Home / Romansa / My Bad Doctor / 123. Minta Berapa?

Share

123. Minta Berapa?

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2025-01-04 14:22:02
"Kau baru saja melakukan apa?" Gery bertanya dengan bola mata yang membesar.

"Aku menabrak perempuan gendut itu," jawab Manda dengan santainya, bahkan sambil mengikir kuku.

"Tadi aku kebetulan melihat mereka bergandengan tangan saat menyeberang jalan. Karena kesal, aku langsung asal tabrak saja. Untung hanya perempuan gendut itu yang benar-benar tertabrak," lanjut Manda seolah yang dia katakan bukanlah apa-apa.

"Kau gila." Gery menggeleng pelan. "Kalau dia mati bagaimana?"

"Mana mungkin dia mati." Manda malah menghardik. "Kejadian itu terjadi tepat di depan rumah sakit, jadi pasti dia akan segera diselamatkan. Apalagi perempuan itu kan menantu pemilik rumah sakit yang katanya akan segera bergelar direktur. Dia pasti diutamakan."

"Tapi andaikata dia tidak selamat? Apa yang akan terjadi denganmu?" tanya Gery dengan kedua alis terangkat.

Manda tidak langsung menjawab dan terlihat berpikir terlebih dahulu. Dia bahkan menghentikan kegiatannya mengikir kuku, karena pertanyaan san
5Lluna

Selamat hari sabtu. Nanti malam ada lagi ya.

| Like
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • My Bad Doctor   124. Keguguran

    "Dasar orang gila." Cindy nyaris saja berteriak, ketika masuk ke dalam kamar rawat inap menantunya. "Masa anaknya koma begini malah minta uang tiga ratus juta." "Pantas saja Vanessa selalu terlihat stres ketika membicarakan keluarganya." Danapati mengembuskan napas lelah. "Ternyata mereka memang sakit jiwa." "Tidak apa-apa." Hanya Jovi yang terdengar tenang, walau raut wajahnya jelas tidak terlihat baik-baik saja. "Setidaknya mereka tidak akan berani untuk mendekati Vanessa lagi setelah ini." "Ya, kau benar." Cindy mengangguk paham. "Memang lebih baik meminta mereka untuk membuat surat pernyataan seperti tadi." Saat kedua orang tua Vanessa meminta uang, Jovi memang langsung menyanggupi dengan satu syarat. Keluarga mereka tidak boleh lagi muncul di hadapan Vanessa, apa pun yang terjadi. Memang syarat itu terkesan durhaka, tapi itu rasanya akan lebih baik untuk Vanessa. Orang tua perempuan itu bahkan tidak mau repot-repot menjenguk putrinya yang sedang sekarat setelah menerima

    Last Updated : 2025-01-04
  • My Bad Doctor   125. Waktu Untukmu

    "Keguguran?" tanya Cindy dengan kedua alis terangkat. "Ya." Danapati mengangguk pelan. "Dan sepertinya baik Jovi maupun Vanessa tidak tahu tentang kehamilan itu. Bahkan Jovi mengaku sempat memberikan Vanessa obat untuk menghalangi kehamilan, tapi mungkin lupa diminum karena bertengkar." Cindy terduduk di kursi yang ada di dalam ruangan suaminya. Dia yang sejak tadi menunggu di sana karena Vanessa harus dibiarkan sendiri untuk istirahat, benar-benar merasa sangat terkejut. Padahal cucu adalah hal yang sangat Cindy inginkan, tapi dia malah kehilangan. "Ini mungkin hukuman untukku," bisik Cindy pelan. "Ini pasti karena aku menindas Vanessa dan memaksanya untuk memiliki anak yang tidak mereka inginkan." "Jangan menyalahkan dirimu." Danapati mencoba untuk menenangkan sang istri. "Itu semua terjadi bukan karena dirimu." "Ya." Cindy tidak segan untuk mengangguk, ketika mengingat apa yang terjadi. "Ini semua karena mobil sialan yang tid

    Last Updated : 2025-01-05
  • My Bad Doctor   126. Pengganggu

    "Mahasiswa baru ya?" Jovi mendongak ketika dia mendengar ada suara di sebelahnya. Ada seorang perempuan yang tampaknya lebih muda dari dirinya, tersenyum dengan sangat lebar. Hal yang membuat Jovi mendengus pelan. "Ada masalah dengan status kuliahku?" tanya Jovi kini kembali menatap ke depan. Sekarang ini, Jovi memang sudah mulai menjalankan kuliah kembali dan ini adalah hari pertamanya. Padahal, hari ini bersamaan dengan jadwal operasi Vanessa. Tapi karena dia juga tidak bisa bolos pada semester baru dan hari pertama, jika ingin cepat lulus. Alhasil Jovi memilih untuk pergi ke kampus dengan perasaan was-was. "Tidak ada sih." Bukannya menyerah, perempuan tadi malah duduk di sebelah Jovi yang memang kosong. "Tapi aku boleh berkenalan denganmu kan? Namaku Anna." "Maaf, tapi tidak bisa." Jovi segera menolak dan memilih untuk pindah ke deretan kursi paling belakang, walau dia suka duduk di tengah. "Kenapa tidak bisa?" tan

    Last Updated : 2025-01-05
  • My Bad Doctor   127. Bisu

    "Jovi tunggu dulu." Anna berlarian mengejar lelaki yang dia panggil itu. "Hei, apa kau tidak mendengar?" Tentu Jovi tidak peduli dengan panggilan itu, karena dia sedang terburu-buru. Vanessa masih di ruang operasi, jadi dia harus bergegas pergi ke rumah sakit. Jovi ingin berada di dekat sang istri. "Hei, apa kau tidak mendengar aku." Anna merentangkan tangan di depan motor yang baru saja dinaiki oleh Jovi. "Minggir," gumam Jovi yang sudah siap untuk berangkat. "Aku tidak mau." Sayang sekali, Anna bergeming. "Setidaknya berikan nomor ponselmu sebelum kau pergi." "Minggir sekarang atau aku akan menabrakmu." Jovi kembali meminta disertai dengan ancaman. "Berikan nomor ponselmu, agar kita bisa mengobrol dengan lebih tenang dan... Kyaa." Anna segera menghindar ketika Jovi benar-benar melajukan motornya. Padahal lelaki itu hanya melajukan motor dengan sangat lambat untuk menakut-nakuti. Tentu saja itu membuat Anna langsung menghindar karena takut ditabrak. "Tunggu dulu." Rupa

    Last Updated : 2025-01-06
  • My Bad Doctor   128. Pasangan Seumur Hidup

    "Gangguan bicara kadang terjadi pada pasien dengan pendarahan otak." Dokter bedah saraf memberi tahu. "Efeknya bisa jadi permanen, tapi bisa juga hanya sementara saja." "Saran saya, Mbak Vanessa boleh dicoba untuk terapi bicara saja dulu. Mungkin Dokter Danapati dan Dokter Jovi bisa sekalian ikut membantu. Saya yakin kalian bisa membantu untuk terapi juga." Walau terbalut dengan perban, semua orang tahu kalau Vanessa tengah mengerutkan keningnya. Dia sungguh tidak menyangka akan mendengar penjelasan seperti itu dari dokter yang menanganinya. Padahal, dia bisa bersuara walau tidak bisa merangkai kata. "Tidak apa-apa, Nes." Jovi berusaha untuk tersenyum dan menenangkan istrinya, ketika dokter yang menangani pergi. "Masih diterapi karena ini hanya gangguan sementara saja. Mungkin kau sudah bisa kembali berbicara dengan baik setelah beberapa minggu." Sayang sekali, Vanessa menggeleng. Dia tentu saja menjadi orang yang paling terpukul atas gangguan bicara yang dia alami sekarang in

    Last Updated : 2025-01-07
  • My Bad Doctor   129. Bukan Perempuan

    "Vanessa? Apa yang kau lamunkan?" Yang empunya nama tersentak ketika mendengar suara yang begitu dekat dengannya. Makin terkejut ketika menyadari ada Cinta-sang sahabat, hanya berjarak lima senti dari wajah Vanessa. "Argh." Vanessa refleks mendorong sang sahabat. "Aduh!" Tentu saja Cinta akan mengeluh. "Kau itu kenapa sih?" "Ka ...." Vanessa ingin berbicara lebih banyak, tapi tidak bisa. Bisa mengeluarkan suara seperti barusan saja sudah merupakan kemajuan besar. "Pelan-pelan, Ta. Jangan terlalu membuat dia terkejut, nanti kepala Vanessa bisa berdarah lagi." Kali ini, giliran Lydia yang berbicara. "Cinta yang membuatku terkejut." Vanessa memperlihatkan ponselnya untuk berbicara. "Lagi pula, kenapa kalian harus membuatku terkejut." "Coba lihat dia." Erika berdecak pelan. "Padahal kita sudah susah-susah meluangkan waktu untuk datang menjenguk, tapi dia malah menyalahkan kita. Mana dari sejak kita datang dia cuma melamun saja. Dasar tidak tahu diuntung." Vanessa memutar b

    Last Updated : 2025-01-08
  • My Bad Doctor   130. Istirahat

    "Loh, ada Jovi di sini." Anna tersenyum ketika melihat lelaki yang dia lihat itu. Berbeda dengan Anna, Jovi malah berdecih pelan. Lelaki itu sama sekali tidak senang melihat kehadiran teman kelasnya itu. Apalagi Anna berada di rumah sakit milik keluarganya. "Kenapa kau ada di sini?" Anna mengekori Jovi yang sedang berjalan cepat menuju ke lift. "Apa kau juga berniat untuk nanti bergabung dengan peneliti yang ada di Hospitalia ini?" Tentu saja Jovi memilih untuk tidak menjawab. Dia tidak ingin mengurusi perempuan yang terus mengikutinya itu, karena perlu pergi ke kamar sang istri. Dia sudah sengaja pergi makan siang dan mandi, karena sahabat sang istri datang menjenguk. "Hei, apa kau tidak punya telinga?" tanya Anna terlihat cemberut, ketika masuk ke dalam lift. "Dokter Jovi, sepertinya Mbak yang di sana berbicara dengan dokter." Seorang perawat memberitahu. "Dia tidak bicara denganku," jawab Jovi dengan senyum tipis.

    Last Updated : 2025-01-09
  • My Bad Doctor   131. Sebuah Foto

    "Huh? Siapa yang datang?" Seorang lelaki berseragam polisi berpangkat cukup tinggi, menaikkan sebelah alisnya. "Itu, Pak. Pelapor tabrak lari tempo hari. Yang Bapak tangani kasusnya itu." "Mau apa lagi sih mereka." Pak polisi itu mengeluh. "Suruh saja masuk dulu." Danapati masuk ke dalam ruangan dengan ekspresi tidak senang. Hal yang tentunya tidak membuat si polisi takut, dia bahkan tersenyum lebar. "Aku lihat, tidak ada perkembangan dari kasus tabrak lari menantuku." Danapati langsung bertanya tanpa basa-basi. "Apa Pak Polisi benar-benar menangani hal ini dengan baik?" "Tentu saja kami menanganinya dengan baik." Pak Polisi tadi tersenyum lebar. "Kami sementara melihat rekaman CCTV, tapi itu kan butuh waktu. Apalagi pekerjaan kami kan banyak." "Pekerjaan kalian yang banyak, atau kalian merasa kekurangan uang sogokan?" tanya Danapati dengan senyum miringnya yang mencemooh. "Wah, Pak itu namanya fitnah." Si

    Last Updated : 2025-01-10

Latest chapter

  • My Bad Doctor   149. Berlibur Bersama

    "Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Ardy?" Aurora menatap perempuan yang baru saja masuk ke dalam ruangan praktiknya dan langsung memutar mata karena gemas dan kesal. Hanya ada satu orang yang bisa membuat dia kesal, terutama saat jam kerja seperti sekarang. "Tidak bisakah kau berhenti menyelinap ke ruanganku, saat aku sedang bekerja?" Aurora tidak segan untuk menegur, sekalipun dia adalah menantu direktur. Yap. Penyusup itu adalah Vanessa. "Aku tidak menyelinap." Vanessa membantah dan segera duduk di kursi yang tersedia di depan meja dokter. "Aku mendaftar untuk bertemu denganmu tahu." "Sepertinya staff keuangan sangat kekurangan pekerjaan ya?" tanya Aurora dengan nada mengejek. "Bagaimana mungkin kau bisa berkeliaran saat jam kerja seperti sekarang? Kalau ingin bermain, bukankah lebih baik kau mencari Jovi?" "Pekerjaanku sudah selesai." Vanessa mengedikkan bahu dengan santainya. "Entah kenapa, pekerjaan di rumah sakit sebesar ini tidak begitu banyak. Lalu soal Jov

  • My Bad Doctor   148. Dua Orang yang Cocok

    "Untuk apa kau ke sini?" tanya Aurora dengan kedua terlipat di depan dada. "Aku ini pasien loh. Masa kau memperlakukan pasien sejutek itu?" tanya Ardy yang sudah duduk di atas ranjang pasien dengan santainya. "Pasien apanya?" hardik Aurora terdengar kesal. "Kau jelas-jelas terlihat sangat sehat, berbeda dengan saat kau pertama kali datang ke sini." "Tapi aku benar-benar sakit." Ardy bersikeras. "Kalau begitu, bagian mana yang sakit?" Mau tidak mau, Aurora akhirnya bangkit dengan sneli yang dia pegang dengan erat. "Kalau aku tidak menemukan ada penyakit, maka aku akan memukulmu." "Kalau penyakit sih tidak ada, tapi aku terluka." Ardy tiba-tiba saja mengangkat kakinya. Dia tidak perlu menggulung celana untuk menunjukkan luka, karena hari ini menggunakan celana pendek. "Luka apa ini?" tanya Aurora dengan kening berkerut. Kini dia mulai terlihat serius. "Bukankah ini luka bekas gigitan hewan?" "Benar." Ardy mengangguk tanpa ragu. "Tadi pagi, aku digigit anjing tetangga." "

  • My Bad Doctor   147. Jodoh

    "Aurora dan Ardy?" tanya Jovi dengan sebelah alis terangkat. "Apa aku tidak salah dengar?" "Sama sekali tidak." Vanessa menggeleng pelan. "Soalnya, aku kemarin melihat interaksi lucu mereka dan itu menggemaskan. Sepertinya mereka akan cocok." Kening Jovi berkerut menatap istri yang dia peluk. Mereka sedang bersantai di atas ranjang, setelah menghabiskan malam panas bersama. Jovi sih masih ingin sekali lagi, tapi memilih menahan diri karena istrinya lelah. Alhasil mereka hanya berpelukan saja. "Tapi bagiku itu tetap aneh." Sayangnya, pikiran Jovi berbeda dengan sang istri. "Aku rasa sifat mereka bertolak belakang dan bisa memicu konflik." "Memangnya sifat kita tidak bertolak belakang?" Vanessa malah memukul dada bidang sang suami. "Sama sekali tidak." Jovi menyangkal dengan entengnya. "Kita sama-sama orang yang senang cari ribut." "Heh, aku tidak seperti itu ya." Kali ini Vanessa bukan memukul lagi, tapi mencubit. Tentu saja rasanya sakit, tapi Jovi hanya bisa meringis

  • My Bad Doctor   146. Menarik

    "Jovi sedang tidak praktik hari ini. Dia ada kuliah." Ardy langsung menoleh, ketika dia mendengar suara yang dikenalnya. Senyum lebar mengembang, ketika dia sudah melihat perempuan yang empunya suara. Suara yang sebenarnya masih dia rindukan. "Hai." Ardy hanya bisa mengangkat tangan sebagai sapaan. "Sudah lama tidak bertemu." "Beberapa bulan memang cukup lama." Vanessa mengangguk tegas. "Tapi kenapa kau datang ke sini?" "Aku berobat pada suamimu," jawab Ardy tanpa ragu. "Tapi aku dengar, dia sedang tidak praktik ya?" "Sekarang Jovi sedang berkuliah untuk mengambil spesialis. Akan sulit baginya untuk sering praktik. Kalau mau, aku bisa merekomendasikan dokter yang lain." "Tentu saja." Ardy dengan cepat mengangguk. "Lagi pula, aku memang butuh dokter." "Kalau begitu, tolong daftarkan untuk dokter Aurora." Vanessa memberitahu perawat yang sedang berjaga di konter registrasi. Setelah mengatakan it

  • My Bad Doctor   145. Dua

    "Aku bingung." Vanessa mengerutkan keningnya. "Mana yang harus aku ambil untuk kuliah S2? Administrasi rumah sakit, atau manajemen rumah sakit? Bedanya apa?" "Untuk apa kau mengambil S2?" Jovi membalas pertanyaan sang istri, dengan pertanyaan lainnya. "Tentu saja aku harus belajar lebih banyak tentang itu kan?" Vanessa segera meminta suaminya duduk di atas ranjang, kemudian mengambil alih handuk yang lelaki itu pegang. "Walau mungkin tidak bisa menjadi direktur, tapi aku tetap ingin mempelajari banyak hal. Biar bagaimana, kau butuh istri yang mengerti seluk beluk rumah sakit dengan baik dan benar bukan?" Vanessa mengatakan itu, sembari mengeringkan rambut basah suaminya. Jovi hari ini memang pulang sedikit terlambat dan berakhir harus mandi malam. Dia yang tidak suka menggunakan hair dryer, kini membiarkan sang istri yang mengeringkan rambutnya dengan handuk saja. "Tapi nanti kau bisa lelah." Sang dokter berusaha untuk menasihati istrinya. "Sekarang ini kau juga bekerja di b

  • My Bad Doctor   144. Dipaksa

    "Perkenalkan, ini menantuku Vanessa." Danapati mengulurkan tangannya dengan senyum cerah, untuk menggandeng perempuan yang dia panggil. "Ke depannya, kalian semua akan sering bertemu dengan dia, karena Vanessa akan bergabung di rumah sakit kita," lanjut Danapati, sembari melihat semua orang yang menghadiri rapat hari ini. "Selamat siang semuanya. Saya Vanessa yang mulai minggu depan, akan ikut bergabung dengan rumah sakit ini, sebagai staff bagian keuangan." Jovi mengembuskan napas pelan ketika istrinya selesai memperkenalkan diri. Rasanya, sudah satu minggu belakangan ini dia terus dan terus dikejutkan dengan keputusan sang istri. Seperti apa yang terjadi kemarin. "Kenapa kau selalu memberikanku kejutan?" tanya Jovi yang segera menggandeng sang istri, keluar dari ruangan rapat. "Memangnya Vanessa memberi kejutan apa lagi?" Danapati yang ikut berjalan dengan kedua anaknya bertanya. "Kemarin Vanessa memutuskan pergi ke dokter kandungan untuk konsultasi dan program keha

  • My Bad Doctor   143. Dokter Kandungan

    "Hey, Vi. Sesekali nongkrong sama kita dong. Jangan pulang cepat terus." Yang empunya nama meringis pelan, ketika mendengar suara teman-temannya yang terdengar sangat keras itu. Padahal, dia sedang merekam pesan suara untuk sang istri. "Kalian ini jangan terlalu ribut dong." Jovi langsung protes. "Coba lihat ini, pesan suara yang berisi suara kalian, malah terkirim pada istriku." "Astaga, Vi!" Salah seorang teman seangkatannya hanya bisa menggeleng. "Memangnya kenapa kalau istrimu dengar? Toh, kita hanya akan pergi nongkrong. Bukan mengajakmu pergi selingkuh." "Iya tahu. Tapi kalau istriku dengar, nanti dia malah mengusirku pergi bersama kalian." "Loh? Bukannya itu bagus?" tanya teman yang lain. "Sama sekali tidak, karena aku akan lebih memilih untuk menemani istriku pergi terapi. Jadi, sekarang aku akan pulang saja." Jovi dengan cepat melangkah pergi. Dia ingin menghindari teman-temannya yang senang sekali menanyakan terlalu banyak hal. Sesuatu yang membuat Jovi nyari

  • My Bad Doctor   142. Menjagamu

    "Aku tidak menyangka akan punya waktu ngobrol berdua dengan Kak Ben." Mendengar namanya dipanggil, Ben langsung mendongak. Dia bisa melihat adik iparnya baru saja duduk di kursi kosong di depannya. Mengesalkan, tapi Ben sendiri yang mengundang lelaki itu datang. "Jadi, kenapa Kak Ben mengundangku makan malam?" tanya Jovi dengan senyum lebar. "Kak Ben tidak suka padaku kan?" "Apa kau ingin mati?" Ben tidak segan untuk bertanya dengan kasar. "Tentu saja belum." Jovi menjawab dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. "Biar bagaimana, aku masih harus menemani Vanessa sampai tua." "Senang kau punya pemikiran yang bijaksana seperti itu." Ben mengembuskan napas pelan, sebelum menenggak segelas wine yang sudah dia pesan lebih dulu. "Pesan saja dulu, kau mungkin lapar setelah kuliah panjang. Aku dengar kau mengambil spesialis." Ben mengangkat tangan untuk memanggil pramusaji restoran. "Aku senang karena kakak iparku pengertian." Jovi menggosok kedua tangan, ketika melihat menu yan

  • My Bad Doctor   141. Memaafkan

    "LEPASKAN AKU." Manda berteriak, ketika ada dua orang polisi yang memeganginya. "Aku harus membunuh perempuan sialan itu." "Singkirkan dia dari sini." Si pengacara memberi perintah pada polisi, walau itu mungkin terdengar arogan. "Kalian tidak apa-apa?" tanya si pengacara, menghampiri kliennya yang terjatuh ke atas lantai. "Tidak apa-apa." Jovi menggeleng pelan. "Bagaimana denganmu, Nes?" "APA KAU GILA ATAU MATI RASA?" Baru juga menoleh, Jovi sudah menemukan ponsel berisi pesan di depan matanya. "Lenganmu tadi tertusuk." Vanessa kembali memperlihatkan pesan yang sudah dia ketik. "Benarkah?" Setelah diberitahu, barulah Jovi menatap ke benda yang masih menancap di lengannya. "Oh, Astaga!" Si pengacara jadi panik sendiri. "Kau harus segera ke rumah sakit," lanjutnya menanggalkan kesopanan. "Apa kau lupa? Aku ini dokter." Jovi tersenyum miring, sembari memegang benda yang menusuk lengannya itu. Kalau diumpamakan, Jovi rasanya seperti tertusuk oleh pulpen dengan ujung y

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status