"Apa kamu tidak melakukan apa yang aku perintahkan, hah!"
"Sudah, aku tidak tahu kenapa dia masih baik-baik saja."
"Kamu pasti bohong! Kalau dia jatuh dari atap, tentunya nyawanya sudah melayang! Bagaimana bisa dia masih hidup dan tidak terluka sedikit pun?!"
"Aku benar-benar mendorongnya! Aku melihatnya jatuh, setelah itu aku pergi karena takut ada yang melihat."
"Pembohong! Pokoknya, kamu sudah menerima uang dariku, aku mau kamu menyingkirkannya, bagaimanapun caranya aku tidak peduli!"
-
-
"Mama yakin nggak lihat?" tanya Annabele, berharap Samantha menemukan sebelah antingnya.
"Nggak ada, An. Memangnya terakhir sadar masih ada kapan?" tanya Samantha yang bicara sambil membereskan meja makan.
"Semalam masih ada, tapi tadi pas di kantor udah nggak ada," jawab Annabele yang putus asa.
"Mungkin jatuh di kantor." Samantha menatap Annabele yang kebingungan. "Memangnya kamu ini kenapa masih memakai anting model kuno itu, padahal Mama sudah belikan yang baru, 'kan!"
Annabele memang sangat menyukai anting itu, bahkan tak mau mengganti dengan yang lain.
"Ah, ya sudah kalau tidak ada," ucap Annabele yang frustasi.
Gadis itu memilih pergi ke kamar dan meninggalkan Samantha yang heran karena Annabele bingung masalah anting.
Annabele mendengus kasar, sudah mencari keseluruh kamar bahkan kamar mandi, tapi antingnya tidak ketemu.
"Kenapa bisa hilang?" Annabele duduk di tepian ranjang, mengguyar kasar rambut karena frustasi.
Annabele merebahkan tubuh, menatap langit-langit kamar dengan keputusasaan. Ia melepas anting yang masih terpakai di telinga kanan, menatap benda kecil itu dengan seksama.
"Aku tidak tahu siapa yang memberinya, tapi kenapa selalu ingin memakai, bahkan merasa kehilangan saat tak ada."
Annabele terlalu lelah memikirkan tentang anting yang hilang, belum lagi pekerjaan yang dirasanya begitu banyak, hingga gadis itu terlelap dan tertidur dengan kaki yang menjuntai ke lantai.
***
"Kamu tidak perlu melakukannya, biar aku saja. Bukankah kamu bilang sudah tak ingin!"
Di jalanan yang tampak gelap dan sepi, dua pria tampak mengamati seorang gadis yang sedang berjalan sendiri. Gadis yang sedang dalam kondisi setengah mabuk, terdengar terus meracau.
"Sial! Bagaimana bisa Anna selamat. Jelas-jelas aku mendorongnya, bahkan melihat dan mendengarnya berteriak ketakutan. Apa mungkin aku mabuk dan mengira sudah mendorongnya? Tidak! Tidak! Malam itu aku tidak mabuk, aku benar-benar sudah mendorongnya! Sial, kenapa aku harus mencelakainya lagi? Agh, kenapa aku harus menerima tawaran si brengsekk itu!"
Gadis itu berjalan sedikit gontai, sesekali menendang kerikil dan juga terus meracau, memikirkan hal yang baginya sangat tak masuk akal. Sudah mendorong dan melihat Annabele jatuh, tapi tak mengerti kenapa teman sekantornya itu selamat dan masih sehat.
Hingga langkahnya terhenti ketika melihat ada seseorang yang berdiri menghadang jalannya. Gadis itu menatap dengan mata sedikit menyipit karena tak bisa melihat dengan jelas, siapa yang menghadangnya.
"Apa kamu tersesat, sweetheart?"
"Anda?" Gadis itu membulatkan bola mata lebar melihat siapa yang berdiri dan tersenyum lebar kepadanya. Namun, seketika merasa bulu kuduknya berdiri.
"Apa yang Anda inginkan?" tanya gadis itu terlihat takut, bahkan sampai berjalan mundur untuk menghindar.
Pria yang tak lain adalah Simon, terlihat memainkan jemari sebelum akhirnya menatap pada gadis itu.
Gadis itu hendak kabur dengan membalikkan badan dan mencoba berlari, terlalu takut melihat tatapan Simon yang tidak biasa. Namun, sayangnya gadis itu tidak tahu siapa yang sebenarnya sedang dihadapi, dengan cepat Simon bisa mengejar dan langsung mencengkeram kemeja gadis itu, mendorong hingga merapatkan ke dinding.
"Kenapa lari, sweetheart?" tanya Simon dengan sebuah cahaya kecil di mata.
"Ke-kenapa Anda menemui saya?" tanya gadis itu tergagap.
"Aku hanya ingin bertanya sesuatu, tapi kenapa kamu berlari, hah?" tanya Simon dengan senyum yang tak hilang dari wajah.
"Apa yang Anda inginkan?" tanya gadis itu balik, air mukanya terlihat begitu panik, merasa sangat ketakutan melihat ekspresi wajah Simon.
"Aku tahu kamu kemarin mencoba mencelakai temanmu, katakan padaku kenapa kamu melakukannya?" tanya Simon.
Gadis itu begitu terkejut karena Simon tahu dengan hal yang diperbuatnya.
"Jangan berbohong, aku melihatnya."
"It-itu--" Gadis itu tergagap hingga menelan ludah. "Aku hanya disuruh untuk mencelakainya, aku tidak punya dendam padanya," jelas gadis itu.
"Oh, disuruh. Siapa yang menyuruhmu?" tanya Simon dengan tatapan mengintimidasi.
"Jika saya memberitahu Anda, apakah Anda akan melepaskan saya?" tanya gadis itu.
"Tergantung."
Gadis itu menyebutkan satu nama seseorang yang berniat mencelakai Annabele dan motif dendam yang mendasari. Cristian berdiri tak jauh dari sana, tampak bersandar dengan satu kaki berpijak di tembok, kedua tangan bersidekap dada, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut gadis itu.
"Saya sudah mengatakan semuanya, Anda akan melepaskan saya, 'kan!"
Simon menatap gadis itu, hingga senyum seringai muncul lagi di wajah pria itu.
"Aku berubah pikiran."
"Apa?" Gadis itu semakin panik.
"Bau darahmu, tercium manis."
Gadis itu membulatkan bola mata lebar, tak mengerti dengan maksud Simon. Hingga tanpa disadari dua buah taring sudah tertancap di leher, rasanya begitu sakit hingga membuat gadis itu menjerit begitu kencang, sampai suara itu meredup dan tidak lagi terdengar apa-apa.
-
-
"Aku akan selalu melindungimu, kamu tidak perlu cemas dan mengkhawatirkan apa pun lagi."
Annabele terbangun dari tidur, langsung berdiri dengan jantung yang berdebar. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, merasa baru saja ada seseorang di sana dan bicara padanya.
"Apa cuma mimpi?" Annabele mengguyar rambut ke belakang.
Annabele melihat jendela kamar terbuka, hingga gorden melambai karena tertiup angin.
"Perasaan aku sudah menutupnya tadi."
Annabele turun dari ranjang, kemudian berjalan ke arah jendela untuk menutup. Annabele masih sempat melongok ke luar, merasa ada seseorang yang memperhatikan dirinya. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana, membuat Annabele berpikir jika itu hanya halusinasinya saja.
-
-
Annabele bangun dengan wajah kusut, semalaman tak bisa tidur setelah merasa kalau ada orang lain di kamarnya. Pagi itu sudah bersiap ke kantor seperti biasanya, Annabele memperhatikan nakas dan mencari sesuatu yang hilang dari sana.
"Perasaan semalam masih ada," gumam Annabele.
Annabele menggaruk kepala dengan air muka keheranan, hingga mencoba mengabaikan dan turun ke lantai bawah untuk sarapan.
"Pagi, sayang!" sapa Samantha.
"Pagi, Ma." Annabele menjawab sapaan Samantha dengan suara malas.
"Kenapa wajahmu kusut? Apa kamu tidak enak badan?" tanya Samantha melihat wajah pucat sang putri.
"Tidak, hanya tidak bisa tidur nyenyak semalam," jawab Annabele yang kemudian menutup permukaan bibir karena menguap.
Alex sudah duduk di ruang makan, siap sarapan sebelum pergi sekolah. Annabele juga ikut duduk, mereka bertiga sarapan bersama dengan menu ala kadarnya.
"Apa bingkai foto yang ada di kamar, Mama yang ambil?" tanya Annabele dengan mulut penuh roti.
"Bingkai? Bingkai mana?" tanya Samantha balik karena bingung.
"Bingkai fotoku saat kuliah, yang aku letakkan di atas nakas," jawab Annabele.
Samantha mengernyitkan dahi, kemudian menjawab kalau tidak pernah mengambil bingkai foto dari kamar Annabele.
"Yakin, Mama nggak ambil?" tanya Annabele lagi memastikan.
"Buat apa Mama bohong, lagian kenapa Mama harus ambil?" Samantha merasa terheran-heran.
Annabele terlihat bingung, hingga kemudian tatapan tertuju pada Alex. Baru saja akan membuka mulut untuk bertanya, Alex sudah terlebih dulu bicara.
"Buat apa aku ambil, kayak foto Kakak itu paling cantik," seloroh Alex.
"Eh, aku memang cantik." Tentu saja Annabele tak terima.
"Benarkah? Lalu, kenapa tidak punya pacar sampai sekarang?" tanya Alex menggoda kakaknya.
"Alex, habiskan sarapanmu dan cepat berangkat sekolah. Jangan menggoda kakakmu!"
Perdebatan adik kakak itu berhenti karena ucapan Samantha. Annabele yang merasa dibela sang ibu, lantas menjulurkan lidah untuk mengejek adiknya itu.
Annabele berangkat kerja setelah sarapan. Saat sampai di perusahaan, Annabele terkejut karena banyaknya orang yang berkumpul di samping gedung perusahaan tempak mereka bekerja.
"Ada apa?" tanya Annabele pada salah satu karyawan yang baru saja keluar dari kerumunan.
"Ada karyawan yang bunuh diri, security menduga kalau gadis itu mabuk dan melompat malam tadi. Apalagi bau alkohol tercium dari tubuhnya."
Annabele terkejut mendengar jawaban karyawan itu, selama kerja beberapa bulan di sana, baru kali ini ada kejadian karyawan yang melompat dari gedung. Ia melihat Julie yang keluar dari kerumunan karyawan, langsung menghampiri temannya itu.
"Julie, siapa yang lompat?" tanya Annabele.
"Trishie." Julie tampak menutup permukaan bibir untuk menahan agar tak menangis.
"Astaga!" Annabele cukup terkejut, karena Trishie adalah teman satu divisinya.
Annabele memberanikan diri untuk melihat. Ia membelah kerumunan, hingga mendapati tubuh teman satu divisinya itu mati mengenaskan.
Semua karyawan tengah menerka kenapa teman mereka sampai melompat dari gedung. Hingga menduga kalau masalah hutang menjadi dasar atas kenekatan Trishie melompat dari gedung bertingkat dua puluh lima itu.Pihak polisi sudah membawa mayat gadis itu, dan mengolah kejadian perkara untuk jadi barang bukti kalau Trishie benar-benar melompat dari sana.Annabele terlihat tidak fokus bekerja. Ia menatap laptop tapi pikirannya tertuju pada kematian teman kerjanya itu."An, kamu tidak apa-apa?" tanya Sam yang ternyata ada di samping meja Annabele.Annabele terkejut mendengar suara Sam, hingga menatap pada teman kerja yang sudah bersandar di tepian mejanya."Tidak apa-apa, mungkin hanya masih memikirkan nasib Trishie, kenapa dia sampai melompat dari gedung," jawab Annabele."Jangan terlalu dipikirkan. Minumlah!" Sam memberikan sebotol minuman jus jeruk pada Annabele.
Pria yang sengaja ingin menabrak Annabele, baru saja keluar dari klub setelah mabuk. Pria itu masih tidak percaya dengan yang dilihatnya sore tadi, hal yang tak masuk akal dicerna oleh pikiran orang biasa."Aku bilang dia hilang, tapi tidak ada yang percaya. Apa aku ini tampak seperti pembohong, hah! Kurang ajar, kenapa aku harus mendapat pekerjaan gila seperti ini? Dia bukan gadis biasa. Ya, aku yakin dia bukan gadis biasa." Pria itu terus meracau, melangkah dengan sedikit gontai menuju parkiran mobil.Saat akan membuka pintu mobil, tangan pria itu dicekal oleh seseorang lantas ditarik dan punggungnya membentur tembok."Aghh!" pekik pria itu.Baru ingin melihat siapa yang menyeret dan mendorongnya, pria itu terkejut karena lehernya tercekik, bahkan tubuhnya terangkat hingga kakinya tidak menyentuh tanah."Si-siapa ka-mu?" Pria itu bicara dengan menahan sakit karena tekanan jari
Annabele langsung pulang setelah Cristian pergi meninggalkannya, gadis itu terus bertanya-tanya kenapa sikap atasannya berubah."Aku pulang!" Annabela masuk dan langsung duduk di sofa."Baru pulang, kamu lembur?" tanya Samantha."Tidak, tadi habis makan dengan Sam." Annabele bicara seraya menatap telapak tangan kiri yang terluka.Samantha yang kebetulan sedang di dapur, menghampiri Annabele di ruang tamu. Wanita itu terkejut saat melihat luka di tangan Annabele."Tanganmu kenapa?" tanya Samantha seraya meraih tangan Annabele."Tadi jatuh," jawab gadis itu sedikit meringis karena luka perih di tangan."Kamu ini, sudah besar juga masih bisa terjatuh."Samantha berdiri dan kembali ke dapur mengambil air bersih untuk membersihkan lupa Annabele.Annabele menatap sapu tangan yang diberikan Cristian, pik
'Jika makhluk fantasi itu memang ada, lalu kenapa tidak ada yang tahu? Atau rupa mereka benar-benar menyerupai kita, sehingga kita tak pernah menyadari dan tahu akan hal itu.' Annabele baru saja mengambil paket dokumen di meja resepsionis. Pikirannya masih tertuju dengan artikel yang dibacanya semalam. Meski Annabele baru saja mengenal dan melihat Cristian beberapa kali, tapi entah kenapa merasa sangat tertarik dengan pria itu. Ada sesuatu di dalam diri Cristian yang membuat Annabele ingin mendekat. Pintu lift terbuka di lantai satu, Annabele cukup terkejut ketika mendongak untuk melihat siapa yang masuk. Cristian sudah berdiri di hadapannya, sendirian. Pria itu masuk dan berdiri di samping Annabele, membuat gadis itu lantas sedikit bergeser ke kanan untuk tidak terlalu dekat. Begitu pintu lift tertutup, Annabele sesekali melirik ke arah Cristian, "Jauhi temanmu!" Ucapa
"Lebih baik tidak sekarang." Cristian menarik telapak tangannya dari sisi wajah Annabele, mengurungkan niat yang ingin dilakukan.Annabele yang sudah memejamkan mata, lantas membuka dan menatap Cristian."Kenapa?" tanya Annabele yang sudah penasaran dengan yang sebenarnya terjadi."Tidak baik mengingatnya di sini, akan aku ingatkan saat berada di tempat yang lebih baik dan nyaman untukmu," jawab Cristian yang kemudian menepuk pelan pucuk kepala Annabele.Annabele menggelembungkan kedua pipi karena merasa diberi harapan palsu, padahal sudah sangat senang karena akan mengetahui segalanya."Dasar pembohong!" gerutu Annabele.Cristian gemas melihat Annabele yang mengelembungkan pipi, hingga menangkup kedua sisi wajah gadis itu."Aku janji akan memperlihatkannya, sekarang kembalilah ke tempat kerja. Ingat untuk waspada pada Julie," kata Cristi
'Jika memang aku harus mati karena sebuah kesalahan yang tak pernah aku sengaja, apakah aku rela? Apa aku rela menanggung beban kesalahan yang sama sekali tak pernah aku lakukan.' Annabele melihat dengan jelas peluru itu melesat ke arahnya, hingga terpaan angin itu menerpa wajah. Ia melihat Cristian yang sudah di hadapannya, satu tangan pria itu merangkul pinggang dan membuatnya terhindar dari peluru. "Ap-apa?" Julie begitu terkejut ketika melihat Cristian yang ada di sana, bahkan bisa membuat Annabele terhindar dari peluru. Cristian langsung menoleh ke arah Julie, menatap tajam dengan bola mata merahnya. Takkan membiarkan gadis itu melukai Annabele meski hanya seujung kuku. "Cris." Annabele bisa melihat amarah di tatapan Cristian. "Persetan dengan kalian!" Julie yang sudah diliputi amarah, benci, dan dendam, kembali mengarahkan mata pistol ke arah Cristian dan Annabele
Annabele hendak mengabaikan tentang taruhan yang dilakukan oleh Bastian dan Max, dia tetap tidak akan menerima hasil taruhan itu meski mendapatkan pemenang. Namun, Annabele tiba-tiba merasa gelisah, entah kenapa dirinya sangat cemas dan tak bisa tenang. Ia pun pergi ke bukit di mana Bastian dan Max melakukan balap mobil, tempat dengan banyak tikungan tajam dan jurang di sisi kanan dan kiri.Saat sampai di tempat itu, Julie ternyata ada di sana, temannya itu terlihat cemas dan khawatir. Hingga ketika dua mobil sudah tampak memasuki garis finish, Annabele melihat mobil Bastian yang memimpin balapan, saat itu Annabele tiba-tiba merasa lega karena setidaknya Bastian yang akan menang, hingga siapa sangka jika Max menabrak bagian belakang mobil Bastian, tepat saat mereka melaju di tikungan tajam, membuat mobil Bastian oleng dan berputar beberapa kali karena kerasnya benturan dan cepatnya laju mobil itu, sebelum akhirnya menabrak pembatas jalan dan mobil itu terjun beb
"Cris." Annabele terkejut sampai memegangi dada, ketika melihat Cristian berdiri di dekat jendela dengan kedua tangan bersidekap.'Ba-bagaimana--" Annabele malah terlihat kebingungan, hingga menunjuk ke pintu dan jendela, seakan sedang mempertanyakan dari mana Cristian masuk."Kamu lupa siapa aku? Aku bisa masuk lewat mana saja," ujar Cristian yang berjalan ke arah ranjang Annabele dan duduk di sana.Annabele memutar bola mata, lalu meniup poni yang jatuh ke dahi ketika ingat siapa pria yang ada di kamarnya.Annabele meletakkan tas di kursi yang terdapat di kamar, kemudian duduk di samping Cristian.Cristian mengamati foto Annabele dan keluarga yang terpajang di atas nakas, membuat sudut bibirnya tertarik ke atas."Kamu masuk lewat jendela?" tanya Annabele memastikan, melihat kalau daun jendela terbuka."Ya, apa kamu mau aku lewat pintu d
"Kalian harus menjelaskan padaku? Apa yang kalian rahasiakan?" tanya Sam karena merasa menjadi yang terakhir paling tahu soal rencana itu.Annabele dan Cristian menatap Sam bersamaan, keduanya tertawa kecil melihat rasa kesal di wajah Sam."Aku akan menjelaskan, tapi sebelumnya ingin menghukum dia!" Annabele menunjuk Cristian, membuat pria itu terkejut karena ucapan Annabele.Namun, siapa sangka jika hukuman yang dimaksud tak semengerikan yang ada dipikiran. Annabele menarik kemeja bagian depan Cristian hingga membuat sedikit membungkuk, kemudian Annabele mendaratkan sebuah ciuman di bibir pria itu."Agh! Kalian ini tak berperasaan!" Sam langsung memalingkan wajah ketika mengetahui apa yang dilakukan Annabele."Aku sangat merindukanmu," ucap Annabele begitu melepas pagutan bibir mereka.***Annabela dan Cristian menceritakan semuanya pada
Annabele merasa lega karena yang ditunggunya datang. Namun, tak menyangka kalau ada seseorang yang juga datang ke sana."Kenapa kamu mengajaknya? Susah payah aku membuat alasan, kamu malah membawanya ke mari!" protes Annabele."Dasar adik nakal! Bisa-bisanya kamu membohongi Kakakmu!" Sam langsung melotot pada Annabele."Aku tidak mau melibatkanmu, aku ingin kamu selamat," ujar Annabele yang menyesal karena telah berbohong."Apa kalian ingin terus berbincang?" Cristian memotong perdebatan kakak beradik itu.Annabele dan Sam menatap Cristian, sebelum keduanya fokus dengan apa yang akan dilakukan sekarang."Kalian berhutang penjelasan padaku!" ujar Sam yang masih tak mengerti bagaimana Annabele bertemu dan merencanakan sesuatu yang berbahaya bersama Cristian."Pastikan kamu hidup dulu, baru setelahnya akan aku jelaskan semuanya," timpal Cris
"Apa Kakak percaya?" tanya Alex ketika selesai mengakhiri ceritanya. "Tentu Kakak percaya," jawab Annabele dengan seutas senyum. "Karena setelah mendatangimu, dia juga mendatangiku," imbuh Annabele. "Apa? Apa dia melukai Kakak?" tanya Alex panik, seakan tak rela jika kakaknya dilukai. "Ya," jawab Annabele. Ia lantas menunjukkan bekas luka yang didapat karena ulah Julie. "Dia melukai Kakak. Kenapa dia begitu kejam?" Alex merasa geram karena ternyata bukan dia saja yang menjadi korban. "Kamu tenang saja, dia sekarang sudah musnah. Kakak sendiri yang membunuhnya, bukankah Kakak kejam?" Alex terkejut mendengar Annabele telah membunuh Julie. Ia malah terlihat senang mengetahui jika kakaknya ternyata begitu pemberani. "Kakak tidak jahat, dia yang jahat karena tega melukaiku dan kakak." Tentu saja Alex membela kakaknya. &nb
Setelah menangis sangat lama, akhirnya Annabele bisa sedikit tenang. Ia duduk di ranjang bersandar headboard, kedua tangan memeluk kaki yang ditekuk, serta tatapan tertuju pada jendela, berharap pria yang ingin dilihatnya muncul kembali dari sana.Sam melihat Annabele yang begitu sedih. Ia sendiri baru saja mengambilkan air minum untuk gadis itu. Sam mendekat lantas duduk di tepian ranjang, menyodorkan cangkir berisi teh hangat untuk adiknya itu."Minumlah, setidaknya ini akan menghangatkan tenggorokanmu," kata Sam.Annabele menerima dengan dua tangan, sebelum kemudian meminumnya perlahan."Soal Cristian, takdirnya sedikit rumit. Semua memang memiliki jalan masing-masing, meski kami vampir bukan berarti kami bisa memilih jalan yang ingin dipilih," ujar Sam menjelaskan agar Annabele tak terus bersedih."Apa takdir yang digariskan untuknya?" tanya Annabele."Sa
"An!" Sam yang tahu jika kedatangan Cristian untuk meninggalkan Annabele, akhirnya memilih menyusul ke kamar, karena mendengar suara gadis itu berteriak."Kenapa dia meninggalkanku? Apa salahku?" tanya Annabele dengan wajah yang sudah basah dengan air mata. Bahkan ia bicara seraya menunjuk ke jendela di mana Cristian tadi tiba-tiba pergi."Dia memiliki maksud lain, An. Ikhlaskan saja," pinta Sam.Annabele tak percaya jika Sam semudah itu memintanya mengikhlaskan, sedangkan hatinya benar-benar sudah terikat dengan pria itu."Kenapa kamu tega bilang begitu? Kenapa kamu tega? Apa semua vampir memang senang menyakiti orang, hah?" Annabele yang kesal dan sedih, lantas melimpahkan rasa yang menghimpit rongga dada pada Sam.Annabele memukul Sam berulangkali, mencoba meluapkan kekesalan yang begitu menyakitkan. Sam sendiri tidak menghindar, membiarkan Annabele melakukan yang diinginkan,
Sam pada akhirnya menceritakan semua yang terjadi di masa lalu, termasuk hubungannya dengan Annabele. Namun, masalah kematian gadis itu, Sam tidak menceritakan dengan jelas."Jadi, karena itu kamu selalu didekatku, juga baik padaku?" tanya Annabele ketika mengingat bagaimana Sam begitu memperhatikan dirinya."Ya, karena keinginanku melihatmu bahagia," jawab Sam."Apa di masa lampau aku tidak bahagia, hingga kamu ingin aku bahagia sekarang?" tanya Annabele lagi.Sam terdiam sejenak, tatapannya tertuju pada aspal jalanan karena mereka sedang dalam perjalanan ke rumah Annabele, sebab ingin mengambil beberapa barang."Bukan tidak bahagia, hanya saja aku masih tidak rela dengan caramu pergi," jawab Sam lirih.Annabele melihat kesedihan di mata Sam, hingga pada akhirnya tak ingin membahas hal itu lagi. Ia sebenarnya merasa senang, karena ternyata memiliki seorang k
Annabele menemui Samantha setelah bicara dengan Simon, Sam masih di sana menunggu Alex bersama Samantha. Karena usaha Sam dan Simon, akhirnya Alex bisa melalui masa kritis dan dipindah ke ruang perawatan biasa."Bagaimana keadaannya?" tanya Annabele."Sudah lumayan, setidaknya sudah tidak kritis lagi," jawab Samantha seraya menatap Alex yang masih belum sadarkan diri.Annabele mengerti dengan kondisi Alex, karena Sam sudah mengatakan jika butuh waktu untuk memulihkan dan membuat bocah itu sadarkan diri."Mama istirahatlah, aku yang akan menjaga Alex," kata Annabele seraya memijat pelan kedua pundak Samantha.Annabele bisa melihat jika ibunya itu kelelahan. Samantha meraih telapak tangan Annabele, tapi tatapannya terus tertuju pada Alex yang berbaring di ranjang."Mama tidak apa-apa. Mama mau di sini melihat Alex membuka mata," kata Samantha dengan suara begit
Suara heels beradu dengan lantai marmer, terdengar menggema di lobi sebuah hotel. Seorang wanita berambut panjang sedikit bergelombang di bagian bawah, tampak berjalan dengan anggun menuju ke meja resepsionis."Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya resepsionis hotel."Tentu, di mana kamar pria bernama Cristian?" tanya balik wanita itu dengan suara lembut dan senyumnya begitu menawan."Anda siapa?""Tunangannya."Selena—jodoh yang ditakdirkan untuk Cristian. Wanita itu kembali ke Transylvania karena Cristian juga pulang ke sana. Awalnya Selena pergi ke kota di mana Cristian tinggal, setelah mengetahui jika pria itu bertemu dengan seorang wanita manusia. Jelas, Selena akan berusaha menyingkirkan siapa pun yang hendak berniat hidup dengan tunangannya itu. Bahkan, siapa sangka jika Selenalah yang merubah Julie menjadi seorang vampir, menjadikan teman Annabele itu sebagai pion
"Di mana Cris?" tanya Annabele.Setelah berhasil mengeluarkan racun pada tubuh Alex, Annabele langsung mengajak Simon bicara berdua."Dia tidak di sini," jawan Simon yang tak langsung mengatakan keberadaan Cristian."Di mana dia? Kenapa tidak menemuiku? Kenapa dia mengabaikanku?" tanya Annabele yang terlampau kesal karena merasa Cristian mempermainkan perasaannya."Aku benar-benar dilarang olehnya. Aku tidak bisa mengatakan keberadaannya," jawab Simon karena dia sudah terlampau berjanji.Annabele yang masih tidak mendapat jawaban atas kepergian Cristian, serta alasan pria itu meninggalkannya begitu saja, akhirnya memilih pergi meninggalkan Simon, untuk menemani Samantha."Maaf, An. Aku juga tidak tahu apa yang dia pikirkan."--Di sisi lain, Transylvania, Romania. Alfred memasuki sebuah kamar di sebuah hotel yang terdapat d