Qai yang melihat sang adik duduk seorang diri di depan televisi itu langsung bergegas menghampiri. Duduk di samping Mai, lalu merentangkan satu tangan di sepanjang bahu sang adik yang tengah duduk bersandar.
“Lembur?” tanya Mai yang hanya melirik sekilas pada Qai.
“Gak,” jawab Qai lalu menatap perut Mai yang kini sudah mulai terlihat. “Habis makan malam sama om Bira, sama investor juga.” Satu tangan lainnya lalu mengusap perut Mai tanpa izin.
“Tangan!” hardik Mai sambil memukul punggung tangan Qai dengan keras. “Aku ini istri orang, jangan pegang-pegang sembarangan.”
“Astaga, Maaiii. Kayak dipegang sama orang lain aja!” Qai balas menghardik tapi kembali meletakkan tangannya di atas perut sang adik. “Gak ngerti, gimana anakmu nanti, kalau punya mami galaknya kayak kam
Moon maap yak, untuk beberapa hari ke depan, updatenya mungkin agak nyendat atau mungkin gak update. Saia ada keperluan keliling kota dulu soalnya. ehehehe ... kisseedd ...
“Ini, gimana konsepnya?” Raj yang baru masuk kamar itu, memandang penampilan sang istri dari ujung rambut hingga kaki. Di mata Raj, dress yang saat ini dipakai oleh sang istri, sungguh tidak bisa dipakai untuk pergi makan siang bersama rekan kerjanya. “Konsep apa?” Mai merai flap bag yang sudah ia siapkan sebelumnya lalu menghampiri Raj. Merasa sudah sangat siap untuk segera pergi ke restoran bersama sang suami. “Bajumu, Mi. Terlalu seksi,” ujar Raj lalu menangkup kedua bahu Mai dan membalik tubuh yang sudah semakin berisi itu. “Ganti dengan yang lain.” Mai sontak menggeliat agar kedua tangan Raj itu lepas dari tubuhnya. Kembali berbalik dan memberi tatapan datarnya. “Seksi gimana? Ini juga dress lama. Bajuku yang baru-baru kan ada di rumah semua.”
Mai dan Raj terdiam sejenak di tempat, ketika melihat beberapa orang yang sudah lebih dahulu mengelilingi meja makan. Kemudian, keduanya saling melempar pandang. “Kenapa ada Endy di sini?” tanya Mai dengan suara yang terdengar sangat pelan. “Emang kamu gak tahu, Pi?” Raj sedikit menunduk dan juga berbicara sama pelannya. “Kalau tahu, sudah aku bilang dari kemarin,” ujar Raj kembali mengajak sang istri untuk menghampiri meja makan. Dari ekspresinya, wajah Endy pun melukiskan keterkejutan yang sama. Itu berarti, pria itu juga tidak mengetahui kalau salah satu orang yang akan ditemuinya kali ini adalah pria yang pernah berkelahi dengannya. Setelah saling berjabat tangan dan berkenalan dengan dua orang yang memang baru dikenal, kedelapan orang tersebut akhirnya duduk melingkari meja makan dan saling berbasa-basi terlebih dahulu. Sementara itu, baik, Mai, Raj dan Endy berlakon seolah mereka bertiga tidak saling mengenal sama sekali. “Ibu ju
Mai menggeliat seraya membuka kelopak mata. Memandang punggung sang suami yang tengah duduk dan sedang sibuk dengan laptopnya. Suara jemari yang tengah menari di atas keyboard, membuat Mai menyimpulkan kalau saat ini Raj tengah mengerjakan sesuatu. “Dulu, aku gak boleh bawa kerjaan ke rumah,” sindir Mai lalu memiringkan tubuhnya agar lebih leluasa melihat Raj. “Kamu sendiri, libur-libur malah ngerjain kerjaan kantor.” Raj langsung menegakkan tubuh. Menutup laptop, lalu membalik tubuhnya untuk melihat Mai. “Udah bangun?” “Belum, masih tidur,” decak Mai dengan memajukan bibirnya. Raj terkekeh lalu bangkit untuk menghampiri sang istri. Menjatuhkan tubuhnya dengan bertelungkup di sepanjang kaki Mai, yang reflek merubah posisi tidurnya hingga bertelentang. Kedua tangan Raj langsung menangkup perut buncit itu, lalu menjatuhkan satu kecupan hangat di atas sana. “Nanti, kalau udah besar, jangan jutek seperti Mami, ya,” bisik Raj tepat di atas perut sa
“Harusnya bilang kalau mau pulang telat!”Raj menelan ludah, ketika melihat ayam panggang yang baru saja diletakkan Mai di atas kitchen island. Tidak mengacuhkan kekesalan sang istri mengenai kepulangannya, yang hanya telat setengah jam dari biasanya.Semakin hari, berat tubuh Raj kini semakin bertambah saja. Mai selalu menjejalkan makanan yang dibuatnya ke mulut Raj tanpa boleh ditolak sama sekali. Jika sekali saja Raj berani menolak, maka urusannya akan semakin panjang saja.“Pi! Aku ngomong itu ditanggapin, jangan diem aja!” oceh Mai masih melanjutkan gerutuannya.Raj melonggarkan dasinya sembari melangkah menghampiri sang istri. Sementara jasnya, sudah ia lepas sejak memasuki ruang tengah dan ia lemparkan saja sekenanya ke arah sofa.“Cuma telat setengah jam, Mi,” ungkap Raj lalu memeluk sang istri dari samping dan menjatuhkan satu kecupan di pipi. “Presentasi vendor yang ikut tender agak molor, jadi te
Jika ada sesuatu yang paling membahagiakan, setelah Mai mengetahui bahwa dirinya tengah berbadan dua, hal tersebut adalah bisa kembali menginjakkan kaki di Casteel High. Mai sangat rindu dengan suasana kesibukan di kantor dan semua tentang hal tersebut.Sebenarnya, Mai juga sangat rindu dengan suasana tegang yang berada di persidangan. Membungkam lawan dengan semua kata-kata pedas darinya dan melihat pihak yang berseberangan dengan bungkam seribu bahasa. Sungguh, hal tersebut membuat kepuasan tersendiri di hati Mai.Raj menggeleng dan berdecak sinis ketika melihat istrinya berdiri dan berbalik setelah merias diri di depan meja kebesarannya. “Kamu, mau ke kantor apa mau ke pesta, menor begitu.” Menghampiri Mai, Raj kemudian mengambil tisu basah yang selalu ada di atas meja rias sang istri. Mengusap tisu tersebut ke wajah Mai agar seluruh riasan yang ada di atasnya kacau balau.“Papi!” Mai memukul tangan Raj berkali-kali dan berusaha untuk
Bira berdecak berkali-kali, ketika pada akhirnya ia kembali bertemu dengan Mai. Semenjak berhenti dari Casteel High, Bira memang sudah sangat jarang bertemu dengan keponakan perempuannya yang satu itu. Selain karena Mai lebih banyak menyibukkan diri di rumah dan menjalani perannya sebagai seorang istri, Bira belakangan ini juga sering pulang pergi Singapura untuk mengurus beberapa hal. Oleh sebab itu, keduanya kini sudah jarang saling bertegur sapa secara langsung. “Si Mami, makin berisi aja,” celetuk Bira ketika menyapa Mai yang baru masuk ke ruangannya. “Maksud, Om, aku gendutan gitu?” Tatapan datar itu, langsung membuat Bira beranjak dari kursi kebesarannya, untuk menghampiri Mai yang baru duduk di salah satu sofa di ruang kerja Bira. “Berisi, Sayang, berisi,” sahut Bira sembari menahan tawanya. “Om, mau nyuruh Yasmen nikah aja setelah wisuda. Biar cepat dapat cucu, kayak ayahmu.” Mai memajukan bibir bawahnya, karena ledekan Bira me
Mai keluar dari ruang rapat sembari menggandeng lengan Qai dengan erat. Ikut masuk ke ruang sang kakak seraya menunggu Raj, yang siang hari ini menyempatkan diri menjemput Mai untuk makan siang. Pekerjaan sang suami memang sudah tidak sepadat dahulu kala, jadi Raj sudah bisa keluar kantor ketika jam istirahatnya tiba. Seperti saat ini, meskipun ada supir pribadi yang bisa mengantarkan Mai ke mana pun, tapi Raj ngotot ingin menjemput Mai seorang diri di Casteel High. “Kata enda, calon bayimu perempuan, ya, Mai?” Qai menutup pintu kerjanya setelah Mai lebih dahulu masuk ke dalam. “Hu’um.” Mai berjalan pelan menuju kursi kebesaran Qai lalu duduk di sana dengan helaan lega. Duduk bersandar memejamkan mata, sembari menarik napas dalam-dalam untuk menikmati suasana yang sudah lama tidak dirasakannya. “Pasti cantik kayak aku.” Qai berdecih seraya menghempas tubuhnya di sofa. “Sejak kapan kamu jadi narsis begini?” “Bawaan bayi.” Mai menjawab sekenanya
Beberapa minggu berlalu dari pertemuannya dengan Byakta, Mai bertemu Yasmen ketika sedang berkunjung ke kediaman Sagara. Gadis manja itu, tengah bergelayut manja pada lengan Pras seolah tengah merayu untuk meminta sesuatu. Mai yang anak kandung saja tidak pernah bersikap seperti itu kepada Pras. Namun, Yasmen bisa dengan seenaknya menempel dengan semua orang dengan mudahnya. “Eh, lepasin tangan, lo!” titah Mai menunjuk Yasmen dengan wajah datarnya. Yasmen yang terkejut karena kedatangan Mai secara tiba-tiba itu sontak melepas tangannya. Dengan segera menjaga jaraknya dengan Pras. Dari semua sepupu yang dimilikinya, Yasmen memang sedikit segan dengan Mai. “Mai …” lirikan Sinar begitu tajam ketika mendengar ucapan putrinya yang terdengar tidak sopan. “Udah mau jadi ibu, kalau ngomong harus dijaga baik-baik. Jangan la, lo, la, lo. Yang sopan. Lagian kenapa juga kalau Yasmen nempel sama Ayah, kalian itu saudara. Ayahmu, ya, Ayah Yasmen juga.” “Tapi Yasmen
Hola Mba beb ...My Arrogant Lawyer beneran tamat, kok. :D :D :DMeskipun saia juga gak rela, tapi, udah waktunya mup~on. Jadi cukup sekian dan terima kasih banyak sudah nemeni Pras sama Sinar sampai beranak pinak di GoodNovel.Sediih ... karena buat saia pribadi, Pras sama Sinar emang tokoh yang paling EUGH!, sampai saia bawa karakter mereka ke GN dengan cerita yang berbeda.Udahan curcolnya, eheheh ... Dan seperti janji saia waktu itu, ada hadiah tambahan untuk top fans setelah MAL tamat yakk. Datanya saia ambil per tanggal 20 Jan 2022 tepat pukul 20.00 WIB 1. Shifa Chibii : 500 koin GN + pulsa 200rb2. Fidyani - : 500 koin GN + pulsa 200rb3. Rafa Damanhuri : 300 koin GN + pulsa 150rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshood ID lewat DM Igeh @kanietha_Kok top fans 1 dan 2 sama dapatnya? Karena total gem yang diberikan ke MAL jumlahnya sama, jadi biar fair, yakk. Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi senin bisa
Pagi yang sibuk. Seperti itulah gambaran hari libur yang selalu dihadapi oleh Mai selama lima tahun belakangan ini. Setelah bangun di pagi hari, ia akan selalu menuju dapur terlebih dahulu untuk membuat camilan juga sarapan, untuk dua orang penghuni yang masih tertidur dengan begitu lelap. Di hari libur seperti ini, putri Mai pasti akan mengungsi ke kamarnya dan mereka akan selalu berakhir dengan tidur bertiga. Meskipun ingin protes karena jatah malamnya akan berkurang, tapi Raj tidak bisa menolak jika putri kecil mereka sudah merengek untuk minta tidur bersama. Tidak hanya itu, Raj merupakan seorang ayah yang sangat memanjakan putri semata wayang mereka itu. Apapun yang gadis kecilnya itu minta, Raj pasti akan menurutinya tanpa kata tapi. “Mamiii …” Langkah kecil yang tergesa itu berlari memasuki dapur dengan ma
Dengan iming-iming bahwa Rajlah yang nantinya akan mengurus bayi mereka saat malam menjelang, ketika telah lahir. Akhirnya, Mai setuju untuk bertahan dan melahirkan secara normal. Meskipun, banyak drama yang diciptakan dan entah sudah berapa luka serta cubitan yang telah diterima, Raj hanya pasrah saja. Karena ada masanya nanti, ia akan membalas semua ‘dendam’ saat ini pada Mai. Tunggu saja saat masa nifas istrinya itu selesai, maka Raj benar-benar akan membalasnya. Sampai pada akhirnya, Raj benar-benar terhenyak ketika kuku-kuku nan lentik dan terawat itu kembali menusuk pada luka yang sama. Hanya saja, kali ini tancapan kelima jemari itu lebih bertenaga dari yang sudah-sudah. Ditambah, jeritan sang istri yang sangat panjang itu, ternyata mengakhiri semua perjuangan seorang Mai. Seorang bayi perempuan nan cantik, akhirnya lahir ke dunia dengan penuh perjuangan. Mendengar tangis pertama yang begitu kencang dari bayi mungil mereka, membuat Raj seketika menitikkan air
Begitu keluar dari mobil yang berhenti di depan lobi pintu rumah sakit, Sinar langsung menelepon Raj untuk bertanya mengenai kamar yang Mai tempati saat ini. Namun, satu hal yang membuat Sinar akhirnya menggelengkan kepala, karena putri dan menantunya itu masih berada di sebuah restoran Padang. Mai masih belum mau beranjak dari sana, karena beralasan perutnya masih terlalu penuh, sehingga enggan untuk melangkah. Pada akhirnya, Sinar dan Pras hanya bisa menjenguk Sila untuk sementara sembari menunggu Mai sampai ke rumah sakit. Sebenarnya, Sinar hendak mengomeli Qai karena tidak memberinya kabar sama sekali mengenai kondisi Sila. Putranya itu juga tidak mengangkat, ketika Sinar meneleponnya. Hingga rasa penasaran bercampur kesal, kini hendak ia luapkan pada putranya itu, sampai Sinar merasa puas. Namun, setelah Sinar dan Pras masuk ke dalam ruangan yang ditempati Sila saat ini, semua rasa kesal itu akhirnya hilang. Melihat Sila yang benar-benar terbarin
Pikiran Sinar dan Pras kali ini benar-benar terpecah. Sungguh merasa tidak nyaman dengan Bira dan sang istri. Setelah pagi tadi Qai tidak bisa menghadiri pernikahan, karena harus menjaga Sila yang mendadak pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kini, Raj menelepon untuk mengabarkan hal yang sama. Tidak bisa menghadiri akad nikah yang akan berlangsung, karena kondisi Mai yang mulai kontraksi dan harus berangkat ke rumah sakit. “Gimana?” tanya Pras setelah Sinar kembali menelepon Raj. “Ini lagi mau jalan ke rumah sakit.” Sinar meraih tangan Pras dan meremasnya dengan kuat. Menyalurkan kecemasan yang kini tengah menggelayut di hatinya. Melahirkan seorang anak ke dunia tidak akan pernah mudah. Untuk itulah, rasa cemas di hati Sinar kini semakin menjadi-jadi. “Sudah ngomong sama Bira?” Pras mengangguk. “Sudah, setelah akad nikah selesai. Kita langsung ke rumah sakit.” “Aku gak enak sama Bira kalau begini,” keluh Sinar. “Terus maumu itu bagaima
Sejak kejadian hari itu, Raj sangat berhati-hati dalam mengeluarkan ucapannya. Semua Raj lakukan demi calon putrinya, demi Mai dan tentu saja demi keluarga kecilnya. Mengingat wajah Pras ketika mengancamnya kala itu, hati Raj juga sempat waswas dengan nasibnya jika Mai sampai tidak ingin berbaikan dengannya. Bukan karir yang Raj permasalahkan, tapi, nasib rumah tangga yang sudah pasti akan tercerai berai. Apalagi, jika nantinya ia tidak bisa bertemu dengan istri dan anaknya ketika telah terlahir ke dunia. Hanya satu hal itu yang Raj cemaskan, ketika sang mertua sempat memberi ancaman sedemikian rupa. Namun, nasib akhirnya berpihak pada Raj. Sang istri ternyata tidak sesulit itu ketika dibujuk. Bahkan, jika dipikir lagi, Mai itu cenderung penurut meskipun harus banyak drama yang tercipta sebelumnya. Asal kemauannya dituruti, maka dunia akan aman sejahtera. Hanya itu kuncinya jika ingin berhasil saat bernegosiasi dan berhadapan dengan Mai. Masalah hati, R
Begitu mendengar penjelasan dokter, mengenai kondisi Mai dan kandungannya baik-baik saja, ketiga orang yang saat ini berada di kamar VVIP itu langsung bernapas lega.“Meskipun baik-baik saja, tapi tingkat stresnya tetap harus dijaga,” lanjut dokter menjelaskan kondisi psikis Mai yang memang harus tetap diperhatikan karena tengah hamil besar. “Karena dampaknya, tidak akan baik bagi kondisi janin.”Manik Sinar dan Pras kompak menatap Raj dengan sebuah tanda tanya besar. Tampaknya, rumah tangga putrinya dengan Raj, sedang tidak baik-baik saja. Kalau Mai tidak stres, tidak mungkin putri mereka itu akan terdampar di rumah sakit seperti sekarang.“Baik, Dok, terima kasih,” ucap Sinar dan sang dokter itu berlalu dari ruang rawat inap tersebut. Menyisakan keempat orang yang kini saling pandang dalam diam.“Stres?” Pras menghampiri sang putri lalu duduk di tepi tempat tidurnya. “Kalian berdua bertengkar?”
Raj memang sengaja pulang terlambat. Bahkan, Raj pulang ke rumah saat langit sudah berubah kelam. Hatinya masih merasa kesal karena kejadian siang tadi. Ia bahkan sampai melupakan, kalau sudah membayar kamar hotel yang akan ditempati malam ini bersama sang istri.Ketika roda empatnya sudah berhenti di depan pagar, Raj mengernyit memandang rumahnya yang gelap gulita. Tidak mungkin kalau Mai belum pulang sampai semalam ini. Atau, Raj telah melewatkan sesuatu?Mengeluarkan ponselnya dari saku jas, Raj meneliti satu pesatu telepon masuk beserta chat yang ia terima dari siang sampai detik ini. Namun, tidak ada nama istrinya di dalam sana.Atau, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Mai di dalam sana?Bulu kuduk Raj merinding seketika membayangkannya. Ia buru-buru keluar, membuka pagar dan masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Menyalakan seluruh penerangan yang ada dan mencari sang istri di setiap sudut rumah.“Mi …”Setelah
“Ke rumah sakit, Pak,” titah Mai setelah Ibam masuk ke dalam mobil dan sudah berada di belakang kemudi.“Ke rumah sakit?” tanya Ibam membalik badan seraya memasang sabuk pengaman. “Rumah sakit mana, Bu? Tadi kata pak Raj, saya disur—”“Ke rumah sakit ibu dan anak,” putus Mai lalu menyebutkan nama rumah sakit yang biasa ia kunjungi setiap bulannya untuk kontrol kandungan. “Nanti sampai sana, Pak Ibam bisa pulang aja.”“Loh, Bu? Kena—”“Jangan bilang sama pak Raj, kalau saya di rumah sakit.” Mai kembali memotong ucapan Ibam. “Udalah Pak, jalan aja. Saya capek banget mau ngomong.”“I-iya, Bu.” Ibam mana berani membantah. Ia langsung melajukan mobilnya ke tempat yang sudah disebut oleh sang majikan. Meskipun banyak tanya yang ada di kepala, tapi Ibam tidak berani bertanya ketika mood Mai terlihat buruk seperti sekarang.Selama