“Perkenalkan saya Adelia Cantara Hermawan, CEO TopFood Indonesia,” Wanita yang berdiri di tengah panggung itu berdiri dengan rasa percaya diri, di umurnya yang ke 32 tahun dia mampu memimpin perusahaan startup makanan yang berkembang pesat setelah tiga tahun dia memimpin.
Tepuk tangan memenuhi ruangan ballroom hotel bintang lima itu, acara perkenalan resmi dan pengukuhan Adelia sebagai CEO yang ditunjuk langsung oleh pengusaha kaya raya Gito Hermawan yang tak lain adalah kakeknya.
Adelia yang di gadang-gadang sebagai penerus Go Top Ltd adalah wanita yang nyaris tak pernah ada berita skandal negatif tentangnya, kehidupannya sebagai cucu dari konglomerat tak luput dari kejaran media, segala yang dilakukannya selalu masuk berita nomor satu, baju yang dipakainya selalu ditiru anak-anak muda, setiap yang dimakannya selalu menjadi viral dimana-mana, namun dibalik itu semua Adelia tidak pernah menggubris media sedikitpun, wajahnya selalu ketus dibalik kaca mata hitamnya.
“Selamat atas pengukuhanmu,” kata Paman Adelia setelah acara pengukuhan selesai, dia adalah CEO Top Mall salah satu perusahaan dibawah kendali Go Top Ltd juga, dia anak kedua dari Gito Hermawan, adik dari ayah Adelia.
“Terima kasih paman, mohon bimbingannya,” jawab Adelia singkat sambil menyambut uluran tangan pamannya sambil tersenyum tipis.
“Aku tidak tahu apa yang dipikirkan kakek sampai memberikan TopFood padamu,” celetuk wanita yang berdiri di belakang pamannya, wajahnya terlihat sinis saat berhadapan dengan Adelia.
“Itu karena aku lebih hebat darimu,” jawab Adelia sambil berjalan meninggalkan mereka.
“Dasar anak yatim piatu tak tahu diri,” gumam wanita itu yang tak lain adalah sepupu Adelia, putri bungsu Andrew Hermawan, pamannya.
“Kau lebih hebat darinya, sayang, hanya saja kakek tidak sadar itu,” kata wanita separuh baya yang berdiri disamping Andrew, dia adalah istrinya Helen.
Adelia berjalan keliling ruangan mencari kakeknya, dia tidak suka berada di tengah-tengah pesta sendirian, bahkan para asisten pribadinya tidak menampakan diri saat ini.
“Dimana mereka semua,” kata Adelia dalam hati sambil terus berjalan sambil memegang minuman yang tidak pernah dia minum dari tadi.
Adelia terpaksa memasang wajah tersenyum kepada orang-orang di ruangan itu, pengukuhannya sebagai CEO dalam umur yang sangat muda menjadikan dia sasaran empuk para senior diperusahaan kakeknya, yang mayoritas mendukung pamannya sebagai penerus kakek.
Adelia paham, semua orang disini hanya memakai topeng saja, demi mendapatkan koneksi dan mengamankan jabatan mereka masing-masing.
“Nona, anda dipanggil Presdir di ruangan sebelah,” tiba-tiba suara berat laki-laki yang berpakaian serba hitam membuatnya terkejut.
“Syukurlah akhirnya kalian bekerja, aku hampir sesak napas di lautan orang-orang bermuka dua ini,” kata Adelia sambil memberikan gelas yang sedari tadi tipegangnya kepada pria yang disebut sebagai ajudan kakeknya.
Adelia berjalan keluar ruangan ballroom menuju ruangan VIP di sampingnya, dua ajudan berdiri di samping pintu, dan dua orang lagi yang sangat dia kenal berdiri juga di depan pintu menunggunya.
“Ku cari-cari ternyata kalian disini,” kata Adelia kepada dua orang asisten pribadinya.
“Maaf nona, tadi kami di panggil presdir, dan belum sempat memberitahukannya kepada anda,” kata salah satu asisten pribadinya yang bernama Arisa, sambil membukakan pintu untuknya.
“Beliau sudah menunggu anda di dalam,” kata Arisa mempersilahkan Adelia masuk.
Arisa adalah asisten pribadi Adelia yang dipilih langsung oleh kakeknya, dia bertugas mengurus semua keperluan Adelia dalam pekerjaan dan sehari-harinya, dia juga yang mengurus media saat berita negatif tentang Adelia akan muncul, dia asisten pribadi yang sangat diandalkan, namun Adelia merasa Arisa hanya sebagai pengawal kakek untuk memata-matainya, meskipun Arisa sudah berbuat banyak untuknya sampai saat ini.
“Mana kopiku?” tanya Adelia pada asisten pribadi keduanya, asisten kedua ini seorang laki-laki, Adelia merekrutnya hanya untuk membuat Arisa merasa tidak terlalu dipentingkan, tapi Adelia tahu, bahwa hanya dengan Arisa sendiri, semua masalah sudah pasti beres.
“Maaf nona, saya tidak sempat membelikannya,” jawab asisten kedua ini yang bernama Deva yang baru empat bulan bekerja dengan Adelia
“Jadi?” tanya Adelia ketus sambil menatap tajam ke arah Deva.
“Sudahlah, untuk apa kau meributkan kopi dengannya, dia bukannya tidak mau membelikannya, kakek yang menyuruhnya untuk segera datang setelah acara pengukuhanmu selesai,” kata kakeknya dari dalam ruangan.
Seketika Adelia melunak, entah kenapa rasa intimidasi Adelia hanya keluar saat dia melihat asisten keduanya itu, dia merasa Deva adalah sasaran empuk untuk membuat perasaannya membaik, ada yang Adelia tidak suka dari diri Devan namun dia juga tidak tahu yang mana.
Adelia masuk ke dalam ruangan, dia melihat kakeknya duduk di sofa besar dan tersenyum kepada Adelia.
“Aku tidak tahu kau sudah sedewasa itu Adelia,” kata kakeknya.
“Sepertnya baru kemarin aku memelukmu saat pemakaman ayah dan ibumu,” kata kakeknya lagi.
Adelia yang kini duduk di hadapan kekeknya merasa aneh, “Kenapa kakek tiba-tiba membicarakan hal itu,” kata Adelia dalam hati.
“Kata pengawalmu, ada yang ingin kakek bicarakan kepadaku,” kata Adelia berusaha membuat kakeknya tidak terlalu jauh membicarakan kenangan yang tak ingin diingat Adelia.
“Ha ha ha, kalu kau ketus terus seperti itu, siapa yang mau menjadi suamimu,” jawab kakeknya sambil tertawa.
“Aku tidak butuh suami, aku sudah mempunyaimu kakek,” jawab Adelia dengan santai.
Selama ini Adelia hanya percaya pada kakeknya, saat ayah dan ibunya meninggal akrena kecelakaan lalu lintas, hanya kakeknya yang menyayanginya sampai saat ini.
“Kakek tidak akan ada terus disampingmu, kau wanita cerdas pasti memahami itu,” jawab kakeknya kali ini dengan wajah sedikit serius.
“Sebenarnya apa yang ingin kakek bicarakan kepadaku?” tanya Adelia yang mulai merasa ada yang aneh dengan kakeknya.
“Apakah kakek sudah melakukan pemeriksaan kesehatan rutin?ada yang tidak bereskah?” tanya Adelia pada sekretaris kakeknya yang berdiri di samping kekeknya.
“Kau jangan terlalu keras pada Albert, lagipula dia sekretarisku, kau tidak berhak mengomelinya,” jawab kakeknya, yang hanya di respon senyum oleh Albert.
Adelia melipat tangannya, “Kakek tahu kan aku tidak punya waktu banyak, aku harus ke kantor, ada produk yang akan diluncurkan dalam waktu dekat ini,” kata Adelia.
“Baiklah, dengarkan kakek baik-baik,” jawab kakeknya, Adelia berusaha membuat wajah khawatirnya tidak terlihat, dia merasa ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh kakeknya, tidak biasanya dia mengajak pembicaraan seserius ini berdua dengannya.
“Sebentar lagi kekek akan mundur sebagai presdir, manajemen Go Top Ltd akan kakek serahkan semuanya padamu Adelia,” kata kakeknya dengan wajah serius, Adelia tidak pernah melihat kakeknya seperti itu, satu-satunya kakek terlihat seperti itu adalah saat rapat dengan petinggi manajemen perusahaan.
“Memang kakek mau kemana?” tanya Adelia mencoba tetap tenang.
“Aku tidak akan kemana-mana, sepertinya waktuku sudah dekat hehehe,” jawab kakeknya sambil terkekeh.
“Aku tidak sedang bercanda kek,” jawab Adelia yang mulai khawatir dengan pembicaraan ini.
“Kakek juga tidak bercanda, tapi sebelum kau mengambil alih Go Top Ltd, ada yang harus kau lakukan dahulu,” kata kakeknya lagi.
“Aku tidak tertarik menjadi presdir,” kata Adelia lalu buru-buru berdiri, berniat mninggalkan kakeknya.
“Kalau bukan kau, kepada siapa lagi aku harus menyerahkan Go Top?” kata kakeknya membuat Adelia mengurungkan niatnya untuk pergi.
“Tidak ada yang pantas menjadi presdir selain kamu Adelia,” kata kakeknya lagi,kali ini terdengar seperti memohon.
“Tapi bila kau tidak sanggup menjalankannya, kau boleh lempar Go Top ke siapa saja,” kata kakeknya lagi.
Adelia masih diam, dia tidak tahu kenapa kakeknya membahas hal ini saat dia baru saja menjadi CEO TopFood.
“Lalu apa syaratnya bila aku menjadi presdir?” tanya Adelia yang berbalik menghadap kakeknya lagi.
Kakeknya hanya menatap Adelia dengan dalam lalu tersenyum, “Kau akan tahu nanti, aku sudah mempersiapkannya dengan pengacara,” kata kakeknya sambil berdiri.
“Kembalilah ke acara, kau bintang utamanya, jangan terlalu lama meninggalkan para tamu,” kata kakeknya sambil pergi meninggalkan Adelia.
“Tunggu, kenapa kakek senang sekali membuatku penasaran,” kata Adelia mencoba menyusul kakeknya, namun kakeknya hanya menatapnya dengan tatapan teduh seperti seorang kakek pada cucunya, tangan kakeknya tiba-tiba mengelus kepala Adelia.
“Kau sangat mirip sekali dengan ayahmu Adelia,” kata kakeknya lalu pergi meninggalkan Adelia, seakan dia akan pergi selamanya.
Adelia lari sekencang-kencangnya ke kamar kakek, dia berharap apa yang barusan di sampaikan Albert hanyalah bualan belaka, “Tidak, kakek tidak akan pernah meninggalkanku,” kata Adelia dalam hati, dia terus berlari tapa memandang orang-orang di depannya. Adelia menerobos masuk ke dalam kamar kakeknya, dia melihat tubuh kakeknya terbujur kaku, Adelia mencoba membangunkannya, menyentuh pipinya, namun kakeknya terasa dingin di tangannya. “Kek, kakek, tolong jangan bercanda seperti ini,” kata Adelia memanggil kakeknya dan menggoyangkan tubuh itu perlahan. “Kek, ayolah, buka matamu,” tetap tak ada respon dari tubuh kakeknya, air mata Adelia mulai jatuh, suaranya tercekat di tenggorokan, dia memeluk tubuh kakeknya dan mengguncangkannya perlahan. “Kek, jangan tinggalkan Adelia sendiri, tolong bangunlah,” kata Adelia sambil terisak. Tangan Albert mencoba menangkan Adelia, menariknya perlahan menjauhi tubuh kakeknya. “Kenapa ini tiba-tiba,” kata Adelia sambil menatap Albert. “Dok
Adelia berdiri di belakang para tamu, seketika pandangan para tamu terpusat ke arah Adelia, disamping Adelia berdiri dua asisten peribadinya, seakan tahu bahwa musauh nonanya akan bertambah. Adelia berjalan maju ke depan untuk mengambil ampolop putih yang sudah rapih berjejer di meja di depan pengacara Bernard, dia mengambil salah satu amplop yang sudah tertera namanya, saat berjalan dia tidak sekalipun menoleh ke arah tamu-tamu yang memperhatikannya. Pamannya yang mencoba menahan diri juga ikut mengambil amplop yang disiapkan oleh ayahnya, tidak seperti Adelia, Pamannya langsung membuka amplop tersebut, tidak lama kemudia amplop itu di remas dan dilempar ke bawah, Adelia melihat dengan rasa penasaran, apa yang sebenarnya ditulis kakeknya di amplop itu sampai membuat wajah pamannya mengeras. Bibinya pun sama, adik dari ayah dan pamannya itu adalah satu-satunya putri dari kakeknya, dia menikah dengan pacarnya dan hanya mampu bertahan selama tiga tahun, dia diberikan kakek untu
Adelia mengambil ponselnya, dia mengirimkan pesan kepada Arisa bahwa hari ini dia akan pegi ke kantor, dia tidak ingin lama-lama mengurung diri di kamar, membiarkan orang-orang mengasihaninya dan memandangnya bahwa dia lemah saat kakeknya sudah tidak ada. Semalam setelah Deva memakan habis makanannya, Adleia menyurhnya pulang, dia mengancam apabila dia masih ada di rumah ini, Adelia akan memecatnya. “Aku akan pergi ke kantor sendiri, kita bertemu dikantor saja,” kata Adelia di pesan yang dia kirim untuk Arisa. Para karyawan yang mengira Adelia tidak akan hadi di kantor dalam beberapa waktu ke depan terlihat kaget bahwa bisnya sudah ada di kantor pagi-pagi sekali, mereka tidak menyangka baru satu hari persdir meninggal, tapi nona Adelia sudah masuk kantor. Adelia berpikir dengan keras, kata-kata pengacara Bernard terngiang-ngiang dikepalanya, “Bagaimana aku bisa mendapatkan pria yang akan kunikahi dalam waktu tiga bulan,” Adelia berbicara dalam hati sambil melipat tangannya
Deva baru saja menginjakkan kaki di rumahnya, dia duduk sejenak di teras rumah sambil menikmati hembusan angin malam dengan aroma hujan yang baru saja menyentuh tanah, dia tidak banyak bekerja hari ini tapi tubuh dan pikirannya seakan terjun bebas ke tumpukan masalah-masalah di kantor. Sampai saat ini dia tidak menyangka hal yang baru saja menimpanya, mimpipun dia tidak berani, bagaimana bisa laki-laki biasa dari keluarga yang sangat biasa seperti dirinya akan menikah dengan pewaris keluarga konglomerat, dia tahu hidupnya tidak akan lagi sama, dan sekarang entah bagaimana dia harus menjelaskan hal ini kepada keluarganya. “Lho, sudah pulang nak, kok gak masuk ke dalam?” suara ibunya yang tiba-tiba muncul mengangetkan Deva yang sedang melamun. “Iya bu, belum lama kok, baru sepuluh menit Deva sampai di rumah,” jawab Deva sambil menggeser duduknya untuk mempersilahkan ibunya duduk di sampingnya. Rumah Deva sangat sederhana, ayahnya yang pensiunan dari pegawai pemerintah hanya
Pagi sekali Deva sudah bersiap berangkat ke kantor, semalaman dia tidak bisa tertidur, setelah kejadian semalam saat semua anggota keluarganya tahu bahwa dia adalah calon suami keluarga konglomerat dari berita di televisi. Deva keluar dari kamarnya menuju ruang makan, ibu dan bapaknserta adik-adiknya sudah duduk untuk sarapan, bapaknya hanya melirik Deva sambil mengambil nasi goreng yang disediakan ibunya untuk sarapan, Deva duduk berharap pagi ini tidak ada lagi yang membahas soal semalam. “Kamu mau the hangat Dev?” tanya ibunya, Deva mengangguk lalu melirik ke arah bapaknya. Ada yang berbeda dari penampilan bapaknya pagi ini, tidak biasanya pagi-pagi bapaknya sudah rapih memakai kaos kerah dan celana panjang, di sandaran kursinya ada jaket yang menggantung. “Bapak mau antar Bian?” tanya Deva sambil menyendok nasi goreng di depannya. “Habiskan dulu sarapanmu, bapak antar ke kantor,” jawab bapaknya. “Antar siapa?” tanya Deva balik seperti salah mendengar ayahnya bi
Adelia duduk di meja kerjanya, setelah perbincangannya dengan Deva tadi pagi, dia hanya diam melihat ke layar laptop meskipun pikirannya tidak ada di sana bersamanya, bahkan makan siang yang Arisa siapkan belum dia sentuh sama sekali. “Tadi kamu bicara apa sama bos?” tanya Arisa pada Deva yang mejanya tepat di sebelah Arisa. “Ehmm, gak ada yang terlalu penting sih, hanya dia menyampaikan sore nanti akan bertemu paman dan bibinya, itu saja,” jawab Deva sambil melanjutkan mengerjakan pekerjaannya. Arisa diam memandang Deva dalam, dia tahu ada yang Deva sembunyikan darinya. “Kau tahu kan, kalian berdua tidak akan pernah bisa apa-apa tanpa aku, apabila kedepannya kalian menemui masalah,” kata Arisa sambil mendekatkan wajahnya ke Deva. Deva sedikit menghindar tatapan Arisa, memang ada benarnya apa yang dikatakan Arisa, saat ini posisi Deva bukanlah posisi yang menguntungkan, dia menyukai pekerjaannya, gaji tinggi meskipun pekerjaannya berat secara mental bekerja dengan nona
Mobil Adelia masuk ke halaman restoran terkenal di Jakarta, keluarga Hermawan mereservasi seluruh restoran itu untuk acara makan malam perkenalan calon suami Adelia, sekretaris keluarga Hermawan yang biasa melayani Tuan Besar Hermawan sudah menyiapkan semua acara, sebelum pengangkatan pewaris sah perusahaan Go Top, semua agenda terkait hal itu dikerjakan oleh sekretaris tuan besar Hermawan, dan dia satu-satunya orang yang memegang perintah Tuan Besar Hermawan meskipun kini dia sudah tidak ada. “Wah pemeran utamanya sudah hadir,” kata Lion. Adelia masuk ke dalam ruangan dengan tersenyum, disampingnya Deva yang mencoba tersenyum ramah malah terlihat menyeringai aneh, jantungnya berdegup lbih kencang seakan mau keluar dari tubuhnya, semua mata yang memandangnya terlihat bersiap menerkamnya, perasaannya mengatakan bahwa dia sedaang berada di kandang harimau yang sedang kelaparan. “Selamat, aku tidak percaya anak manja ini membawa tunangannya hadir,” Paman Andrew mendatangi mereka
Deva masuk ke dalam rumah, di ruang depan Dini seakan menunggu Deva masuk ke dalam rumah, tentu saja adiknya yang judes itu sudah menyiapkan berbagai sambutan pedas untuk Deva. “Ibu mana?” tanya Deva sambil melongok ke dalam rumah mencari ibunya, dalih untuk menghindar dari Dini, bukan karena Deva tidak siap untuk menjawab berbagai pertanyaan dari Dini, tapi saat ini, Deva memang tidak mempunyai jawaban apa-apa, semua yang terjadi beberapa hari ini diluar dugaannya dan terjadi begitu cepat tanpa direncanakan. “Abang kok bisa berbuat seperti ini pada kami,” kata Dini yang enggan menjawab pertanyaan Deva. Deva memandang wajah Dini dan menghela nafasnya, “Abang juga gak tahu Din, abang gak punya jawaban atas pertanyaanmu saat ini, mungkin nanti,” jawab Deva sambil berjalan ke dalam rumah. “Bu,” panggil Deva samil melongok ke dalam kamar ibunya. “Ibu disini,” jawab ibunya terdengar dari arah kamar Deva. “Ibu ngapain?” tanya Deva yang melihat ibunya membereskan baju-baju
Deva masuk ke dalam rumah, di ruang depan Dini seakan menunggu Deva masuk ke dalam rumah, tentu saja adiknya yang judes itu sudah menyiapkan berbagai sambutan pedas untuk Deva. “Ibu mana?” tanya Deva sambil melongok ke dalam rumah mencari ibunya, dalih untuk menghindar dari Dini, bukan karena Deva tidak siap untuk menjawab berbagai pertanyaan dari Dini, tapi saat ini, Deva memang tidak mempunyai jawaban apa-apa, semua yang terjadi beberapa hari ini diluar dugaannya dan terjadi begitu cepat tanpa direncanakan. “Abang kok bisa berbuat seperti ini pada kami,” kata Dini yang enggan menjawab pertanyaan Deva. Deva memandang wajah Dini dan menghela nafasnya, “Abang juga gak tahu Din, abang gak punya jawaban atas pertanyaanmu saat ini, mungkin nanti,” jawab Deva sambil berjalan ke dalam rumah. “Bu,” panggil Deva samil melongok ke dalam kamar ibunya. “Ibu disini,” jawab ibunya terdengar dari arah kamar Deva. “Ibu ngapain?” tanya Deva yang melihat ibunya membereskan baju-baju
Mobil Adelia masuk ke halaman restoran terkenal di Jakarta, keluarga Hermawan mereservasi seluruh restoran itu untuk acara makan malam perkenalan calon suami Adelia, sekretaris keluarga Hermawan yang biasa melayani Tuan Besar Hermawan sudah menyiapkan semua acara, sebelum pengangkatan pewaris sah perusahaan Go Top, semua agenda terkait hal itu dikerjakan oleh sekretaris tuan besar Hermawan, dan dia satu-satunya orang yang memegang perintah Tuan Besar Hermawan meskipun kini dia sudah tidak ada. “Wah pemeran utamanya sudah hadir,” kata Lion. Adelia masuk ke dalam ruangan dengan tersenyum, disampingnya Deva yang mencoba tersenyum ramah malah terlihat menyeringai aneh, jantungnya berdegup lbih kencang seakan mau keluar dari tubuhnya, semua mata yang memandangnya terlihat bersiap menerkamnya, perasaannya mengatakan bahwa dia sedaang berada di kandang harimau yang sedang kelaparan. “Selamat, aku tidak percaya anak manja ini membawa tunangannya hadir,” Paman Andrew mendatangi mereka
Adelia duduk di meja kerjanya, setelah perbincangannya dengan Deva tadi pagi, dia hanya diam melihat ke layar laptop meskipun pikirannya tidak ada di sana bersamanya, bahkan makan siang yang Arisa siapkan belum dia sentuh sama sekali. “Tadi kamu bicara apa sama bos?” tanya Arisa pada Deva yang mejanya tepat di sebelah Arisa. “Ehmm, gak ada yang terlalu penting sih, hanya dia menyampaikan sore nanti akan bertemu paman dan bibinya, itu saja,” jawab Deva sambil melanjutkan mengerjakan pekerjaannya. Arisa diam memandang Deva dalam, dia tahu ada yang Deva sembunyikan darinya. “Kau tahu kan, kalian berdua tidak akan pernah bisa apa-apa tanpa aku, apabila kedepannya kalian menemui masalah,” kata Arisa sambil mendekatkan wajahnya ke Deva. Deva sedikit menghindar tatapan Arisa, memang ada benarnya apa yang dikatakan Arisa, saat ini posisi Deva bukanlah posisi yang menguntungkan, dia menyukai pekerjaannya, gaji tinggi meskipun pekerjaannya berat secara mental bekerja dengan nona
Pagi sekali Deva sudah bersiap berangkat ke kantor, semalaman dia tidak bisa tertidur, setelah kejadian semalam saat semua anggota keluarganya tahu bahwa dia adalah calon suami keluarga konglomerat dari berita di televisi. Deva keluar dari kamarnya menuju ruang makan, ibu dan bapaknserta adik-adiknya sudah duduk untuk sarapan, bapaknya hanya melirik Deva sambil mengambil nasi goreng yang disediakan ibunya untuk sarapan, Deva duduk berharap pagi ini tidak ada lagi yang membahas soal semalam. “Kamu mau the hangat Dev?” tanya ibunya, Deva mengangguk lalu melirik ke arah bapaknya. Ada yang berbeda dari penampilan bapaknya pagi ini, tidak biasanya pagi-pagi bapaknya sudah rapih memakai kaos kerah dan celana panjang, di sandaran kursinya ada jaket yang menggantung. “Bapak mau antar Bian?” tanya Deva sambil menyendok nasi goreng di depannya. “Habiskan dulu sarapanmu, bapak antar ke kantor,” jawab bapaknya. “Antar siapa?” tanya Deva balik seperti salah mendengar ayahnya bi
Deva baru saja menginjakkan kaki di rumahnya, dia duduk sejenak di teras rumah sambil menikmati hembusan angin malam dengan aroma hujan yang baru saja menyentuh tanah, dia tidak banyak bekerja hari ini tapi tubuh dan pikirannya seakan terjun bebas ke tumpukan masalah-masalah di kantor. Sampai saat ini dia tidak menyangka hal yang baru saja menimpanya, mimpipun dia tidak berani, bagaimana bisa laki-laki biasa dari keluarga yang sangat biasa seperti dirinya akan menikah dengan pewaris keluarga konglomerat, dia tahu hidupnya tidak akan lagi sama, dan sekarang entah bagaimana dia harus menjelaskan hal ini kepada keluarganya. “Lho, sudah pulang nak, kok gak masuk ke dalam?” suara ibunya yang tiba-tiba muncul mengangetkan Deva yang sedang melamun. “Iya bu, belum lama kok, baru sepuluh menit Deva sampai di rumah,” jawab Deva sambil menggeser duduknya untuk mempersilahkan ibunya duduk di sampingnya. Rumah Deva sangat sederhana, ayahnya yang pensiunan dari pegawai pemerintah hanya
Adelia mengambil ponselnya, dia mengirimkan pesan kepada Arisa bahwa hari ini dia akan pegi ke kantor, dia tidak ingin lama-lama mengurung diri di kamar, membiarkan orang-orang mengasihaninya dan memandangnya bahwa dia lemah saat kakeknya sudah tidak ada. Semalam setelah Deva memakan habis makanannya, Adleia menyurhnya pulang, dia mengancam apabila dia masih ada di rumah ini, Adelia akan memecatnya. “Aku akan pergi ke kantor sendiri, kita bertemu dikantor saja,” kata Adelia di pesan yang dia kirim untuk Arisa. Para karyawan yang mengira Adelia tidak akan hadi di kantor dalam beberapa waktu ke depan terlihat kaget bahwa bisnya sudah ada di kantor pagi-pagi sekali, mereka tidak menyangka baru satu hari persdir meninggal, tapi nona Adelia sudah masuk kantor. Adelia berpikir dengan keras, kata-kata pengacara Bernard terngiang-ngiang dikepalanya, “Bagaimana aku bisa mendapatkan pria yang akan kunikahi dalam waktu tiga bulan,” Adelia berbicara dalam hati sambil melipat tangannya
Adelia berdiri di belakang para tamu, seketika pandangan para tamu terpusat ke arah Adelia, disamping Adelia berdiri dua asisten peribadinya, seakan tahu bahwa musauh nonanya akan bertambah. Adelia berjalan maju ke depan untuk mengambil ampolop putih yang sudah rapih berjejer di meja di depan pengacara Bernard, dia mengambil salah satu amplop yang sudah tertera namanya, saat berjalan dia tidak sekalipun menoleh ke arah tamu-tamu yang memperhatikannya. Pamannya yang mencoba menahan diri juga ikut mengambil amplop yang disiapkan oleh ayahnya, tidak seperti Adelia, Pamannya langsung membuka amplop tersebut, tidak lama kemudia amplop itu di remas dan dilempar ke bawah, Adelia melihat dengan rasa penasaran, apa yang sebenarnya ditulis kakeknya di amplop itu sampai membuat wajah pamannya mengeras. Bibinya pun sama, adik dari ayah dan pamannya itu adalah satu-satunya putri dari kakeknya, dia menikah dengan pacarnya dan hanya mampu bertahan selama tiga tahun, dia diberikan kakek untu
Adelia lari sekencang-kencangnya ke kamar kakek, dia berharap apa yang barusan di sampaikan Albert hanyalah bualan belaka, “Tidak, kakek tidak akan pernah meninggalkanku,” kata Adelia dalam hati, dia terus berlari tapa memandang orang-orang di depannya. Adelia menerobos masuk ke dalam kamar kakeknya, dia melihat tubuh kakeknya terbujur kaku, Adelia mencoba membangunkannya, menyentuh pipinya, namun kakeknya terasa dingin di tangannya. “Kek, kakek, tolong jangan bercanda seperti ini,” kata Adelia memanggil kakeknya dan menggoyangkan tubuh itu perlahan. “Kek, ayolah, buka matamu,” tetap tak ada respon dari tubuh kakeknya, air mata Adelia mulai jatuh, suaranya tercekat di tenggorokan, dia memeluk tubuh kakeknya dan mengguncangkannya perlahan. “Kek, jangan tinggalkan Adelia sendiri, tolong bangunlah,” kata Adelia sambil terisak. Tangan Albert mencoba menangkan Adelia, menariknya perlahan menjauhi tubuh kakeknya. “Kenapa ini tiba-tiba,” kata Adelia sambil menatap Albert. “Dok
“Perkenalkan saya Adelia Cantara Hermawan, CEO TopFood Indonesia,” Wanita yang berdiri di tengah panggung itu berdiri dengan rasa percaya diri, di umurnya yang ke 32 tahun dia mampu memimpin perusahaan startup makanan yang berkembang pesat setelah tiga tahun dia memimpin. Tepuk tangan memenuhi ruangan ballroom hotel bintang lima itu, acara perkenalan resmi dan pengukuhan Adelia sebagai CEO yang ditunjuk langsung oleh pengusaha kaya raya Gito Hermawan yang tak lain adalah kakeknya. Adelia yang di gadang-gadang sebagai penerus Go Top Ltd adalah wanita yang nyaris tak pernah ada berita skandal negatif tentangnya, kehidupannya sebagai cucu dari konglomerat tak luput dari kejaran media, segala yang dilakukannya selalu masuk berita nomor satu, baju yang dipakainya selalu ditiru anak-anak muda, setiap yang dimakannya selalu menjadi viral dimana-mana, namun dibalik itu semua Adelia tidak pernah menggubris media sedikitpun, wajahnya selalu ketus dibalik kaca mata hitamnya. “Selamat at