saat sedang bermain di teras rumah. Layaknya seorang anak kecil yang antusias sama mainannya, Zeze langsung memeluk kaki Solar dengan riang.

Sejak kapan mereka sangat akrab? Seketika Hanna merasa iri. Padahal ia saja butuh waktu lebih untuk bisa akrab dengan Solar, bahkan ia yang notabenenya kakak kandung Zeze ini tidak pernah disambut sebegitunya saat pulang ke rumah.  

“Kamu … udah pernah ketemu Zeze sebelumnya?” tanya Hanna heran.

“Udah.”

Hanna mengerjap. “Kapan?”

“Lusa kemarin saat aku membicarakan pertunangan itu dengan ibumu,” jawab Solar seraya membelai kepala Zeze. Sorot matanya berubah teduh, begitu pun dengan ekspresinya yang melunak ketika Zeze mulai mengoceh engggak jelas pada Solar.

“Lusa kemarin …?” gumam Hanna, tak percaya.

Lusa kemarin itu artinya sehari sebelum ibunya membicarakan pertunangan pada Hanna. Hanna mengerjap, mulai memahami situasi yang telah terjadi. Pantas saja ibunya bisa merencanakan sematang mungkin dalam semalam. Rupanya diam-diam mereka telah bertemu dan membicarakan semuanya.

Seketika Hanna jadi merasa kesal dengan ibunya. Bukankah seharusnya ia diberi tahu terlebih dahulu soal wasiat sang ayah? Kalau seperti itu kan, setidaknya ia bisa mempersiapkan diri dan berpikir matang-matang sebelum bertemu dengan Solar.

“Kamu enggak masuk, Hanna?” tanya Solar, memecah lamunan Hanna. “Soalnya aku mau pulang.”

“A-ah! Iya, ini mau masuk,” jawab Hanna cepat. Menyadari Zeze berada digendongan Solar, Hanna segera mengambil Zeze. Ia berusaha tersenyum senatural mungkin, sekalipun dirinya masih syok dengan apa yang Solar katakan tadi. 

“Sampai ketemu besok.” Solar melambaikan tangan pada dua orang di hadapannya.

“Dadah, Abang Solar!” Zeze yang justru bersorak kegirangan.

Hanna hanya tersenyum dan membalas lambaian tangan Solar melihat kepergian Solar. Tatapannya terpaku hingga mobil itu pun lenyap dari pandangan. Kemudian Hanna menghela napas panjang dan membawa Zeze masuk. Kini pikirannya berkecamuk. Ia biarkan Zeze kembali bermain di ruang tamu selagi ia berusaha untuk mencari ibunya. 

“Ibu!” Hanna menemukan sang ibu yang tengah memotong wortel di dapur. Sang ibu pun menghentikan kegiatannya dan menyambut Hanna dengan sumringah.

“Wah, sudah pulang anakku? Tadi ibu dengar suara Solar, kamu diantar lagi sama dia, ya?” goda ibunya sambil tersenyum geli.

“Iya, Bu. Tapi ada yang mau aku tanyain sebelumnya,” ucap Hanna, memotong godaan sang ibu supaya tidak salah paham. Semua yang terjadi secara tiba-tiba hingga detik ini membuat Hanna jadi gemas sendiri karena hanya ia yang tidak tahu apa-apa.

“Soal apa? Pertunangan itu lagi?” tebak sang ibu seraya menarik bangku meja makan, mengisyaratkan Hanna untuk duduk di seberangnya.

“Iya! Kenapa ibu tidak memberitahuku kalau ibu sudah berbicara soal pertunangan itu dengan Solar? Kenapa justru membicarakannya duluan ke Solar, Bu? Kan aku yang bakal tunangan, Bu! Kenapa cuma sepihak?!”

“Hanna, ibu melakukannya demi kebaikanmu,” jawab sang ibu dengan tenang.

“Demi kebaikan apanya? Yang ada, aku lama-lama hanya bisa malu-maluin ibu doang, Bu!” Hanna hampir saja meninggikan intonasi bicaranya. Melihat ibunya yang masih tersenyum penuh makna, rasanya Hanna ingin menjambak rambutnya sendiri saking gemasnya.

“Sebelumnya, ibu minta maaf lagi karena telah merahasiakannya darimu. Tapi, seorang ibu tidak mungkin menyerahkan anak putrinya begitu saja, bukan?”

Hanna mulai terdiam, berusaha mencerna apa yang tengah ibunya katakan.

“Sebelum memberitahumu, ibu juga harus memastikan kalau Solar memiliki wasiat yang sama dari keluarganya. Ibu juga harus memastikan latar belakang, pekerjaan, hingga bagaimana pribadi Solar. Oleh karena itu, ibu tidak langsung bilang kepadamu karena ibu ingin memastikan semuanya terlebih dahulu.”

Hanna tertegun, mulai menyadari maksud sang ibu.

“Pertunangan ini juga bukan keinginan Solar sendiri, Nak. Beliau memiliki wasiat yang sama dari kakeknya. Jadi, sederhananya kakeknya dan ayahmu memang biang keladi dari perjodohan ini.”

“Ibu ….”

Hanna menggigit bibir bawahnya, tidak menyangka kalau sang ibu telah berpikir sejauh itu. Ia kira, ibunya langsung menjodohkannya semata hanya karena kekayaan Solar, tetapi ternyata ia salah. Ibunya telah memikirkan matang-matang dan jauh dari apa yang Hanna kira selama ini. 

Sekarang, Hanna jadi merasa bersalah karena telah berpikir yang tidak-tidak.

“Hanna, ibu tahu pertunangan ini terasa berat bagimu. Tapi, tidak ada salahnya kalau kamu menjalankan tunangan ini sebagai bentuk hormatmu pada ayah, bukan?”

“Tapi aku belum ada perasaan apa-apa sama dia ….”

Sang ibu terkekeh pelan dan membelai punggung tangan Hanna yang menyatu di atas meja makan.

“Tentu saja belum ada. Namanya perjodohan, pasti ada saja salah satu atau bahkan dua belah pihak yang belum memiliki rasa sama sekali.”

Hanna terdiam sejenak, kemudian mengangguk dengan berat hati, menyetujui ucapan sang ibu yang benar adanya.

“Tapi, ibu yakin kalau perasaan itu akan tumbuh dengan sendirinya, Hanna. Kamu memang tidak bisa memaksakan perasaan itu, tetapi kamu bisa mulai membuka hati dengan Solar.”

Hanna tertegun, teringat ucapan serupa oleh kedua temannya tempo lalu. Membuka hati dan mencoba. Sejujurnya, ia pun belum pernah merasakan perasaan khusus pada seorang pria karena terlalu fokus dengan pendidikannya. Selama ini ia selalu menutup pintu hatinya setiap kali ada lelaki yang mengajaknya untuk berhubungan lebih.

Masalahnya sekarang, bisakah ia menumbuhkan perasaan cinta itu?

Bab terkait

  • My Chilly Fiance   Bab 5 : Aufan

    Hanna menatap cemas pada ikon baterai di layar ponselnya yang menunjukkan angka 5%. Sebelum ponselnya benar-benar mati, ia harus mengirimkan pesan singkat pada Solar supaya tidak menjemputnya di kampus. Bisa gawat jika Solar menunggunya selama berjam-jam.[Solar, maaf aku lagi enggak di kampus sekarang. Kamu enggak perlu repot-repot menjemputku. Lalu, bateraiku tinggal 5% jadi aku enggak bisa menghubungi kamu nanti. Maaf, ya.]Setelah mengirimkan pesan tersebut, ponselnya benar-benar mati. Hanna pun merutuki dirinya yang ceroboh karena tidak membawa charger di saat genting seperti ini. Andaikan saja ia punya powerbank, pasti ia tak perlu risau dengan keadaan baterainya.Hanna menghela nafas panjang, kemudian memasukkan ponselnya ke dalam tas dan kembali menyusuri pada lorong rumah sakit. Dilihatnya beberapa pasien yang tengah berlalu lalang ditemani perawat. Biasanya, jam sore adalah waktu yang paling ramai untuk membesuk. Namun, sekarang rasan

  • My Chilly Fiance   Bab 6 : Kunjungan Dadakan

    Matilah aku. Mereka benar-benar sudah menungguku lama dari tadi! batin Hanna panik.Hanna tersenyum paksa di tengah dua keluarga yang berbincang hangat. Di sebelah kirinya, ada sang ibunda tercinta yang selalu memasang senyuman manis, terlihat sangat senang akan kedatangan kedua tamunya ini. Bolak-balik ia selalu mempersilahkan tamunya untuk mencicipi camilan dan meminum teh selagi hangat.Sementara di sofa seberang, ada calon tunangan beserta bapaknya yang tengah menyesap teh panas hangat. Keduanya mengenakan balutan kemeja hitam yang tampak mahal dan sangat rapi. Aroma parfum khas pria kaya tercium sampai di tempatnya. Hanna semakin minder jika menyandingkan dirinya dengan mereka. Bahkan cara minumnya pun benar-benar penuh tata krama.Duh, Hanna jadi tidak bisa membayangkan kalau ia benar-benar menjadi istri dari seorang calon pewaris perusahaan ternama. Ia sangat-sangat minder. Soalnya, bau rakyat jelata dan konglomerat itu beda jauh!“K

  • My Chilly Fiance   Bab 7 : Pagi yang Berbeda

    Hanna tidak bisa tidur nyenyak semalaman. Setelah Solar membalas pesan singkatnya dan mengajaknya untuk bertemu setelah makan siang, sosok pria tampan itu langsung memenuhi isi kepalanya. Memikirkan apa yang sepatutnya mereka bahas, atau bagaimana mereka berbincang nantinya, Hanna terus mencari cara agar percakapan mereka tidak lagi canggung dan awkward sampai ia gemas sendiri dengan pikirannya itu.Dan sekarang, ia bahkan berpenampilan rapi dan memoleskan make up tipis. Surai hitam sepunggungnya itu ia biarkan tergerai rapi. Karena jam kuliahnya hari ini berakhir tepat sebelum jam makan siang, ia sampai membawa pouch make up yang jarang sekali ia sentuh jika tidak ada urgensi untuk bertamu.Menatap pantulan wajahnya di cermin, Hanna sudah lupa kapan ia terakhir kali mendandani dirinya serapi ini sebelum kuliah. Biasanya, ia tidak terlalu memedulikan penampilannya. Namun, kali ini tentu saja berbeda. Hanna harus memantaskan penampilannya setara

  • My Chilly Fiance   Bab 8 : Malu-maluin

    “Halo, Mas Solar! Perkenalkan, kami teman-temannya Hanna! Aku Via dan di sebelahku Elora! Salam kenal, ya!” “Salam kenal, calon tunangan temen saya yang paling ganteng!” Hanna mengusap wajah gusar saat dua teman gilanya ini memaksakan diri untuk berkenalan dengan Solar. Lihatlah sekarang wajah Solar yang tampak bingung, bahkan sampai menatap Hanna, seolah meminta penjelasan atas kekacauan semua ini. Seharusnya, Hanna tinggalkan saja dua orang itu setelah ia selesai salat dzuhur tadi. Kalau tahu bakal malu-maluin begini, ia enggak akan sudi menunggu mereka dari tadi. Sekarang Hanna benar-benar menyesal. Sungguh, Hanna malu punya teman enggak tahu diri kayak mereka! “I-iya, ini teman-teman aku. Teman kuliah,” ucap Hanna dengan ogah-ogahan. “Oh, kalau begitu salam kenal.” Sudut bibir Solar terangkat sedikit, membentuk sebuah senyuman formalitas. “Salam kenal juga, Mas! Mas tau, enggak? Hanna pas menceritaka

  • My Chilly Fiance   Bab 9 : Kompor!

    “Hee? Solar enggak menjemputmu hari ini? Kalian enggak berantem, kan?” Via dengan suara cemprengnya kembali mengheboh-hebohkan keadaan. Sengaja ia besar-besarkan suara, memanas-manasi Hanna yang tengah menyantap mie ayam spesial.“Kenapa, nih? Kenapa? Ada sesuatu, kah?” Elora yang tak mau kalah itu langsung ikut-ikutan mengompori situasi.Hanna menghela napas panjang dan memutar bola mata jemu. Ekspresinya kembali jengkel melihat bagaimana respon dari dua teman gilanya ini. Makan siang yang tadinya damai, berakhir ribut hanya karena Hanna mengatakan Solar tidak ke sini. Seketika ia menyesal sudah mengungkit nama Solar di tengah makan siang mereka. “Bukan begitu. Aku ini mau bimbingan dulu, woi! Udah tiga hari skripsiku terlantar, belum ada progressan. Aku ini enggak mau nambah semester lagi!” Hanna mengacung-acungkan garpunya pada dua gadis di depannya itu dengan geram.Iya, sudah tiga hari berturut-turut Solar s

  • My Chilly Fiance   Bab 10 : Sisi Manis

    “Hm, kayaknya kita masih perlu membandingkan gaun tadi sama yang lain.”“Se-serius?”“Iya. Kata Papa, ada rekomen pakaian bagus di sana.”Hanna mengusap wajah gusar ketika Solar kembali menunjuk sebuah toko pakaian. Ini hari minggu, hari dimana seharusnya ia mrehatkan otak dan tubuhnya. Tetapi hari ini berbeda karena Solar mengajaknya untuk mencari gaun dan jas yang cocok untuk pertunangan mereka yang tinggal dua hari lagi. Sudah lima jam lamanya mereka mengitari mall ini, tapi entah kenapa sulit sekali mencari pilihan yang sesuai dengan selera Solar.Padahal saat kemarin mencari cincin dan beberapa keperluan lain, mereka tidak perlu berlama-lama seperti ini. Tapi entah kenapa, untuk yang satu ini begitu berbeda. Lelaki itu mudah sekali mengajaknya ke toko lain untuk sekedar mencoba, lalu mereview baju tersebut dan meskipun sesekali ia memuji Hanna cantik, tetap saja Solar merasa belum puas.Seketika Hanna merasa

  • My Chilly Fiance   Bab 11 : Curiga

    “Berhenti menjelek-jelekkan aku dan calon tunanganku, dasar sampah!”Hanna membentak keras, tak bisa lagi menahan emosinya. Tak lagi peduli pada dirinya yang seketika menjadi pusat perhatian. Mau bercanda atau tidak, ia paling tidak bisa mentolerir siapapun yang menginjak-injak harga diri seseorang. Baginya, ini sudah sangat keterlaluan. Wanita di sebelah Vincent sudah bersiap menampar Hanna balik. “Berani-beraninya—”“Cukup, Sayang. Aku enggak apa-apa,” ucap Vincent tiba-tiba. Digenggamnya pergelangan tangan wanitanya itu dan tersenyum tipis. Kemudian ia beralih menatap Hanna takjub dan kembali tertawa, seperti telah menenemukan sesuatu yang menarik.“Apa lihat-lihat?” Hanna berseru garang.“Di luar perkiraan, ternyata calonmu ini pemberani banget, ya.” Vincent kembali tertawa, hendak menyentuh Hanna dengan seujung jarinya. Namun, Solar langsung menghentikan pergerakan lelaki

  • My Chilly Fiance   Bab 12 : Awal Pertengkaran

    “Jadi, kamu ke sini diam-diam?”Hanna yang tengah berada di dalam kamar Aufan itu menggeleng pelan. Seperti biasa, ia menyempatkan berkunjung saat senja tiba. Sebenarnya, ini kesempatan terakhirnya untuk bertemu Aufan. Besok adalah hari pertunangannya. Setelah itu, Hanna tak yakin kalau Solar mengijinkannya begitu saja untuk bertemu Aufan.“Apa nanti tunanganmu itu enggak salah paham?” tanya Aufan lagi.Hanna menarik napas panjang, enggan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sejujurnya, ia memang belum berani mengungkit Aufan sama sekali di hadapan Solar karena ia takut kalau lelaki itu akan salah paham. Ia butuh waktu untuk menjelaskan siapa Aufan ini pada Solar dan itu bukan sekarang.Ditatapnya layar ponsel berisikan percakapannya hari ini dengan Solar. Lelaki itu hanya bilang oke saat Hanna mengingatkannya tidak perlu menjemputnya.Seharusnya ia tidak perlu khawatir akan terjadi sesuatu yang mengejutkan, bukan?&ld

Bab terbaru

  • My Chilly Fiance   Bab 18 : I Am His Fiance, So Why?

    Tiga hari setelah pertunangan, Hanna mulai merasakan perubahan dalam kehidupan kampusnya. Setiap kali ia melangkah, punggungnya serasa dihujani tatapan tajam bersamaan dengan bisikan-bisikan yang tak bisa ia dengar dengan jelas. Bahkan di perpustakaan atau di kantin pun, orang-orang di seberang mejanya akan kembali berbisik-bisik.Hanna tahu kalau hampir semua mahasiswa manajemen bisnis mengenali Hamid Coorperation, perusahaan terkaya se-Asia Tenggara. Perusahaan itu seringkali diungkit oleh dosen mereka sebagai contoh nyata. Tetapi ia tidak tahu kalau ternyata berita-berita tentang perusahaan itu seringkali diungkit sebagai bahan gibahan mahasiswa.Dan sekarang, namanya seolah menjadi trending topik di jurusan, sebagai tunangan resmi dari calon penerus perusahaan Hamid Coorperation. Bukannya berita itu tidak benar, tetapi Hanna begitu risih. Kalau mereka membicarakan diam-diam atau di belakang Hanna, sih, tidak apa. Tetapi ini ia gibahin orang tak jauh d

  • My Chilly Fiance   Bab 17 : Please, Don't Talk About Him

    Hanna tak bisa tidak terpukau setiap kali Solar mengajaknya ke suatu tempat berkelas. Kali ini, ia mengajaknya ke suatu restaurant bintang lima yang berada di suatu hotel berkelas. Sesuatu yang belum pernah ia masuki sepanjang hidupnya.Baru masuk satu langkah ke sini pun, rasanya Hanna kembali minder dengan penampilannya. Lihatlah orang-orang yang berpakaian mahal nan bermerk dan terlihat begitu elegan. Mereka semua adalah orang-orang berkelas yang setiap hari menghabiskan puluhan juta untuk makan dan minum. Sangat berbeda dari Hanna yang selalu hidup dengan kesederhanaan.“Apa … aku enggak apa-apa ke sini?” bisik Hanna sebelum melangkah lebih jauh.“Kenapa enggak? Ini cabang perusahaanku juga, kok,” jawab Solar begitu santai. Sorot mata yang biasanya begitu dingin, kini terlihat begitu teduh. Diulurkannya tangan kanannya pada Hanna. “Ayo.”Hanna meneguk ludah dan meraih tangan Solar yang terasa begitu hangat. T

  • My Chilly Fiance   Bab 16 : Overthinking

    Berhubungan dengan seseorang yang baru seharusnya tidak selamanya sulit, tetapi Hanna tidak pernah merasakan bagaimana terpaksanya seorang anak yang memiliki saudara non-biologis seatap dengannya. Sekalipun hidup Hanna selalu diwarnai dengan keterpaksaan, tetapi ia tak bisa membayangkan bagaimana berada di posisi Solar yang harus menerima keberadaan Aufan sebagai saudara tirinya.Teringat bagaimana mereka saling sindir-menyindir dingin saat acara pertunangan pun, membuat Hanna berpikir masalah mereka tidak sesederhana itu. Apalagi sampai Papa turun tangan, mengingatkan bagaimana Solar yang harus bertindak dewasa. Entah sudah berapa lama pertengkaran itu berlangsung, Hanna hanya bisa berharap kalau keduanya bisa cepat akur.Berada di tengah-tengah orang yang berselisih bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Jika menghadapinya satu per satu, Hanna masih bisa bersikap biasa saja. Tetapi jika ia bertemu di tengah dua orang itu di saat yang bersamaan, momen itulah yang membuat

  • My Chilly Fiance   Bab 15 : Saudara Tiri

    “Selamat atas pertunangannya, ‘Kakakku Tersayang’. Ah, aku jadi iri melihatmu bisa bersanding dengan cewek secantik ini,” Aufan berucap dengan penuh penekanan. Sebuah senyuman miring terbentuk di bibirnya dengan ekspresi yang begitu terpaksa. Diliriknya Hanna yang seketika membuat gadis itu tak nyaman.“Makasih. Kalau iri, cari jodoh sana,” balas Solar, terdengar sedikit ketus. Ia balas menjabat tangan itu kemudian melepasnya kembali hanya dalam beberapa detik.“Aw, sakitnya hatiku, Kak. Seperti biasa, kakak begitu dingin, ya. Padahal aku ini udah repot-repot ke sini, loh.” Aufan menyeringai tipis begitu menyadari kedutan di kening Solar.“Ck, menjengkelkan,” gumam Solar pelan, tetapi Hanna masih bisa mendengarnya.“Ish, ish, jangan dingin begitu. Padahal aku ke sini bukan hanya karena kakak, tetapi karena sahabatku telah berhasil ‘diikat’ oleh seseorang.” Aufan bera

  • My Chilly Fiance   Bab 14 : Engagement Day

    Balutan jas dan gaun warna-warni menghiasi keramaian pesta malam ini. Seharusnya, suatu pesta yang terlihat mewah dan megah tak lagi mengherankan bagi orang-orang kaya di luar sana. Namun, beda halnya dengan Hanna yang notabenenya adalah kaum biasa. Ia cukup terperangah, sampai tak bisa berkedip ketika menyaksikan sesuatu yang sangat jarang dilihatnya. Padahal ini hanya acara pertunangan yang biasanya dihadiri oleh keluarga dan teman-teman dekat, tetapi rasanya ini sudah sangat-sangat berlebihan. Rasanya seperti perkumpulan orang-orang konglomerat, sementara ia hanyalah upik abu terpilih yang bisa bersanding dengan orang semacam Solar. Hanna tidak habis pikir, jika dia benar-benar menikah dengan Solar, seberapa megah lagi acara pernikahannya nanti? Buru-buru Hanna menghapus pikiran tersebut dan mengendalikan diri, berusaha bersikap senormal mungkin ketika acara dimulai. Karena kecamuk dalam kepalanya begitu riuh, ia hampir melupakan fakta kalau mereka sedang

  • My Chilly Fiance   Bab 13 : Egois

    Helaan napas panjang kembali keluar dari bibir gadis itu, meratapi beban di punggung yang terasa begitu berat. Ditatapnya pantulan cermin yang menampilkan sosok gadis yang kacau. Hidungnya memerah, kelopak matanya sedikit membengkak, dan sisa-sisa bulir air mata masih membekas di pipi.Aneh rasanya. Padahal mereka bukanlah sepasang kekasih, bukan pula dua orang yang saling jatuh cinta dengan sendirinya. Mereka hanyalah dua orang asing yang bertemu karena sebuah wasiat pertunangan. Namun, kenapa rasanya begitu sakit setelah menatap punggung Solar yang pergi begitu saja?Hanna menggelengkan kepala pasrah dan mulai membasahi wajahnya yang kusam. Entah sudah berapa liter air mata yang ia keluarkan hanya karena memikirkan Solar dan pertunangan mereka besok. Rasanya, ia tidak bisa menguasai perasaannya sendiri yang penuh kecamuk. Perasaan yang penuh akan kemarahan, bersalah, dan kesedihan itu menjadi satu begitu saja, sehingga Hanna pun tak tahu alasan ia menangis sebenarnya

  • My Chilly Fiance   Bab 12 : Awal Pertengkaran

    “Jadi, kamu ke sini diam-diam?”Hanna yang tengah berada di dalam kamar Aufan itu menggeleng pelan. Seperti biasa, ia menyempatkan berkunjung saat senja tiba. Sebenarnya, ini kesempatan terakhirnya untuk bertemu Aufan. Besok adalah hari pertunangannya. Setelah itu, Hanna tak yakin kalau Solar mengijinkannya begitu saja untuk bertemu Aufan.“Apa nanti tunanganmu itu enggak salah paham?” tanya Aufan lagi.Hanna menarik napas panjang, enggan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sejujurnya, ia memang belum berani mengungkit Aufan sama sekali di hadapan Solar karena ia takut kalau lelaki itu akan salah paham. Ia butuh waktu untuk menjelaskan siapa Aufan ini pada Solar dan itu bukan sekarang.Ditatapnya layar ponsel berisikan percakapannya hari ini dengan Solar. Lelaki itu hanya bilang oke saat Hanna mengingatkannya tidak perlu menjemputnya.Seharusnya ia tidak perlu khawatir akan terjadi sesuatu yang mengejutkan, bukan?&ld

  • My Chilly Fiance   Bab 11 : Curiga

    “Berhenti menjelek-jelekkan aku dan calon tunanganku, dasar sampah!”Hanna membentak keras, tak bisa lagi menahan emosinya. Tak lagi peduli pada dirinya yang seketika menjadi pusat perhatian. Mau bercanda atau tidak, ia paling tidak bisa mentolerir siapapun yang menginjak-injak harga diri seseorang. Baginya, ini sudah sangat keterlaluan. Wanita di sebelah Vincent sudah bersiap menampar Hanna balik. “Berani-beraninya—”“Cukup, Sayang. Aku enggak apa-apa,” ucap Vincent tiba-tiba. Digenggamnya pergelangan tangan wanitanya itu dan tersenyum tipis. Kemudian ia beralih menatap Hanna takjub dan kembali tertawa, seperti telah menenemukan sesuatu yang menarik.“Apa lihat-lihat?” Hanna berseru garang.“Di luar perkiraan, ternyata calonmu ini pemberani banget, ya.” Vincent kembali tertawa, hendak menyentuh Hanna dengan seujung jarinya. Namun, Solar langsung menghentikan pergerakan lelaki

  • My Chilly Fiance   Bab 10 : Sisi Manis

    “Hm, kayaknya kita masih perlu membandingkan gaun tadi sama yang lain.”“Se-serius?”“Iya. Kata Papa, ada rekomen pakaian bagus di sana.”Hanna mengusap wajah gusar ketika Solar kembali menunjuk sebuah toko pakaian. Ini hari minggu, hari dimana seharusnya ia mrehatkan otak dan tubuhnya. Tetapi hari ini berbeda karena Solar mengajaknya untuk mencari gaun dan jas yang cocok untuk pertunangan mereka yang tinggal dua hari lagi. Sudah lima jam lamanya mereka mengitari mall ini, tapi entah kenapa sulit sekali mencari pilihan yang sesuai dengan selera Solar.Padahal saat kemarin mencari cincin dan beberapa keperluan lain, mereka tidak perlu berlama-lama seperti ini. Tapi entah kenapa, untuk yang satu ini begitu berbeda. Lelaki itu mudah sekali mengajaknya ke toko lain untuk sekedar mencoba, lalu mereview baju tersebut dan meskipun sesekali ia memuji Hanna cantik, tetap saja Solar merasa belum puas.Seketika Hanna merasa

DMCA.com Protection Status