"Hik ... Hik!"Enzo menahan napas lalu sejenak lalu menghembuskannya perlahan. Rupanya cara itu sangat ampuh menghilangkan cegukan yang melanda dirinya beberapa saat yang lalu. "Minum!" titah seorang laki-laki berusia hampir 35 kepada Enzo. Lantaran Enzo yang sejak tadi terus cegukan seperti anak kecil."Sudah sembuh Kak," ucap Enzo menjulurkan lidah mengejek. Puas sekali ia dapat mengerjai sang Kakak.Benar, laki-laki yang kini tengah duduk di sofa berwarna biru itu adalah Frans kakak Enzo yang baru saja pulang dari Texas. Sekilas mereka terlihat familiar satu dengan yang lain. Mulai dari garis wajah hingga bentuk mata yang tajam."Jadi karena orangtuanya meninggal kamu menikahi gadis itu lebih cepat?" Enzo menganggukkan kepala. Ia tahu yang dimaksud Frans adalah Aylin. "Jangan bilang kamu jatuh cinta beneran?" cecar Frans penuh selidik.Reflek Enzo menautkan alis tajam. "Mustahil.""Bagus, dengan begitu kamu bisa menghancurkan gadis itu kapan saja."Remaja laki-laki berusia 11 ta
"Ck! Aylin mana sih kok gak ada," monolog Sesil kepada dirinya sendiri. Gadis itu bahkan merasa tidak lahap memakan snack yang ia pegang.Sudah hampir setengah jam acara dimulai tapi tidak ada tanda kemunculan Aylin. Berulang kali Sesil menekan tombol panggil pada ponselnya namun nihil jawaban. "Kenapa Sil?" tanya ketua kelas Sesil yang kebetulan duduk berdekatan dengannya."Eh kamu tadi lihat Aylin gak?" Ketua kelasnya nampak berpikir sejenak lalu menganggukkan kepala. "Tadi dia perjalanan kesini kok," jawabnya.Aneh, kenapa gadis itu belum juga tiba. Khawatir terjadi sesuatu dengan sahabatnya. Sesil memutuskan untuk keluar dari aula. Setengah berlari Sesil menuju kelas XI. "Sial! Ada orang."Misel dan teman-temannya terpaksa menghentikan perundungan. Lantaran Misel mendengar jelas suara langkah kaki dari arah berlawanan. Dengan kuat ia membungkukkan badan mungil Aylin diikuti oleh dirinya yang juga ikut berjongkok menunduk. Gudang sekolah memiliki kaca jendela yang transparan dan
"Nah itu dia anaknya udah pulang," ujar wanita paruh baya menyambut kedatangan Aylin.Wajah sumringah Aylin seketika berubah menjadi canggung. Ia merasa tidak asing dengan wajah laki-laki itu namun juga merasa tidak kenal tapi familiar. Mulai dari matanya yang tajam hingga gestur tubuhnya terlihat sama persis dengan Enzo."Hai, aku Frans."Laki-laki itu tersenyum hangat seraya mengulurkan tangan. Elena yang menyadari Aylin terlihat kebingungan lantas menatap Aylin."Dia kakak Enzo yang baru pulang dari Texas," jelas Elena membuat manik mata Aylin melebar.Sejak kapan Enzo memiliki saudara? Sudah hampir sebulan menikah tapi Aylin sama sekali tidak tahu. Ia bahkan mengira Enzo adalah anak tunggal bak cerita novel tuan muda anak tunggal."S-saya Aylin."Tidak seperti Enzo yang berpenampilan serba sembrono Frans terlihat lebih berwibawa. Entah karena laki-laki terpaut lebih tua atau memang Frans sangat menjaga harkat dan martabatnya sebagai laki-laki tulen."Tidak usah canggung. Aku gak g
Keringat dingin membasahi kening Devin yang sedikit tertutup oleh rambut. Tenggorokannya kering tercekat. Harap cemas dengan jawaban yang akan keluar dari Aylin.Sekelebat ingatan Aylin tentang nama Viola melintas begitu saja. Entah mengapa hatinya memanas mengingat nama wanita itu."Aku mau. Aku mau jadi pacar kakak."Manik mata Devin melebar selebar-lebarnya. Bak dialam mimpi ia merasa terbang diatas awan. Muncul kupu-kupu indah beterbangan menghiasi perasaan hatinya yang berbunga. "K-kamu serius kan Ay??" tanya Devin memastikan. Ia masih tidak percaya gadis di sampingnya itu menerima ungkapan perasaannya. Ia bahkan berulang kali menyubit tangannya sendiri."Tapi boong. Hahaha"Seketika Devin memasang wajah datar sedatar triplek. Kupu-kupu yang berterbangan pun sudah sirna entah kemana."Gak lucu!" Melihat Devin yang memonyongkan bibir 5 cm Aylin tertawa geli. Ia baru sadar Devin terlihat menggemaskan saat sedang marah. Tapi bagaimana bisa tetap setampan itu?"Ngambek nih ye."Lak
"Duh mulut! Bisa kena omelan Aylin nih aku."Sesil memukul bibirnya sendiri. Bagaimana jika sahabatnya itu dihukum pamannya. Ia sering mendengar curhatan Aylin tentang pamannya yang bernama Enzo itu sering marah-marah. Bagaimana jika Aylin tidak diberi uang jajan? Memikirkannya saja Sesil sudah ngeri."Jadi setelah orang tuamu meninggal kamu tinggal bersama pamanmu?" tanya Devin."I-iya kak," sahut Aylin.Bohong, ia tidak sedang tinggal dengan pamannya melainkan dengan suaminya. Ah Aylin jadi merasa bersalah mengingat statusnya yang sudah menikah. "Oh iya mau mampir ke rumahku dulu gak? Ibuku bikin kue banyak hari ini."Tentu saja mendengar kata kue Aylin menjadi bersemangat. "Mau!" seru Aylin dengan riang.Pukul 16.15, deru mobil menyadarkan Elena yang sedang berbaring diatas sofa kesayangannya. Tidak lama kemudian muncul laki-laki berbadan jangkung dari daun pintu. Dengan mengernyitkan kening Elena keheranan."Loh mana Aylin??" tanya Elena. Tidak biasanya putranya pulang seorang di
Enzo menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. Ia yakin ia sudah keramas rutin Minggu ini. Tatapannya kosong menatap jauh jendela yang menyajikan pemandangan gedung pencakar langit disekitarnya."Apa bapak sedang tidak enak badan?"Jayden merasa heran dengan penampilan atasannya itu hari ini. Bukan kaos oblong seperti biasanya. Enzo tengah mengenakan kemeja yang senada dengan celana. Mendengar Jayden menanyakan kesehatannya. Enzo segera menyentuh kening dan ketiaknya. "Aku sehat kok," jawabnya setelah memastikan suhu ketiak dan keningnya sama."Pffttt."Geli Jayden melihat tingkah Enzo yang menurutnya sangat kocak. "Jangan tertawa!" seru Enzo dengan tegas.Jayden pun langsung tidak berkutik. Secepat kilat ia memasang wajah seriusnya kembali. Namun ia tetap merasa aneh dengan Enzo yang lain dari biasanya. Apa mungkin?"Bapak patah hati ya?" Mata tajam Enzo menembus ulu hati Jayden. Menimbulkan rasa ngilu pada batin Jayden. Hingga bulu ketiaknya meremang ketakutan. "Sembarangan."T
Sudah hampir dua jam Enzo terlelap di pangkuan Aylin. Gadis mungil itu tidak enak hati membangunkan Enzo. Sementara langit kian menguning. Menandakan matahari sebentar lagi akan tenggelam.Aylin menatap lekat laki-laki yang masih setia memeluk dirinya itu. Jika diperhatikan dengan seksama Enzo terlihat begitu tampan. Sadar dengan hatinya yang mulai goyah Aylin menggelengkan kepala dengan cepat. Tidak! Ia sudah memiliki pacar."Jam berapa?" Suara serak khas orang baru bangun tidur mengejutkan Aylin. Pasalnya gadis itu masih menatap Enzo. Beruntung Enzo belum membuka mata sepenuhnya."J-jam 5," sahut Aylin grogi.Sontak kelopak mata Enzo terbuka lebar dan bangkit dari posisi tidurnya. "Kenapa gak dibangunin?" "Habis om pules banget tidurnya," jawab Aylin apa adanya.Melihat langit yang semakin anggun nan cantik. Enzo memilih untuk duduk kembali menikmati indahnya matahari tenggelam dari atas bukit."Gak jadi pulang?" tanya Aylin ikut duduk disamping Enzo.Dada Enzo bergemuruh hebat. I
Devin mengerutkan kening saat melihat kelas Aylin yang sudah kosong melompong. Tidak seperti biasanya Aylin pergi begitu saja tanpa menunggu dirinya. Ia pun segera bergegas menyusul Aylin yang sepertinya sudah pulang lebih dulu. Semenjak kejadian pekan lalu Aylin terus saja menghindari dirinya yang tidak tahu apa-apa."Aylin tunggu!" teriak Devin.Telat, gadis mungil itu sudah terlanjur memasuki mobil. Devin hanya bisa menendang udara lantaran terlalu kesal. Ekor mata Enzo menangkap dengan jelas remaja laki-laki yang sedang menyerukan nama Aylin. Wajahnya yang semula datar kini berubah menjadi semakin dingin."Om hari ini mampir ke bioskop dulu yuk!" ajak Aylin setelah memastikan sabuk pengaman terpasang dengan benar.Tak kunjung mendapat jawaban Aylin berinisiatif menarik jas Enzo. Reflek laki-laki jangkung itu menoleh hingga membuat mobil menjadi oleng.Ckiit!Dencitan rem terdengar memekik telinga. Dikarenakan kaki Enzo yang mendadak menekan rem. "Jangan sembarangan menyentuh."