- - - Pagi harinya, Rey sama sekali tidak menyadari apa yang terjadi. Dia membuka mata, mengerjap berkali-kali dan plafon kamar yang tidak asing menyambut. Dia terus saja mengumpulkan kesadaran sebelum akhirnya mendapati sosok yang sangat dicintai tengah bolak-balik dari lemari ke sisi ranjang. B
Setelah sukses memuntahkan hampir semua isi perutnya, Bumi pun menatap pantulan Wajahnya sendiri. Di depan cermin dia berpikir keras, kenapa bisa muntah-muntah padahal tidak pernah seperti ini sebelumnya. Mungkinkah karena keseringan lembur dan terlambat makan? Namun, Bumi dengan yakin menampik s
"Sayang, apa kamu sudah tidur?" tanya Rey yang datang dengan nampan berisi semangkuk bubur, obat dari dokter serta air putih. Dia terus mendekati Bumi yang berbaring di ranjang dengan posisi memunggungi. "Sayang ...." Menghela napas berat, Rey lantas duduk di sisi ranjang setelah meletakkan barang
Bumi menepis tangan Rey dan kembali menutupi seluruh tubuh dengan selimut, lantas menangis sejadi-jadinya. Bagi Bumi percuma berbicara karena dia akan tahu hasilnya. Rey dan dia tidak sepemikiran. - - - Hari berikutnya, Rey sengaja bangun lebih awal karena tahu Bumi sedang tidak baik-baik saja.
"Bumi ... aku bisa jelaskan. Aku bisa jelaskan Sayang. Tolong kamu jangan salah paham," ucap Rey. Bibirnya yang sudah pucat mulai bergetar. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan istrinya lakukan jika mengetahui kenyataan yang disembunyikan ini. "Sini, kita bicara," lanjut Rey sembari mengulurka
Setibanya di rumah utama Adiyaksa, Bumi bergegas masuk ke kamar dan melewati Oneng yang keheranan. Bukan tanpa sebab Oneng demikian baginya ini memanglah aneh karena Bumi tidak pernah datang tanpa memberi kabar.Terlebih lagi kedatangan Bumi kali ini agak berbeda. Wajah majikannya itu terlihat bengka
"Apa maksudmu?" tanya Yota. Dia tersinggung dituding seperti itu. "Halah, jangan sok tersinggung. Kamu sengaja kan datang ke sini? Mau apalagi kamu? Apa kamu mau celakai Bumi lagi?" cecar Sakha, lantas mencemooh Yota dengan tarikan sebelah bibir. "Jangan asal tuduh kamu!" balas Yota tak kalah nyol
"Mbak, bisa beri saya obat merah?" pinta Yota ketika baru saja tiba di depan etalase sebuah apotek. Matanya yang sembab melihat isi lemari kaca tersebut demi mencari benda yang diinginkan. Sekarang tidak hanya hati yang sakit, tangannya juga mulai berdenyut hebat dan itu semua karena Sakha. "Dan ju