"Apa kau bisa melepaskan pelukanmu sekarang?" Adeline bertanya dengan nada kesal. Bayangkan saja dari tadi pagi sampai jam 11 Kendrick terus memeluknya sembari asyik memejamkan matanya.
"Tunggu sebentar," gumam Kendrick yang malah semakin mengeratkan pelukan tersebut, bahkan kakinya sudah mengurung kaki Adeline.
"Aku ingin mandi. Jadi tolong lepaskan," pinta Adeline. Walaupun pendingin ruangan menyala saat pergulatan mereka tadi, tapi tetap saja Adeline merasa tidak nyaman dengan tubuh lengketnya.
"Kau berniat menentangku?" Kendrick bertanya tidak suka dengan wajah yang sudah di puncak kepala Adeline, mencium aroma rambut Adeline yang wangi. Rambut yang sudah bercampur keringat itu malah membuat Kendrick semakin suka.
"Kendrick." Wanita bersurai cokelat itu memberanikan diri untuk memanggil Kendrick yang sedang memeluknya."Hm?"Suara berat Kendrick membuat Adeline tertegun. Rencana menjelaskan apa yang ia rasa ditepis seketika karena ada yang lebih penting dari itu. Kepalanya menengadah, membuat kegiatan Kendrick yang sedang mencium rambutnya terhenti."Tolong izinkan Xavier untuk ikut lomba menggambar itu," pinta Adeline lembut. Adeline tahu dirinya tidak boleh ikut campur, tetapi melihat Xavier yang bersedih karena Kendrick melarangnya, tentu membuat Adeline tidak tega. Maka dari itu kali ini ia memberanikan diri, berharap dengan ini Kendrick mau menarik kalimatnya kembali.Dia menggigit bibirnya, berusaha menahan desaha
"Apa yang kau lakukan, Kendrick?" Dalam perjalanan, Katrin mengeluarkan suaranya. Meminta Kendrick untuk segera memberikan penjelasan tentang ini semua.Kendrick menatap Katrin dari ujung matanya. Bukannya menjawab, Kendrick malah memilih untuk fokus menyentir dan mengabaikan Katrin yang tanpa henti mengeluarkan pertanyaan."Sudah?" Lalu setelah mobil mereka berhenti di mansion milik Katrin— yang dibeli Kendrick, barulah pria itu mengeluarkan suaranya.Kendrick membuang napasnya kasar untuk mengatur emosinya. Dia tidak bisa mengeluarkan suara yang lebih tinggi kepada Katrin— persahabatan yang mereka jalin sebelum menikah membuat Kendrick paham betul dengan keadaan Katrin. Pria itu hanya tidak ingin menyakiti Katrin.
Mana komentarnya?"Bagaimana keadaannya?" Kendrick bertanya sesudah dokter pribadinya, Hazan, keluar dari kamar mereka. Terlihat jelas guratan khawatir di wajah Kendrick. Bahkan rambutnya yang acak-acakan pun tidak dipedulikan oleh Kendrick.Hazan tersenyum. "Dia baik-baik saja. Adeline hanya kelelahan saja. Aku sudah menuliskan resep obat untuknya." Hazan memberikan sebuah kertas yang langsung disambut Kendrick. "Perawat-ku akan datang nanti mengantarkan obat ini."Seperti biasa, Hazan akan selalu memberikan salinan resep kepada Kendrick, memastikan kalau obat yang diberikan Hazan memang yang terbaik."Baiklah. Terima kasih banyak." Kendrick menjadi lebih tenang setelah mendengar penjelasan Hazan. "Apa aku boleh masuk?"&
"Ini adalah koleksi tas terbaru kami, Nona Adeline."Seorang wanita yang menggunakan sarung tangan berwarna putih sedang sibuk menjelaskan koleksi-koleksi terbaru dari sebuah merek terkenal yang berfokus pada tas.Adeline mengangguk paham dengan pandangan yang tertuju pada banyak tas yang tersusun rapi di hadapannya. "Sangat bagus. Aku suka," puji Adeline dengan tatapan kagum."Terima kasih, Nona Adeline. Untuk tas keluaran terbaru ini dibuat langsung menggunakan tangan tanpa bantuan mesin. Maka dari itu untuk keluaran ini disebut sebagai limited edition"Tangan Adeline menyentuh kulit tas itu, sangat lembut ia rasa. "Aku suka dengan warna merahnya," pujinya, melihat tas merah yang Adeline sentuh. Dia menoleh.
Badan Kendrick diam memaku saat Adeline keluar dari kamar mandi. Bibirnya berkedut, tak kuasa menahan seringai. Kakinya melangkah ke arah Adeline yang hanya menggunakan lingerie tipis tanpa dalaman.Kendrick menggendong Adeline lalu mendudukkannya di meja. Tatapannya turun, menatap intens Adeline dari kepala sampai ujung kaki."Why do you look so sexy?" Suara Kendrick mendadak serak sesudah tangannya memegang pinggang Adeline.Adeline tersenyum nakal. Tangannya mengalung di leher Kendrick. Mencium bibir tipis sekilas. Setelah mendengar kabar kalau Kendrick pulang malam ini, segera Adeline membongkar lemari— mencari lingerie yang belum pernah dipakai sebagai aksi dari merebut Kendrick."
Kedua ujung bibir Adeline tertarik membentuk senyum miris, mengejek dirinya. Melihat pantulan wajahnya di kaca membuat Adeline mengerti bagaimana kacaunya dia.Rambut kusut mengembang, mata yang sedikit membengkak, lingkaran hitam di bawah mata, dan yang terakhir hidung mungil yang memerah. Menyedihkan.Adeline menghela nafasnya panjang ketika melihat siapa yang sedang memanggilnya. William. Dia menelepon Adeline disaat yang tidak tepat. Tapi setelah berpikir beberapa saat akhirnya Adeline memutuskan untuk menjawab.Sebelum menjawab, dia menarik napasnya terlebih dahulu— berusaha agar William tidak menyadari suaranya yang berubah karena terus menangis."Halo?" sapa Adeline.
Baru saja Adeline membuka pintu kamarnya, dia sudah disuguhkan oleh dua bocah yang tak lain Xavier dan Nadine. Yang satu dengan wajah datar, dan yang lain dengan senyuman di wajahnya. "Kami mencari, Aunty!" pekik Nadine sembari menunjukkan rentetan gigi putihnya. Adeline menekan pelipis kanannya dengan telapak tangan— pening yang sedari tadi menyerang tak kunjung pulih. Meskipun begitu, Adeline tetap menarik bibirnya, membentuk senyuman sembari berjongkok— menyamakan tinggi dengan mereka. "Kalian datang pagi-pagi sekali," sahut Adeline yang mencium gemas pipi Nadine. "Siapa yang mengantar kalian?" Nadine melirik ke samping. "Kak Xavier yang mengajak Nadine ke sini. Dia ingin bertemu dengan
“Adeline, apa kau melihat tali pinggang-ku?”Adeline yang sedang merapikan tempat tidur mengerang kesal. Dia mencampakkan selimut besar itu ke kasur dengan kesal. Sudah menjadi kebiasaannya untuk merapikan kamarnya sendiri. Tetapi karena Kendrick, dia tidak bisa melakukannya dengan tenang.Dari bangun sampai sekarang pria itu terus saja bersuara dan merepotkan Adeline. Seperti kali ini, tali pinggang saja harus Adeline yang mencarikan.“Aku tidak tahu! Kau letakkan dimana semalam?” Adeline bertanya pada Kendrick yang sudah keluar dari kamar mandi dengan kondisi shirtless. Ck, pria itu terus saja berhasil membuat pertahanan Adeline runtuh.Alis Kendrick terangkat. &ldqu
Tubuh pria itu kian mengeras seperti batu. Sungguh, Kendrick baru menyadari kalau saat ini mereka ada di makam Katrin.Kendrick tak berbohong kali ini. Awalnya, ia kira mereka sedang berziarah ke sebuah makam keluarga pria itu, makanya dia tak melirik batu nisan itu di awal.“Kenapa kau terdiam, Kendrick?” tanya Adeline. Menarik kerah mantel pria itu sehingga mata mereka kembali bertemu. “Ayo, jawab aku! Apa kau tidak punya jawaban? Apa kau tidak bisa berbohong untuk yang kesekian kalinya lagi? Jawab!” bentak Adeline hebat.Meskipun pria itu sedang dilanda rasa terkejut, mimik wajahnya tetap tidak menunjukkan itu. Malah terkesan sangat santai. Yang berhasil membuat emosi Adeline semakin mendidih.
Gustav mengernyitkan alisnya kala mendapati ada sebuah bayangan yang kini menutupi cahaya yang menerangi punggung bagian belakangnya hingga Adeline. Merasa penasaran, kepala pria itu berputar 180 derajat ke arah belakang, diikuti dengan sebagian tubuhnya. Dan kini, tubuh pria itu mematung kala matanya menatap netra biru yang sangat dingin.Adeline— yang posisinya tepat di seberang Gustav— juga menyadari ada sesuatu yang janggal. Perlahan namun pasti, juga dengan detak jantung yang kencang— wanita itu mendongakkan wajahnya. Mata dan bibir wanita itu terbuka lebar kala melihat seorang pria tengah menarik pandangan dari arah Gustav ke dirinya.“Kendrick.” Adeline menggumam kaget. Tanpa sadar, dia berdiri dari tempat semula. Tatapan yang Kendrick layangkan, seakan dapat membuat tubuhnya terasa sa
Dalam perjalanan, sebenarnya Gustav sudah ingin memberitahukan dimana alamat itu berada. Namun karena melihat reaksi Adeline yang sungguh semangat, itu membuatnya mengurungkan niat untuk menjelaskan apa yang terjadi.Gustav tidak ingin membuat ekspresi bahagia di wajah itu luntur begitu saja. Namun, ketika mereka sudah sampai, Adeline pasti akan berada dalam tahap itu. Sungguh, Gustav sangat dilema sekali.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil itu berjalan melambat. Menandakan kalau sebentar lagi mereka akan sampai di tempat yang dituju.Adeline kerap kali memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Seakan sedang mencari-cari namun sayangnya tak menemukan apa yang ia cari. Dengan penuh perasaan campur aduk, wanita itu melirik ke samping, ke arah Gustav. “Ap
Adeline meringis pelan. Dia terus berjalan dengan menatap ke arah samping. Sungguh merasa tidak enak.“Aku pasti sudah sangat mengecewakanmu.”Ucapan Adeline, membuat Gustav sontak memberhentikan langkahnya. Memutar kepalanya ke samping, menatap Adeline dengan alis yang menyatu bingung. “Mengecewakan?” tanyanya.Adeline mengangguk pelan. Ketika ia hendak menjelaskan, Gustav segera berbicara lebih dahulu.“Oh, aku paham. Soal permintaanku tadi di dalam?” Gustav bertanya dengan alis yang naik ke atas, juga telunjuk yang menunjuk ke belakang. Melihat Adeline yang mengangguk lagi, Gustav pun terkekeh ramah. “Astaga, Adeline, tidak perlu merasa seperti itu. Aku
“Maaf.”Satu kata itu membuat Adeline menoleh ke sebelah. “Tidak masalah.”Gustav mengembuskan napas. Dirinya merasa tidak enak sama sekali. “Aku sungguh bersalah. Ehm ... aku punya kenalan, dia seorang pria juga, kau mau bersamanya untuk mencari Katrin?” tanya Gustav, memberikan saran.Adeline terlihat berpikir. Sebenarnya, dia membutuhkan informasi mengenai Katrin dengan sangat cepat. Namun dengan tawaran itu, itu sama saja semakin merepotkan Gustav.“Tidak perlu. Aku maklum. Malah, aku yang merepotkanmu. Seharusnya tadi, kau meninggalkanku saja di restoran. Biar aku saja yang mencari keberadaan Katrin.”
Adeline tak mengerti kenapa dia bisa sepercaya ini pada seseorang yang baru ia kenal. Bahkan, kini dia sudah masuk ke dalam apartemen pria itu untuk menunggu sang pemilik apartemen bersiap.Wanita itu mencoba untuk menarik kesimpulan sendiri. Mungkin saja dikarenakan Adeline sudah sangat pasrah dan tidak tahu harus mencari kemana Katrin, makanya dia menerima tawaran yang diberikan oleh Gustav .... Ya, itu adalah alasan yang paling masuk akal.“Maaf. Kau jadi lama menungguku.”Suara berat dan harum parfum maskulin itu masuk ke indra pendengaran dan penciuman Adeline. Wanita itu sontak menoleh ke sumber suara.Di depan sana, sudah ada Gustav yang penampilannya jauh berbeda dari sebelumnya
Seseorang itu mengucek matanya berkali-kali dikarenakan habis bangun dari tidur nyenyaknya. Dan secara bersamaan, mata mereka berdua terbuka untuk saling menatap satu sama lain.Tanpa sadar, napas Adeline tertahan. Dia memang menemukan sosok manusia, namun bukan sosok wanita yang bernama Katelyn, melainkan sosok pria tampan. Amat sangat tampan.Rambut pria itu yang sedikit panjang, juga ikal di bagian ujungnya, yang ditata ke belakang. Sungguh menampilkan kesan bad boy. Juga, manik pria itu yang berwarna abu cerah, berhasil menahan Adeline untuk mengedipkan kedua matanya. Dan bagian terakhir, yang sungguh membuat tubuh wanita itu panas adalah tubuh pria itu yang benar-benar tidak ditutup oleh sehelai benang apapun. Dibiarkan terbuka. Membuat Adeline bisa melihat secara bebas bagaimana dada padat dan bidang, juga perut kot
Sesudah menghabiskan waktu beberapa hari bersama Samu di kota kecil yang ada di negara Perancis, akhirnya wanita itu kini menginjakkan kaki di Kota Paris yang kerap disebut kota cinta. Adeline mendecak, kota cinta ... seharusnya dia pergi bersama pasangannya bukan?Abaikan.Tujuan kedatangan Adeline ke kota ini sebenarnya jauh sekali dari kata liburan. Dia mengunjungi tempat ini dikarenakan ingin mencari keberadaan wanita yang telah menghilang lebih dari dua tahun dan baru mengganggu pikiran Adeline untuk mengingatnya.Katrin. Ya, dia akan berusaha mencari wanita itu.Berbekal dari informasi yang Denio dapatkan, kini Adeline berada di depan salah satu unit apartemen yang berada tepat di seber
Dingin. Namun tidak terlalu menusuk kulit dan memberikan rasa gigil yang berlebihan. Karena suhu udara itu, seorang wanita dengan rambut tergerai kini mengembangkan sebuah senyuman amat lebar. Mempertontonkan bagaimana indahnya senyumnya dan gigi putih bersih itu.Hidungnya yang tinggi itu terlihat mengempis, menjadi pertanda kalau dia sedang membawa masuk oksigen yang menyegarkan ke dalam paru-parunya. Hal ini sungguh sangat merilekskan diri. Seakan pikiran-pikiran berat lenyap begitu saja untuk beberapa saat.Dikarenakan kencangnya angin, jaket bentuk jubah yang melekat di tubuhnya bergerak-gerak dengan sangat indah. Celana jeans hitam itu pun membentuk pahanya yang seksi. Ditambah lagi heels berbentuk boats itu. Sangat indah.“Apa kau sudah lama menunggu