“Ini, gimana konsepnya?”
Raj yang baru masuk kamar itu, memandang penampilan sang istri dari ujung rambut hingga kaki. Di mata Raj, dress yang saat ini dipakai oleh sang istri, sungguh tidak bisa dipakai untuk pergi makan siang bersama rekan kerjanya.
“Konsep apa?” Mai merai flap bag yang sudah ia siapkan sebelumnya lalu menghampiri Raj. Merasa sudah sangat siap untuk segera pergi ke restoran bersama sang suami.
“Bajumu, Mi. Terlalu seksi,” ujar Raj lalu menangkup kedua bahu Mai dan membalik tubuh yang sudah semakin berisi itu. “Ganti dengan yang lain.”
Mai sontak menggeliat agar kedua tangan Raj itu lepas dari tubuhnya. Kembali berbalik dan memberi tatapan datarnya. “Seksi gimana? Ini juga dress lama. Bajuku yang baru-baru kan ada di rumah semua.”
Mai dan Raj terdiam sejenak di tempat, ketika melihat beberapa orang yang sudah lebih dahulu mengelilingi meja makan. Kemudian, keduanya saling melempar pandang. “Kenapa ada Endy di sini?” tanya Mai dengan suara yang terdengar sangat pelan. “Emang kamu gak tahu, Pi?” Raj sedikit menunduk dan juga berbicara sama pelannya. “Kalau tahu, sudah aku bilang dari kemarin,” ujar Raj kembali mengajak sang istri untuk menghampiri meja makan. Dari ekspresinya, wajah Endy pun melukiskan keterkejutan yang sama. Itu berarti, pria itu juga tidak mengetahui kalau salah satu orang yang akan ditemuinya kali ini adalah pria yang pernah berkelahi dengannya. Setelah saling berjabat tangan dan berkenalan dengan dua orang yang memang baru dikenal, kedelapan orang tersebut akhirnya duduk melingkari meja makan dan saling berbasa-basi terlebih dahulu. Sementara itu, baik, Mai, Raj dan Endy berlakon seolah mereka bertiga tidak saling mengenal sama sekali. “Ibu ju
Mai menggeliat seraya membuka kelopak mata. Memandang punggung sang suami yang tengah duduk dan sedang sibuk dengan laptopnya. Suara jemari yang tengah menari di atas keyboard, membuat Mai menyimpulkan kalau saat ini Raj tengah mengerjakan sesuatu. “Dulu, aku gak boleh bawa kerjaan ke rumah,” sindir Mai lalu memiringkan tubuhnya agar lebih leluasa melihat Raj. “Kamu sendiri, libur-libur malah ngerjain kerjaan kantor.” Raj langsung menegakkan tubuh. Menutup laptop, lalu membalik tubuhnya untuk melihat Mai. “Udah bangun?” “Belum, masih tidur,” decak Mai dengan memajukan bibirnya. Raj terkekeh lalu bangkit untuk menghampiri sang istri. Menjatuhkan tubuhnya dengan bertelungkup di sepanjang kaki Mai, yang reflek merubah posisi tidurnya hingga bertelentang. Kedua tangan Raj langsung menangkup perut buncit itu, lalu menjatuhkan satu kecupan hangat di atas sana. “Nanti, kalau udah besar, jangan jutek seperti Mami, ya,” bisik Raj tepat di atas perut sa
“Harusnya bilang kalau mau pulang telat!”Raj menelan ludah, ketika melihat ayam panggang yang baru saja diletakkan Mai di atas kitchen island. Tidak mengacuhkan kekesalan sang istri mengenai kepulangannya, yang hanya telat setengah jam dari biasanya.Semakin hari, berat tubuh Raj kini semakin bertambah saja. Mai selalu menjejalkan makanan yang dibuatnya ke mulut Raj tanpa boleh ditolak sama sekali. Jika sekali saja Raj berani menolak, maka urusannya akan semakin panjang saja.“Pi! Aku ngomong itu ditanggapin, jangan diem aja!” oceh Mai masih melanjutkan gerutuannya.Raj melonggarkan dasinya sembari melangkah menghampiri sang istri. Sementara jasnya, sudah ia lepas sejak memasuki ruang tengah dan ia lemparkan saja sekenanya ke arah sofa.“Cuma telat setengah jam, Mi,” ungkap Raj lalu memeluk sang istri dari samping dan menjatuhkan satu kecupan di pipi. “Presentasi vendor yang ikut tender agak molor, jadi te
Jika ada sesuatu yang paling membahagiakan, setelah Mai mengetahui bahwa dirinya tengah berbadan dua, hal tersebut adalah bisa kembali menginjakkan kaki di Casteel High. Mai sangat rindu dengan suasana kesibukan di kantor dan semua tentang hal tersebut.Sebenarnya, Mai juga sangat rindu dengan suasana tegang yang berada di persidangan. Membungkam lawan dengan semua kata-kata pedas darinya dan melihat pihak yang berseberangan dengan bungkam seribu bahasa. Sungguh, hal tersebut membuat kepuasan tersendiri di hati Mai.Raj menggeleng dan berdecak sinis ketika melihat istrinya berdiri dan berbalik setelah merias diri di depan meja kebesarannya. “Kamu, mau ke kantor apa mau ke pesta, menor begitu.” Menghampiri Mai, Raj kemudian mengambil tisu basah yang selalu ada di atas meja rias sang istri. Mengusap tisu tersebut ke wajah Mai agar seluruh riasan yang ada di atasnya kacau balau.“Papi!” Mai memukul tangan Raj berkali-kali dan berusaha untuk
Bira berdecak berkali-kali, ketika pada akhirnya ia kembali bertemu dengan Mai. Semenjak berhenti dari Casteel High, Bira memang sudah sangat jarang bertemu dengan keponakan perempuannya yang satu itu. Selain karena Mai lebih banyak menyibukkan diri di rumah dan menjalani perannya sebagai seorang istri, Bira belakangan ini juga sering pulang pergi Singapura untuk mengurus beberapa hal. Oleh sebab itu, keduanya kini sudah jarang saling bertegur sapa secara langsung. “Si Mami, makin berisi aja,” celetuk Bira ketika menyapa Mai yang baru masuk ke ruangannya. “Maksud, Om, aku gendutan gitu?” Tatapan datar itu, langsung membuat Bira beranjak dari kursi kebesarannya, untuk menghampiri Mai yang baru duduk di salah satu sofa di ruang kerja Bira. “Berisi, Sayang, berisi,” sahut Bira sembari menahan tawanya. “Om, mau nyuruh Yasmen nikah aja setelah wisuda. Biar cepat dapat cucu, kayak ayahmu.” Mai memajukan bibir bawahnya, karena ledekan Bira me
Mai keluar dari ruang rapat sembari menggandeng lengan Qai dengan erat. Ikut masuk ke ruang sang kakak seraya menunggu Raj, yang siang hari ini menyempatkan diri menjemput Mai untuk makan siang. Pekerjaan sang suami memang sudah tidak sepadat dahulu kala, jadi Raj sudah bisa keluar kantor ketika jam istirahatnya tiba. Seperti saat ini, meskipun ada supir pribadi yang bisa mengantarkan Mai ke mana pun, tapi Raj ngotot ingin menjemput Mai seorang diri di Casteel High. “Kata enda, calon bayimu perempuan, ya, Mai?” Qai menutup pintu kerjanya setelah Mai lebih dahulu masuk ke dalam. “Hu’um.” Mai berjalan pelan menuju kursi kebesaran Qai lalu duduk di sana dengan helaan lega. Duduk bersandar memejamkan mata, sembari menarik napas dalam-dalam untuk menikmati suasana yang sudah lama tidak dirasakannya. “Pasti cantik kayak aku.” Qai berdecih seraya menghempas tubuhnya di sofa. “Sejak kapan kamu jadi narsis begini?” “Bawaan bayi.” Mai menjawab sekenanya
Beberapa minggu berlalu dari pertemuannya dengan Byakta, Mai bertemu Yasmen ketika sedang berkunjung ke kediaman Sagara. Gadis manja itu, tengah bergelayut manja pada lengan Pras seolah tengah merayu untuk meminta sesuatu. Mai yang anak kandung saja tidak pernah bersikap seperti itu kepada Pras. Namun, Yasmen bisa dengan seenaknya menempel dengan semua orang dengan mudahnya. “Eh, lepasin tangan, lo!” titah Mai menunjuk Yasmen dengan wajah datarnya. Yasmen yang terkejut karena kedatangan Mai secara tiba-tiba itu sontak melepas tangannya. Dengan segera menjaga jaraknya dengan Pras. Dari semua sepupu yang dimilikinya, Yasmen memang sedikit segan dengan Mai. “Mai …” lirikan Sinar begitu tajam ketika mendengar ucapan putrinya yang terdengar tidak sopan. “Udah mau jadi ibu, kalau ngomong harus dijaga baik-baik. Jangan la, lo, la, lo. Yang sopan. Lagian kenapa juga kalau Yasmen nempel sama Ayah, kalian itu saudara. Ayahmu, ya, Ayah Yasmen juga.” “Tapi Yasmen
Sebelum keluar dari mobil, Mai meminta supir pribadinya untuk pergi dan tidak usah menunggunya. Karena setelah makan siang bersama Raj, suaminya itu sendiri yang akan mengantar Mai pulang ke rumah. Setelah keluar dari mobil, Mai menelepon sang suami dan memintanya agar segera turun ke bawah. Mai yang sudah merasa lapar itu, tidak ingin berlama-lama di lobi untuk menunggu sang suami. Begitu kaki Mai melangkah masuk ke dalam lobi, maniknya bersirobok sejenak dengan Endy yang baru saja menuruni tangga dengan seseorang. Tidak mengacuhkannya, Mai terus saja berjalan dengan langkah berat lalu duduk di salah satu sofa yang ada di sana. Meskipun Mai tahu, kalau dirinya tidak punya kuasa untuk ikut campur dalam urusan perusahaan sang suami, tapi ia sempat kesal kepada Raj karena pemenang tender di perusahaan yang dipimpin oleh sang suami adalah Endy. Andai saja itu terjadi di Casteel High, Mai pasti akan langsung turun tangan untuk memblacklist perusahaan mil