"Bener-bener ya kamu!"
Elena mendengus kesal dengan tingkah putranya. Pasalnya Enzo meninggalkan Aylin seorang diri. Hal itu lah yang membuat Elena memarahi Enzo."Iya-iya Enzo minta maaf," ucap Enzo."Kok kayak gak ikhlas gitu jawabnya!?" protes Elena sengit.Laki-laki bertubuh jangkung itu menarik napas dalam. Daripada terjadi perang dunia lebih baik ia mengalah."Iya Bunda cantik Enzo minta maaf," sahut Enzo seraya memamerkan deretan giginya.Namun wanita paruh baya itu masih saja menggerutu. Ia sungguh tidak bisa menoleransi kelalaian putranya. Bagi Elena Aylin tak kalah penting karena sudah ia anggap seperti putri kandungnya sendiri.Tidak mempan dengan pujian Enzo mencoba memutar otak mencari cara. Guratan serius mulai terpancar dari wajahnya yang biasanya jenaka. Sungguh pemandangan yang langka."Bun tadi Enzo beli gulali loh," bujuk Enzo merayu sang Ibu agar luluh.Apakah cara itu akan berhasil? Aylin geleng-geleng kepala tidak habis pikir dengan bujukan Enzo kepada mertuanya. Memangnya Ibunya anak kecil?"Oke dimaafkan."Hah? Aylin mengerjapkan mata tidak percaya dengan ucapan Elena sang mertua. Ia tidak menyangka semudah itu mertuanya luluh. Bahkan Elena sudah terlena dengan sebungkus gulali berbentuk kelinci ketimbang dirinya."Benar-benar keluarga yang absurd," lirih Aylin berjalan menuju kamar.Berbeda dengan Elena, Markus yang baru saja tiba dari kantor lantas bergegas menuju kamar bernuansa pastel."Kamu tidak apa-apa Ay?" cecar Markus khawatir kepada menantunya yang ditinggal begitu saja oleh Enzo.Aylin menghela napas lega, ternyata masih ada orang waras di keluarga itu. Dengan tersenyum hangat Aylin menyambut sang ayah mertua."Ay baik-baik saja Yah," jawab Aylin membuat Markus sedikit tenang.Markus memutuskan untuk mencari keberadaan putranya. Perbuatan Enzo terlalu sembrono. Bagaimana jika ada yang menculik Aylin. Walau bagaimanapun Aylin masih dibawah umur."Sini kamu!" seru Markus menarik tangan Enzo dari kursi di ruang keluarga."Yah mau dibawa kemana anaknya?" tanya Elena tidak terima."Bun, dia sudah keterlaluan harus diberi pelajaran. Bisa-bisanya istri ditinggal gitu aja."Diantara adu debat kedua orang tuanya. Enzo mengacak rambut pusing. Ia tahu ia salah tapi ia tidak suka jika orang tuanya sampai berdebat."Enzo sudah minta maaf Yah," ungkap Elena mencoba mendebat suaminya agar Enzo tidak jadi mendapat hukuman.Lagi Enzo mengacak rambutnya sendiri frustasi. Ia mendadak ingat dengan luka lebam di pipi Aylin. Tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Ia diam-diam pergi menuju kamar gadis mungil yang belum lama menyandang status sebagai istri sahnya."Belum tidur?" tanya Enzo setelah membuka pintu kamar."Aaaa!""Stttttttt, diam jangan berisik nanti ketahuan Bunda."Aylin mendelik menatap waspada laki-laki yang dengan lancang masuk kamarnya. Ditambah Enzo membungkam Aylin dengan jemarinya yang panjang dan lebar. Aylin benar-benar tidak bisa bersuara.Mau apa dia? Batin Aylin takut. Jantungnya berdegup dengan kencang. Waspada dengan kedatangan Enzo yang mendadak seperti tahu bulat.Enzo menatap dalam wajah gadis mungil yang nampak ketakutan itu. Alisnya bertaut dengan serius."Pipimu masih sakit?" tanya Enzo memecah pikiran Aylin. Serentak dengan tangan Enzo yang juga mulai mengendur tidak lagi membungkam Aylin.Gadis mungil itu menggelengkan kepala. "Tadi sudah di kompres bunda," jawab Aylin.Mendengar hal itu Enzo merasa sedikit lega. Dan berlalu meninggalkan Aylin di kamar. Sementara Aylin hanya bisa bertanya-tanya. Apa yang menjadi alasan Enzo meninggalkan dirinya begitu saja?KRINGGGGG!!!!!Bel istirahat berdering nyaring. Tidak seperti biasanya yang bersemangat. Aylin kembali terduduk lesu mendengar bel istirahat kedua. Tidak ada bedanya dengan istirahat pertama. Semenjak kejadian beberapa Minggu lalu Aylin tidak berani keluar saat istirahat. Ia masih takut berhadapan dengan kakak kelasnya yang bernama Misel."Serius Ay kamu gak ke kantin?" tanya Sesil yang merasa aneh dengan perilaku Aylin. Ia hafal betul sahabatnya itu selalu semangat pergi ke kantin.Aylin mengiyakan pertanyaan Sesil dengan lemah. Tanpa mampu protes sedikitpun."Kenapa? Takut ketemu kak Misel?"Insiden tentang pertengkaran Misel dan Aylin sudah menyebar di penjuru sekolah. Gosip itu menyebar dengan sangat cepatnya. Dengan pasrah Aylin kembali menganggukkan kepala."Aylin."Suara khas laki-laki yang begitu Aylin hafal membuat ia mendongakkan kepala. Matanya membulat melihat siapa yang tengah masuk ke dalam kelasnya. Seorang laki-laki yang membuat dirinya mendapat tamparan keras hingga lebam. Laki-laki itu kini berada dihadapannya. Rasanya tidak masuk akal."K-kak Devin."Kedatangan Devin sebagai kakak kelas membuat suasana menjadi riuh. Devin begitu terkenal di sekolah lantaran kharismanya yang kuat."Oh my God, kak Devin beneran kesini dong."Aylin menginjak kaki Sesil yang dengan berani berkata demikian. Apa Sesil lupa Devin memiliki pawang yang begitu menyeramkan. Mengingat wajah Misel membuat bulu kuduk Aylin meremang."Sakit ogeb!" lirih Sesil meringis menahan sakit di kakinya."Jangan bicara sembarang Sil," tutur Aylin dengan tegas. Walaupun hanya Sesil yang dapat mendengar dengan jelas."Wah ada apa nih. Kak Devin sampai bela-belain dateng ke kelas XI?" sindir salah satu siswa di kelas Aylin.Dengan percaya diri Devin berjalan mendekati Aylin yang diam terpaku. Laki-laki menyunggingkan senyuman menawan seperti biasanya lengkap dengan kedua lesung pipi yang manis. Hal itu justru membuat Aylin kesulitan bernapas. Jantungnya berdetak tidak karuan."Ay kamu mau gak jadi pacarku?" ungkap Devin dengan sekali tarikan napas. Jantungnya bergemuruh hebat. Seolah seisi ruangan dapat mendengar detakannya.Bak disambar petir disiang bolong. Tubuh Aylin semakin kaku. Perkataan Devin sungguh diluar nalar. Tunggu bukankah Devin sudah mempunyai pacar?"Terima! Terima! Terima!" sorak kompak teman-teman Aylin menggema di kelas. Tak lupa dengan bertepuk tangan membuat suasana kian mendebarkan.Devin yang semula begitu percaya diri pun mulai goyah. Peluh mulai mengucur dahinya tanpa tertahan. Ia begitu ingin memiliki Aylin namun disaat bersamaan ia juga takut Aylin menolak perasaannya."Ta-tapi ..." Aylin terbata. Tenggorokannya tercekat susah sekali untuk berbicara dan menelan saliva."Devin!!" seru gadis bertubuh sintal menerobos masuk kelas Aylin.Kehadiran Misel membuat suasana meriah menjadi mencekam. Ditambah lagi tatapan bengis Misel seolah mengisyaratkan akan menelan Aylin bulat-bulat. Tangan Aylin berkeringat dingin. Bayangan Misel menampar dirinya kembali muncul ke permukaan.Geram dengan Devin yang terang-terangan menyukai Aylin. Misel naik pitam ia sudah bersiap ingin mendaratkan tamparannya kembali ke wajah Aylin."Misel jangan sentuh Aylin!" seru Devin seraya menarik tangan Misel yang hampir mendarat di wajah Aylin."Lepasin!" protes Misel mencoba melawan tarikan tangan Devin yang kuat."Aku suka sama kamu Vin."Devin tertegun seketika. Ia tidak menyangka ucapan itu akan keluar. Rasanya begitu mustahil. Bagaimana bisa? Sejak kapan?"Nih minum dulu," ucap laki-laki berparas paling mencolok diantara remaja laki-laki seusianya. Begitu menawan dan berkharisma.Misel terpana pada tatapan laki-laki yang mengenakan seragam senada dengan dirinya. Napasnya yang ngos-ngosan mendadak menjadi teratur. Rupanya ospek hari ini adalah outbond dan game. Cuaca yang terik membuat badan mudah sekali berkeringat sehingga badan menjadi lemas dan tenggorokan kering keronta.Hingga datanglah seorang pangeran bagai cerita di negeri dongeng membawa sebotol air mineral. Saat itu lah pertemuan pertama kali Misel dengan Devin terjadi. "Makasih ganteng," puji Misel jujur apa adanya. Bukan hanya ganteng tapi sangat ganteng di mata Misel.Bukannya tersipu laki-laki yang duduk disamping Misel justru terbahak mendengar pujian Misel."Kamu orang ke seratus yang bilang aku ganteng hari ini, hahaha."Misel justru kian tersipu susah payah ia menyembunyikan rona merah yang muncul di pipinya. Lesung pipi Devin mengalihkan dunianya."Eh kita temenan
"Hik ... Hik!"Enzo menahan napas lalu sejenak lalu menghembuskannya perlahan. Rupanya cara itu sangat ampuh menghilangkan cegukan yang melanda dirinya beberapa saat yang lalu. "Minum!" titah seorang laki-laki berusia hampir 35 kepada Enzo. Lantaran Enzo yang sejak tadi terus cegukan seperti anak kecil."Sudah sembuh Kak," ucap Enzo menjulurkan lidah mengejek. Puas sekali ia dapat mengerjai sang Kakak.Benar, laki-laki yang kini tengah duduk di sofa berwarna biru itu adalah Frans kakak Enzo yang baru saja pulang dari Texas. Sekilas mereka terlihat familiar satu dengan yang lain. Mulai dari garis wajah hingga bentuk mata yang tajam."Jadi karena orangtuanya meninggal kamu menikahi gadis itu lebih cepat?" Enzo menganggukkan kepala. Ia tahu yang dimaksud Frans adalah Aylin. "Jangan bilang kamu jatuh cinta beneran?" cecar Frans penuh selidik.Reflek Enzo menautkan alis tajam. "Mustahil.""Bagus, dengan begitu kamu bisa menghancurkan gadis itu kapan saja."Remaja laki-laki berusia 11 ta
"Ck! Aylin mana sih kok gak ada," monolog Sesil kepada dirinya sendiri. Gadis itu bahkan merasa tidak lahap memakan snack yang ia pegang.Sudah hampir setengah jam acara dimulai tapi tidak ada tanda kemunculan Aylin. Berulang kali Sesil menekan tombol panggil pada ponselnya namun nihil jawaban. "Kenapa Sil?" tanya ketua kelas Sesil yang kebetulan duduk berdekatan dengannya."Eh kamu tadi lihat Aylin gak?" Ketua kelasnya nampak berpikir sejenak lalu menganggukkan kepala. "Tadi dia perjalanan kesini kok," jawabnya.Aneh, kenapa gadis itu belum juga tiba. Khawatir terjadi sesuatu dengan sahabatnya. Sesil memutuskan untuk keluar dari aula. Setengah berlari Sesil menuju kelas XI. "Sial! Ada orang."Misel dan teman-temannya terpaksa menghentikan perundungan. Lantaran Misel mendengar jelas suara langkah kaki dari arah berlawanan. Dengan kuat ia membungkukkan badan mungil Aylin diikuti oleh dirinya yang juga ikut berjongkok menunduk. Gudang sekolah memiliki kaca jendela yang transparan dan
"Nah itu dia anaknya udah pulang," ujar wanita paruh baya menyambut kedatangan Aylin.Wajah sumringah Aylin seketika berubah menjadi canggung. Ia merasa tidak asing dengan wajah laki-laki itu namun juga merasa tidak kenal tapi familiar. Mulai dari matanya yang tajam hingga gestur tubuhnya terlihat sama persis dengan Enzo."Hai, aku Frans."Laki-laki itu tersenyum hangat seraya mengulurkan tangan. Elena yang menyadari Aylin terlihat kebingungan lantas menatap Aylin."Dia kakak Enzo yang baru pulang dari Texas," jelas Elena membuat manik mata Aylin melebar.Sejak kapan Enzo memiliki saudara? Sudah hampir sebulan menikah tapi Aylin sama sekali tidak tahu. Ia bahkan mengira Enzo adalah anak tunggal bak cerita novel tuan muda anak tunggal."S-saya Aylin."Tidak seperti Enzo yang berpenampilan serba sembrono Frans terlihat lebih berwibawa. Entah karena laki-laki terpaut lebih tua atau memang Frans sangat menjaga harkat dan martabatnya sebagai laki-laki tulen."Tidak usah canggung. Aku gak g
Keringat dingin membasahi kening Devin yang sedikit tertutup oleh rambut. Tenggorokannya kering tercekat. Harap cemas dengan jawaban yang akan keluar dari Aylin.Sekelebat ingatan Aylin tentang nama Viola melintas begitu saja. Entah mengapa hatinya memanas mengingat nama wanita itu."Aku mau. Aku mau jadi pacar kakak."Manik mata Devin melebar selebar-lebarnya. Bak dialam mimpi ia merasa terbang diatas awan. Muncul kupu-kupu indah beterbangan menghiasi perasaan hatinya yang berbunga. "K-kamu serius kan Ay??" tanya Devin memastikan. Ia masih tidak percaya gadis di sampingnya itu menerima ungkapan perasaannya. Ia bahkan berulang kali menyubit tangannya sendiri."Tapi boong. Hahaha"Seketika Devin memasang wajah datar sedatar triplek. Kupu-kupu yang berterbangan pun sudah sirna entah kemana."Gak lucu!" Melihat Devin yang memonyongkan bibir 5 cm Aylin tertawa geli. Ia baru sadar Devin terlihat menggemaskan saat sedang marah. Tapi bagaimana bisa tetap setampan itu?"Ngambek nih ye."Lak
"Duh mulut! Bisa kena omelan Aylin nih aku."Sesil memukul bibirnya sendiri. Bagaimana jika sahabatnya itu dihukum pamannya. Ia sering mendengar curhatan Aylin tentang pamannya yang bernama Enzo itu sering marah-marah. Bagaimana jika Aylin tidak diberi uang jajan? Memikirkannya saja Sesil sudah ngeri."Jadi setelah orang tuamu meninggal kamu tinggal bersama pamanmu?" tanya Devin."I-iya kak," sahut Aylin.Bohong, ia tidak sedang tinggal dengan pamannya melainkan dengan suaminya. Ah Aylin jadi merasa bersalah mengingat statusnya yang sudah menikah. "Oh iya mau mampir ke rumahku dulu gak? Ibuku bikin kue banyak hari ini."Tentu saja mendengar kata kue Aylin menjadi bersemangat. "Mau!" seru Aylin dengan riang.Pukul 16.15, deru mobil menyadarkan Elena yang sedang berbaring diatas sofa kesayangannya. Tidak lama kemudian muncul laki-laki berbadan jangkung dari daun pintu. Dengan mengernyitkan kening Elena keheranan."Loh mana Aylin??" tanya Elena. Tidak biasanya putranya pulang seorang di
Enzo menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. Ia yakin ia sudah keramas rutin Minggu ini. Tatapannya kosong menatap jauh jendela yang menyajikan pemandangan gedung pencakar langit disekitarnya."Apa bapak sedang tidak enak badan?"Jayden merasa heran dengan penampilan atasannya itu hari ini. Bukan kaos oblong seperti biasanya. Enzo tengah mengenakan kemeja yang senada dengan celana. Mendengar Jayden menanyakan kesehatannya. Enzo segera menyentuh kening dan ketiaknya. "Aku sehat kok," jawabnya setelah memastikan suhu ketiak dan keningnya sama."Pffttt."Geli Jayden melihat tingkah Enzo yang menurutnya sangat kocak. "Jangan tertawa!" seru Enzo dengan tegas.Jayden pun langsung tidak berkutik. Secepat kilat ia memasang wajah seriusnya kembali. Namun ia tetap merasa aneh dengan Enzo yang lain dari biasanya. Apa mungkin?"Bapak patah hati ya?" Mata tajam Enzo menembus ulu hati Jayden. Menimbulkan rasa ngilu pada batin Jayden. Hingga bulu ketiaknya meremang ketakutan. "Sembarangan."T
Sudah hampir dua jam Enzo terlelap di pangkuan Aylin. Gadis mungil itu tidak enak hati membangunkan Enzo. Sementara langit kian menguning. Menandakan matahari sebentar lagi akan tenggelam.Aylin menatap lekat laki-laki yang masih setia memeluk dirinya itu. Jika diperhatikan dengan seksama Enzo terlihat begitu tampan. Sadar dengan hatinya yang mulai goyah Aylin menggelengkan kepala dengan cepat. Tidak! Ia sudah memiliki pacar."Jam berapa?" Suara serak khas orang baru bangun tidur mengejutkan Aylin. Pasalnya gadis itu masih menatap Enzo. Beruntung Enzo belum membuka mata sepenuhnya."J-jam 5," sahut Aylin grogi.Sontak kelopak mata Enzo terbuka lebar dan bangkit dari posisi tidurnya. "Kenapa gak dibangunin?" "Habis om pules banget tidurnya," jawab Aylin apa adanya.Melihat langit yang semakin anggun nan cantik. Enzo memilih untuk duduk kembali menikmati indahnya matahari tenggelam dari atas bukit."Gak jadi pulang?" tanya Aylin ikut duduk disamping Enzo.Dada Enzo bergemuruh hebat. I