Home / Romansa / My Bad Doctor / 131. Sebuah Foto

Share

131. Sebuah Foto

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2025-01-10 17:13:46

"Huh? Siapa yang datang?" Seorang lelaki berseragam polisi berpangkat cukup tinggi, menaikkan sebelah alisnya.

"Itu, Pak. Pelapor tabrak lari tempo hari. Yang Bapak tangani kasusnya itu."

"Mau apa lagi sih mereka." Pak polisi itu mengeluh. "Suruh saja masuk dulu."

Danapati masuk ke dalam ruangan dengan ekspresi tidak senang. Hal yang tentunya tidak membuat si polisi takut, dia bahkan tersenyum lebar.

"Aku lihat, tidak ada perkembangan dari kasus tabrak lari menantuku." Danapati langsung bertanya tanpa basa-basi. "Apa Pak Polisi benar-benar menangani hal ini dengan baik?"

"Tentu saja kami menanganinya dengan baik." Pak Polisi tadi tersenyum lebar. "Kami sementara melihat rekaman CCTV, tapi itu kan butuh waktu. Apalagi pekerjaan kami kan banyak."

"Pekerjaan kalian yang banyak, atau kalian merasa kekurangan uang sogokan?" tanya Danapati dengan senyum miringnya yang mencemooh.

"Wah, Pak itu namanya fitnah." Si
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • My Bad Doctor   132. Ide yang Lebih Baik

    "Kenapa ada orang menyebalkan di sini?" Jovi langsung bertanya ketika dia masuk ke dalam kamar rawat inap sang istri, sembari menenteng kantongan berisi makanan. "Jangan tidak sopan begitu, Vi. Anna dan Dokter Johan hanya datang untuk berkunjung." Cindy tentu akan menegur putranya. "Selamat pagi menjelang siang, Kak Jovi." Anna tiba-tiba saja menjadi sangat sopan. "Habis beli makanan ya?" Jovi menaikkan sebelah alis melihat tingkah kalem Anna. Tapi tentu saja, dia tidak terlalu peduli dengan perempuan itu karena ada hal yang lebih penting. "Sayang, ini pesanan makananmu." Jovi mendekat ke arah ranjang pasien. "Sesuai pesanan, nasi kuning langgananmu. Tidak ada di tersedia secara online, jadi aku sendiri yang pergi beli." Sebelum benar-benar menyerahkan kantongan berisi makanan itu pada istrinya, Jovi terlebih dahulu mengecup sudut bibir Vanessa. Hal yang tentu saja membuat perempuan yang adalah pasien itu membeku di tempat. "Astaga, Vi. Kalau mau mesra-mesraan sama istrimu

    Last Updated : 2025-01-11
  • My Bad Doctor   133. Bertemu Keluarga

    "Siapa yang mau datang?" tanya Vanessa dengan mata melotot, dan tentu saja ponsel di tangan. "Pak Menteri Kesehatan," jawab Cindy dengan santainya. "Kata Papa kalian, dia kebetulan melakukan kunjungan rumah sakit, jadi sekalian saja datang menjenguk." "Maaf, Tante." Cindy yang juga ada di ruang rawat inap itu tentu akan terkejut dan bertanya. "Tapi kok bisa Pak menteri datang ya?" "Loh? Kalian tidak tahu ya?" Cindy malah jadi bingung. "Pak Menteri itu kan saudaranya Papa Danapati." "Hah?" Vanessa adalah orang pertama yang berteriak. Bukan suatu kemajuan, karena dia sama sekali tidak membentuk sebuah kata atau kalimat. "Saudara dengan Pak Menteri?" Anna bertanya dengan mata membulat dan mulut terbuka. "Saya tidak salah dengar kan?" "Kau tidak salah dengar dan bisakah kau fokus saja mengerjakan apa yang perlu kau kerjakan?" Jovi balas bertanya, tapi dengan ekspresi yang tidak senang. "Kalau kau selalu berhenti untuk bergosip, kapan bisa selesai." "Oh, maaf." Anna dengan cep

    Last Updated : 2025-01-11
  • My Bad Doctor   134. Orang Gila

    "Kau yakin dengan ini?" Jovi bertanya dengan kedua alis yang terangkat, pada sang istri. "Tidak mau menunggu sampai kau sudah bisa bicara dengan baik seperti dulu?" Sayangnya, Vanessa menjawab dengan gelengan kepala. Sekali pun dia tidak bisa bicara dengan baik, tapi Vanessa ingin segera menyelesaikan masalahnya. Biar bagaimana, ini tidak bisa dibiarkan terus berlarut-larut bukan? Sudah saatnya Vanessa membebaskan diri. "Vanessa?" Kakak perempuan yang tempo hari menjenguk, menyambut adiknya dengan senyum cerah. "Kau datang?" Tentu saja Vanessa hanya bisa menjawab dengan anggukan pelan. Tentu saja dia tidak lupa tersenyum, karena tahu kalau kakaknya yang satu ini masih punya sedikit hati nurani. Sedikit saja, karena pada akhirnya sang kakak akan lebih mementingkan uang juga. "Bagaimana keadaanmu? Sudah benar-benar sehat? Kau tidak mengalami hal lainnya selain operasi kepala bukan?" tanya sang kakak, sembari menuntun Vanessa masuk ke dalam rumah. "Vanessa baik-baik saja." Jovi

    Last Updated : 2025-01-11
  • My Bad Doctor   135. Nafkah

    "Apa Bapak dan Mama tidak tahu malu?" Kakak perempuan Vanessa memekik. "Sudah diberikan uang ratusan juta, tapi sekarang minta satu milyar. Aku juga miskin, tapi tidak seperti kalian yang tidak tahu malu." "Lia, kau itu tidak bersyukur sekali." Linna menegur putri sambungnya. "Padahal kau juga menerima uang itu dengan senang hati." "Aku menerima uangnya karena memang butuh." Perempuan yang dipanggil Lia itu membela diri. "Tapi aku bukan orang yang tidak tahu malu dan akan terus meminta. Sekarang pun aku merasa sangat malu karena masih harus bergantung pada Ben dan Vanessa untuk menghidupi keluargaku, karena punya suami tidak bertanggung jawab. Jadi tolong jangan membuatku lebih malu lagi." Vanessa menaikkan kedua alisnya. Dia sudah tahu kakak perempuannya yang satu itu sejak awal cukup baik, walau sedikit berubah setelah menikah. Siapa sangka kalau Lia sebenarnya juga merasa tertekan. Tidak ingin makin banyak terjadi pertengkaran, Vanessa kembali meminta atensi. Tentu saja i

    Last Updated : 2025-01-12
  • My Bad Doctor   136. Penjemputan Paksa

    "Yakin mau membuat kontrak seperti ini?" tanya seorang lelaki pada Jovi. "Ini pastinya bukan jumlah yang sedikit, apalagi untuk dijalani selama bertahun-tahun." "Itu hanya biaya listrik dan air saja." Jovi memilih menggeleng. "Sekali pun aku menanggung biaya itu sampai mertuaku meninggal, tidak akan seberapa. Memangnya berapa sih per bulan. Paling juga cuma satu atau dua juta per bulan. Paling mahal juga tiga juta." "Jika dibandingkan biaya listrik dan air di rumah orang tuamu juga apartemen kalian, tentu itu tidak ada apa-apanya." Lelaki yang menemani Jovi bicara mengangguk. "Aku akan mengurusi ini. Kau tidak perlu ikut." "Kalau begitu kuserahkan padamu." Jovi bangkit berdiri dan menjabat tangan rekannya itu. "Kau pengacara handal kan?" "Kau tidak mau minum kopi dulu mungkin?" tanya lelaki tadi, sebelum Jovi pergi. "Tidak, terima kasih. Aku harus pulang untuk menemani istriku di rumah. Mungkin dia juga sudah memasak," jawab Jovi dengan senyum lebar. "Sejak kapan kau jadi

    Last Updated : 2025-01-12
  • My Bad Doctor   137. Serius

    Vanessa tersentak ketika mendengar suara bantingan pintu mobil di bagian tempatnya duduk. Dia pun hanya bisa melirik, ketika Jovi memutari mobil untuk duduk di kursi pengemudi dan kembali membanting pintu. Kali kedua, Vanessa tidak lagi terlalu kaget. Tapi itu membuatnya kesal dan melipat kedua tangan di depan dada. "Ada apa dengan wajahmu itu?" Jovi bertanya dengan cukup lembut, ketika memasangkan sabuk pengaman pada sang istri. "Kau ngambek?" "Menurutmu?" Vanessa memperlihatkan ketikannya di ponsel. Saking kesalnya, ponsel itu nyaris saja menempel dengan hidung Jovi. "Kau tidak berhak kesal," jawab Jovi yang kin mengurusi diri sendiri. "Aku yang seharusnya kesal di sini." "Apa tidak salah?" Vanessa kembali nyaris menempelkan ponsel di wajah sang suami. "Kau seenaknya datang menjemput dengan kasar, tapi kenapa aku tidak boleh marah." "Karena kau pergi tanpa izin," jawab Jovi mulai menyalakan mesin mobil. "Apa kau pikir aku tidak panik ketika menemukan tidak ada orang di

    Last Updated : 2025-01-12
  • My Bad Doctor   138. Pelaku

    Vanessa memukul dada Jovi berulang kali. Dia perlu melakukan itu, agar sang suami berhenti dan dia bisa bernapas. Apalagi, sepertinya sejak sampai ke rumah, Jovi sama sekali tidak menahan diri. "Kenapa?" tanya Jovi melepas pagutan pada bibir sang istri. "Katakan sesuatu kalau kau menginginkan lebih." Refleks, Vanessa menggeleng. Biar bagaimana, dia tidak cukup gila untuk bercinta saat kepalanya masih diperban. Apalagi Jovi itu adalah tipe lelaki yang senang mencoba berbagai macam gaya. Siapa yang tahu dia akan melakukan gaya yang tidak masuk akal. "Bicaralah, Vanessa," bisik Jovi tepat di telinga sang istri. "Tadi kau bisa berbicara setelah kucium, jadi sekarang bicaralah lagi." Mata Vanessa melotot mendengar hal itu. Dia dengan cepat merogoh ponsel yang disimpan di saku celana untuk mengetik. "Apa kau gila? Mana ada orang langsung bisa bicara hanya karena dicium?" "Siapa yang tahu." Jovi mengedikkan bahu, sembari men

    Last Updated : 2025-01-13
  • My Bad Doctor   139. Ditangkap

    "Manda." Seorang perempuan paruh baya berteriak, ketika melihat yang empunya nama turun dari mobil. "Eh, Ibu Kos. Ada apa ya Bu? Bukannya aku sudah bayar untuk bulan ini dan bulan depan?" tanya Manda dengan senyum lebar. "Ini jauh lebih penting dan mendesak dari pada uang kosmu yang sering menunggak itu." Si ibu kos terlihat begitu panik. "Ada dua orang polisi yang mencarimu." "Polisi?" tanya Manda dengan sebelah alis yang terjungkit naik. "Untuk apa mereka mencariku?" "Mana aku tahu." Si ibu kos memukul lengan Manda. "Mereka tidak mau memberitahu dan terus menunggumu. Memangnya kau melakukan apa sih?" "Aku tidak melakukan apa-apa." Manda mengedikkan bahu dengan santainya. "Biar aku bertemu mereka saja dan bertanya apa yang terjadi." "Awas saja ya kalau kau bikin masalah lagi." Si ibu kos menunjuki wajah Manda. "Kejadian kau dilabrak tempo hari, sudah membuat reputasi kosku menjadi jelek. Jangan makin memperburuk keadaan." Manda memutar bola matanya karena gemas. Memang

    Last Updated : 2025-01-14

Latest chapter

  • My Bad Doctor   155. Akhirnya (TAMAT)

    "Kenapa kau tampak pucat?" Jovi menanyakan itu dengan kening berkerut. "Apa kau sakit?" "Tidak kok." Vanessa dengan cepat menggeleng. "Aku hanya belum memakai lipstik." "Yakin?" tanya Jovi, sembari memperhatikan istrinya yang pergi ke meja rias dan memakai lipstik. "Apa kita tidak usah pergi saja?" "Jangan begitu dong. Yang menikah ini kan teman kita berdua dan salah satu dokter di rumah sakit juga. Masa kita berdua tidak hadir." "Tapi kau tidak terlihat baik-baik saja." Jovi benar-benar khawatir ketika melihat istrinya. "Atau kita singgah ke rumah sakit saja dulu? Kebetulan stetoskopnya aku tinggal di sana." "Tidak perlu Joviandri." Kali ini, Vanessa berbicara dengan lebih jelas. "Sebaiknya, kita berangkat sekarang. Karena kalau tidak, nanti terlambat." Walau masih keberatan, Jovi pada akhirnya hanya bisa mengalah. Vanessa benar-benar merajuk ingin segera berangkat ke tempat acara, karena rumah mereka kebetulan agak jauh juga. Apalagi, kali ini mereka menginap di rumah ora

  • My Bad Doctor   154. Bukan Rahasia Lagi

    "Kau itu kenapa?" tanya Vanessa, pada lelaki di depannya. "Kenapa wajahmu berantakan begitu?" "Aku dipukuli Ayah," jawab Ardy dengan nada kesal. "Kau melakukan apa lagi?" Kali ini giliran Jovi yang bersuara, sembari mempersiapkan beberapa hal untuk mengobati pasiennya itu. "Pasti melakukan hal yang aneh kan?" "Aku memang melakukan sesuatu, tapi bukan sesuatu yang harus dipukuli seperti sekarang," gerutu Ardy mencebik kesal. "Pelan-pelan ya," lanjutnya ketika Jovi sudah akan mengobati wajahnya. "Tidak akan ada seorang ayah yang akan memukuli putranya seperti ini, jika tidak melakukan hal yang tidak sepatutnya." Vanessa mengatakan itu dengan kedua tangan terlipat di dada. "Jadi katakan saja. Kami akan mendengar dan tidak akan menghakimi." Ardy mengembuskan napas cukup keras. Dia tidak bisa langsung menjawab, karena selain sedang diobati di bagian sudut bibir, Ardy juga tidak bisa mengatakan alasannya dengan jujur. Bia

  • My Bad Doctor   153. Hasil

    "Bisa jelaskan ini pada Kakak, Ra?" tanya seorang lelaki berkacamata pada Aurora. Sayangnya, perempuan yang berprofesi sebagai dokter itu pun tidak bisa menjawab. Lebih tepatnya, Aurora membatu dengan mulut terbuka saking terkejutnya melihat kehadiran orang-orang di rumahnya. "Kok malah bengong sih. Ra?" Kali ini seorang perempuan yang sedang menggendong anak bayi yang berbicara. "Ini pacarmu kan? Tapi kenapa malah datangnya rombongan?" "Maaf." Tiba-tiba saja Aurora memekik. "Tapi boleh saya bicara berdua dulu dengan Ardy?" Dua orang tua yang duduk di atas sofa saling melirik, sebelum menatap putra mereka. Tentu saja dua orang tua ini merasa tindakan Aurora barusan sedikit tidak sopan, apalagi mereka seperti tidak disambut dengan baik. "Biar aku bicara dengan Aurora dulu ya." Untung saja Ardy cukup cepat tanggap dan segera beranjak dari tempatnya duduk. "Maaf, ya Om dan Tante." Tahu dirinya terlihat sedikit kurang ajar, Aurora tak lupa mengucap maaf. "Saya pinjam anaknya d

  • My Bad Doctor   152. Melamar

    "Aku tidak hamil, Ar. Jadi tolong jangan terus menggangguku," desis Aurora terlihat sangat kesal, dengan ponsel menempel di telinga. "Apa kau sudah periksa?" Sayangnya, Ardy tidak mau menyerah begitu saja. "Kalau sudah, perlihatkan hasilnya. Aku hanya akan menerima hasil dari rumah sakit dan tidak dengan test pack." "Yang benar saja. Kalau aku memeriksa ke rumah sakit tempatku bekerja, nanti aku akan digosipi orang-orang. Aku tidak mau itu terjadi." Sang dokter masih bersikeras. "Itu memalukan." "Kau merasa malu karena teman-temanmu tahu, atau tidak mau sampai Jovi tahu?" Ardy membalas dengan pertanyaan. "Kenapa tiba-tiba membicarakan Jovi?" "Tentu saja karena dia adalah calon penerus rumah sakit tempatmu bekerja. Sedikit banyak, dia pasti akan tahu kalau kau memeriksakan diri kan? Lagi pula, rumah sakit tidak hanya satu." Aurora memijat pangkal hidungnya, merasa terlalu banyak hal yang membuatnya sakit kepala belakangan ini. Tentu saja Ardy adalah salah satunya. Lelaki it

  • My Bad Doctor   151. Gejala Hamil

    "Jadi bagaimana dengan perjalananmu dengan Ardy?" Aurora langsung melirik kesal ke arah suara yang dia dengar. Padahal dirinya baru masuk ke dalam ruang praktik, tapi malah sudah menemukan seseorang yang menyebalkan di sana. Orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Vanessa. "Bukankah kau harusnya bertanya pada dirimu saja dulu?" tanya Aurora yang kemudian menyimpan tasnya. "Bagaimana dengan program kehamilanmu?" "So far so good." Vanessa mengangguk tanpa ragu. "Cuma memang belum ada hasil saja. Mungkin setelah kuliah Jovi di semester ini berakhir, kami mau mencoba inseminasi saja." "Secepat itu?" Aurora menaikkan sebelah alisnya, menghentikan kegiatan menggunakan sneli. "Apa tidak mau menunggu lebih lama lagi? Bukankah katanya kau mau sekolah lagi?" "Iya sih, tapi entah kenapa pengennya begitu." Vanessa mengedikkan bahu dengan santainya. "Akan lebih baik aku hamil saat sedang kuliah, dibanding melahir

  • My Bad Doctor   150. Gara-Gara Setan

    "Apa yang terjadi di sini," gumam Aurora sembari menempelkan selimut dengan erat ke tubuhnya. "Aku juga tidak tahu," gumam Ardy dengan mata melotot. "Apanya yang tidak tahu brengsek." Dengan kekuatan penuh, Aurora melemparkan bantal ke arah lelaki yang dia temani. "Kau jelas-jelas melakukan sesuatu padaku." "Ya, tapi aku juga tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi." Ardy menjawab, sembari berusaha menghindar. Dia bahkan sampai keluar dari dalam selimut. "Jangan memperlihatkan tubuh telanjang sialanmu itu," pekik Aurora sembari memejamkan mata dengan sangat rapat. "Maaf." Ardy segera berjongkok dan bersembunyi di dekat ranjang. Entah bagaimana, dua orang itu pagi ini berakhir di atas ranjang yang sama dengan keadaan tanpa sehelai benang pun melekat pada tubuh. Padahal kemarin mereka hanya berniat untuk berlibur di daerah sekitar pegunungan yang bisa dijangkau tanpa mendaki, tapi malah berakhir di hotel. Padahal, kemarin rasanya semua baik-baik saja. Setidaknya, sampai huj

  • My Bad Doctor   149. Berlibur Bersama

    "Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Ardy?" Aurora menatap perempuan yang baru saja masuk ke dalam ruangan praktiknya dan langsung memutar mata karena gemas dan kesal. Hanya ada satu orang yang bisa membuat dia kesal, terutama saat jam kerja seperti sekarang. "Tidak bisakah kau berhenti menyelinap ke ruanganku, saat aku sedang bekerja?" Aurora tidak segan untuk menegur, sekalipun dia adalah menantu direktur. Yap. Penyusup itu adalah Vanessa. "Aku tidak menyelinap." Vanessa membantah dan segera duduk di kursi yang tersedia di depan meja dokter. "Aku mendaftar untuk bertemu denganmu tahu." "Sepertinya staff keuangan sangat kekurangan pekerjaan ya?" tanya Aurora dengan nada mengejek. "Bagaimana mungkin kau bisa berkeliaran saat jam kerja seperti sekarang? Kalau ingin bermain, bukankah lebih baik kau mencari Jovi?" "Pekerjaanku sudah selesai." Vanessa mengedikkan bahu dengan santainya. "Entah kenapa, pekerjaan di rumah sakit sebesar ini tidak begitu banyak. Lalu soal Jov

  • My Bad Doctor   148. Dua Orang yang Cocok

    "Untuk apa kau ke sini?" tanya Aurora dengan kedua terlipat di depan dada. "Aku ini pasien loh. Masa kau memperlakukan pasien sejutek itu?" tanya Ardy yang sudah duduk di atas ranjang pasien dengan santainya. "Pasien apanya?" hardik Aurora terdengar kesal. "Kau jelas-jelas terlihat sangat sehat, berbeda dengan saat kau pertama kali datang ke sini." "Tapi aku benar-benar sakit." Ardy bersikeras. "Kalau begitu, bagian mana yang sakit?" Mau tidak mau, Aurora akhirnya bangkit dengan sneli yang dia pegang dengan erat. "Kalau aku tidak menemukan ada penyakit, maka aku akan memukulmu." "Kalau penyakit sih tidak ada, tapi aku terluka." Ardy tiba-tiba saja mengangkat kakinya. Dia tidak perlu menggulung celana untuk menunjukkan luka, karena hari ini menggunakan celana pendek. "Luka apa ini?" tanya Aurora dengan kening berkerut. Kini dia mulai terlihat serius. "Bukankah ini luka bekas gigitan hewan?" "Benar." Ardy mengangguk tanpa ragu. "Tadi pagi, aku digigit anjing tetangga." "

  • My Bad Doctor   147. Jodoh

    "Aurora dan Ardy?" tanya Jovi dengan sebelah alis terangkat. "Apa aku tidak salah dengar?" "Sama sekali tidak." Vanessa menggeleng pelan. "Soalnya, aku kemarin melihat interaksi lucu mereka dan itu menggemaskan. Sepertinya mereka akan cocok." Kening Jovi berkerut menatap istri yang dia peluk. Mereka sedang bersantai di atas ranjang, setelah menghabiskan malam panas bersama. Jovi sih masih ingin sekali lagi, tapi memilih menahan diri karena istrinya lelah. Alhasil mereka hanya berpelukan saja. "Tapi bagiku itu tetap aneh." Sayangnya, pikiran Jovi berbeda dengan sang istri. "Aku rasa sifat mereka bertolak belakang dan bisa memicu konflik." "Memangnya sifat kita tidak bertolak belakang?" Vanessa malah memukul dada bidang sang suami. "Sama sekali tidak." Jovi menyangkal dengan entengnya. "Kita sama-sama orang yang senang cari ribut." "Heh, aku tidak seperti itu ya." Kali ini Vanessa bukan memukul lagi, tapi mencubit. Tentu saja rasanya sakit, tapi Jovi hanya bisa meringis

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status