"Sudah?" Sakha bertanya pada Bumi yang sedang memasukkan ponsel dan beberapa berkas dalam tas. Keduanya baru saja selesai bernegosiasi bisnis dengan seorang investor asing di sebuah restoran bintang lima. "Iya, Udah. Tapi kamu duluan saja. Aku mau ke toilet dulu. Mau benerin make up. Nanti aku lan
Keesokan paginya seperti biasa Rey akan berjalan dengan sombongnya menyusuri koridor sekolah. Dia sama sekali tidak mempermasalahkan tatapan para murid yang ada di sana. Dia menganggap bisik-bisik mereka hanyalah bentuk kecemburuan. Ingat kata pepatah lama, sirik tanda tak mampu. Akan tetapi yang t
"Minggir!" sentak Ricky lagi. "Kenapa teriak-teriak? Aku tidak tuli, Rick," balas Nuna sembari menutup telinga. "Lalu, kenapa menghalangi jalan?" Mata Ricky memerah kali ini. "Karena aku berguru sama kamu," balas Nuna ambigu. Ricky yang sedang kesal makin berang. Dia kembali mengepalkan tangan
"Mau ikut aku ke suatu tempat?" tanya Rey. Nuna mendongak menatap Rey. Matanya mengerjap seakan-akan tengah mencari tahu arah pikiran Rey. Bukankah seharusnya pria itu sedih setelah dihina sedemikian rupa? Namun, yang ada dia justru tersenyum dan tampak lebih tenang. "Kita mau ke mana?" Nuna berta
"Rey, apa kamu waras?" sentak Nuna. Jujur saja dia tidak terpengaruh akan rahasia Rey sebelumnya. Namun, saat mengetahui kalau ada seorang perempuan yang terluka tentulah dia tidak bisa diam saja. Dia perempuan dan menyadari bagaimana hancurnya perasaan perempuan lain saat suami tercinta bermain san
[Lihatlah! Kamu juga sudah dibuang] Pesan itu membuat Bumi yang duduk tenang di balik meja kerja jadi mengerjap tanpa bisa berkata apa-apa. Sedetik kemudian dia menggeram, giginya bahkan bergemerutuk ketika membaca pesan Yota sekali lagi serta melihat dengan seksama potret Rey yang sedang tertawa d
"Apa?" Prita melotot. Dia shock luar biasa. "C-coba u-ulangi," ulang Prita terbata-bata. Nanar dia menatap Nuna dan Rey secara bergantian seakan-akan ingin memastikan kebenaran. Dan bungkamnya Rey dan Nuna membuat Prita limbung seketika. Beruntung Rey dengan cepat menahan tubuh ibunya itu. "Mimi t
"S-sayang, kamu kenapa ke sini?" tanya Prita. Semburat kepanikan begitu kentara. Dia pun mendekat sembari menghalangi pandangan Bumi. Dalam pikirannya jangan sampai Bumi melihat ke halaman samping rumah. "Memangnya kenapa, Mi?" tanya Bumi balik. Dia yang masih lengkap dengan style wanita karier pun
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai