Ketiga pria yang berdiri di belakang Annabele, tampak memperhatikan punggung gadis itu, membuat Annabele sampai mengusap tengkuk karena merasa merinding.
"Bukankah dia manis."
"Hmm ... Cris, bagaimana menurutmu?"
Dua pria berbisik pada satu pria yang berdiri di tengah, sedangkan pria yang ada di tengah hanya diam seraya menatap tajam ke punggung Annabele.
Annabele tengah berpikir, kenapa merasa wajah pria yang berada dalam satu lift dengannya itu begitu tak asing, dan dirinya baru menyadari kalau pria itu ada dalam mimpinya.
"Kenapa kebetulan? Aku pikir itu hanya imajinasi," gumam Annebele dalam hati.
Annebele melihat bayangan dari pantulan pintu lift yang berwarna silver, di mana sedikit menampakan bayangan yang berdiri di sana, sekilas dia merasa pria di belakangnya memperhatikan, membuat Annabele semakin merasa canggung.
"Kenapa liftnya berjalan begitu lambat?" tanya Annabele dalam hati.
Pintu lift terbuka di lantai 8, tempat divisi Annabele berada. Gadis itu langsung keluar dari lift meninggakan 3 pria tadi. Namun, saat bergegas setelah keluar dari lift, entah kenapa Annabele berpikir untuk menoleh, hingga dirinya sekilas melihat wajah yang benar-benar ada dalam mimpinya.
"Dia."
Baik pria yang ada di dalam lift maupun Annabele, melihat satu sama lain sebelum pintu lift tertutup sempurna.
-
-
Annabele berjalan terburu untuk melakukan absen menggunakan finger print, sebelum pergi ke meja tempatnya bekerja.
Julie melihat Annabele datang, langsung menghampiri temannya itu untuk menanyakan ke mana Annabele semalam.
"Selamat, tidak terlambat." Annabele menghela napas lega ketika sudah duduk di belakang meja, bahkan mengusap pelan dada.
"Anna!" panggil Julie.
Annabele yang baru saja duduk, terlihat begitu terkejut dan hampir berjingkat karena suara panggilan Julie.
"Kamu mengagetkanku." Annabele lagi-lagi menghela napas kasar.
"An, semalam kamu ke mana? Katanya nyari udara segar, tapi kenapa tidak balik ke pesta?" tanya Julie yang merasa kehilangan temannya itu semalam.
"Aku--" Annabele terlihat berpikir, haruskah bercerita kepada temannya tentang mimpi aneh itu, tapi ragu karena itu sangat tak masuk akal.
"Oh, semalam kepalaku pusing, karena itu aku memilih pulang dan istirahat lebih cepat," jawab Annabele pada akhirnya.
"Aku sangat mencemaskanmu, kamu tiba-tiba menghilang dan ponselmu tidak bisa dihubungi," ujar Julie lagi.
"Aku baik-baik saja." Annabele tersenyum tipis untuk melegakkan hati Julie.
Julie hanya mengangguk kecil, hingga kemudian menyadari sesuatu. Ia menengok ke telinga Annabele.
"An, kenapa antingmu cuma sebelah?" tanya Julie.
Annabele cukup terkejut mendengar pertanyaan Julie, hingga langsung menyentuh telinga kiri dan tak mendapati antingnya.
"Hah, ke mana antingku yang sebelah?" Annabele tampak panik.
"Kamu nggak merasakan kalau hilang?" tanya Julie.
Annabele menggeleng dengan wajah panik, anting itu adalah pemberian seseorang yang entah kenapa membuat gadis itu terus ingin memakainya. Annabele sudah memakainya lebih dari sepuluh tahun.
"Bagaimana ini? Kenapa hilang?" tanya Annabele dengan mimik wajah yang menunjukkan kesedihan.
"Coba nanti cari di rumah, siapa tahu terjatuh di kamar." Julie mencoba melegakkan hati Annabele agar tidak terlalu cemas.
Annabele mengangguk pelan, berharap kalau yang dikatakan oleh Julie benar, antingnya jatuh di rumah.
-
-
Di ruang CEO. Pria yang tadi bersama Annabele di lift, ternyata adalah CEO baru di perusahaan Annabele bekerja. Cristian Ambrosius, pria dengan mata berwarna coklat keemasan, memiliki rahang kuat dengan garis wajah begitu tegas.
Cristian duduk di kursi kebanggaannya, satu telapak tangan mengepal karena menggenggam sesuatu.
"Aku menemukanmu," gumamnya dengan senyum kecil di wajah.
"Apa aku baru melihat sebuah senyuman?" Pria lain yang tadi bersama Cristian, tampak berjalan menuju meja Cristian.
Pria itu adalah Simon, saudara Cristian dan juga seorang manager umum di perusahaan itu.
"Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk, hah?" tanya Cristian yang memasukkan sesuatu dari kepalan tangan ke saku jas.
Simon duduk di kursi yang ada berada di depan meja Cristian, menatap ekspresi saudara yang tak seperti biasanya.
"Gadis itu, apa itu dia?" tanya Simon.
Cristian yang tadinya ingin mengabaikan kedatangan Simon, akhirnya menatap pada saudaranya itu.
"Ya, jadi jangan ganggu dia!" jawab Cristian dengan penekanan di setiap kata.
Simon tersenyum kecil saat menatap Cristian, hingga kemudian berkata, "Tapi dia sangat menarik dan mencolok, apa aku boleh--" Simon menghentikan ucapannya ketika melihat Cristian menatap tajam dengan bola mata yang berubah berwarna gold.
"Oh, baiklah. Aku hanya bercanda," ujar Simon, lebih baik tak menggoda dari pada pria itu murka.
"Kembali ke pekerjaanmu!" perintah Cristian.
-
-
Annabele dan Julie sudah berada di meja makan kantin. Annabele masih memikirkan antingnya yang hilang.
"An, ayo dimakan!" ajak Julie karena Annabele hanya mengaduk-aduk makanannya sejak tadi.
"Bagaimana kalau antingku yang sebelah benar-benar hilang?" tanya Annabele yang masih memikirkan benda itu.
"'Kan belum dicari di rumah," kata Julie.
Annabele tak menjawab, masih mengaduk-aduk makanannya karena frustasi.
"Hei, kenapa?" Teman kerja pria Annabele dan Julie ikut duduk, bahkan langsung duduk di sebelah Annabele.
"Dia kehilangan antingnya, Sam." Julie melihat ke arah Samuel—teman kerja, hingga kemudian pada Annabele.
"Anting?" Samuel langsung menyentuh dagu Annabele dan menggerakan kepala gadis itu ke kanan dan kiri. "Mau beli yang baru? Akan aku belikan kalau mau," tawar Samuel.
"Hah! Tidak, tidak! Aku hanya sayang saja dengan anting itu," tolak Annabele yang tak menyangka jika teman kerjanya itu malah menawari anting baru.
Annabele kembali menatap makanan yang ada di meja sebelum akhirnya menyantap. Mencoba menghindari tatapan Samuel yang baginya terlalu intiim.
Tanpa diketahui ketiganya, sepasang mata memperhatikan gerak-gerik mereka.
"Apa kamu kalah cepat, hah?"
-
-
Semua karyawan tengah sibuk menyantap makan siang mereka, ketika tiga pria yang manjadi petinggi di perusahaan, tampak berjalan di kantin itu.
"Tunggu, apa CEO kita dan para petingginya akan makan di kantin?"
"Sepertinya benar, wah pemandangan langka."
Annabele dan Julie yang sedang makan, langsung terlihat bingung ketika mendengar karyawan lain saling bisik, hingga mereka ikut menatap ke arah para karyawan melihat, termasuk Sam juga.
Annabele seolah semakin tak percaya ketika melihat Cristian, pria yang dianggap ada dalam mimpinya, kini benar-benar ada di depan mata.
Cristian, Simon, dan Alfred, duduk di meja yang berada di sudut ruangan, berjarak 3 meja dengan tempat Annabele dan yang lain duduk. Namun, posisi duduk Cristian saling hadap dengan Annabele, membuat keduanya bisa saling tatap.
"Oh ya, kamu semalam nggak lihat CEO kita, 'kan! Nah tuh orangnya," ucap Julie setengah berbisik.
'Tunggu! Apa?" Annabele cukup terkejut dengan yang diucapkan Julie.
Pria yang berada dalam mimpinya, atau itulah yang diyakini Annabele, ternyata adalah atasannya.
"Semalam setelah kamu pergi pak Cristian datang tapi setelahnya pergi lagi. Akhirnya hanya ada pak Simon, dia manager umum di perusahaan. Sedangkan sebelahnya yang memiliki rambut sedikit ikal adalah pak Alfred, dia direktur utama perusahaan." Julie menerangkan siapa saja pria-pria yang sekarang sedang dipandang oleh kaum hawa di kantin.
Annabele tidak berkata apa-apa, hanya melirik sekilas karena merasa aneh, sebelum akhirnya memilih menyantap makan siangnya lagi.
Sementara itu, Cristian tampak memperhatikan meja Annabele, melihat bagaimana gadis itu sedang makan, bahkan melihatnya sesekali tertawa.
"Kenapa tidak satu meja dengannya?" tanya Simon.
"Apa kamu pikir gadis itu tidak akan terkejut kalau kita langsung duduk di sana?" Alfred menjawab pertanyaan Simon mewakili Cristian.
"Kalau dia hanya diam, pastinya pria yang ada di sebelah gadis itu, akan merebut darinya," ucap Simon memberi komentar.
Cristian tidak berkomentar dengan perdebatan Simon dan Alfred. Ia masih terus menatap Annabele dan masih memperhatikan gerak-gerik gadis itu.
Annabele sendiri masih bercanda sambil makan, sesekali tertawa kecil ketika menanggapi Julie ataupun Sam bicara. Hingga nalurinya menuntun untuk melihat ke arah pria yang duduk berjarak beberapa meja dengannya, Annabele sadar kalau Cristian sedang melihat ke arahnya.
***
Annabele terlihat membawa setumpuk berkas, baru aja mengambilnya dari ruang arsip. Ia berusaha memencet tombol di dinding lift, tapi tidak sampai karena terlalu repot dengan berkas yang dibawanya.
Hingga tangan terulur dan menekan tombol itu untuknya, Annabele merasakan kalau ada seseorang yang berdiri tepat di belakang, dan aroma parfum itu tak asing untuk Annabele.
Annabele secara impulsif menoleh, ketika pintu lift terbuka. Ia melihat Cristian berdiri tepat di hadapannya, bahkan seperti tidak ada jarak di antara mereka. Annabele melihat wajah itu, sejenak termangu ketika sekali lagi melihat wajah sama yang mengganggu pikirannya.
"Pintunya sudah terbuka," ucap Cristian yang kemudian memilih masuk duluan.
Annabele tak mengerti kenapa jantungnya tiba-tiba berdegup dengan cepat, terutama ketika mendengar suara Cristian.
"Ini bukan khayalan, 'kan." Annabele bergumam dalam hati.
Annabele masuk ke lift, tapi berdiri tepat di depan pintu lift sedangkan Cristian ada di belakangnya. Cristian menekan angka 8 agar Annabele tak perlu menekan sendiri karena kerepotan.
"Terima kasih," ucap Annabele.
"Sama-sama, Bele."
Annabele terkejut ketika mendengar Cristian memanggil namanya, apalagi yang disebutkan nama belakang.
"Anda tahu nama saya?" tanya Annabele seraya menoleh, tapi sayangnya gerakan cepatnya itu membuat berkas di tangan jatuh berserakah.
"Aduh!" Annabele langsung berjongkok untuk memunguti berkas itu.
Cristian menatap Annabele yang bereaksi berlebih ketika dirinya memanggil dengan sebutan 'Bele', hingga kemudian ikut berjongkok untuk membantu gadis itu memungut kertas di lantai.
"Bagaimana Anda tahu nama saya?' tanya Annabele dengan tangan masih mengumpulkan kertas yang jatuh, tapi tatapannya tak teralihkan dari wajah Cristian.
Cristian mengulurkan berkas ke arah Annabele, matanya menyorot dengan sedikit pantulan cahaya yang terpancar. Annabele mengambil kertas yang diulurkan Cristian, manik matanya menatap pada mata pria itu, seakan terhipnotis dengan warna mata yang tak biasa dijumpai.
"Id card," jawab Cristian singkat.
Annabele langsung menengok pada Id card yang tergantung di leher. "Ah, benar juga," batin gadis itu.
Annabele langsung berdiri ketika sudah selesai, dan diikuti oleh Cristian. Annabele berdeham, kemudian memilih berdiri menghadap pintu lift dan menunggu terbuka saat di lantai 8.
Begitu pintu terbuka, Annabele langsung keluar dari lift, tapi sebelum pergi dirinya sempat menoleh ke arah Cristian, gadis itu mengulas senyum dengan sedikit menganggukkan kepala sebagai tanda terima kasih karena sudah dibantu. Sesaat sebelum pintu lift kembali tertutup, baik Cristian maupun Annabele masih saling tatap, seakan enggan berpaling melihat ke arah lain.
"Kenapa aku merasa sangat dekat dengannya? Kenapa dia seperti sebuah medan magnet yang terus menarikku?"
"Apa kamu tidak melakukan apa yang aku perintahkan, hah!""Sudah, aku tidak tahu kenapa dia masih baik-baik saja.""Kamu pasti bohong! Kalau dia jatuh dari atap, tentunya nyawanya sudah melayang! Bagaimana bisa dia masih hidup dan tidak terluka sedikit pun?!""Aku benar-benar mendorongnya! Aku melihatnya jatuh, setelah itu aku pergi karena takut ada yang melihat.""Pembohong! Pokoknya, kamu sudah menerima uang dariku, aku mau kamu menyingkirkannya, bagaimanapun caranya aku tidak peduli!"--"Mama yakin nggak lihat?" tanya Annabele, berharap Samantha menemukan sebelah antingnya."Nggak ada, An. Memangnya terakhir sadar masih ada kapan?" tanya Samantha yang bicara sambil membereskan meja makan."Semalam masih ada, tapi tadi pas di kantor udah nggak ada," jawab Annabele yang putus asa."Mungk
Semua karyawan tengah menerka kenapa teman mereka sampai melompat dari gedung. Hingga menduga kalau masalah hutang menjadi dasar atas kenekatan Trishie melompat dari gedung bertingkat dua puluh lima itu.Pihak polisi sudah membawa mayat gadis itu, dan mengolah kejadian perkara untuk jadi barang bukti kalau Trishie benar-benar melompat dari sana.Annabele terlihat tidak fokus bekerja. Ia menatap laptop tapi pikirannya tertuju pada kematian teman kerjanya itu."An, kamu tidak apa-apa?" tanya Sam yang ternyata ada di samping meja Annabele.Annabele terkejut mendengar suara Sam, hingga menatap pada teman kerja yang sudah bersandar di tepian mejanya."Tidak apa-apa, mungkin hanya masih memikirkan nasib Trishie, kenapa dia sampai melompat dari gedung," jawab Annabele."Jangan terlalu dipikirkan. Minumlah!" Sam memberikan sebotol minuman jus jeruk pada Annabele.
Pria yang sengaja ingin menabrak Annabele, baru saja keluar dari klub setelah mabuk. Pria itu masih tidak percaya dengan yang dilihatnya sore tadi, hal yang tak masuk akal dicerna oleh pikiran orang biasa."Aku bilang dia hilang, tapi tidak ada yang percaya. Apa aku ini tampak seperti pembohong, hah! Kurang ajar, kenapa aku harus mendapat pekerjaan gila seperti ini? Dia bukan gadis biasa. Ya, aku yakin dia bukan gadis biasa." Pria itu terus meracau, melangkah dengan sedikit gontai menuju parkiran mobil.Saat akan membuka pintu mobil, tangan pria itu dicekal oleh seseorang lantas ditarik dan punggungnya membentur tembok."Aghh!" pekik pria itu.Baru ingin melihat siapa yang menyeret dan mendorongnya, pria itu terkejut karena lehernya tercekik, bahkan tubuhnya terangkat hingga kakinya tidak menyentuh tanah."Si-siapa ka-mu?" Pria itu bicara dengan menahan sakit karena tekanan jari
Annabele langsung pulang setelah Cristian pergi meninggalkannya, gadis itu terus bertanya-tanya kenapa sikap atasannya berubah."Aku pulang!" Annabela masuk dan langsung duduk di sofa."Baru pulang, kamu lembur?" tanya Samantha."Tidak, tadi habis makan dengan Sam." Annabele bicara seraya menatap telapak tangan kiri yang terluka.Samantha yang kebetulan sedang di dapur, menghampiri Annabele di ruang tamu. Wanita itu terkejut saat melihat luka di tangan Annabele."Tanganmu kenapa?" tanya Samantha seraya meraih tangan Annabele."Tadi jatuh," jawab gadis itu sedikit meringis karena luka perih di tangan."Kamu ini, sudah besar juga masih bisa terjatuh."Samantha berdiri dan kembali ke dapur mengambil air bersih untuk membersihkan lupa Annabele.Annabele menatap sapu tangan yang diberikan Cristian, pik
'Jika makhluk fantasi itu memang ada, lalu kenapa tidak ada yang tahu? Atau rupa mereka benar-benar menyerupai kita, sehingga kita tak pernah menyadari dan tahu akan hal itu.' Annabele baru saja mengambil paket dokumen di meja resepsionis. Pikirannya masih tertuju dengan artikel yang dibacanya semalam. Meski Annabele baru saja mengenal dan melihat Cristian beberapa kali, tapi entah kenapa merasa sangat tertarik dengan pria itu. Ada sesuatu di dalam diri Cristian yang membuat Annabele ingin mendekat. Pintu lift terbuka di lantai satu, Annabele cukup terkejut ketika mendongak untuk melihat siapa yang masuk. Cristian sudah berdiri di hadapannya, sendirian. Pria itu masuk dan berdiri di samping Annabele, membuat gadis itu lantas sedikit bergeser ke kanan untuk tidak terlalu dekat. Begitu pintu lift tertutup, Annabele sesekali melirik ke arah Cristian, "Jauhi temanmu!" Ucapa
"Lebih baik tidak sekarang." Cristian menarik telapak tangannya dari sisi wajah Annabele, mengurungkan niat yang ingin dilakukan.Annabele yang sudah memejamkan mata, lantas membuka dan menatap Cristian."Kenapa?" tanya Annabele yang sudah penasaran dengan yang sebenarnya terjadi."Tidak baik mengingatnya di sini, akan aku ingatkan saat berada di tempat yang lebih baik dan nyaman untukmu," jawab Cristian yang kemudian menepuk pelan pucuk kepala Annabele.Annabele menggelembungkan kedua pipi karena merasa diberi harapan palsu, padahal sudah sangat senang karena akan mengetahui segalanya."Dasar pembohong!" gerutu Annabele.Cristian gemas melihat Annabele yang mengelembungkan pipi, hingga menangkup kedua sisi wajah gadis itu."Aku janji akan memperlihatkannya, sekarang kembalilah ke tempat kerja. Ingat untuk waspada pada Julie," kata Cristi
'Jika memang aku harus mati karena sebuah kesalahan yang tak pernah aku sengaja, apakah aku rela? Apa aku rela menanggung beban kesalahan yang sama sekali tak pernah aku lakukan.' Annabele melihat dengan jelas peluru itu melesat ke arahnya, hingga terpaan angin itu menerpa wajah. Ia melihat Cristian yang sudah di hadapannya, satu tangan pria itu merangkul pinggang dan membuatnya terhindar dari peluru. "Ap-apa?" Julie begitu terkejut ketika melihat Cristian yang ada di sana, bahkan bisa membuat Annabele terhindar dari peluru. Cristian langsung menoleh ke arah Julie, menatap tajam dengan bola mata merahnya. Takkan membiarkan gadis itu melukai Annabele meski hanya seujung kuku. "Cris." Annabele bisa melihat amarah di tatapan Cristian. "Persetan dengan kalian!" Julie yang sudah diliputi amarah, benci, dan dendam, kembali mengarahkan mata pistol ke arah Cristian dan Annabele
Annabele hendak mengabaikan tentang taruhan yang dilakukan oleh Bastian dan Max, dia tetap tidak akan menerima hasil taruhan itu meski mendapatkan pemenang. Namun, Annabele tiba-tiba merasa gelisah, entah kenapa dirinya sangat cemas dan tak bisa tenang. Ia pun pergi ke bukit di mana Bastian dan Max melakukan balap mobil, tempat dengan banyak tikungan tajam dan jurang di sisi kanan dan kiri.Saat sampai di tempat itu, Julie ternyata ada di sana, temannya itu terlihat cemas dan khawatir. Hingga ketika dua mobil sudah tampak memasuki garis finish, Annabele melihat mobil Bastian yang memimpin balapan, saat itu Annabele tiba-tiba merasa lega karena setidaknya Bastian yang akan menang, hingga siapa sangka jika Max menabrak bagian belakang mobil Bastian, tepat saat mereka melaju di tikungan tajam, membuat mobil Bastian oleng dan berputar beberapa kali karena kerasnya benturan dan cepatnya laju mobil itu, sebelum akhirnya menabrak pembatas jalan dan mobil itu terjun beb
"Kalian harus menjelaskan padaku? Apa yang kalian rahasiakan?" tanya Sam karena merasa menjadi yang terakhir paling tahu soal rencana itu.Annabele dan Cristian menatap Sam bersamaan, keduanya tertawa kecil melihat rasa kesal di wajah Sam."Aku akan menjelaskan, tapi sebelumnya ingin menghukum dia!" Annabele menunjuk Cristian, membuat pria itu terkejut karena ucapan Annabele.Namun, siapa sangka jika hukuman yang dimaksud tak semengerikan yang ada dipikiran. Annabele menarik kemeja bagian depan Cristian hingga membuat sedikit membungkuk, kemudian Annabele mendaratkan sebuah ciuman di bibir pria itu."Agh! Kalian ini tak berperasaan!" Sam langsung memalingkan wajah ketika mengetahui apa yang dilakukan Annabele."Aku sangat merindukanmu," ucap Annabele begitu melepas pagutan bibir mereka.***Annabela dan Cristian menceritakan semuanya pada
Annabele merasa lega karena yang ditunggunya datang. Namun, tak menyangka kalau ada seseorang yang juga datang ke sana."Kenapa kamu mengajaknya? Susah payah aku membuat alasan, kamu malah membawanya ke mari!" protes Annabele."Dasar adik nakal! Bisa-bisanya kamu membohongi Kakakmu!" Sam langsung melotot pada Annabele."Aku tidak mau melibatkanmu, aku ingin kamu selamat," ujar Annabele yang menyesal karena telah berbohong."Apa kalian ingin terus berbincang?" Cristian memotong perdebatan kakak beradik itu.Annabele dan Sam menatap Cristian, sebelum keduanya fokus dengan apa yang akan dilakukan sekarang."Kalian berhutang penjelasan padaku!" ujar Sam yang masih tak mengerti bagaimana Annabele bertemu dan merencanakan sesuatu yang berbahaya bersama Cristian."Pastikan kamu hidup dulu, baru setelahnya akan aku jelaskan semuanya," timpal Cris
"Apa Kakak percaya?" tanya Alex ketika selesai mengakhiri ceritanya. "Tentu Kakak percaya," jawab Annabele dengan seutas senyum. "Karena setelah mendatangimu, dia juga mendatangiku," imbuh Annabele. "Apa? Apa dia melukai Kakak?" tanya Alex panik, seakan tak rela jika kakaknya dilukai. "Ya," jawab Annabele. Ia lantas menunjukkan bekas luka yang didapat karena ulah Julie. "Dia melukai Kakak. Kenapa dia begitu kejam?" Alex merasa geram karena ternyata bukan dia saja yang menjadi korban. "Kamu tenang saja, dia sekarang sudah musnah. Kakak sendiri yang membunuhnya, bukankah Kakak kejam?" Alex terkejut mendengar Annabele telah membunuh Julie. Ia malah terlihat senang mengetahui jika kakaknya ternyata begitu pemberani. "Kakak tidak jahat, dia yang jahat karena tega melukaiku dan kakak." Tentu saja Alex membela kakaknya. &nb
Setelah menangis sangat lama, akhirnya Annabele bisa sedikit tenang. Ia duduk di ranjang bersandar headboard, kedua tangan memeluk kaki yang ditekuk, serta tatapan tertuju pada jendela, berharap pria yang ingin dilihatnya muncul kembali dari sana.Sam melihat Annabele yang begitu sedih. Ia sendiri baru saja mengambilkan air minum untuk gadis itu. Sam mendekat lantas duduk di tepian ranjang, menyodorkan cangkir berisi teh hangat untuk adiknya itu."Minumlah, setidaknya ini akan menghangatkan tenggorokanmu," kata Sam.Annabele menerima dengan dua tangan, sebelum kemudian meminumnya perlahan."Soal Cristian, takdirnya sedikit rumit. Semua memang memiliki jalan masing-masing, meski kami vampir bukan berarti kami bisa memilih jalan yang ingin dipilih," ujar Sam menjelaskan agar Annabele tak terus bersedih."Apa takdir yang digariskan untuknya?" tanya Annabele."Sa
"An!" Sam yang tahu jika kedatangan Cristian untuk meninggalkan Annabele, akhirnya memilih menyusul ke kamar, karena mendengar suara gadis itu berteriak."Kenapa dia meninggalkanku? Apa salahku?" tanya Annabele dengan wajah yang sudah basah dengan air mata. Bahkan ia bicara seraya menunjuk ke jendela di mana Cristian tadi tiba-tiba pergi."Dia memiliki maksud lain, An. Ikhlaskan saja," pinta Sam.Annabele tak percaya jika Sam semudah itu memintanya mengikhlaskan, sedangkan hatinya benar-benar sudah terikat dengan pria itu."Kenapa kamu tega bilang begitu? Kenapa kamu tega? Apa semua vampir memang senang menyakiti orang, hah?" Annabele yang kesal dan sedih, lantas melimpahkan rasa yang menghimpit rongga dada pada Sam.Annabele memukul Sam berulangkali, mencoba meluapkan kekesalan yang begitu menyakitkan. Sam sendiri tidak menghindar, membiarkan Annabele melakukan yang diinginkan,
Sam pada akhirnya menceritakan semua yang terjadi di masa lalu, termasuk hubungannya dengan Annabele. Namun, masalah kematian gadis itu, Sam tidak menceritakan dengan jelas."Jadi, karena itu kamu selalu didekatku, juga baik padaku?" tanya Annabele ketika mengingat bagaimana Sam begitu memperhatikan dirinya."Ya, karena keinginanku melihatmu bahagia," jawab Sam."Apa di masa lampau aku tidak bahagia, hingga kamu ingin aku bahagia sekarang?" tanya Annabele lagi.Sam terdiam sejenak, tatapannya tertuju pada aspal jalanan karena mereka sedang dalam perjalanan ke rumah Annabele, sebab ingin mengambil beberapa barang."Bukan tidak bahagia, hanya saja aku masih tidak rela dengan caramu pergi," jawab Sam lirih.Annabele melihat kesedihan di mata Sam, hingga pada akhirnya tak ingin membahas hal itu lagi. Ia sebenarnya merasa senang, karena ternyata memiliki seorang k
Annabele menemui Samantha setelah bicara dengan Simon, Sam masih di sana menunggu Alex bersama Samantha. Karena usaha Sam dan Simon, akhirnya Alex bisa melalui masa kritis dan dipindah ke ruang perawatan biasa."Bagaimana keadaannya?" tanya Annabele."Sudah lumayan, setidaknya sudah tidak kritis lagi," jawab Samantha seraya menatap Alex yang masih belum sadarkan diri.Annabele mengerti dengan kondisi Alex, karena Sam sudah mengatakan jika butuh waktu untuk memulihkan dan membuat bocah itu sadarkan diri."Mama istirahatlah, aku yang akan menjaga Alex," kata Annabele seraya memijat pelan kedua pundak Samantha.Annabele bisa melihat jika ibunya itu kelelahan. Samantha meraih telapak tangan Annabele, tapi tatapannya terus tertuju pada Alex yang berbaring di ranjang."Mama tidak apa-apa. Mama mau di sini melihat Alex membuka mata," kata Samantha dengan suara begit
Suara heels beradu dengan lantai marmer, terdengar menggema di lobi sebuah hotel. Seorang wanita berambut panjang sedikit bergelombang di bagian bawah, tampak berjalan dengan anggun menuju ke meja resepsionis."Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya resepsionis hotel."Tentu, di mana kamar pria bernama Cristian?" tanya balik wanita itu dengan suara lembut dan senyumnya begitu menawan."Anda siapa?""Tunangannya."Selena—jodoh yang ditakdirkan untuk Cristian. Wanita itu kembali ke Transylvania karena Cristian juga pulang ke sana. Awalnya Selena pergi ke kota di mana Cristian tinggal, setelah mengetahui jika pria itu bertemu dengan seorang wanita manusia. Jelas, Selena akan berusaha menyingkirkan siapa pun yang hendak berniat hidup dengan tunangannya itu. Bahkan, siapa sangka jika Selenalah yang merubah Julie menjadi seorang vampir, menjadikan teman Annabele itu sebagai pion
"Di mana Cris?" tanya Annabele.Setelah berhasil mengeluarkan racun pada tubuh Alex, Annabele langsung mengajak Simon bicara berdua."Dia tidak di sini," jawan Simon yang tak langsung mengatakan keberadaan Cristian."Di mana dia? Kenapa tidak menemuiku? Kenapa dia mengabaikanku?" tanya Annabele yang terlampau kesal karena merasa Cristian mempermainkan perasaannya."Aku benar-benar dilarang olehnya. Aku tidak bisa mengatakan keberadaannya," jawab Simon karena dia sudah terlampau berjanji.Annabele yang masih tidak mendapat jawaban atas kepergian Cristian, serta alasan pria itu meninggalkannya begitu saja, akhirnya memilih pergi meninggalkan Simon, untuk menemani Samantha."Maaf, An. Aku juga tidak tahu apa yang dia pikirkan."--Di sisi lain, Transylvania, Romania. Alfred memasuki sebuah kamar di sebuah hotel yang terdapat d