Setelah kejadian tersebut gadis itu terus mengendarai mobilnya dengan sedikit cepat, bisa saja kini ada seseorang tengah mengikutinya dari belakang.
"C'mon Clo... kau tidak bersalah... jangan takut," ucapnya sendiri di dalam mobil.
Drt.. drt... drt.. suara ponsel Cloris yang bergetar.
"Hallo Lindsey,"
"Clo apa kau tahu? kau sedang bermain-main dengan siapa sekarang," balas Lindsey dengan nada panik.
"Linds aku tidak seratus persen bersalah,"
"Aku tidak mengerti apa masalah kalian, tapi mengertilah Clo dia takkan membiarkamu lari begitu saja,"
"Akan aku hubungi lagi nanti Linds, sungguh pikiranku tidak bisa jernih,"
"Baiklah Clo,"Lindsey pun mematikan pembicaraan nya dengan teman nya.
Cloris tiba di rumahnya, ketika membuka pintu sejenak matanya bertatapan dengan kakak tirinya Malio.
Tapi ia tak memperdulikannya, karena saat ini dia hanya ingin bertemu papanya.
"Papa," teriak Cloris pada papanya yang terbaring lemah di atas kasur.
Papanya hanya tersenyum tipis melihat putrinya memeluknya.
"Paa.. apakah papa sudah menandatangani surat rumah ini, Cloris mohon jangan berikan rumah itu pada nenek sihir Melva,"
"Harta tidaklah penting putriku, anggaplah dia seperti Mama mu sendiri," tanganya selalu mengelus rambut Cloris.
"Jadi...? Papa sudah menandatangani nya?" Sungguh tak habis pikir, rayuan maut apa yang telah di gunakan Melva hingga papanya begitu bodoh memberi alih rumah ini, walau tidak besar seperti istana tapi kan tetap saja rumah adalah rumah.
"Iyah... papa sudah.. uhuk..uhuk..uhuk," papanya terbatuk-batuk seperti kesusahan bernafas.
"Pa.. papaa," tangannya terus memijat lehernya.
Melihat rasa sakit pada papanya, Cloris berlari kecil menemui Malio "Malio tolonglah papa, kita harus membawa papa ke rumah sakit,"
Malio tidak menjawab itu semua, serasa ada yang bicara namun tak ada sosok nya.
"Malio," teriak Cloris.
Malio menoleh sejenak, wajahnya sungguh tanpa ekspresi, "ada apa?"
"Bantu aku mengendong papa ke rumah sakit," Ucap Cloris mengoyang tangan Malio.
Malio melepaskan genggamannya, "Kau meminta bantuan atau meminta tolong,"
"Meminta tolong, kumohon,"
Kakak tirinya pun meraih dagunya ke atas, "aku tidak mau," ujarnya dengan enteng.
"Malio kau keterlaluan, kau hanya baik saat di hadapan papa, tapi kau sungguh tidak punya hati,"
Melva pun datang dengan memboyong 1 koper besar, di lemparkan nya pada hadapan Cloris, "ayok Cloris, punguti semua pakaianmu dan pergilah dari sini, karena sekarang rumah ini sudah menjadi hak alihku," ucap Melva menepuk tangannya sendiri.
Cloris menatap koper hitamnya yang belum tertutup penuh, "kau tidak bisa mengusirku Melva, ini rumahku,"
"Papa mu yang sakit itu sudah menandatangani surat rumah ini, jadi pergilah... ayok cepat," teriak Melva.
"Tidak akan.. ini rumahku..."Cloris pun berlari ingin bertemu papanya, namun tangan Malio menahannya dan menariknya keluar dari pintu.
"Hai... lepaskan aku... aku ingin bertemu papaku,"
Dup
Tubuhnya terbentur lantai bawah karena Malio mendorong nya, disusul dengan Melva melempar koper hitamnya di sampingnya, "apa yang aku katakan Cloris, kau pasti keluar dari rumah ini,"
Cloris pun mengambil kopernya dan di benturkan pada kepala Melva, "tidak tahu di Untung, dasar wanita gila,"
"Berani nya kau memukul ibuku," Malio yang mencekik lehernya membuat tubuh gadis itu sedikit mundur.
"Lihat saja... aku pasti membalas semua yang kalian lakukan... suatu saat nanti.." ucapnya penuh perjuangan karena lehernya tercekik.
"Iyah... suatu saat nanti... dan sekarang nikmatilah masa-masa menjadi pengemis mu," Malio melepas cekikan itu.
Cloris memegangi lehernya sendiri dan menarik nafas sebanyak mungkin karena kehabisan nafas, "ingat .. aku tidak akan diam..."
Ia mengambil kopernya dan pergi dari rumahnya, pasti setelah ini Melva mengarang cerita tentang nya, tapi tak apa... nanti ia akan membalas nya, entah dengan cara apa.
Cloris melewati jalan trotoar dengan koper beroda nya, bodohnya mengapa ia tak mengambil kunci mobil, bagaimana ia bisa mengambil kunci mobil jika kuncinya berada di kamar papanya, dan ia tak bisa menemui papanya sendiri.
"Ahhh.... sial.... dunia ini tidak adil," racaunya dengan menendang batu di kakinya.
~
"Aku ingin bertemu gadis itu, saat ini juga," ucap Piero berbicara pada kedua rekannya.
"Baiklah aku akan menelpon Lindsey," Jerry menghubungi Lindsey dan Lindsey pun berkata bahwa saat ini ia tidak mengetahui dimana temannya.
"Kita ke apartemen Lindsey sekarang juga,"
Piero bergegas dengan cepat menuju apartemen Lindsey, diikuti Jerry dan Derry di belakang.
"Baiklah jika kau tidak tahu dimana temanmu, sekarang telponlah, saat ini juga juga," Piero mengintrogasi Lindsey dengan tatapan serius.
Lindsey hanya menuruti perintah bos nya, mengambil ponselnya dan menelpon Cloris.
"Hallo Cloris,"
"Oh... Lindsey... bisakah aku tidur di apartemen mu... sungguh sekarang aku banyak masalah, " jawab Cloris dari telepon.
Piero pun mengambil bulpoin dan menuliskan pada secarik kertas dengan tulisan, "tanyakan dimana dia sekarang," itu adalah perintah nya yang di tulis dalam kertas.
"Di-ma-na se-ka-ra-ng di-ri-mu Clo?" Lindsey berbicara patah-patah berharap temanya mengerti suasana nya darurat, tapi ini sangat mustahil.
"Hai... kenapa kau jadi gagap Linds?" Cloris pun tak paham betul maksud Lindsey.
"Oh aku sedang berada di halte yang dekat dengan sekolahan,"
Tet
Piero merampas ponsel Lindsey dan mematikan nya begitu saja.
"Kita ke halte sekarang," Piero bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Lindsey yang penuh rasa khawatir.
Seperti biasanya Jerry yang menyetir, Derry berada di samping dan Piero yang duduk di belakang.
"Bisakah kau cepatkan sedikit!" perintah Piero.
"Baiklah," Jerry menambah kecepatan mobilnya sedikit cepat.
Dan beberapa menit kemudian.. mata Piero bisa melihat sosok gadis yang duduk dengan membawa koper di sebelahnya, dengan posisi duduk yang sangat tidak nyaman.
"Kau lihat itu jer... " Jerry hanya mengangguk pelan.
"Tunggulah disini... aku ingin membawa gadis itu dengan tanganku sendiri," Piero turun dari mobil dan berjalan mendekati Cloris.
Cloris tak menyadari bahwa kini ada lelaki yang semakin mendekati nya, karena rasa kantuk yang menyerang matanya.
"Hai.... bagaimana kondisi anakku?" sapa Piero dengan santai.
Cloris membuka lebar matanya dan tubuhnya hampir jatuh karena syok "hah... apaa.. anakk?"
"Kau lupa padaku? Ayok... cobalah ingat siapa aku," ucap Piero tersenyum dan membelai rambutnya.
"Lepas," tanganya menepis tangan Piero yang sudah lancang menyentuh rambutnya.
"Oh... oh... kenapa kau ini, aku hanya ingin kita bermain-main,"
Cloris mengambil kopernya dan berlari merasa ini sangatlah buruk, sepertinya bukan merasa karena memang ini sangat buruk.
Piero berlari dan menghadangnya, tanganya memeluk pinggul gadis itu di tempelkan erat pada tubuhnya, "jangan lari... karena aku takkan membiarkan mu kabur kali ini,"
"Lepaskan aku... baiklah kita bisa selesaikan ini baik-baik, oh... maafkan aku tentang kejadi saat itu,"
Lelaki itu meraih dagunya dan sedikit menekan nya, "baiklah kita selesaikan baik-baik, aku suka tawaranmu,"
"Jadilah budak sex ku...." imbuhnya.
Cloris meludahi wajah Piero dengan spontan, "jaga ucapanmu, aku tidak serendah itu,"
Piero tersenyum menerima keberanian gadis cantik di depannya ini, sungguh ini sangat langka, "tapi sekarang kau tidak akan menjadi budak sex ku... kau akan memuaskan nafsu ku setiap hari,"
"Kau kira aku pelacurmu? Aku tak sudi tidur dengan lelaki semacam dirimu," ucapnya menantang dan menghina.
"Ya... kau pelacurku sekarang... apa kau lupa bahwa kau mengandung anakku sekarang," Piero tersenyum licik.
Piero mengangkat tubuh gadis itu dan memasukkan nya di dalam mobil, tak perduli koper miliknya karena ia hanya butuh gadis itu, bukan kopernya.
"Tolong... tol-"
"Emmpphhh," Piero mencium bibirnya, mengigit bibir bawahnya penuh nafsu.
"Aahhmmpp," Cloris memukul pundak lelaki itu dengan tangannya.
Jerry dan Derry berusaha tak melihat kebelakang, biarkan saja bos nya itu bergila dengan wanitanya.
"Kau akan membayar semua ini dengan tubuhmu kau mengerti?" Teriak Piero setelah ciuman nya dan saat itu juga bibir gadis itu mengeluarkan darah di bawah bibirnya.
"Ero kita kemana?" tanya Jerry yang menyetir."Ke Villa pribadiku." jawab Piero dengan memangku gadis yang terus mencoba kabur."Lepaskan aku... Ero.." Cloris tak mengerti namanya namun karena Jerry memanggil Ero, ia pun juga memanggil Ero."Diamlah, jangan berisik," Piero menjambak rambutnya dan menariknya kebelakang."Aaaaahhhh," terlihat beberapa tetes cairan merah di bawah bibirnya.Dan sampailah Piero di Villa pribadinya, letaknya sedikit jauh dari keramaian, tempatnya hanya terisi satu rumah dan tak ada tetangga.Piero mengendong Cloris turun dari mobilnya dengan paksa, dilingkarkan pergelangan tangannya pada perutnya dan menariknya untuk masuk ke dalam, "sini kau... ku ajarkan padamu tangisan yang lebih dari kau menangis, acting mu sangat bagus kemarin saat berpura-pura menangis,"Gadis itu terus memukul tangan yang menempel
Hiks... hiks... hiks....Suara tangisan Cloris yang membasahi bantal, badanya membelakangi lelaki kemarin yang sudah menyentuhnya dengan penuh emosi.Telapak tangannya menutup mulutnya sendiri, detik demi detik rasa sakit itu belum juga hilang, ada warna kemerahan pada selangkangan dan rasa perih pada area kewanitaannya."Bangunlah dan ikut aku," Piero yang sama-sama tak memakai baju.Lelaki itu berdiri dan memakai celana, "bangunlah dan ikut aku," Ia mengulangi ucapan nya.Cloris tak menjawab, membuat Piero harus berjalan melihat wajah Cloris dan berdiri tepat pada arah wanita itu.Lelaki itu memandang seluruh bagian tubuh Cloris, dan matanya tepat berhenti pada alat kewanitaan nya , lalu mata Piero beralih menatap wajah Cloris yang sudah membengkak."Kumohon jangan sentuh aku , cukup .. jangan mendekat.. aku masih sakit ..ini masih saki
Jerry memencet bel Apartemen Irene, Derry dibelakang bersama Piero dan Cloris yang juga menunggu Irene membukakan pintu."Katakanlah pada kekasihku jika kita bukan siapa-siapa," ucap Piero dengan menekan lengannya, Cloris hanya diam tak menjawabnya."Ero mau apa kau kesini," Tanya Irene membuka pintu dan matanya syok melihat Piero sudah di depan pintu.Piero menerobos pintu masuk Irene begitu saja dengan menarik tangan Cloris, "ayok jelaskan pada kekasihku siapa kau,""Untuk apa kau mengajak orang yang sudah kau hamili Ero," Irene menatap tidak suka.Jerry dan Derry ikut memasuki apartemen Irene dan langsung duduk, melihat sedikit pertengkaran antara keduanya."Irene, percayalah dia bukan kekasihku," Piero hendak mencium Irene namun Irene memundurkan langkahnya, "jangan mencoba mencium aku Ero, hubungan kita sudah selesai,""E
Di Apartemen, Irene sungguh tak percaya bahwa wanita yang baru saja di bawa oleh Ero adalah budak nya sekarang, terlebih di belakang kata budak ia menambah kata Sex yang berarti budak Sex .Jerry dan Derry lah yang mengatakan itu semua, karena memang saat ini mereka berada di pihak Irene ."Jadi Ero sudah menidurinya?" Tanya Irene hampir tak percaya.Jerry menyalakan remot tv, "Ya begitulah, Ero akan terus menyiksanya hingga kau benar-benar kembali pada Ero,"Tentu semua itu menjadi sesuatu yang membahagiakan untuk Irene, bisa saja ia memanfaatkan kondisi ini."Irene kami sudah menceritakan semua, jadi jelaskan mengapa ada kondom dan katakan pada kami dengan siapa kau tidur?" sahut D
"Aku tidak mau kembali padamu Ero, hatiku sudah terlalu sakit," Ucap Irene meneteskan air mata palsu.Nice... nice... sekarang feeling Cloris sudah tak dapat di ragukan, Irene sengaja mengatakan itu agar dirinya semakin lama tertahan oleh Piero.Cloris mendekati kedua pasangan tersebut dan menatapnya dengan malas, " kembalilah padanya Irene, kenapa kau tidak ingin kembali? Apakah kau sudah tahu yang sebenarnya?" Ucap Cloris begitu ketus."Hai... diamlah!" bantah Piero.Irene tersenyum sedikit di bibirnya, ternyata yang dikatakan oleh Jerry dan Derry adalah kebenaran, "Ero, berapa kali kau meniduri wanita jalang ini?"Cloris merasa tak terima disebut jalang, bukankah dia sendiri yang
Cloris tidak akan menangis kali ini, mulutnya tidak akan menjerit, tidak juga mendesah jika Piero menyentuh tubuhnya, sudah cukup puas lelaki itu mengotori tubuh Cloris dengan sifat arogan Ero, sekarang bukan waktunya untuk meratapi nasib, tapi bagaimana cara agar keluar dari nasib Cloris saat ini.Ia mengelus pergelangan tangannya yang masih sakit, berjalan pelan ke arah kamar mandi, menguyur tubuhnya dengan air shower di atas.Mata Cloris terpejam, hati Cloris telah terluka saat ini, ia rindu papanya.. ia merindukan saat bahagia bersama keluarganya.Pelupuk mata Cloris mengeluarkan air mata, namun karena tercampur oleh air yang mengalir dari atas shower tak dapat di bedakan mana mata menangis dan mana yang air mengalir.Cloris
"maaf Ero, kau terlalu terburu-buru," Cloris bangkit dari posisinya.Piero tak menjawab, ia hanya diam saja bahkan dia membantu Cloris berdiri."Kau ini merepotkan saja," Ero membisikka dan menyentuh pantat Cloris.******Keesokan pagi hari.Cloris membuka matanya, dia sudah berada di ranjang berukuran king size yang empuk dan nyaman, sorot mata Cloris tak mendapati Piero di samping, itu berarti kemarin Piero tidak menyetetubuhinya.Cloris berjalan ke arah dapur membuatkan makanan untuk perutnya, "buatkan juga untukku," tiba-tiba suara Piero dari belakang.Piero langsung dudu
Irene berada di sebuah mini kedai bersama Sanders teman lelakinya, terlihat ia sedang mengaduk kopi dengan kesal."apa? Ero mengendong seorang wanita tanpa busana," Geram Irene dengan syok saat mendengarkan penjelasan dari Sanders."Yah.. dia sangat cantik Ren,"Irene menatap Sanders dengan tatapan mata sinis. "masih cantik aku,"Sanders hanya menjawab dengan berdehem, "apa kau tahu siapa dia?"Irene mengambil gelang karet lalu ia ikatkan pada rambutnya, "Tentu aku mengerti.. dia adalah budak sex nya Ero,""Apa? Budak sex?" Sanders mengeraskan suaranya."Yah." balas Irene singkat.
Sungguh mata Ryle tak bisa berkedip melihat pemandangan Mansion yang besar seperti istana itu, karena rumahnya tak berukuran sebesar itu.Jam dinding besar di depan dinding dengan lukisan keluarga yang sangat-sangat besar terpajang jelas saat ia membuka pintu."Rumah ini besar sekali." Ryle memandangi lampu besar yang menggantung di atas kepalanya."Tentu saja, ini adalah rumahku." Piero menurunkan Claretha agar bisa bermain dengan Ryle."Dengar Ryle kau akan aku sekolahkan tapi kau harus menjaga putriku yang cantik ini dengan baik ya." ujar Piero ditunjukkan pada Ryle."Oh ya panggil saja aku Paman." imbuh Piero menyentuh hidung nya.
pagi itu kedamaian di kedua manik mata Piero sungguh tergambar jelas, ia duduk di sofa putih dengan memegang segelas kopi panas menunggu istri tercinta terbangun tidurnya.Ia terus menyeruput perlahan kopi itu dengan menatap dalam-dalam Cloris yang sangat cantik bahkan disaat menutup mata, "baiklah aku akan membangun kan mu Clo." meletakan gelas kopi itu di atas nakas.Piero mengambil selembar tissue untuk membersihkan mulutnya yang terkena kopi, ia mencium Cloris dengan sedikit menjulurkan lidahnya untuk bermain disana, "eeemmppphh Erooo." umpat Cloris kesal."Dasar tukang tidur, kita harus kembali ke Mansion Clo." Piero membenarkan setiap rambut yang menutupi wajah Cloris."Kau bilang kita akan sedikit lama disini?" Cloris duduk dan
Bunyi alarm terdengar berulang kali di telinga sepasang suami istri yang terlihat begitu nyenyak tertidur, namun keduanya nampak tak memperdulikan."Menganggu saja." Piero malah membanting jam alarm itu.Mata Piero terbuka sedikit dan memeluk Cloris yang masih terlelap "bangun! ayoo bangun!" tetapi ia sendiri malah tertidur di dada istrinya."Bangunlah sendiri sana, aku masih lelah." menyingkirkan kepala Piero karena menganggu tidur saja.Setelah beberapa saat mereka tertidur cukup panjang, Piero dan Cloris sudah rapi dengan pakaian masing-masing yang baru saja ia beli kemarin "Ero kita pulang, perasaanku tak enak," batin Cloris."Baiklah." Piero mengangguk setuju.
Kini kamar Piero dan Cloris penuh dengan tangisan putrinya yaitu Claretha Venelov D'rajor, walau Claretha sudah mempunyai kamar sendiri tetapi untuk hari ini Cloris mengajak Claretha di kamar nya."Puas puas kan saja melupakan aku Clo, akan kubalas jika nanti sudah waktunya." Piero merasa cemburu dengan Claretha.Cloris melempar bantal di wajah Piero, "diam." dan tersenyum lucu.Membuka bajunya memperlihatkan satu payudaranya dan memaksa Claretha untuk meminum ASI. "putriku yang cantik." Cloris menimang dengan lembut.Sedangkan di depan terlihat Piero yang memasang wajah datar namun ia membayangkan sesuatu, "lihat saja .. " ucap Piero pelan.Ia mengambil ponsel dan menelpon Jerry, "J
Senyuman kebahagiaan telah tercetak kembali di bibir Piero , tak hanya itu kebahagiaan serasa lebih lengkap ketika melihat perut buncit Cloris yang sudah membesar .Piero mengajak Cloris singgah sejenak di restauran Berners Tavern , ia ingin melihat Cloris melahap semua makanan yang sudah ada di depan meja .makaroni keju dengan pasta carbonara dan kembang kol goreng. Hidangan semakin spesial dengan tambahan saus Skotlandia . Dan datanglah kembali semangkuk sup sosis dengan minuman yang sudah Piero pesan."Ayo makanlah yang banyak Clo , aku tidak ingin anak kita kelaparan " Piero tersenyum senang melihat wanita di depan memakan dengan semangat."Apa kau tidak ingin memakan juga " tanganya mulai mencocol mayonaise yang ada di dekatnya.
Kakinya melangkah pelan menaiki anak tangga kecil, hatinya merasakan desiran sesuatu yang luar biasa "apakah benar ini rumah mu Clo" tangannya mulai memegang gagang kayu pintu.Ia menarik nafas sedalam mungkin "Clo " ucapnya pelan .Mengetok pintu itu beberapa kali "Clo"Tak ada jawaban sama sekali , Piero mendorong pintu kayu itu "tak terkunci "Piero melihat ruang tamu kayu yang begitu tertata rapi, namun bukan itu yang ingin ia lihat , ia hanya ingin melihat Cloris "Clo " ia sama sekali tak menemukan sosok Cloris .Ia terus berjalan hingga mendengar suara rintihan kecil wanita dari arah pintu kamar "aahh .. siapa itu " suaranya begitu kecil seperti kesakitan.
Kini Piero dan Tn. Eytro sedang membicarakan hal yang saling bertolak belakang . Bagaimana tidak , jika papanya menginginkan untuk menjauh dari wanita yang bernama Cloris . Sedangkan Piero sendiri sudah tergila-gila dengan Cloris."Aku takkan pernah memberitahu mu dimana sekarang gadis itu" Tn. Eytro menatap Piero penuh emosi.Piero membalas dengan tatapan tak kalah tajam "papa percayalah padaku .. sekarang Cloris memang benar-benar mengandung anakku""Carilah sendiri Ero , dasar keras kepala " Tn. Eytro masih kukuh dengan pendiriannya. Ia pun pergi dari ruang tamu meninggalkan Piero dan Jerry yang masih terbengong ."Bagaimana aku bisa menemukan Cloris jika aku sendiri tidak tahu Jerry " Piero duduk di kursi kayu dengan tatapan sendu
Ia membiarkan Jerry yang pingsan di bawah , ia harus memilih antara mengejar Cloris atau menolong kakaknya"sial .. jika aku menolong kakakku .. aku pasti kehilangan jejak .. tapi jika Jerry .. ah sudahlah itu tidak begitu menyakitkan. Biar saja Ero yang mengurusnya, lagipula ia pria .. tidak akan mati hanya dengan di pukul togkat " Derry kembali mengikuti jejak mobil hitam itu ."Jadi .. si jalang itu yang telah membuatku kehilangan Cloris" Piero mulai memikirkan sebuah rencana ."Apa kau diam saja Ero " tanya Derry yang juga tak melihat sisi Piero yang dulu .Piero tersenyum dengan ketampanan yang begitu melekat di wajahnya"yah aku akan diam ... tapi setelah membuat mereka menderita. Ini adalah peringatan terakhir untuk mereka , aku melepaskan Irene karena jujur saja hatiku b
Masih ditempat yang sama dengan suasana hati yang kacau , Piero mendongak menatap langit-langit. Seperti inikah ? Arti cinta yang sebenarnya?"Ero luka mu parah , bisakah kita kembali saja " Jerry di belakang memeluk dirinya sendiri karena kedinginan.Namun lelaki yang sudah berlumur darah itu tak menggubris, jangan kan membalas ucapan itu . Melihat saja tidak "Ero " panggil Jerry sekali lagi.Jerry mengeluarkan ponsel yang berada di sakunya"Ero Tn. Eytro menelpon" memberikan ponsel itu di hadapan Piero .Pria itu menerima nya dengan sedikit terpaksa "ada apa papa" Piero berpura-pura seakan tak ada luka di hatinya."Maafkan papa karena tidak datang , besok kita akan bertemu di kantor