Zara tidak menyangka kerapuhan juga terjadi pada Reon. Laki-laki itu benar-benar terlelap dalam waktu singkat.
"Lihat, dia seperti Raja di kursi belakang. Aku doakan kau mimpi buruk dikejar hantu! Hah, kesalnya! Hanya bisa mengandalkan navigasi di handphone demi menemukan jalan pulang. Oh, benar juga! Bagaimana kalau aku buang saja dia di hutan? Lalu, aku akan menguasai rumahnya, hahaha! Aku jahat juga!"
Zara terus melantur seraya mengikuti arah anak panah dalam navigasi.
"Tutup mulutmu!" tekan Reon tanpa membuka mata.
Suara bariton itu menyadarkan Zara. Seketika menginjak rem sampai berderit tanpa menepikan mobilnya.
"Hah? Kau masih bangun?!" pekiknya menoleh ke belakang.
Reon pun membuka matanya yang memicing dingin. Zara meringis ngilu.
'Gawat! Dia mendengarku!' batinnya berteriak.
"Zara! Ternyata ini yang terpendam di otakmu," desis Reon tajam tiada ampun.
Tatapannya seakan menguliti Zara. Pucat sudah wajah gadis itu tak bisa bergerak. Malam pun kembali berubah lebih gelap.
"A-apa? Aku hanya bercanda, haha. Kau tidak akan marah, 'kan?" gugup Zara bingung.
'Sial! Kupikir dia sudah tidur, jadi aku keceplosan bicara,' cicitnya dalam hati.
Mendadak Reon mendekatkan wajahnya.
Sontak Zara memekik. Aroma mobil berubah penuh akan parfum Reon yang kuat menusuk indra penciuman.
"Kalau begitu, kau saja yang kubuang." Reon menyeringai.
Zara melotot sekaligus tidak percaya. Dia pikir Reon tidak akan melakukannya, tetapi laki-laki itu membuka pintu mobil dengan remot otomatis.
Zara kembali memekik.
"Hah?! Ba-bagaimana bisa? Wah, mobil yang keren!"
Celingukan melihat pintu satu dengan pintu lain dengan takjub, sampai tidak memperhatikan Reon yang sudah berpindah posisi menjadi di sampingnya.
Lalu, Reon mendorongnya hingga jatuh ke jalan raya.
"Aw! Astaga!" kaget Zara kesakitan.
Meringis karena sikunya lecet, juga menatap Reon marah. Tidak peduli dengan rasa sakitnya, dia berdiri seiring Reon menutup pintu mobil memperlihatkan ekspresi dingin untuk terakhir kali.
"Kejam sekali kau jadi orang! Reon! Tunggu, jangan pergi! Aku belum selesai bicara!" teriak Zara lebih dari marah, tetapi Reon telah menjalankan mobilnya.
Hilang sudah orang yang membuatnya sakit kepala. Zara menggeleng tak kuasa sembari mengusap sikunya yang sakit.
Tatapannya masih lurus ke ujung jalan raya.
"Ck! Dia membuangku sungguhan. Temperamennya buruk sekali. Jika tau begini, harusnya kudorong dia duluan," desisnya kesal.
Terpaksa harus berjalan kaki. Tentu Zara tahu dia tidak akan bisa tiba di Jakarta dalam semalam yang telah mengikis.
Pandangannya menunduk ke aspal hitam. Tidak terasa kakinya perlahan sakit. Sudah ada setengah jam dia berjalan.
'Kembali lagi ... aku dibuang sembarangan. Jangan dikira aku akan sedih. Reon, dosamu bertambah satu lagi padaku. Aku akan membalasmu nanti. Awas saja, si sombong itu pasti akan patuh dan meminta maaf,' geramnya membatin.
Namun, kaki itu sudah tidak larat. Dia lemas hampir jatuh untuk ke dua kalinya. Sayangnya, mobil mewah super canggih itu kembali lagi.
Cahayanya menabrak Zara yang menutupi wajahnya kesilauan. Zara tercengang setelah mobil itu berhenti di depannya.
"Apa?! Dia ... kembali lagi?!" pekiknya lantang.
Rasa heran membuat Zara tergerak mengetuk pintu sangat terburu-buru sampai pintu di dekat kemudi berhasil terbuka menampilkan hitamnya rambut dan bola mata Reon.
Zara sudah membuka mulutnya ingin bicara, tetapi Reon memotongnya terlebih dahulu.
"Ah, aku lupa. Kau masih harus membuang sampah milikku. Jadi, aku memungutmu kembali."
Suara berat itu bergemuruh di dada Zara. Tentu saja gadis itu kembali marah.
"Mimpi apa aku sampai punya majikan tidak waras sepertimu?! Hei, Tuan Reon yang terhormat! Bisa tidak jika mengasihani orang itu menggunakan kata-kata yang lembut dan pantas?! Aku bukan sampah yang harus membuang sampah! Satu hal lagi, kakiku hampir putus berjalan di sepanjang jalan raya begini!"
Zara menunjuk kakinya berkali-kali. Napasnya sudah memburu sejak kedatangan Reon.
'Orang ini sengaja mempermainkan jantungku apa? Kali ini sudah sangat kelewatan. Aku harus bertindak!' pikirnya.
"Masuklah, Pelayan!" tegas Reon memerintah.
Ketegangan di wajah Zara menghilang mendengar suara Reon yang berubah tenang nan berat.
"Eh?"
'Kupikir dia akan marah. Bukankah aku sudah tidak sopan lagi padanya?' heran Zara dalam hati.
mengerjap pelan, ingat dia dihukum karena sudah berkata tidak sopan dan sekarang dibuat bingung lagi dengan kondisi laki-laki itu.
"Aku ingin tidur sebentar. Kau kendalikan mobilnya. Cepatlah!" perintah Reon lagi.
Zara terkesiap, "Ah! Baik!"
Segera menggantikan posisi Reon di kursi kemudi dan Reon pindah ke belakang. Matanya kembali terlelap. Zara yang melongo menatapnya pun tak sengaja bersemu merah.
"Aku sangat lelah. Apa kau mau menemaniku tidur? Aku tidak bisa tidur jika dilihat terus olehmu," ucap Reon hangat nan pelan.
Zara tersentak dan tidak lagi memperhatikan Reon. Mendadak amarahnya hilang sementara.
"Baiklah, mari kita pulang, Tuan!" lirih Zara sembari menginjak pedal dan tersenyum tipis.
Kembali lagi mobil itu menguasai jalan raya. Kerutan tipis di keningnya sering muncul ketika melihat Reon dari cermin di atasnya.
'Dia sangat kelelahan,' pikirnya.
Berujung Zara mengemudikan mobil itu hingga pagi datang dan tiba di rumah istana Reon. Sekarang Zara sangat-sangat letih. Kurang tidur membuat tubuhnya lemas seperti agar-agar.
~~~
"Astaga! Dia gadis brutal! Lihat, wajahku yang tampan jadi biru!" Zack menyeka pipinya dengan kain hangat karena memar dipukul Alexa kemarin.
Zara menguap untuk kesekian kalinya. Dia di pantry kantor membuat kopi atas perintah Reon.
Benar, dia harus bekerja walaupun semalaman tidak tidur sama sekali.
"Hmm? Kau bilang sesuatu?" kata Zara lemah sembari mengaduk kopi.
Zack yang berdiri di sampingnya pun meneleng prihatin.
"Hei, kau baik-baik saja? Kurasa kau harus tidur." menunjuk kantung mata Zara yang menghitam.
Zara menoleh dengan mata sipit.
"Memangnya Tuan gila itu membiarkanku tidur?" menguap lagi sembari memukul bibirnya pelan.
Zack menggeleng, "Kasihan sekali nasibmu. Siapa suruh cantik-cantik mau jadi pelayannya? Dia itu banyak tingkah."
Zara mencebikkan bibirnya dan memandang cangkir kopi dengan tatapan kosong.
'Kalau bukan karena balas dendam aku mana mau?' balasnya dalam hati.
Membiarkan Zack di pantry, dengan langkah gontai dia menuju ruangan CEO untuk mengantar kopi pahit pesanan Reon.
Namun, tidak sengaja mendengar sesuatu saat hendak mengetuk pintu.
"Apa sudah selesai?"
Zara terbelalak dalam diam.
'Itu suara Reon,' batinnya.
Nampaknya cukup serius. Merasa tertarik akhirnya dia mendekatkan telinganya ke pintu.
"Sudah, Tuan. Dia telah diam."
Netra Zara melebar lagi.
'Itu suara Alexa,' ujarnya dalam hati.
"Sisanya, bungkam dia sampai lupa cara bicara," tukas Reon tajam.
Merinding bulu kuduk Zara, tetapi hanya sesaat. Kemudian, alisnya bertaut serius.
'Sepertinya mereka bukan membicarakan pekerjaan. Lalu, apa?' pikir Zara heran.
Nada bicara Reon menghantuinya. Sangat dalam layaknya kehidupan yang kelam. Dia pun memandang pintu dari atas hingga bawah berniat untuk masuk dan mengakhiri percakapan mereka.
"Pulanglah! Siapkan kamar penuh parfum untukku!" titah Reon setelah kopi pahit itu ada di mejanya. "Hah?! Maksudnya bagaimana?" heran Zara mendelik. Nampan masih digenggam jemarinya. Reon mendesah lelah. Mata sayunya membuat Zara melengkungkan bibir ke bawah. "Aku akan pulang nanti sore. Pelayanku, kau jangan kabur! Siapkan saja kamar yang harum nan cantik sepertimu," ujarnya mendayu sendu. Napas Zara tercekat di tenggorokan. 'Ada apa lagi dengannya?!' teriak dalam hati. Rumah besar Reon yang dihuni banyak pelayan. Saat ini Zara menjadi salah satunya. Dia menguap sambil mengucek matanya dan berjalan menuju kamar. Mengerjap-ngerjap menyesuaikan pandangan. "Huft! Aku lelah sekali! Dia benar-benar Raja Iblis! Tidak membiarkanku tidur, tapi menyuruh ini dan itu. Pasti enak kalau berbaring di kasur," gumamnya dengan bibir mengerucut. "Ahahaha! Ternyata ini pelayan baru yang konon gadis tercantik di kota? Hah? Yang benar saja? Apa mata Tuan kita sudah rabun?" Zara merasa diin
Terungkap sudah misteri percakapan Reon dengan Alexa. Tidak disangka bersangkutan dengan peristiwa semalam. Belum puas terlena dengan ucapan majikannya, Zara sudah dibuat kualahan lagi dengan berbagai tugas. "Aku ... harus membuang semua ini! Hiyaaa!" Zara membuang seprai dan gorden penuh semangat sampai bersin. Sebenarnya terlalu kesal, sehingga melampiaskannya pada semangat."Masa bodoh dengan tubuh yang hampir remuk! Mata berkunang-kunang pun bukan halangan bagiku! Lihat saja, Iblis sialan! Aku akan membuatmu terkesan dan kau akan bersedia membantuku, hahaha! Aku akan menjadikanmu bonekaku, maka apapun tugasmu pasti kuladeni! Gejolak gunung berapi sekarang ada di nadiku!" Berteriak layaknya monster dengan mata memerah sembari mencengkeram seprai.Reon menyuruhnya membersihkan hujan abu dan menghiasi kamarnya dengan aroma parfum terbarunya. Lalu, membuat karangan bunga dan menyiapkan hidangan utama. Sepertinya akan kedatangan tamu. Walau keringat bercucuran, Zara tidak berhenti
Jantung Zara masih berdegup kencang. 'Gawat! Ini tidak aman. Kenapa jantungku terus berdebar saat Reon ada di dekatku? Aku tidak mungkin terpesona sungguhan, 'kan?' pikirnya bingung. Meringis memegang dada. Reon sudah pergi, kini dia sendirian di kamar. Mendesah lesu sembari memandang semangkuk bubur hangat di meja. "Huft, tapi dia memang mempesona! Tidak salah jika dia sombong sedikit. Sudah merawatku dan ternyata sadar telah mempermainkanku."Matanya sedikit berbinar. Dia tersenyum ringan. "Yah, apapun itu yang jelas aku harus berterima kasih sekaligus mengajukan permintaan. Dia harus membantuku."Semangatnya kembali sampai menepuk tangannya. Demi memulihkan tenaga, dia rela memakan bubur buatan Azuma dengan sedikit kesal.Mengganti pakaian pelayan dengan yang baru. Sepertinya Zara mulai menyukai pakaian itu, terlebih lagi bagian bando putih. Rambutnya kini diikat menjadi satu. Namun, Reon sedang menemui tamu di ruang tamu. Pupus sudah harapan Zara. Dia bersembunyi di balik pin
"Tenang saja, Tuan! Dengan senang hati aku akan melayanimu. Aku sudah seperti robot tanpa jiwa yang tidak kenal lelah, haha." senyum palsu Zara sangat manis.Kamar adalah tempat yang berbahaya. Terlebih lagi Reon beraksi tampil seksi nan menawan di tepi ranjang dengan senyum dan kancing kemeja atas terbuka.'Tahan dirimu, Zara. Hiraukan saja dia,' dalam hati menekan perasaannya sekuat tenaga. "Ah, aku baru ingat ingin mengatakan ini. Tuan Reon, kau punya kepribadian ganda, ya? Berubah-ubah setiap saat seperti memiliki seribu wajah," lanjut Zara menyembunyikan kekesalannya, padahal otot kepalanya sudah menegang. Senyum Reon pun hilang. "Apa kau akan lari dariku?" tatapan sayu menurunkan ego-nya.Zara mencicit melepas ketegangan ototnya."Jangan membuat wajah sedih seperti itu! Aku tidak membuangmu, 'kan?!" Meskipun sudah teredam dengan keindahan kamar rahasia yang membuatnya syok, masih saja bisa terengah.Reon tidak mempermasalahkan teriakan Zara. Zara pun cemberut.'Sudah kuduga!
Bagai kisah pangeran dan tuan putri yang hilang, mereka kembali dipertemukan di dunia yang berbeda. "Eh?" kaget Zara setelah bertatapan dengan orang yang menabraknya."Eh?!!" orang itu jauh lebih terkejut. Keduanya saling tunjuk. "Bastian Charlie?!" pekik Zara heboh hingga ternganga."Zara?! Zara Azuri Frazanista?!" teriak laki-laki itu dengan tangan gemetar sampai mundur.Seketika Zara menarik telunjuk Bastian dan menggoyang-goyangkannya. "Ahaha, benar-benar Bastian teman sekolah dasar dulu rupanya? Wah, kau sudah besar dan tampan, ya? Tidak kusangka bisa bertemu denganmu di sini. Aku senang sekali!" seru Zara riang. Bastian panik segera menarik telunjuknya. Pipinya sudah merah padam."Ti-tidak mungkin! Kau pasti salah orang! Permisi!" hendak melarikan diri. "Eh, tidak bisa! Kau masih pemalu seperti dulu? Astaga, dasar memang tidak pernah berubah, haha!" Zara mengerling jahil. Napas Bastian tercekat, "Le-lepaskan aku!" Suaranya menjadi aneh membuat Zara meneleng heran. "Kau
"Tuan, maaf menunggu! Ini kopi manis untukmu!"Zara tersenyum menaruh kopi di meja, padahal Reon tidak meminta. Dia diacuhkan. "Ah, keringatmu menetes. Izinkan saya membersihkannya." Cekatan mengambil tisu dari saku celemek dan menyeka keringat di pelipis Reon. Sayangnya Reon melenggang pergi. "Eh?!" Zara kelepasan. Dia merengut dan berdecak. Mengejar Reon yang terburu-buru.Alexa sudah menunggu di lobi. Dia memberi salam ketika Reon datang. "Kunjungan ke laboratorium sudah dipersiapkan. Zack telah mengatur janji temu dengan desainer mancanegara tiga puluh menit lagi." ujar Alexa sembari mengikuti Reon. Reon hanya mengangguk. Mereka sangat cepat hingga tiba di mobil. Zara bingung dan setelah mengerti dia langsung membukakan pintu mobil."Silahkan masuk, Tuan!" Senyum Zara sangat manis. Terlalu manis sampai membuat Alexa tersipu. Namun, Reon menatapnya bengis. Panas terik seakan dibalut mendung hitam. Kharisma Reon merusaknya hingga senyum Zara menjadi pahit. Kembali lagi diab
Tiupan angin mengusik tiap helai rambut Zara. Bastian terbuai pesona. Dia baru menyadari kecantikan Zara dengan pakaian pelayan.Kemudian, Zara memberi tahu sedang melarikan diri dari penjara kamar Reon."Apa?! Jika kau kabur begini dia pasti marah!" Bastian takut mengingat kharisma Reon."Tidak juga. Dia halus padaku. Mungkin karena aku cantik," jawab Zara percaya diri."Hah! Senjatamu dari dulu selalu menggunakan wajahmu." Bastian menunduk lesu. "Dan juga otakku." Zara mengerling menunjuk kepalanya. 'Marahnya Reon dilampiaskan ke orang lain, bukan padaku. Selama ini dia hanya bermain denganku. Aku tidak takut lagi, tapi jadi merinding,' sambungnya dalam hati. Kegelisahan sementara itu hilang kala Bastian mengoceh tidak jelas. Isinya masih tidak menyangka Zara seorang pelayan. Zara telah menceritakan bahwa dia dicampakkan Ryo dan menjadi bawahan orang yang mengaku Raja Iblis.Zara memutar bola matanya jengah dan memandang sekeliling. "Tidak ada kabar setelah pesta itu. Semua ker
"Ah, nasibku memang terlalu buruk! Haruskah aku menerima hukumannya?" pandangan sayu bak putri yang menderita, "Karena aku terlalu cantik." sambungnya menunduk. Seluruh otot Forin mengejang. "Sungguh ini kejahatanku. Merebut lirikan CEO perusahaan parfum ternama hingga merekrutku menjadi pelayan pribadinya. Mata yang tajam nan teduh itu menyihirku untuk masuk ke pelukannya. Huaaa, sepertinya aku terkena virulen cinta! Dunianya bagaikan utopia yang sempurna! Aku rela terjerumus dalam kegelapan tanpa batas Tuan Reon. Apa yang diberikan Ryo tidak sebanding dengannya. Aku sudah teramat gila!"Zara semakin memperparah improvisasinya. Semua yang dia ucapkan seperti melodi.Forin tersentak dahsyat. "Mustahil! Apa ada orang sesempurna itu? Ini kisah pelayan dan Tuan Muda?!" kaget Forin membuat Zara menggeleng. "Bukan Tuan Muda, tapi Bos Besar! Kurasa aku jatuh cinta padanya!" Zara memicing seraya tersenyum miring. Hilang sudah pertahanan Forin. Dia berdecak tak lagi menahan diri."Wah,
Diam-diam mengintip di celah pintu. Kamar Reon membuat bulu kuduk Zara merinding. Kakinya gemetaran, meringis dalam diam. "Aduh! Kenapa aku malah ke sini? Tadinya hanya penasaran apa yang Reon lakukan, kenapa aku benar-benar datang mengintipnya?" mencicit bodoh. Tiba-tiba pintu terbuka membuat Zara berteriak hampir jatuh tersungkur. "Aaa, sakit sekali!" Bangkit mengusap lutut yang terbentur keras dengan lantai. Ada kaki besar di sampingnya. Seketika Zara mati gaya. Dia berdiri cepat dan memberi senyuman manis. "Ah, Tuan. Tidak bisa tidur, ya?" Senyum itu menjadi kikuk. Reon menatapnya begitu dalam sampai Zara terpaksa memutar-mutarkan pandangannya. "Zara," panggil Reon membuat Zara terjingkat. "Hiii! Iya, Tuan!" Seketika Zara bersikap tegap. "Apa kau tidak keberatan menyukai mantan Pembunuh Rahasia sepertiku?" Tatapan redup Reon mengatakan segalanya. Zara mendelik heboh bahkan sulit bernapas. 'Kenapa tiba-tiba begini?! Apa yang merasukinya?!' memekik dalam hati
"Zara Azuri Frazanista, kuucapkan terima kasih sudah mendampingi Tuan tanpa memerasnya seperti rencanamu pada awalnya," ujar Aoi tanpa melepas rokok di sudut mulutnya. Zara mendelik meringis. 'Sial! Kenapa gadis ini bisa setenang Alexa? Tidak, Alexa lebih gelap dari ini,' batin Zara. "Aku tidak bermaksud memerasnya, tapi memanfaatkannya." bela Zara malas menepis udara. "Omong-omong, kau sangat cantik!" Aoi mengeluarkan asap rokok dari mulutnya seperti mainan. Zara terperangah langsung memegang kedua pipi. "Iya, haha, jangan begitu. Aku tidak secantik itu."Dia tersipu. "Bicaranya jadi malu-malu." Bastian mendelik.Ekspresi Zara berubah seketika ketika menoleh ke Bastian. "Jadi, apa yang kalian lakukan?" Pertanyaan yang cukup serius. Bastian melengos. "Hanya bermain," jawabnya santai. Zara memicing tidak percaya. Dia pun berdiri membuat mereka mendongak. "Bastian, kutunggu penjelasanmu. Yah, terserah kalian mau bermain atau tidak, aku tidak berhak mengaturnya, tetapi aku
"Semuanya telah berakhir?" Di gerbang kantor polisi, Ryo bertanya kepada Zara. Zara mengangguk mantap. "Sudah berakhir!" Mereka berjabat tangan dan menukar senyum.Tidak akan ada pembalasan dendam lagi yang menyulitkan semua orang. Zara sudah bisa lega sepenuhnya. Kegelisahan di hati pun hilang. "Aku akan pergi ke jalanku. Temui aku jika membutuhkan sesuatu. Setelah ini apa rencanamu?" Ryo melepaskan jabatan tangan mereka. Zara berkedip polos. "Hmm? Aku akan kembali bekerja di rumah Tuan Reon, apa lagi?" Ryo pun menepuk dahi. "Gadis payah!" "Ha? Apa? Kenapa kau bilang begitu?" Zara seperti orang bodoh yang dikerjai. Namun, jalan memisahkan mereka sehingga Zara tidak mendapat jawabannya. Ryo kembali mengatur perusahaannya dan Zara kembali ke rumah Reon bersama orang-orang penting yang berbunga-bunga akannya. Setibanya di rumah, dia baru sadar bahwa Bastian dan Aoi menghilang, padahal Reon beserta kedua ajudannya ada di sana. "Bibi, ke mana Bastian dan Aoi? Tadi mereka p
Keesokan harinya, Zara sudah tidak menjadi tahanan asmara. Ryo berniat untuk menyelesaikan segalanya dan memulai sesuatu yang baru. Dengan didampingi Zara, Ryo berniat menuju kantor polisi, akan tetapi tanpa diduga Forin menghadang di depan rumahnya. "Astaga! Forin?!" Zara yang terkejut sampai mundur hampir kembali ke teras. Ryo juga terkejut, tetapi dia mematung. 'A-apa yang dilakukannya di sini?! Pagi-pagi sekali sudah ada masalah?! Oh, tidak, kapan ini akan selesai?!' batin Zara menjerit. Memandang mereka berdua bergantian sampai matanya melebar. Ekspresi Forin nampak segan bercampur malu, tetapi terdapat niat yang kuat. Mereka diam sampai Forin membuka percakapan. Dia sangat gelisah sebelum memantapkan langkah dan memandang Ryo dalam. "Ryo, aku ingin mengakhiri hubungan denganmu," ujar Forin tegas. Sontak pagi yang cerah itu menjadi mendung bagi Ryo. Zara membekap mulutnya. Syok tak berkesudahan dengan keberanian Forin dalam bermain-main, akan tetapi kali ini mantan mode
Demam melanda, panas-dingin di sekujur badan. Hujan petir di luar menambah gelapnya kamar. Zara menyelimuti Ryo dengan satu-satunya selimut dan menyuruhnya duduk menekuk lutut setelah sadar. Laki-laki itu begitu lembab. Tubuhnya membiru nan pucat. Zara panik tak karuan. "Ada apa denganmu? Kenapa bisa begini? Kau bermain hujan? Seperti anak kecil saja!" Marah Zara akan kekhawatirannya. Ryo yang terpuruk menatap Zara dengan makna berbeda. Sisi perhatian nan baik itu membuatnya berdecak dalam hati. Memalingkan pandangan kembali pada kesedihan yang mendalam. Kemudian, dia menceritakan segalanya. Tentang Forin yang berkhianat.Zara terperangah, "Apa ... kau bilang?" Tangan lemah tak lagi memegang selimut yang menutupi Ryo dari kepala hingga kaki. Laki-laki itu pun mengangguk lemah. Zara tidak bisa berucap sepatah kata pun. Meskipun telah mengetahui perasaan Forin pada Reon, tetapi keberanian Forin menyelamatkan Reon dan mengakui cintanya pada Ryo itu terlalu memukul. Bahkan Zara
"Karena aku mencintaimu!" Jantung Reon bergemuruh. Langit menghadirkan guntur dan awan mendung dari segala sisi. Bulan separuh yang bersinar mulai tertutup mendung. Musim kemarau lenyap untuk malam ini. Rintikan air mulai turun mengguyur seluruh sudut Jakarta. Pernyataan Forin hanyut bersamaan turunnya hujan. "Kau gila!" Reon menggeleng. Forin justru berbinar. "Ini pertama kalinya kau menggunakan ekspresimu untukku selain senyuman sinis dan marah. Aku senang sekali!" Reon memejamkan mata meredam emosi. "Terima kasih, tapi aku tidak punya banyak waktu. Membebaskanku hanya akan menambah masalah bagimu." Reon hendak pergi, tetapi Forin menariknya berjongkok di dekat pintu belakang. "Ssttt! Aku punya rencana untuk membawa Zara ke sisimu."Forin mengangguk pasti. Reon terpancing."Zara?" Tatapannya sedikit berubah. "Ryo menjaganya sangat ketat. Jika aku yang membawanya keluar pasti tidak akan masalah. Percayalah padaku!" Reon hendak membalas, akan tetapi sebuah tepuk tangan te
Bastian masih menganga tak percaya. Bagaimana bisa seorang gadis berubah menjadi kepala sipir yang mengerikan?Bagaimana pula tubuh kecil itu berkembang menjadi besar? Di depan cermin, Bastian tak kunjung reda menunjukkan wajah bodohnya. "Aku siap! Kau jangan mengacaukan rencanaku. Jika tidak, kau juga akan kugantung!" Aoi berbalik sembari memakai sarung tangan putih. Bastian tersentak mundur. "Haaa! Suara ... suaramu juga berubah seperti laki-laki!" Syok yang tak berkesudahan itu membuat Aoi mendesah panjang."Ayo pergi!" Terpaksa menyeret Bastian dengan menarik kamera yang terkalung di leher. Sungguh malam yang indah penuh gairah. Perempuan bisa menjadi sangat kuat dari dua sisi. Zara hanya bisa merenung membayangkan langit gelap penuh bintang. Andai saja pertarungan juga terjadi padanya sekarang. "Menendang pintu juga tidak berhasil. Sialan! Ryo, kau melanggar janjimu!" Ribuan kali Zara memaki tak mempan menghilangkan dendamnya. Semua untaian perasaan Ryo sebelumnya len
Ryo memberitahu siksaan yang Reon terima di penjara kepada Zara. Terus mengancam dan mendorong mental Zara agar bersedia membebaskan Forin dan Mario. Gadis itu begitu tangguh, meskipun mendengar Reon disiksa. Ini sudah lewat satu hari. Semuanya masih berjalan monoton. Hingga pada akhirnya, di pagi ini Ryo kembali datang membawa sebuah video rekaman. "Pergilah!" usir Zara. Ryo tersenyum miring setelah mengunci pintu."Kenapa? Ayo kita bermain-main, Sayang! Akan kuperlihatkan kehidupan penjara padamu." Langkah tertata memaksa keberanian Zara mundur hingga terealisasikan. Zara menabrak kepala ranjang dan Ryo semakin mendekatinya. Kemudian, rekaman video itu pun diputar. Bagai tersapu badai seorang diri, kesadaran Zara menghilang. Mata seakan buta dan telinga tidak mendengar.Ryo tersenyum jahat melihat Zara yang membatu tak berdaya. Ketangguhan Reon yang tak menjerit sama sekali dalam menerima semua siksaan itu tiba-tiba meluruhkan air mata Zara. Tanpa suara, gadis itu menangis
Sementara Reon yang terus disiksa, perusahaannya masih berjalan dengan normal. Alasannya karena Zack dan Alexa dipaksa bekerja dari penjara. "Haha, ini menarik! Akan kukenang seumur hidup. Ternyata penjara tidak sepahit itu. Yah, jika aku mau kubisa merusak besi-besi ini kapan saja, tapi demi Pak Reon dan Zara aku harus menahannya. Ah, aku pegal. Azuma, bisakah kau buatkan aku kopi?" Zack dengan lihai mengolah dokumen di laptop dalam jeruji besi. Dia bertolakbelakang dengan Alexa yang juga sedang bekerja. Azuma hanya memandang mereka di pojokan. "Hanya debu yang bisa kuberikan padamu, Tuan Zack. Huft, kenapa Tuan Reon harus menerima pukulan yang menyakitkan itu demi kita? Kenapa tidak membiarkan kita menanggungnya juga? Aku sangat sedih!" lirih Azuma. "Menjijikkan!" maki Alexa datar. Seketika bibir Azuma semakin melengkung ke bawah. "Itulah kualitas terbaik Tuan kita, bukan?" Zack meredupkan matanya.Di sisi lain, Ryo membawakan makanan untuk Zara. Zara berdiri tegap mengepal