Pria yang sengaja ingin menabrak Annabele, baru saja keluar dari klub setelah mabuk. Pria itu masih tidak percaya dengan yang dilihatnya sore tadi, hal yang tak masuk akal dicerna oleh pikiran orang biasa.
"Aku bilang dia hilang, tapi tidak ada yang percaya. Apa aku ini tampak seperti pembohong, hah! Kurang ajar, kenapa aku harus mendapat pekerjaan gila seperti ini? Dia bukan gadis biasa. Ya, aku yakin dia bukan gadis biasa." Pria itu terus meracau, melangkah dengan sedikit gontai menuju parkiran mobil.
Saat akan membuka pintu mobil, tangan pria itu dicekal oleh seseorang lantas ditarik dan punggungnya membentur tembok.
"Aghh!" pekik pria itu.
Baru ingin melihat siapa yang menyeret dan mendorongnya, pria itu terkejut karena lehernya tercekik, bahkan tubuhnya terangkat hingga kakinya tidak menyentuh tanah.
"Si-siapa ka-mu?" Pria itu bicara dengan menahan sakit karena tekanan jari yang begitu kuat di leher, terasa menusuk sampai membuatnya susah bernapas. Kedua kaki di gerakkan untuk menggapai tanah tapi tak bisa.
Pria itu melihat sepasang bola mata berwarna gold, wajah beringas yang terlihat menyeramkan, tatapan mata itu seperti hewan buas yang siap menerkam dirinya.
"Siapa yang menyuruhmu?"
"Ap-pa mak-sud-mu?" tanya pria itu dengan kedua tangan memegang pergelangan tangan yang mencekik, ingin rasanya melepas karena lehernya terasa sakit.
"Siapa yang menyuruhmu menabrak seorang gadis sore tadi?" Suara itu terdengar tenang tapi juga mengintimidasi.
"Di-dia--"
-
-
Annabele pulang naik bus sendirian untuk sampai di rumahnya, itu karena rumah Sam beda arah dengannya. Annabele menyandarkan kepala di jendela, tatapannya tertuju pada aspal jalanan.
"Sejak malam aku mengira kalau jatuh, kenapa semakin banyak hal aneh yang aku rasakan? Seseorang di dalam kamarku, aku yang terhindar dari tabrakan mobil. Lalu dia, kenapa jika itu mimpi, aroma tubuh, dekapan, dan juga tatapan matanya nyata."
Annabele bicara dalam hati, terus melamun melihat ke arah luar jendela dengan pikiran yang menerawang jauh.
"Apa sebenarnya itu bukan mimpi? Benar-benar bukan mimpi? Dia nyata dan apakah itu berarti--" Annabele berhenti bicara dalam pikiran.
Ia menegakkan kepala, melihat siapa yang baru saja naik ke bus yang ditumpanginya.
"Dia?"
Cristian melihat Annabele yang duduk menatap ke arahnya, pria itu langsung duduk di sebelah Annabele.
Annabele menatap Cristian dari waktu masuk bus dan duduk di sebelahnya, tidak mengerti kenapa seorang CEO seperti Cristian naik bus. Namun, Annabele tak berani bertanya, memilih menggeser sedikit posisi duduk agar tidak terlalu rapat.
Cristian duduk tanpa menoleh Annabele, mereka hanya diam tanpa bicara sepatah kata pun sampai bus itu kembali melaju.
Annabele merasa kikuk, bahkan tidak bisa duduk dengan nyaman, ada yang mengganjal di hati tapi jelas tak bisa diungkapkan.
"Te-terima kasih, karena tadi sudah menolongku. Maaf tadi tidak sempat mengucapkan karena begitu syok," ucap Annabele mencoba mengurai kecanggungan.
Cristian menoleh ketika mendengar ucapan Annabele, membuat manik mata mereka kembali bertemu.
"Bola matanya, kenapa berubah lagi?" tanya Annabele dalam hati. Ia masih menatap dua bola mata Cristian secara bergantian.
"Tidak apa-apa, untung kamu tidak terluka," kata Cristian dengan lengkungan kecil di bibir.
Annabele melihat senyum manis di wajah Cristian, membuatnya sampai bingung harus berkata apa.
"Ah, ya. Berkat Anda, saya tidak terluka." Annabele akhirnya mengalihkan tatapan ke arah luar jendela, entah kenapa menjadi merasa gugup saat bertatapan serta melihat senyuman pria itu.
"Cristian." Cristian mengulurkan tangan, hendak menjabat tangan Annabele.
Ananbele cukup terkejut melihat uluran tnagan Cristian, sampai menatap telapak tangan dan kemudian menatap wajah pria itu.
"Anna, Annabele." Annabele membalas uluran tangan Cristian.
Sejenak tangan mereka saling menggenggam, manik mata mereka saling tatap, seakan dunia terasa berhenti sesaat ketika mereka saling melihat.
"Tangannya sedingin es, tatapannya sehangat sinar matahari, dan senyumnya terlihat begitu memikat."
-
-
Annabele sudah sampai di halte tempat seharusnya turun. Namun, ia merasa bingung karena Cristian juga turun di halte yang sama.
"Apa rumah Anda di sekitar sini?" tanya Annabele.
Mereka sudah berdiri di depan halte, Annabele menatap Cristian yang berdiri di hadapannya.
"Tidak," jawab Cristian.
"Lalu, kenapa Anda turun di sini?" tanya Annabele yang keheranan, gadis itu sampai memutar jari di udara.
"Karena ingin mengantarmu," jawab Cristian lagi.
"Ah, kenapa Anda ingin mengantar saya?" tanya Annabele lagi, merasa canggung jika CEO-nya itu mengantar, terlebih mereka baru saja kenal.
"Karena tidak aman jika seorang gadis pulang sendirian malam-malam," jawab Cristian lagi, tatapannya tidak teralihkan dari wajah Annabele.
"Tapi, aku sudah biasa pulang sendiri," kata Annabele sampai menggaruk kecil belakang telinga.
"Tapi aku mau mengantarmu," kekeh Cristian.
"Ah, itu--. Kenapa Anda mau mengantarku?" Annabele mengulang pertanyaannya.
"Kamu ternyata bawel juga." Cristian langsung berjalan terlebih dahulu, satu telapak tangan dimasukkan ke dalam saku celana.
"Eh, dari mana dia tahu arah rumahku?" tanya Annabele pada diri sendiri, hingga akhirnya memilih menyusul Cristian.
Jarak rumah Annabele dengan halte berjarak sekitar 300 meter, mereka berjalan beriringan di bawah rimbunnya pepohonan yang terdapat di sisi jalan.
"Kenapa Anda bisa naik bus, biasanya naik mobil?" tanya Annabele melirik sekilas pada Cristian, tak berani menatap lama wajah pria itu.
"Mobilku mogok, lalu aku baik bus dan melihatmu," jawab Cristian.
"Hmm ... lalu Anda meninggalkan mobil itu begitu saja?" tanya Annabele lagi.
"Ya, ada montir yang akan mengambilnya." Cristian terus menjawab pertanyaan Annabele tanpa menoleh.
"Oh, lalu kenapa tidak pulang naik taksi saja?" tanya Annabele kemudian.
Cristian menghentikan langkah, lantas berdiri menatap Annabele, membuat gadis itu kembali gugup.
"Kamu ini benar-benar bawel," kata Cristian yang membuat Annabele langsung mengatupkan bibir.
"Sama seperti dulu," gumam Cristian yang kemudian memilih melanjutkan langkah.
Annabele mendengar sekilas apa yang digumamkan Cristian, tapi saat bertanya pria itu tak mau mengaku. Akhirnya ia pun hanya menendang kerikil yang berada di jalan, sesekali melirik Cristian yang berjalan di sampingnya. Ada banyak pertanyaan di kepala, tapi takut untuk diungkap.
"Jika ada sesuatu yang ingin kamu katakan. Katakan saja!" Cristian menoleh Annabele, seakan bisa merasakan kegelisahan pada diri gadis itu.
Annabele mengulum bibir, masih terus melangkah dengan kepala menunduk, kedua tangan menggenggam tali tas selempang yang melingkar di depan dada.
"Awas!"
Cristian menarik lengan Annabele ketika ada pengguna jalan lain hampir menabrak gadis itu, membuat Annabele kini merapat pada tubuhnya.
Annabele mendongak untuk bisa menatap wajah Cristian, kembali merasa heran ketika bola mata pria itu kembali berubah menjadi gold. Hingga Annabele menyimpulkan kalau bola mata pria itu berubah di waktu tertentu.
"Apa bola mata Anda memang sering berubah warna?"
Tentu saja pertanyaan Annabele membuat Cristian terkejut dan langsung menunduk. Wajah mereka begitu dekat, bahkan ujung hidung hampir bersentuhan, Cristian bisa merasakan napas hangat gadis itu.
"Ya, terkadang. Ini karena faktor gen, keturunan keluargaku." Cristian memberi penjelasan yang masuk akal.
"Benarkah?" tanya Annabele yang seakan tak percaya.
Cristian sedari tadi masih memegang lengan Annabele, hingga kemudian melepas dan sedikit mundur dari gadis itu.
"Ya, intinya ini keturunan," ucap Cristian.
"Pak, boleh aku tanya sesuatu?"
Cristian menatap Annabele yang sedari memandangnya tanpa berkedip.
"Sore tadi, bukankah Anda ada di lobi? Saya melihat Anda di sana, tapi kenapa Anda bisa menarik saya ketika akan tertabrak? Lalu, kenapa aku tidak sadar saat Anda membawa saya sampai kembali ke lobi?" tanya Annabele bertubi.
"Aku ada di luar tadi, saat kamu berjalan bersama temanmu," jawab Cristian.
"Benarkah? Tapi kenapa Anda bisa menarik saya begitu saja, bahkan membawa agak jauh dari jalanan, sedangkan saya benar-benar tidak sadar akan hal itu," ujar Annabele lagi, merasa harus meluapkan rasa penasarannya.
"Mungkin kamu terlalu syok, karena itu tidak sadar," timpal Cristian.
"Tidak, aku melihat mobil itu. Aku sadar kalau akan tertabrak, tapi ternyata tidak. Kemudian aku sadar kalau Anda sudah menolong saya," kata Annabele lagi, mengungkapkan apa yang dirasakannya.
"Apa kepalamu terbentur?" tanya Cristian balik, seakan sedang mengalihkan arah pertanyaan Annabele.
"Tidak, kepalaku baik-baik saja."
"Sepertinya terbentur, besok periksakan ke rumah sakit!" perintah Cristian.
"Ap-apa? Tidak, Anda jangan mengelak!"
Annabele mengejar Cristian yang sudah melangkah terlebih dahulu. Namun, karena tidak memperhatikan jalan, kaki Annabele tergelincir kerikil dan membuatnya terjatuh.
"Ouch!" Annabele merasa telapak tangannya terluka.
Cristian langsung menoleh ketika mendengar Annabele memekik. Ia berjongkok untuk melihat luka Annabele.
Darah, itu adalah hal pertama yang dilihat Cristian ketika meraih tangan Annabele. Baginya, darah gadis itu tercium manis dan menggiurkan.
"Tidak, aku tidak akan." Cristian memejamkan mata sekilas.
Cristian mengambil sapu tangan yang ada di saku celana, lantas membalut luka yang terdapat di telapak tangan Annabele.
"Cepatlah pulang dan obati lukamu!" perintah Cristian yang terdengar tak boleh dibantah.
Annabele menatap Cristian dengan perasaan heran, kenapa pria itu terlihat takut saat melihat lukanya.
"Sampai ketemu besok!"
Cristian langsung meninggalkan Annabele, membuat gadis itu termangu dengan sikap Cristian.
Annabele langsung pulang setelah Cristian pergi meninggalkannya, gadis itu terus bertanya-tanya kenapa sikap atasannya berubah."Aku pulang!" Annabela masuk dan langsung duduk di sofa."Baru pulang, kamu lembur?" tanya Samantha."Tidak, tadi habis makan dengan Sam." Annabele bicara seraya menatap telapak tangan kiri yang terluka.Samantha yang kebetulan sedang di dapur, menghampiri Annabele di ruang tamu. Wanita itu terkejut saat melihat luka di tangan Annabele."Tanganmu kenapa?" tanya Samantha seraya meraih tangan Annabele."Tadi jatuh," jawab gadis itu sedikit meringis karena luka perih di tangan."Kamu ini, sudah besar juga masih bisa terjatuh."Samantha berdiri dan kembali ke dapur mengambil air bersih untuk membersihkan lupa Annabele.Annabele menatap sapu tangan yang diberikan Cristian, pik
'Jika makhluk fantasi itu memang ada, lalu kenapa tidak ada yang tahu? Atau rupa mereka benar-benar menyerupai kita, sehingga kita tak pernah menyadari dan tahu akan hal itu.' Annabele baru saja mengambil paket dokumen di meja resepsionis. Pikirannya masih tertuju dengan artikel yang dibacanya semalam. Meski Annabele baru saja mengenal dan melihat Cristian beberapa kali, tapi entah kenapa merasa sangat tertarik dengan pria itu. Ada sesuatu di dalam diri Cristian yang membuat Annabele ingin mendekat. Pintu lift terbuka di lantai satu, Annabele cukup terkejut ketika mendongak untuk melihat siapa yang masuk. Cristian sudah berdiri di hadapannya, sendirian. Pria itu masuk dan berdiri di samping Annabele, membuat gadis itu lantas sedikit bergeser ke kanan untuk tidak terlalu dekat. Begitu pintu lift tertutup, Annabele sesekali melirik ke arah Cristian, "Jauhi temanmu!" Ucapa
"Lebih baik tidak sekarang." Cristian menarik telapak tangannya dari sisi wajah Annabele, mengurungkan niat yang ingin dilakukan.Annabele yang sudah memejamkan mata, lantas membuka dan menatap Cristian."Kenapa?" tanya Annabele yang sudah penasaran dengan yang sebenarnya terjadi."Tidak baik mengingatnya di sini, akan aku ingatkan saat berada di tempat yang lebih baik dan nyaman untukmu," jawab Cristian yang kemudian menepuk pelan pucuk kepala Annabele.Annabele menggelembungkan kedua pipi karena merasa diberi harapan palsu, padahal sudah sangat senang karena akan mengetahui segalanya."Dasar pembohong!" gerutu Annabele.Cristian gemas melihat Annabele yang mengelembungkan pipi, hingga menangkup kedua sisi wajah gadis itu."Aku janji akan memperlihatkannya, sekarang kembalilah ke tempat kerja. Ingat untuk waspada pada Julie," kata Cristi
'Jika memang aku harus mati karena sebuah kesalahan yang tak pernah aku sengaja, apakah aku rela? Apa aku rela menanggung beban kesalahan yang sama sekali tak pernah aku lakukan.' Annabele melihat dengan jelas peluru itu melesat ke arahnya, hingga terpaan angin itu menerpa wajah. Ia melihat Cristian yang sudah di hadapannya, satu tangan pria itu merangkul pinggang dan membuatnya terhindar dari peluru. "Ap-apa?" Julie begitu terkejut ketika melihat Cristian yang ada di sana, bahkan bisa membuat Annabele terhindar dari peluru. Cristian langsung menoleh ke arah Julie, menatap tajam dengan bola mata merahnya. Takkan membiarkan gadis itu melukai Annabele meski hanya seujung kuku. "Cris." Annabele bisa melihat amarah di tatapan Cristian. "Persetan dengan kalian!" Julie yang sudah diliputi amarah, benci, dan dendam, kembali mengarahkan mata pistol ke arah Cristian dan Annabele
Annabele hendak mengabaikan tentang taruhan yang dilakukan oleh Bastian dan Max, dia tetap tidak akan menerima hasil taruhan itu meski mendapatkan pemenang. Namun, Annabele tiba-tiba merasa gelisah, entah kenapa dirinya sangat cemas dan tak bisa tenang. Ia pun pergi ke bukit di mana Bastian dan Max melakukan balap mobil, tempat dengan banyak tikungan tajam dan jurang di sisi kanan dan kiri.Saat sampai di tempat itu, Julie ternyata ada di sana, temannya itu terlihat cemas dan khawatir. Hingga ketika dua mobil sudah tampak memasuki garis finish, Annabele melihat mobil Bastian yang memimpin balapan, saat itu Annabele tiba-tiba merasa lega karena setidaknya Bastian yang akan menang, hingga siapa sangka jika Max menabrak bagian belakang mobil Bastian, tepat saat mereka melaju di tikungan tajam, membuat mobil Bastian oleng dan berputar beberapa kali karena kerasnya benturan dan cepatnya laju mobil itu, sebelum akhirnya menabrak pembatas jalan dan mobil itu terjun beb
"Cris." Annabele terkejut sampai memegangi dada, ketika melihat Cristian berdiri di dekat jendela dengan kedua tangan bersidekap.'Ba-bagaimana--" Annabele malah terlihat kebingungan, hingga menunjuk ke pintu dan jendela, seakan sedang mempertanyakan dari mana Cristian masuk."Kamu lupa siapa aku? Aku bisa masuk lewat mana saja," ujar Cristian yang berjalan ke arah ranjang Annabele dan duduk di sana.Annabele memutar bola mata, lalu meniup poni yang jatuh ke dahi ketika ingat siapa pria yang ada di kamarnya.Annabele meletakkan tas di kursi yang terdapat di kamar, kemudian duduk di samping Cristian.Cristian mengamati foto Annabele dan keluarga yang terpajang di atas nakas, membuat sudut bibirnya tertarik ke atas."Kamu masuk lewat jendela?" tanya Annabele memastikan, melihat kalau daun jendela terbuka."Ya, apa kamu mau aku lewat pintu d
"Kamu tidak tahu siapa aku, pergi dari sini atau kamu akan mati!" Cristian berusaha mengusir Annabele, tak ingin melukai gadis itu.Annabele memeluk kedua kaki yang sudah ditekuk, lantas meletakkan dagu di atas kedua lutut."Aku tidak takut mati, karena pada akhirnya juga akan mati," ucap Annabele dengan tatapan sendu.Bagi dia yang kala itu baru berumur 13 tahun, sangat mengherankan karena kematian memang tak menakutkan baginya. Pertengkaran kedua orangtua dan rasa sakit yang dideritanya selama bertahun-tahun ini, serta tak memiliki teman untuk bermain, membuat Annabele putus asa.Cristian membeliak mendengar ucapan Annabele, bagaimana bisa gadis itu bicara tentang kematian semudah itu. Ia menelan saliva saat semakin mencium bau manis darah gadis itu, masih berusaha menekan rasa haus agar tak menyakiti gadis kecil itu."Pergilah dari sini, aku benar-benar tidak bisa menahannya.
'Aku menyukai dekapannya meski tak terasa hangat, mungkin aku yang akan memberikan sebuah kehangatan untuknya.'Malam sudah semakin larut, Cristian masih berada di kamar Annabele. Ia duduk bersandar headbord, sedangkan Annabele duduk bersandar pada bahunya dengan jemari saling bertautan."Jika sepuluh tahun lalu aku memanggilmu dengan sebutan 'paman', apa aku sekarang juga harus memanggilmu seperti itu?" tanya Annabele yang tentu saja mengandung sebuah candaan. Ia menengadahkan wajah untuk bisa menatap ekspresi wajah Cristian."Jika kamu mau, aku tidak masalah," timpal Cristian untuk menanggapi candaan Annabele.Annabele tertawa kecil mendengar ucapan Cristian, hingga kemudian menatap ke arah genggaman jemari mereka."Kamu seorang vampir, tentu saja wajahmu tak berubah meski sudah bertahun-tahun lamanya, karena aku dengar kalau mahluk seperti kalian ini abadi. Katakan padaku, ber
"Kalian harus menjelaskan padaku? Apa yang kalian rahasiakan?" tanya Sam karena merasa menjadi yang terakhir paling tahu soal rencana itu.Annabele dan Cristian menatap Sam bersamaan, keduanya tertawa kecil melihat rasa kesal di wajah Sam."Aku akan menjelaskan, tapi sebelumnya ingin menghukum dia!" Annabele menunjuk Cristian, membuat pria itu terkejut karena ucapan Annabele.Namun, siapa sangka jika hukuman yang dimaksud tak semengerikan yang ada dipikiran. Annabele menarik kemeja bagian depan Cristian hingga membuat sedikit membungkuk, kemudian Annabele mendaratkan sebuah ciuman di bibir pria itu."Agh! Kalian ini tak berperasaan!" Sam langsung memalingkan wajah ketika mengetahui apa yang dilakukan Annabele."Aku sangat merindukanmu," ucap Annabele begitu melepas pagutan bibir mereka.***Annabela dan Cristian menceritakan semuanya pada
Annabele merasa lega karena yang ditunggunya datang. Namun, tak menyangka kalau ada seseorang yang juga datang ke sana."Kenapa kamu mengajaknya? Susah payah aku membuat alasan, kamu malah membawanya ke mari!" protes Annabele."Dasar adik nakal! Bisa-bisanya kamu membohongi Kakakmu!" Sam langsung melotot pada Annabele."Aku tidak mau melibatkanmu, aku ingin kamu selamat," ujar Annabele yang menyesal karena telah berbohong."Apa kalian ingin terus berbincang?" Cristian memotong perdebatan kakak beradik itu.Annabele dan Sam menatap Cristian, sebelum keduanya fokus dengan apa yang akan dilakukan sekarang."Kalian berhutang penjelasan padaku!" ujar Sam yang masih tak mengerti bagaimana Annabele bertemu dan merencanakan sesuatu yang berbahaya bersama Cristian."Pastikan kamu hidup dulu, baru setelahnya akan aku jelaskan semuanya," timpal Cris
"Apa Kakak percaya?" tanya Alex ketika selesai mengakhiri ceritanya. "Tentu Kakak percaya," jawab Annabele dengan seutas senyum. "Karena setelah mendatangimu, dia juga mendatangiku," imbuh Annabele. "Apa? Apa dia melukai Kakak?" tanya Alex panik, seakan tak rela jika kakaknya dilukai. "Ya," jawab Annabele. Ia lantas menunjukkan bekas luka yang didapat karena ulah Julie. "Dia melukai Kakak. Kenapa dia begitu kejam?" Alex merasa geram karena ternyata bukan dia saja yang menjadi korban. "Kamu tenang saja, dia sekarang sudah musnah. Kakak sendiri yang membunuhnya, bukankah Kakak kejam?" Alex terkejut mendengar Annabele telah membunuh Julie. Ia malah terlihat senang mengetahui jika kakaknya ternyata begitu pemberani. "Kakak tidak jahat, dia yang jahat karena tega melukaiku dan kakak." Tentu saja Alex membela kakaknya. &nb
Setelah menangis sangat lama, akhirnya Annabele bisa sedikit tenang. Ia duduk di ranjang bersandar headboard, kedua tangan memeluk kaki yang ditekuk, serta tatapan tertuju pada jendela, berharap pria yang ingin dilihatnya muncul kembali dari sana.Sam melihat Annabele yang begitu sedih. Ia sendiri baru saja mengambilkan air minum untuk gadis itu. Sam mendekat lantas duduk di tepian ranjang, menyodorkan cangkir berisi teh hangat untuk adiknya itu."Minumlah, setidaknya ini akan menghangatkan tenggorokanmu," kata Sam.Annabele menerima dengan dua tangan, sebelum kemudian meminumnya perlahan."Soal Cristian, takdirnya sedikit rumit. Semua memang memiliki jalan masing-masing, meski kami vampir bukan berarti kami bisa memilih jalan yang ingin dipilih," ujar Sam menjelaskan agar Annabele tak terus bersedih."Apa takdir yang digariskan untuknya?" tanya Annabele."Sa
"An!" Sam yang tahu jika kedatangan Cristian untuk meninggalkan Annabele, akhirnya memilih menyusul ke kamar, karena mendengar suara gadis itu berteriak."Kenapa dia meninggalkanku? Apa salahku?" tanya Annabele dengan wajah yang sudah basah dengan air mata. Bahkan ia bicara seraya menunjuk ke jendela di mana Cristian tadi tiba-tiba pergi."Dia memiliki maksud lain, An. Ikhlaskan saja," pinta Sam.Annabele tak percaya jika Sam semudah itu memintanya mengikhlaskan, sedangkan hatinya benar-benar sudah terikat dengan pria itu."Kenapa kamu tega bilang begitu? Kenapa kamu tega? Apa semua vampir memang senang menyakiti orang, hah?" Annabele yang kesal dan sedih, lantas melimpahkan rasa yang menghimpit rongga dada pada Sam.Annabele memukul Sam berulangkali, mencoba meluapkan kekesalan yang begitu menyakitkan. Sam sendiri tidak menghindar, membiarkan Annabele melakukan yang diinginkan,
Sam pada akhirnya menceritakan semua yang terjadi di masa lalu, termasuk hubungannya dengan Annabele. Namun, masalah kematian gadis itu, Sam tidak menceritakan dengan jelas."Jadi, karena itu kamu selalu didekatku, juga baik padaku?" tanya Annabele ketika mengingat bagaimana Sam begitu memperhatikan dirinya."Ya, karena keinginanku melihatmu bahagia," jawab Sam."Apa di masa lampau aku tidak bahagia, hingga kamu ingin aku bahagia sekarang?" tanya Annabele lagi.Sam terdiam sejenak, tatapannya tertuju pada aspal jalanan karena mereka sedang dalam perjalanan ke rumah Annabele, sebab ingin mengambil beberapa barang."Bukan tidak bahagia, hanya saja aku masih tidak rela dengan caramu pergi," jawab Sam lirih.Annabele melihat kesedihan di mata Sam, hingga pada akhirnya tak ingin membahas hal itu lagi. Ia sebenarnya merasa senang, karena ternyata memiliki seorang k
Annabele menemui Samantha setelah bicara dengan Simon, Sam masih di sana menunggu Alex bersama Samantha. Karena usaha Sam dan Simon, akhirnya Alex bisa melalui masa kritis dan dipindah ke ruang perawatan biasa."Bagaimana keadaannya?" tanya Annabele."Sudah lumayan, setidaknya sudah tidak kritis lagi," jawab Samantha seraya menatap Alex yang masih belum sadarkan diri.Annabele mengerti dengan kondisi Alex, karena Sam sudah mengatakan jika butuh waktu untuk memulihkan dan membuat bocah itu sadarkan diri."Mama istirahatlah, aku yang akan menjaga Alex," kata Annabele seraya memijat pelan kedua pundak Samantha.Annabele bisa melihat jika ibunya itu kelelahan. Samantha meraih telapak tangan Annabele, tapi tatapannya terus tertuju pada Alex yang berbaring di ranjang."Mama tidak apa-apa. Mama mau di sini melihat Alex membuka mata," kata Samantha dengan suara begit
Suara heels beradu dengan lantai marmer, terdengar menggema di lobi sebuah hotel. Seorang wanita berambut panjang sedikit bergelombang di bagian bawah, tampak berjalan dengan anggun menuju ke meja resepsionis."Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya resepsionis hotel."Tentu, di mana kamar pria bernama Cristian?" tanya balik wanita itu dengan suara lembut dan senyumnya begitu menawan."Anda siapa?""Tunangannya."Selena—jodoh yang ditakdirkan untuk Cristian. Wanita itu kembali ke Transylvania karena Cristian juga pulang ke sana. Awalnya Selena pergi ke kota di mana Cristian tinggal, setelah mengetahui jika pria itu bertemu dengan seorang wanita manusia. Jelas, Selena akan berusaha menyingkirkan siapa pun yang hendak berniat hidup dengan tunangannya itu. Bahkan, siapa sangka jika Selenalah yang merubah Julie menjadi seorang vampir, menjadikan teman Annabele itu sebagai pion
"Di mana Cris?" tanya Annabele.Setelah berhasil mengeluarkan racun pada tubuh Alex, Annabele langsung mengajak Simon bicara berdua."Dia tidak di sini," jawan Simon yang tak langsung mengatakan keberadaan Cristian."Di mana dia? Kenapa tidak menemuiku? Kenapa dia mengabaikanku?" tanya Annabele yang terlampau kesal karena merasa Cristian mempermainkan perasaannya."Aku benar-benar dilarang olehnya. Aku tidak bisa mengatakan keberadaannya," jawab Simon karena dia sudah terlampau berjanji.Annabele yang masih tidak mendapat jawaban atas kepergian Cristian, serta alasan pria itu meninggalkannya begitu saja, akhirnya memilih pergi meninggalkan Simon, untuk menemani Samantha."Maaf, An. Aku juga tidak tahu apa yang dia pikirkan."--Di sisi lain, Transylvania, Romania. Alfred memasuki sebuah kamar di sebuah hotel yang terdapat d