Tolong dong berikan komentar biar semakin semangat update. Yuk jadi pembaca yang aktif
"Kau sudah datang?" Katrin menoleh ke samping, melihat wajah Kendrick dengan cara mendongakkan kepala.
Freya, wanita itu hanya bisa diam, mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Sungguh ia bingung harus melakukan apa untuk kali ini. Kalau ia salah melangkah, bisa-bisa nyawanya yang menjadi masalah. Di satu sisi ada Adeline, di sisi lain ada Kendrick.
"Daddy, I'm waiting for you," seru Nadine. Dia menarik-narik celana Kendrick. "Dad," panggil Nadine sembari mengangkat kedua tangannya, ingin masuk ke dalam dekapan Kendrick.
Denyut jantung Adeline terasa tak beres, semakin lama malah semakin menggebu-gebu. Dirinya masih terus menelan semua apa yang ia lihat dan berusaha men
Adeline diam termenung di sofa dengan pandangan menatap lurus ke arah televisi yang sedari tadi mati. Tanpa dia ketahui, ternyata Ana sudah memperhatikan Adeline selama beberapa menit lalu.Ana menghela nafasnya panjang. Terlihat pancaran kesedihan di mata Ana ketika melihat Adeline yang tidak seperti biasanya."Nyonya." Akhirnya Ana memberanikan diri untuk mendekat.Jiwa Adeline sontak terkumpul seketika ketika mendengar suara itu. Dia mendongak dengan nafas yang tercekat lantaran terkejut ketika melihat Ana yang sudah ada di depannya."Iya, Ana, ada apa?" tanya Adeline dengan senyumannya setelah kembali tenang."Nyonya kenapa?" Pertanyaa
Berikan komentar kalian, thank you."Aku menitip anak-anakku di sini.""Apa?!" Penjelasan Kendrick membuat Adeline terkejut. "Di sini?" Jelas Adeline terkejut, pria itu datang setelah kemarahannya pada malam itu, tidak sendirian, dia malah datang dengan anak-anaknya, dimana Adeline masih mengingat kalau Kendrick tidak mengizinkan Adeline untuk mencampuri urusan pribadinya.Kendrick mengangguk. Ia memeriksa jam yang terbalut sempurna di pergelangan tangannya. "Aku harus pergi ke luar negri. Ada rapat yang harus kuikuti."Sejujurnya Kendrick merasa tidak enak meninggalkan mereka. Dia tidak akan menyuruh Katrin karena memang ini adalah jadwal Kendrick. Lagi pula Katrin sedang liburan bersama teman-temannya. Nanny Dami juga sedang pulang ke kotanya
Terima kasih banyak kepada para pembaca. Ayo komen dan beri gem."Xavier suka menggambar?"Pertanyaan yang diberikan Adeline membuat Xavier menarik pandangannya, hanya sebentar, lalu beralih ke arah ipadnya. Tangan yang sudah memegang stylus pen itu bergerak, hingga menciptakan sebuah bentuk yang saling berkesinambungan di layar besar."Ya," jawabnya.Adeline memilih duduk di samping Xavier setelah menutup pintu kamar. Kepalanya menunduk, mengamati bagaimana lincahnya Xavier menggoreskan garis yang menghasilkan gambar yang cantik."Kalau begitu Xavier bisa menggambar Aunty?" tanya Adeline, memecah keheningan diantara mereka.
Adeline sekarang berada di pusat perbelanjaan. Dia merasa bosan berdiam diri di mansion. Tidak ada yang bisa Adeline lakukan. Nadine dan Xavier juga sudah tidak tinggal di mansion. Adeline ingin bertanya dimana mereka tinggal, tetapi urung karena Adeline tahu siapa posisinya.Untung saja ia kehabisan peralatan mandi, jadi Adeline ada alasan untuk pergi. Bermodalkan izin dari Kendrick, akhirnya Adeline bisa menghirup udara bebas dengan tangan yang memegang troli, menyusuri lorong demi lorong yang dipenuhi oleh berbagai jenis barang rumah tangga.Sebenarnya Adeline tak perlu repot-repot, bisa saja dia menyuruh pelayan ... bukan Adeline namanya kalau tidak bergerak sendiri."Kenapa mereka suka sekali menyusahkan pembeli?" kesal Adeline dengan kepala yang menen
"Morning."Setelah Adeline merasa puas melihat wajah tampan Kendrick saat tertidur, akhirnya suara lembutnya ia keluarkan, menyapa Kendrick yang matanya masih terlelap.Entah apa yang merasuki Adeline sampai-sampai dia menyapa Kendrick pagi-pagi. Getaran di dalam dirinya juga semakin lama semakin berbeda kala menatap Kendrick.Adeline sungguh bingung dengan apa yang dia rasakan saat ini. Yang jelas, dia merasa nyaman dengan posisi mereka, saling berbagi kehangatan dalam satu ranjang.Sesaat Adeline ingin beranjak dari kasur, tangannya sudah ditarik oleh Kendrick, hingga Adeline berada diatas tubuh kekar itu. Adeline salah mengira, ternyata Kendrick sudah bangun dari tadi.
Adeline menghela nafasnya panjang. Rasa kekesalannya semakin meningkat saat melihat wajah Katrin. Karena Katrin, Kendrick harus pergi tadi pagi."Ada apa?" Adeline bertanya dengan kepala yang terangkat, menatap Katrin tanpa rasa takut. Dulu dia menunduk patuh, tapi sekarang tidak. Adeline sudah berubah.Katrin tersenyum. Senyuman itu malah membuat Adeline semakin merasa kesal. "Kenapa terburu-buru?""Maaf." Suara Freya terdengar. Dulunya ia mengira Katrin adalah wanita baik, tapi setelah mendengar penjelasan Adeline membuat matanya kembali terbuka— menatap Katrin dengan penuh tidak suka. "Kami harus pergi. Ada urusan yang lebih penting yang harus diselesaikan."Katrin mengangguk. Ia mengeluarkan ponsel mahal m
"Apa kau bisa melepaskan pelukanmu sekarang?" Adeline bertanya dengan nada kesal. Bayangkan saja dari tadi pagi sampai jam 11 Kendrick terus memeluknya sembari asyik memejamkan matanya."Tunggu sebentar," gumam Kendrick yang malah semakin mengeratkan pelukan tersebut, bahkan kakinya sudah mengurung kaki Adeline."Aku ingin mandi. Jadi tolong lepaskan," pinta Adeline. Walaupun pendingin ruangan menyala saat pergulatan mereka tadi, tapi tetap saja Adeline merasa tidak nyaman dengan tubuh lengketnya."Kau berniat menentangku?" Kendrick bertanya tidak suka dengan wajah yang sudah di puncak kepala Adeline, mencium aroma rambut Adeline yang wangi. Rambut yang sudah bercampur keringat itu malah membuat Kendrick semakin suka.
"Kendrick." Wanita bersurai cokelat itu memberanikan diri untuk memanggil Kendrick yang sedang memeluknya."Hm?"Suara berat Kendrick membuat Adeline tertegun. Rencana menjelaskan apa yang ia rasa ditepis seketika karena ada yang lebih penting dari itu. Kepalanya menengadah, membuat kegiatan Kendrick yang sedang mencium rambutnya terhenti."Tolong izinkan Xavier untuk ikut lomba menggambar itu," pinta Adeline lembut. Adeline tahu dirinya tidak boleh ikut campur, tetapi melihat Xavier yang bersedih karena Kendrick melarangnya, tentu membuat Adeline tidak tega. Maka dari itu kali ini ia memberanikan diri, berharap dengan ini Kendrick mau menarik kalimatnya kembali.Dia menggigit bibirnya, berusaha menahan desaha
Tubuh pria itu kian mengeras seperti batu. Sungguh, Kendrick baru menyadari kalau saat ini mereka ada di makam Katrin.Kendrick tak berbohong kali ini. Awalnya, ia kira mereka sedang berziarah ke sebuah makam keluarga pria itu, makanya dia tak melirik batu nisan itu di awal.“Kenapa kau terdiam, Kendrick?” tanya Adeline. Menarik kerah mantel pria itu sehingga mata mereka kembali bertemu. “Ayo, jawab aku! Apa kau tidak punya jawaban? Apa kau tidak bisa berbohong untuk yang kesekian kalinya lagi? Jawab!” bentak Adeline hebat.Meskipun pria itu sedang dilanda rasa terkejut, mimik wajahnya tetap tidak menunjukkan itu. Malah terkesan sangat santai. Yang berhasil membuat emosi Adeline semakin mendidih.
Gustav mengernyitkan alisnya kala mendapati ada sebuah bayangan yang kini menutupi cahaya yang menerangi punggung bagian belakangnya hingga Adeline. Merasa penasaran, kepala pria itu berputar 180 derajat ke arah belakang, diikuti dengan sebagian tubuhnya. Dan kini, tubuh pria itu mematung kala matanya menatap netra biru yang sangat dingin.Adeline— yang posisinya tepat di seberang Gustav— juga menyadari ada sesuatu yang janggal. Perlahan namun pasti, juga dengan detak jantung yang kencang— wanita itu mendongakkan wajahnya. Mata dan bibir wanita itu terbuka lebar kala melihat seorang pria tengah menarik pandangan dari arah Gustav ke dirinya.“Kendrick.” Adeline menggumam kaget. Tanpa sadar, dia berdiri dari tempat semula. Tatapan yang Kendrick layangkan, seakan dapat membuat tubuhnya terasa sa
Dalam perjalanan, sebenarnya Gustav sudah ingin memberitahukan dimana alamat itu berada. Namun karena melihat reaksi Adeline yang sungguh semangat, itu membuatnya mengurungkan niat untuk menjelaskan apa yang terjadi.Gustav tidak ingin membuat ekspresi bahagia di wajah itu luntur begitu saja. Namun, ketika mereka sudah sampai, Adeline pasti akan berada dalam tahap itu. Sungguh, Gustav sangat dilema sekali.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil itu berjalan melambat. Menandakan kalau sebentar lagi mereka akan sampai di tempat yang dituju.Adeline kerap kali memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Seakan sedang mencari-cari namun sayangnya tak menemukan apa yang ia cari. Dengan penuh perasaan campur aduk, wanita itu melirik ke samping, ke arah Gustav. “Ap
Adeline meringis pelan. Dia terus berjalan dengan menatap ke arah samping. Sungguh merasa tidak enak.“Aku pasti sudah sangat mengecewakanmu.”Ucapan Adeline, membuat Gustav sontak memberhentikan langkahnya. Memutar kepalanya ke samping, menatap Adeline dengan alis yang menyatu bingung. “Mengecewakan?” tanyanya.Adeline mengangguk pelan. Ketika ia hendak menjelaskan, Gustav segera berbicara lebih dahulu.“Oh, aku paham. Soal permintaanku tadi di dalam?” Gustav bertanya dengan alis yang naik ke atas, juga telunjuk yang menunjuk ke belakang. Melihat Adeline yang mengangguk lagi, Gustav pun terkekeh ramah. “Astaga, Adeline, tidak perlu merasa seperti itu. Aku
“Maaf.”Satu kata itu membuat Adeline menoleh ke sebelah. “Tidak masalah.”Gustav mengembuskan napas. Dirinya merasa tidak enak sama sekali. “Aku sungguh bersalah. Ehm ... aku punya kenalan, dia seorang pria juga, kau mau bersamanya untuk mencari Katrin?” tanya Gustav, memberikan saran.Adeline terlihat berpikir. Sebenarnya, dia membutuhkan informasi mengenai Katrin dengan sangat cepat. Namun dengan tawaran itu, itu sama saja semakin merepotkan Gustav.“Tidak perlu. Aku maklum. Malah, aku yang merepotkanmu. Seharusnya tadi, kau meninggalkanku saja di restoran. Biar aku saja yang mencari keberadaan Katrin.”
Adeline tak mengerti kenapa dia bisa sepercaya ini pada seseorang yang baru ia kenal. Bahkan, kini dia sudah masuk ke dalam apartemen pria itu untuk menunggu sang pemilik apartemen bersiap.Wanita itu mencoba untuk menarik kesimpulan sendiri. Mungkin saja dikarenakan Adeline sudah sangat pasrah dan tidak tahu harus mencari kemana Katrin, makanya dia menerima tawaran yang diberikan oleh Gustav .... Ya, itu adalah alasan yang paling masuk akal.“Maaf. Kau jadi lama menungguku.”Suara berat dan harum parfum maskulin itu masuk ke indra pendengaran dan penciuman Adeline. Wanita itu sontak menoleh ke sumber suara.Di depan sana, sudah ada Gustav yang penampilannya jauh berbeda dari sebelumnya
Seseorang itu mengucek matanya berkali-kali dikarenakan habis bangun dari tidur nyenyaknya. Dan secara bersamaan, mata mereka berdua terbuka untuk saling menatap satu sama lain.Tanpa sadar, napas Adeline tertahan. Dia memang menemukan sosok manusia, namun bukan sosok wanita yang bernama Katelyn, melainkan sosok pria tampan. Amat sangat tampan.Rambut pria itu yang sedikit panjang, juga ikal di bagian ujungnya, yang ditata ke belakang. Sungguh menampilkan kesan bad boy. Juga, manik pria itu yang berwarna abu cerah, berhasil menahan Adeline untuk mengedipkan kedua matanya. Dan bagian terakhir, yang sungguh membuat tubuh wanita itu panas adalah tubuh pria itu yang benar-benar tidak ditutup oleh sehelai benang apapun. Dibiarkan terbuka. Membuat Adeline bisa melihat secara bebas bagaimana dada padat dan bidang, juga perut kot
Sesudah menghabiskan waktu beberapa hari bersama Samu di kota kecil yang ada di negara Perancis, akhirnya wanita itu kini menginjakkan kaki di Kota Paris yang kerap disebut kota cinta. Adeline mendecak, kota cinta ... seharusnya dia pergi bersama pasangannya bukan?Abaikan.Tujuan kedatangan Adeline ke kota ini sebenarnya jauh sekali dari kata liburan. Dia mengunjungi tempat ini dikarenakan ingin mencari keberadaan wanita yang telah menghilang lebih dari dua tahun dan baru mengganggu pikiran Adeline untuk mengingatnya.Katrin. Ya, dia akan berusaha mencari wanita itu.Berbekal dari informasi yang Denio dapatkan, kini Adeline berada di depan salah satu unit apartemen yang berada tepat di seber
Dingin. Namun tidak terlalu menusuk kulit dan memberikan rasa gigil yang berlebihan. Karena suhu udara itu, seorang wanita dengan rambut tergerai kini mengembangkan sebuah senyuman amat lebar. Mempertontonkan bagaimana indahnya senyumnya dan gigi putih bersih itu.Hidungnya yang tinggi itu terlihat mengempis, menjadi pertanda kalau dia sedang membawa masuk oksigen yang menyegarkan ke dalam paru-parunya. Hal ini sungguh sangat merilekskan diri. Seakan pikiran-pikiran berat lenyap begitu saja untuk beberapa saat.Dikarenakan kencangnya angin, jaket bentuk jubah yang melekat di tubuhnya bergerak-gerak dengan sangat indah. Celana jeans hitam itu pun membentuk pahanya yang seksi. Ditambah lagi heels berbentuk boats itu. Sangat indah.“Apa kau sudah lama menunggu