"Apa?" Prita melotot. Dia shock luar biasa. "C-coba u-ulangi," ulang Prita terbata-bata. Nanar dia menatap Nuna dan Rey secara bergantian seakan-akan ingin memastikan kebenaran. Dan bungkamnya Rey dan Nuna membuat Prita limbung seketika. Beruntung Rey dengan cepat menahan tubuh ibunya itu. "Mimi t
"S-sayang, kamu kenapa ke sini?" tanya Prita. Semburat kepanikan begitu kentara. Dia pun mendekat sembari menghalangi pandangan Bumi. Dalam pikirannya jangan sampai Bumi melihat ke halaman samping rumah. "Memangnya kenapa, Mi?" tanya Bumi balik. Dia yang masih lengkap dengan style wanita karier pun
"Sekarang perhatikan caraku," ujar Nuna. Dia tersenyum. "Memangnya kamu mau apa?" balas Rey. Mendadak dia merasa tidak enak saat melihat senyum percaya diri yang diperlihatkan oleh Nuna. "Kamu ingin aku jadi pacar kamu di depan mama kamu, 'kan?" tanya Nuna. Rey mengangguk. "Masalahnya Mimi bukan
Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Semua karyawan sudah pulang dari kantor. Di sana hanya Bumi yang masih berkutat dengan kerjaan. Bukan tanpa sebab dia begitu. Baginya bekerja adalah cara untuk mempertahankan kewarasan. Dia takut jika tidak melakukan apa-apa akan membuatnya makin terlihat m
"Rud, ini apa tidak apa-apa kita bawa dia masuk ke dalam?" tanya seorang pria berseragam sekuriti. Dia terlihat agak kelimpungan menahan berat badan Bumi. "Tidak apa-apa. Lagi pula kita bisa apa? Dia datang naik taksi ke sini. Ini juga sudah malam, To. Tidak mungkin kita pulangkan dia dengan kondis
"Astaga! Kenapa aku bisa tidur di sini?" gumam Bumi. Dia panik dan secara spontan melompat dari ranjang, lantas mengemas semua barang-barangnya yang berantakan di lantai. Tidak lupa pula dia menyisir rambut serta membersihkan bagian mata. "Gila, kenapa aku bisa berakhir di sini?" gumam Bumi lagi. D
"Kamu tidak apa-apa?" tegur Nuna pada Rey yang duduk sendirian di kursi samping lapangan basket. "Mau tidak? Ini segar, loh. Manis, sepertiku," lanjut Nuna lagi sembari menyodorkan es loli. Rey yang sedang duduk pun mencebik, tapi tetap menerima pemberian Nuna itu. Es loli, ya es loli jajanan jama
[Apa sudah kamu atur semuanya?] "Kamu kirim pesan ke siapa?" Pertanyaan Sakha yang tiba-tiba seperti itu membuat Yota yang sedang berkirim pesan dengan seseorang tersentak. Gadis itu menutup layar ponselnya dan meletakkan ke paha agar pesan yang dia ketik tadi tidak dilihat Sakha. "Bukan siapa-si
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai