Setibanya di rumah utama Adiyaksa, Bumi bergegas masuk ke kamar dan melewati Oneng yang keheranan. Bukan tanpa sebab Oneng demikian baginya ini memanglah aneh karena Bumi tidak pernah datang tanpa memberi kabar.Terlebih lagi kedatangan Bumi kali ini agak berbeda. Wajah majikannya itu terlihat bengka
"Apa maksudmu?" tanya Yota. Dia tersinggung dituding seperti itu. "Halah, jangan sok tersinggung. Kamu sengaja kan datang ke sini? Mau apalagi kamu? Apa kamu mau celakai Bumi lagi?" cecar Sakha, lantas mencemooh Yota dengan tarikan sebelah bibir. "Jangan asal tuduh kamu!" balas Yota tak kalah nyol
"Mbak, bisa beri saya obat merah?" pinta Yota ketika baru saja tiba di depan etalase sebuah apotek. Matanya yang sembab melihat isi lemari kaca tersebut demi mencari benda yang diinginkan. Sekarang tidak hanya hati yang sakit, tangannya juga mulai berdenyut hebat dan itu semua karena Sakha. "Dan ju
"Itu, ada Tuan Reyden di depan. Katanya ingin bertemu Nona," sahut Oneng. Bumi berdengkus, lantas merebah malas di ranjang menatap plafon kamar yang berwarna putih tulang. "Untuk apa dia ke sini? Apa dia berpikir aku akan memaafkannya? Apa dia pikir kesalahannya ini mudah untuk aku maafkan?" Bumi
"Apa?" teriak Sakha dengan rahang mengetat. Setelah mendengar cerita Bumi dia jadi sangat kesal. Bumi, bagi Sakha adalah makhluk berjenis kelamin perempuan yang sangat rumit jika sudah berhadapan dengan pekerjaan. Sahabatnya itu akan jadi lupa daratan, tidak tahu diri karena selalu memosisikan peke
"Ya, aku tau. Kamu peduli dengan hubunganku dan Rey. Tapi aku mohon padamu, mungkin ini terdengar egois tapi ini rumah tangga kami. Jadi kamu tidak berhak ikut campur. Aku mencintainya." "Cinta?" Sakha terkekeh menahan kesal. Dia sampai berputar badan berharap letupan emosi dalam dada mereda. Namun
Sudah lama Yota menemani sang ibu yang terbaring tidak sadarkan diri. Sampai rasa lelah membuat gadis itu beranjak dari duduk dan keluar. Di depan pintu dia melihat dua polisi dari rutan tetap berjaga dengan sigap. Wajah mereka tampak kaku dan hanya sesekali saja menyapa. "Bagaimana keadaan Mama?"
"Tidak ada yang bisa seorang wiraswasta kecil seperti aku hadapi. Paling hanya berpikir keras bagaimana memutar modal agar bisa menjadi laba. Mengelola toko roti tidak mudah," sahut Yota, setelah itu menyikut lengan saudaranya. "Bagaimana kafemu?" "Yah begitulah. Banyaknya saingan membuat aku harus