Ah, Raden malas mengingat-ingat ilmu yang pernah dia pelajari dahulu. Yang dia pelajari tampak tidak relevan dengan apa yang dialami sekarang. Realitanya tidak sesuai dengan apa yang tertulis di buku.
Erika masih berusaha menyadarkan. “Aku tidak merasa lelah ketika harus sering mengingatkan mu tentang kesabaran dan kebaikan. Soal uang, aku akan terus mengusahakannya. Dan soal anak keturunan, aku juga masih berusaha. Aku berobat ke dokter untuk menyembuhkan penyakitku. Dan kabar baiknya adalah aku masih punya peluang untuk hamil.” Tapi semua sudah terlambat. Erika kepalang jelek di mata Raden. Kalau saja mereka punya anak sejak dua tahun lalu atau dia tidak telat terlalu lama, ceritanya tidak akan seperti sekarang. Erika tidak mungkin jadi bulan-bulanan dan bahan hinaan. Tidak bakalan ada bahasan tentang dia wanita dusun dan tidak berpendidikan. Perkara itu muncul lantaran dia mandul. Intinya, jika dia sehat dan subur, semua akan baik-baikRaden pulang ke rumah. Untuk menutupi semua keburukannya selama ini seperti berjudi dan bekerja mencari uang haram, ketika waktunya gajian, dan berada di rumah, dia berbicara dengan kedua orang tuanya. “Aku kembalikan pinjaman Ibu yang kemarin. Aku kasih lebih juga. Total lima juta.” Lalu dia menatap ayahnya dengan pandangan memelas, “Ayah, ini uang lima juta buat mencicil uang membangun toko kembali.” Artinya dia punya uang setidaknya sepuluh juta. Mereka tidak bisa untuk tidak bertanya. Cik Mat mengernyitkan kening dan berkata dengan raut wajah heran. “Berapa gaji mu?” Selain tidak mau bohong, Raden juga ingin sedikit menyenangkan mereka. “Gaji pokokku lima belas juta, Ayah. Dan ditambah bonus. Nanti aku juga akan kasih istriku nafkah lima juta. Sisanya untuk peganganku.” Cik Mat sampai melongo. “Lima belas juta? Kau kerja apa, Raden?” Orang tua mana yang tidak heran saat t
Namun, Erika pasti menolaknya. “Kan dulu aku sudah bilang untuk tidak usah mengembalikan uang itu, Kak. Aku ikhlas memberikannya padamu. Lagi pula apa yang merupakan milikku juga adalah milik mu.” Erika menolaknya secara halus dan tetap bersikukuh. Meski Raden merasa dirinya brengsek, namun dia tetap merasa dirinya sebagai lelaki, maka jika berbicara urusan uang dari perempuan, dia pasti akan mengusahakannya bagaimana pun caranya. Bagaimanapun dia tetap menjaga harga diri sebagai lelaki. Sejak mengenal Erika, dia tidak pernah sama sekali meminta uang dari istrinya tersebut. Apa yang dia kasih ke istrinya memang tidak banyak dan tidak bakal mencukupi semua kebutuhannya. Akan tetapi bukan berarti dia sudi makan duit dari perempuan. “Aku baru gajian. Mumpung aku ada duit, Erika. Terima lah. Bulan depan mungkin akan aku lunasi semuanya, kemudian baru bisa memberikan nafkah yang banyak pada mu.” Erika menggeleng
Yang muncul di dalam kepalanya adalah tidak lain dan tidak bukan : JUDI! Dari lima puluh juta yang dia bawa tadi sekarang tersisa empat puluh juta. Dadanya berdesir dan tangan sudah gatal. Dan semakin lama, Erika lah yang menderita pada akhirnya gara-gara perbuatan Raden ini. 'Lalu, apa aku mesti pergi menemui Jery lagi?' Tidak. Tidak akan. Raden tidak bakalan datang ke kos Jery. Sudah cukup kemarin dia habis banyak. Bukan karena apa, tapi lantaran Jery hobi main Slot. Sebanyak-banyak uang yang dibawa, jika sudah main game itu, pasti akan habis juga pada akhirnya. Sudahlah, Raden tidak mau bertemu dengan Jery saat ini. Sudah diprediksi pasti akan ambruk. Jadi, dia putuskan untuk pergi kembali ke gudang tempat dia bekerja. Ricko sempat terheran-heran ketika tahu bahwa Raden bermaksud bekerja di hari libur. Raden mengatakan pada Ricko bahwa dia sedang malas berada di rumah dan m
Senin sore. Raden sudah melupakan sederet kekalahan yang dialami kemarin-kemarin. Sebisa mungkin dia tampil fresh dan tidak terlihat kusut sedikit pun. Ketika bercermin, dia tidak melihat ada sisi buruk yang ada di wajahnya. Ya, dia bisa menyembunyikan sifat tercela lewat wajah dan penampilan. Pasalnya, sore hari ini Raden punya jadwal berkunjung ke rumah Masayu. Dia tidak boleh berpenampilan buruk dan memberikan kesan jelek pada Masayu dan keluarganya. Kebetulan hari itu Erika sedang kosong jadwal kajian. Dia berada di rumah dan cukup kaget melihat suaminya lebih berbeda dari biasanya. “Kak Raden, mau pergi ke mana?” tanya Erika mengangkat kedua alisnya. “Ke rumah teman,” balas Raden apa adanya dengan nada yang datar dan tanpa melihat wajah Erika. Erika masih mengawasi dengan pandangan heran. “Teman? Jery? Atau Roni? Teman yang mana?” “Kau tidak perlu tahu, Erika. Bukan urusan
Selama dalam perjalanan menuju rumah Masayu, ketika berada di atas sepeda motor, omongan Erika tadi masih terngiang-ngiang di telinga, dan memaksa Raden mengingat-ingat beberapa kenangan bersamanya. Ah, rupanya dia sekitar tiga tahun lalu merupakan pria baik-baik. Hampir lupa jika dulu berpenampilan islami dan rajin beribadah. Dia tidak menyangka kalau dulu rumah tangga mereka begitu harmonis dan bahagia. Namun sayang, segalanya kandas, lantaran satu penyebab utama : Istrinya mandul! Jika saja Erika layaknya wanita normal pada umumnya, masalah tidak bakal serunyam ini, dan tidak mungkin pula ujung-ujungnya dia bisa terlilit hutang dan bahkan sampai bekerja di tempat yang haram. Ajakan dan rayuan Erika tidak akan mengubah jalan pikirannya. Betapa pun baiknya Erika, toh pada akhirnya nanti rumah tangga mereka akan berakhir juga. Kekurangan yang Erika miliki tidak bisa ditoleransi sama sekali. Raden bisa menerima segala kek
Melihat betapa tampannya pria di depannya ini, Masagus menatap dengan penuh keceriaan. “Kita makan-makan!” serunya sambil mengambil potongan pempek lenjer dan mencelupkannya ke wadah cuko. Masayu menyenggol lengan Raden. “Jangan malu-malu. Anggap saja rumah sendiri.” Sembari makan, mereka bercengkrama dan membahas beragam persoalan, salah satu hal yang dibahas adalah tentang budaya dan sejarah Palembang. “Kata Masayu, rumah keluarga mu masih Rumah Limas ya,” ujar Masagus. “Artinya kalian memang asli Wong Palembang.” Raden manggut sekali. “Betul, Pa.” “Rumah orang tua kami juga Rumah Limas. Rumah panggung dari kayu yang khas. Sesekali kami masih berkunjung ke sana. Merupakan kebanggaan tersendiri kalau masih bisa menjaga nilai-nilai budaya dan peninggalan orang terdahulu.” Masagus dan Sandra, sama seperti orang sini pada umumnya, yang masih setia dengan tradisi peninggalan kakek moyang. Sampai p
Raden tiba di rumah sekitar jam 9 malam, mendapati istrinya sudah tidur pulas di kamar. Laptopnya masih menyala. Barusan dia habis menulis. Karena capek dan sudah tak tahan, dia memilih tidur dan meninggalkan pekerjaannya. Raden teringat bahwa besok dia ada jadwal pergi ke acara festival pasar muslim tahunan. Ajakan dari Erika semakin menjauh saat dia mengingat kunjungan tadi ke rumah Masayu. Namun, saat dia membuka lemari dan bermaksud mengganti pakaian, dia melihat gamis, baju koko, sarung, dan celana cingkrang. Semuanya merupakan kostum yang dulu sering dia kenakan. Raden menggali memori-memori di kepalanya, mengingat-ingat masa beberapa tahun belakangan saat dia berada pada waktu awal pernikahan bersama Erika. Yang mana saat itu dia benar-benar menjadi seorang manusia yang tegak lurus dalam hal kebaikan. “Semua barang ini milikku?” bisiknya pada dirinya sendiri. Lantas dia pun berpikir tentang acara besok. Apa mungkin
Kenapa Erika bisa begitu dekat dengan Laura padahal dia cukup banyak kenalan dari teman pengajian? Manusia akan cenderung bergaul dengan sesama mereka saja. Satu frekuensi. Satu visi. Satu pemikiran. Satu hobi. Dari sekian banyak kenalannya, cuma Laura yang dikira sama seperti dirinya. Laura bukan berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Parahnya, dia cuma tamatan SD sehingga membuat dia agak minder kalau bergaul dengan orang lain. Karena pendidikan yang minim, dia cuma bisa bekerja di toko biasa dengan bayaran setengah dari UMR. Erika dan Laura bisa begitu dekat lantaran mereka punya nasib yang sama. Mereka bukanlah tipe wanita yang high class dan gila popularitas. Cenderung tertutup dan tidak suka asal pilih sahabat. Tidak suka main sosmed apalagi buka aurat dan joget-joget. Latar belakang keluarga pun tidak bisa dibanggakan. Namun satu hal yang memperkuat hubungan persahabatan mereka, yakni bersahabat memang tujuann