Ratih dan ketiga gadis itu akhirnya keluar dari kompleks perguruan aliran hitam tersebut. Selepas itu, Aji berjalan memasuki sebuah ruangan dan mengambil lentera yang masih menyala.
Dengan cepat, satu persatu bangunan yang ada di tempat itu terbakar hebat. Aji tidak menyisakan satu pun bangunan yang dibiarkannya berdiri tanpa ada api yang menyelimuti.
Dari luar, lelaki tampan itu bersama Ratih dan ketiga gadis lainnya, memandang lautan api yang berkobar hebat. Mayoritas bangunan yang terbuat dari kayu, dan ditambah angin yang berhembus kencang, membuat kobaran api secara cepat melalap habis komplek perguruan aliran itu .
Setelah dipastikan tidak ada lagi bangunan yang bisa dimanfaatkan, mereka pun beranjak pergi untuk mengambil kuda hitam yang sejak semalam terikat di sebuah pohon kecil.
"Di mana rumah kalian? Apa jauh dari hutan ini?" tanya Ratih, di sela-sela mereka berjalan.
Salah satu gadis berinisiatif menjawab untuk me
Malam itu, Aji dan Ratih menginap di rumah besar gadis yang telah mereka berdua selamatkan. Setidaknya untuk malam itu mereka bisa tidur dengan nyenyak hingga keesokan paginya.Suara ayam jantan yang berkokok bersahutan di pagi hari, seolah menjadi pertanda aktifnya kembali kehidupan di bumi. Seiring dengan pancaran sinar sang Surya yang menghangatkan Bumi, aktifitas manusia pun kembali berulang seperti sebelum-sebelumnya.Begitu juga dengan Aji dan Ratih. Mereka berdua terbangun dari tidurnya, setelah suara ayam jantan yang bernyanyi merdu menerobos masuk ke dalam gendang telinga.Setelah sarapan bersama pemilik rumah, Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan menuju gunung Merapi. Tanpa mereka berdua sadari, di saat sarapan bersama tadi, si juragan kaya memberi perintah kepada istrinya untuk memasukan dua kantong koin emas ke dalam bungkusan kain yang selalu dibawa Aji dan Ratih.Dalam pikiran lelaki setengah baya tersebut, mungkin saja k
"Pertanyaan klasik." Aji tertawa kecil seraya memandang keempat orang berbaju merah yang menatapnya penuh amarah. "Kalau tidak ingin aku ikut campur, kalian jangan main keroyok seperti itu! Apa kalian tidak malu mengeroyok orang tua seperti beliau? Dan lagi, apa bagaimana tanggapan keluarga kalian jika tahu "Jika mereka tahu kalau kalian tidak ubahnya banci yang beraninya hanya kepada lelaki tua?""Bedebah! Apa kau baru saja muncul di dunia persilatan hingga tidak mengenal kami empat Pendekar Celurit Merah? Melawan siapapun, kami akan tetap berempat sesuai julukan kami!" sahut seorang dari mereka."Hahaha ...! Kalian ini sebenarnya tak lebih dari 4 orang banci. Kalian bergabung karena takut untuk berdiri sendiri, bukan? Kalau kalian lelaki sejati, beranikah melawan beliau sendiri-sendiri?"Cibiran yang dilakukan Aji membuat keempat orang berpakaian merah itu saling berpandangan satu sama lain. Mereka tidak mungkin memenuhi permintaan lela
Empat orang pendekar Celurit merah kembali bergerak dengan cepat seperti tadi. Aji kemudian menggunakan ajian langkah angin dan bergerak lebih cepat dari pada mereka."Bagaimana dia bisa bergerak secepat itu?Percepat gerakan, kita tutup langkah dia!" salah seorang dari mereka berseru memberi perintah.Mereka berempat kemudian mengalirkan tenaga dalamnya masing-masing, dan bergerak cepat mengimbangi pergerakan Aji. Pertarungan seperti kelebatan bayangan pun terjadi dengan begitu cepat.Para penduduk yang mengetahui pertarungan itu hanya berani melihat dari jarak jauh. Mereka takut terkena dampak pertarungan yang sedang terjadi.Sudah lebih dari 100 kali serangan terjadi. Namun serangan Aji belum sekalipun bisa mengenai tubuh lawannya. Dia kemudian menambah lagi kecepatannya dan berbalik menekan lawannya.Seorang pendekar Celurit merah terkena sambaran cakar Aji di punggungnya. Darah mulai merembes keluar membasahi pakai
Serangan mereka yang tidak lagi menggunakan formasi, bisa dipatahkan Aji dengan mudah. Tebasan dan ayunan Celurit besar yang mereka gunakan untuk membuka pertahanan Aji, selalu bisa terbaca arah gerakannya. Dan itu membuat emosi ketiganya semakin meningkat.Jika ditilik dari kemampuan, Lodra dan Ki Ageng secara kekuatan masih lebih tinggi dari pada mereka berempat. Satu yang mereka tidak sadari, sengaja Aji membiarkan beberapa kali tubuhnya terkena serangan karena bertujuan untuk meninggikan kepercayaan diri yang mereka berempat miliki.Dalam pengalaman yang selama ini sudah dia dapatkan dalam setiap pertarungan, rasa percaya diri yang berlebihan bisa membuat seorang pendekar meremehkan lawannya. Dan itu sangat berpotensi bisa menjadi bumerang yang akan menyerang dirinya sendiri. Taktik ittulah yang tadi dilakukan Aji selama pertarungan.Dan terbukti, ketika pikiran mereka dibalut kepercayaan diri yang begitu tinggi, dua orang dari pendekar Cel
"Kau terlalu lama berpikir!" Aji mendengus kesal.Dalam sepersekian detik berikutnya, tiba-tiba terdengar suara mengerang kesakitan dan disusul ambruknya seorang pendekar Celurit Merah yang tersisa.Tanpa disadari siapapun, lelaki tampan itu melesatkan tongkat bambu kuning di tangannya dengan begitu cepat. Dengan tepat, tongkat bambu kuning itu menembus jantung lelaki yang berada tidak jauh di depannya.Aji berjalan mendekati lelaki yang sudah tergeletak tak bernyawa itu dan mencabut tongkat bambu kuning yang masih tertancap di jantungnya.Sementara satu orang yang masih hidup tapi mengalami luka berat, hanya bisa menatap teman-temannya yang sudah tewas. Dia merasa sudah tidak ada gunanya lagi untuk hidup lebih lama. Dan keputusan tragis pun harus diambilnya. Dia menggorok lehernya sendiri hingga tewas di tempat.Aji tidak bisa berbuat apa-apa dengan keputusan lelaki itu. Padahal sedianya dia perlu informasi sedikit dengan bertany
"Jikalau ada orang yang paling bersedih karena kehilangan Kakek Prayoga, akulah orangnya. Selain karena beliau yang sudah menyelamatkan aku dari kematian, beliau juga yang mengajari agar aku bisa menjadi pribadi yang berguna buat orang lain. Dan berkat berbagai ilmu yang beliau berikan kepadaku, aku bisa menjadi seperti sekarang ini. Jasa Kakek Prayoga tidak akan bisa tergantikan buatku," ucap Aji.Meski terpukul dengan kehilangan sosok yang begitu berarti buatnya, tapi dia tidak mau terpuruk dalam kesedihan. Dia sadar jika nyawa manusia hanyalah titipan semata, dan jika pemiliknya menginginkan kembali, maka dia berhak mengambilnya kapan saja. Sakuntala menghela napasnya. Dia paham benar kesedihan yang dirasakan lelaki tampan di depannya itu. "Oh, iya ... Namaku Sakuntala. Kalau tidak salah, namamu Aji, bukan? Prayoga sebelum meninggal sempat menyebut namamu.""Benar, Kek ... Namaku Aji, dah dia, Ratih, Istriku."Sakuntala mengangguk da
Lelaki tampan itu kemudian menoleh kepada Ratih, "Kau di sini saja dan jaga kuda kita. Tapi jika ada anggota mereka yang datang ke sini, kau bebas membunuh mereka!"Ratih tersenyum lalu mengangguk. "Kakang tidak perlu kuatir. aku bisa menjaga diri jika hanya melawan kroco-kroco seperti mereka," jawabnya.Aji mengangguk. Dia lalu mengalihkan pandangannya kepada puluhan anggota aliran hitam yang sudah bersiap untuk menyerang.Sakuntala memandang heran kepada Aji yang tidak juga mengeluarkan pedangnya. "Kau tidak memakai senjata?"Aji tersenyum kecil sebelum menjawab, "Aku akan memakai senjata mereka untuk membunuh mereka sendiri, Kek.""Kau terlalu nekat, Aji," kata Sakuntala seraya menggelengkan kepalanya.Aji hanya tersenyum menanggapi ucapan Sakuntala. Dia kembali memandang puluhan anggota aliran hitam untuk menganalisa senjata mana yang akan dia rebut pertama kali.Sakuntala dan Darmo Jagal kemudian bergerak menjauh untu
Lelaki tua itu terjungkal ke tanah dengan begitu keras. Kebanggaannya selama ini kembali diruntuhkan oleh musuh lamanya."Bangunlah, Darmo Jagal! Aku tahu kau belum mengeluarkan sepenuhnya kemampuanmu!" ucap Sakuntala keras dan sedikit dibumbui cibiran Darmo Jagal bangkit sambil menahan rasa malunya. Yang ada di pikirannya hanya rasa benci dan marah yang membuncah."Kau akan menyesal karena memberiku kesempatan, Sakuntala!" desisnya.Sakuntala terkekeh mendengar ancaman tersebut, "Baguslah kalau kau masih punya nyali, Darmo Codet," cibirnya.Dia menyelipkan kembali tongkat bambunya karena merasa sudah tidak lagi membutuhkannya.Satya merasa sangat terhina karena masih diberi kesempatan untuk melawan. Dia akhirnya menggunakan tenaga dalamnya yang tersisa untuk menarik energi panas yang ada di sekitarnya.Tidak lama kemudian, angin panas menderu dari berbagai penjuru dan berpusat di tubuhnya.Sakuntala te
"Kau! Energi apa yang kau miliki itu?"Raja Iblis dibuat heran dengan kemampuan lawan yang bahkan menurutnya memiliki kekuatan lebih besar dari pada yang dibayangkannya. Selain itu, energi yang keluar dari tubuh lawan sejauh ini tidak pernah diketahuinya."Itu tadi belum seberapa, Iblis busuk! Kali ini aku akan mengeluarkan semua kemampuan yang kumiliki!" Aji yang sudah memegang pedang Mustika Naga Bumi, mengerahkan semua energi yang dimilikinya.‘Tidak mungkin!’ pekik Raja Iblis dalam hati. Dia terkejut dengan energi pemuda itu yang menjadi berlipat ganda, setelah pedang di tangannya mengeluarkan aura hijau terang."Sekarang terimalah ajalmu! Kembalilah kau ke alammu Iblis biadab!” Pedang Mustika Naga Bumi di tangan Aji memancarkan energi yang begitu besar, bahkan lebih besar dari energi yang dikeluarkan Raja Iblis di awal kemunculannya tadi.Tiba-tiba saja, suara tawa Raja Iblis terdengar menggelegar. "Hahaha ... Aku memang terkejut dengan kemampuanmu, manusia hina! Tapi kau pun ju
Setelah debu pekat yang menutupi pandangannya menghilang, Aji yang masih dalam keadaan tergeletak di tanah bisa melihat dengan jelas jika Caraka masih berdiri dengan kokoh di tempatnya berdiri. Bahkan tubuhnya tidak sedikit pun bergeser dari tempatnya semula. Pendekar yang belum genap 30 tahun tersebut merasakan nyeri yang begitu hebat di dadanya. Dia kemudian terbatuk kecil dan lalu memuntahkan darah segar dari mulutnya. ‘Kekuatannya sangat besar. Bahkan energiku saja tidak mampu untuk menggoyahkannya,’ gumam dalam hati. Tubuh Caraka kemudian melayang satu meter di atas tanah. Dia lalu bergerak maju mendekati Aji yang belum juga bangkit berdiri, "Apa kau sudah sadar betapa jauhnya perbedaan kekuatan kita berdua? Aku tahu kau belum mengeluarkan energi terkuatmu, tapi meskipun kau mengeluarkannya, itu tidak akan merubah apapun!" Caraka yang masih merasa geram dengan Aji langsung melesat tanpa terlihat seusai berbicara. Tendangan kerasnya mendarat dengan telak di perut Aji, hingga m
Rasa terkejut Aji belum selesai, tiba-tiba saja muncul bayangan hitam berbentuk cakar naga melayang di angkasa. Bayangan hitam itu menutupi matahari sehingga suasana yang semula terang menjadi redup. “Jurus apapun yang kau keluarkan tidak akan bisa mengalahkan aku!” ucap Ki Brenggolo Karang. Seusai berucap, energi yang lebih besar meluap dari tubuhnya. Secara perlahan energi tersebut semakin membuat Aji tertekan. Namun suami Ratih itu masih menunggu kesempatan untuk menjatuhkan jurus Naga Bumi Mengoyak Langit yang masih mengambang di angkasa. Dia terus menarik unsur alam yang ada di sekitar hutan tersebut untuk menambah daya hancur jurus yang hendak dikeluarkannya. Sejauh ini, Ki Brenggolo Karang belum menyadari apa yang dilakukan Aji. Dia menduga lawannya itu hanya menggunakan tenaga dalamnya untuk bertahan dari tekanan energi yang dikeluarkannya. Selain itu, redupnya sinar matahari juga menurutnya hanya karena tertutup awan tebal saja.Beberapa saat kemudian, Cakar Naga raksasa y
Aura hitam yang menyelimuti tubuh Ki Brenggolo Karang perlahan menghilang. Dia sadar jika terus menggunakannya dalam jangka panjang, yang ada tenaga dalamnya akan berkurang drastis. Murid Caraka itu juga berpikir harus bisa mengefektifkan serangannya lebih tepat lagi. Dia melihat jika lawannya itu masih menyimpan kekuatannya yang sebenarnya. Itu terlihat dari kondisinya yang masih terlihat bugar meski sudah terkena serangannya.Melihat aura hitam di tubuh Ki Brenggolo Karang menghilang, Aji tersenyum lebar. Kuat dugaan energi lawan sudah berkurang cukup signifikan. Memaksa menggunakan kabut beracun dalam jangka panjang jelas menguras energinya.Di antara reruntuhan pepohonan dan kepulan debu, pertarungan sengit masih terus terjadi di antara kedua pendekar yang tidak henti bertukar serangan. Beberapa pohon kembali bertumbangan terkena dampak pertarungan mereka berdua.Seperti terjadi kesepakatan, mereka berdua melompat mundur mengambil jarak. Nafas mereka tersengal-sengal terasa berat
Belum juga sempat menyeimbangkan tubuhnya, serangan kembali muncul tanpa terlihat oleh mata Aji. Dia hanya merasakan energi besar saja yang bergerak menyerangnya. Aji kembali bergerak menghindar. Dia melompat menyamping dua langkah. Namun tiba-tiba sebuah pukulan menghantam punggungnya dengan begitu keras, hingga membuatnya terjungkal dan bergulingan di tanah berulang kali. Batuk kecil terdengar dari mulut Aji. Sesaat kemudian, darah segar meleleh keluar dari sudut bibirnya. Sambil bangkit berdiri, dia mengusap darah tersebut dengan punggung tangannya. Belum sempat pemuda itu berdiri tegak, kembali sebuah serangan yang tidak bisa dilihat menghajar dadanya dengan telak. Beruntung Aji masih sempat menahannya dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada ketika merasakan energi besar yang bergerak ke arahnya. Meskipun bisa melindungi dadanya, tapi tak urung tubuh Aji harus kembali terlempar hampir 12 langkah ke belakang hingga membentur sebuah batang pohon.Batuk kecil kembali te
Sementara itu di sekitar lembah, terdapat sebuah gubuk kecil yang berdiri di dekat sungai kecil. Air di sungai itu berasal dari air terjun yang berada tidak jauh dari gubuk itu berdiri. Di dalam gubuk, Sanjaya terlihat duduk sendirian di sudut ruangan dengan wajah pucat pasi. Dia menunggu kedatangan Ki Brenggolo Karang yang menemui Caraka sejak dia baru datang di gubuk tersebut. Menjelang tengah malam, Ki Brenggolo Karang akhirnya kembali ke gubuknya yang biasa digunakannya beristirahat sehari-hari. Sanjaya yang tertidur sambil memeluk lutut, terbangun ketika terdengar suara pintu dibuka. “Ki, akhirnya kau kembali,” ucap Sanjaya pelan.“Kenapa kau kemari tanpa membawa gadis, Sanjaya? Apa kau tidak tahu jika proses yang dilakukan Guru Caraka sudah mendekati akhir?” tanya Ki Brenggolo Karang seraya menatap tajam Sanjaya yang menunduk ketakutan.“Maaf, Ki, sebenarnya tiga gadis tambahan yang dibutuhkan sudah tersedia, tapi sebelum aku membawanya kemari, ternyata anak buahku telah menc
Tubuh tinggi besar itupun terguling hingga menabrak dinding. Suara tubuhnya yang jatuh terdengar cukup keras. Aji berjalan mendekati lelaki itu dan berjongkok di sampingnya. ‘Hmmmm … ternyata pingsan,”’ batinnya. Aji bangkit berdiri untuk melihat kondisi istrinya yang masih berada di dalam kamar. Setelah Aji mengalirkan energinya ke dalam tubuh Ratih, wajah wanita cantik yang pucat itupun kembali segar seperti semula. “Kang, kenapa aku bisa ada di tempat ini?” tanya Ratih. “Panjang ceritanya, nanti saja kuceritakan. Sekarang kita selamatkan dulu gadis yang lain,” kata Aji. Dilihatnya tali tambang di atas sebuah lemari, kemudian diambilnya. ***Tiga orang gadis sudah dikeluarkan dari kamar, salah satunya adalah anak kepala desa Sudirjo. Sedang lelaki bertubuh besar terikat erat di sebuah kursi di ruang tamu. Setelah lelaki itu sadar, Aji pun melakukan interogasi. Dari pengakuannya, lelaki bernama Sanjaya itu diperintah oleh seorang lelaki tua yang merupakan bawahan dari Caraka, s
“Kalian kira aku sedang melucu?” Aji menggeleng dengan satu sudut bibir terangkat naik, “Tapi tidak apa-apa jika kalian berpikir seperti itu. Kalian nanti bisa tertawa sepuasanya setelah kucabut nyawa satu-satunya yang kalian miliki!” Hahahahaha! Semakin keraslah tawa 8 orang penjaga itu. Bahkan tawa mereka sampai terdengar masuk ke dalam dan memantik keingintahuan penjaga yang berada di dalam. Pintu gerbang pun terbuka, beberapa orang tampak keluar menemui 8 penjaga gerbang. “Kenapa kalian tertawa begitu keras, apa ada yang lucu?” tanya seorang penjaga yang baru saja keluar. “Lihatlah dia, katanya dia akan memberi hukuman kepada kita, bukankah itu sesuatu yang lucu? Apa hanya karena dia membawa pedang terus kita harus takut? Hahahaha!” “Kalian pasti akan ketakutan hingga meminta untuk tidak dibunuh!” sela Aji, kemudian bergerak begitu cepat hingga tiba-tiba sudah berada di depan penjaga yang sudah meremehkannya. Jari tangan Aji langsung mencengkeram leher orang itu hingga kesu
Jendela kamar pun terbuka. Dua orang langsung melompat masuk ke dalam. Suasana kamar yang gelap tidak menyulitkan mereka berdua untuk menemukan ranjang yang digunakan Ratih tidur. Perlahan tubuh Ratih diangkat dan dibawa keluar. Satu orang yang berada di luar menerima tubuh wanita cantik itu. Mereka tidak memeriksa terlebih dahulu, karena merasa sudah mendapatkan targetnya. Dari atas atap, Aji merasa heran karena tidak ada perlawanan sedikitpun dari istrinya. Padahal seharusnya jika dalam posisi tersebut, Ratih pasti terbangun. Aji menilai ketiga orang tersebut menggunakan bius untuk membuat istrinya tidak sadar. Ketiga orang itu kemudian pergi sambil membawa Ratih. Suasana yang sepi membuat aksi mereka berjalan lancar tanpa ada halangan hingga keluar desa. Aji terus mengikuti dari belakang, dia menjaga jarak agar tidak diketahui ketiga orang yang membawa istrinya hingga masuk ke dalam hutan. Hampir tiga jam berjalan di dalam hutan, ketiga orang itu akhirnya sampai di bibir hutan,