Satu hari menjelang hari penikahan, para peserta yang sudah mengetahui tempat turnamen dipindah ke desa Kelor Kelor Arum, tepatnya di lokasi perguruan Pedang Naga, berdatangan memenuhi desa yang tidak terlalu besar tersebut. Dan itu merupakan berkah tersendiri bagi penduduk desa.
Pedagang makanan dadakan bermunculan, Rumah-rumah pribadi berfungsi sebagai tempat penginapan. Bahkan tukang pijat pun turun tangan untuk ikut memeriahkan gelaran turnamen yang diselenggarakan Raja Wanajaya untuk Aji. Belum lagi wanita penghibur yang berkamuflase sebagai penduduk setempat. Tapi dandanan mereka yang menor dan cara berbicara yang terkesan menggoda, membuat orang-orang mudah menebak siapa dan apa profesi mereka.
Pada masa dahulu, prostitusi adalah hal yang legal dan bebas berbaur di masyarakat umum. Tidak heran jika setiap ada pagelaran acara yang berskala besar dan memakan waktu berhari-hari, gadis penghibur berdatangan untuk memberikan jasa alternatif kepuasan sesaat, dan
Rangga dan Ki Mangkubumi seketika menoleh sesuai arah yang ditunjuk Aji. Mereka berdua melihat seorang laki-laki yang berjalan menuju kerumunan tempat mendaftarkan diri sebagai calon peserta.Yang membuat Rangga heran, padahal jarak mereka bertiga dengan lelaki yang ditunjuk Aji cukup jauh, tapi calon suami Ratih itu bisa merasakan energi tenaga dalamnya.Berbeda dengan Ki Mangkubumi yang sudah mengetahui sejatinya Aji siapa, dia tidak merasa heran karena manusia terpilih memang memiliki kemampuan di atas rata-rata pendekar biasa. Apalagi sekelas dia dan Rangga.Selang satu jam berikutnya, sesuai tugas yang diberikan Ki Mangkubumi, Aji terpaksa harus menyeleksi seratus orang lebih yang sudah mendaftar.Waktu yang mendekati sore membuatnya berpikir praktis. Tidak mungkin juga baginya untuk menyeleksi satu persatu calon peserta ygang segitu banyaknya. Bisa-bisa malam hari baru selesai proses seleksinya.Sesuai arahannya, tiap
Semua pasang mata membelalak lebar tak percaya melihat Aji menahan pedang besar itu hanya dengan pena yang dipegangnya. Mulut mereka ternganga dengan napas tertahan. Tidak ada yang menyangka jika sosok lelaki tampan itu memiliki kekuatan tenaga dalam yang jauh di atas merekaMenahan serangan pedang besar hanya dengan sebuah pena tentu membutuhkan tenaga dalam yang tidak sedikit. Dan tidak ada satupun dari mereka yang bisa melakukannya.Aji memegang bilah pedang besar lelaki gundul dengan tangan kirinya. Tanpa kesulitan berarti, pedang yang sedikit tebal dan memiliki bobot sekitar 15 kilogram itu dipatahkannya dengan mudah.Lelaki berkepala gundul itu memekik pelan. Dia tentu yang paling terkejut dengan apa yang dirasakannya. Pedang besarnya seolah berbenturan dengan logam yang sangat keras dan kuat. Bahkan dia yang dalam posisi menyerang, tangannya sampai bergetar kuat.Aji berdiri dari kursinya sambil menggelengkam kepalanya pelan. Pand
Baru saja Aji merebahkan tubuhnya di atas ranjang, sebuah ketukan pelan dari luar membuatnya bangkit berdiri untuk membuka pintu."Ada apa, Paman?" tanya Aji, dengan mata menahan kantuk yang mulai menyerang."Paduka sudah tiba, Aji. Dia ingin bertemu denganmu. Bilangnya ada yang ingin beliau tanyakan kepadamu!""Tentang apa, Paman?'" Aji kembali bertanya."Entahlah. Sebaiknya kau temui beliau terlebih dahulu," jawab Ki Mangkubumi. "Aku mau ke belakang sebentar, ada yang harus kulakukan.""Baik, Paman." Aji menutup pintu kamarnya perlahan. Setelah itu mereka berdua berjalan berbeda arah.Ki Mangkubumi sengaja tidak ingin mencampuri urusan Aji. Dia tahu jika calon menantunya itu pasti sudah punya jawaban atas pertanyaan yang nantinya akan diajukan Raja Wanajaya.Aji membungkuk memberi hormat kepada Raja Wanajaya. "Hormat hamba, Paduka."Raja Wanajaya tersenyum ramah. "Duduklah. Ada yang ingin kubicarakan d
"Benar, Kisanak. Guru ingin bertemu dengan kisanak sebelum acara pernikahan dimulai.""Tapi kenapa Ki Mangkubumi ingin bertemu denganku?" tanya Lelaki itu penasaran.Murid tersebut mengangkat kedua bahunya, "Aku tidak tahu, Kisanak. Mungkin ada sesuatu yang penting ingin guru bicarakan."Setelah berpikir sejenak, lelaki yang juga peserta turnamen itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah. Mari kembali kita temui beliau. Aku juga penasaran apa yang ingin beliau bicarakan denganku," ucapnya sambil tersenyum kecil.Di dalam rumah, Rangga, Ki Mangkubumi dan Raja Wanajaya sedang berbicara dengan begitu serius. Tapi tidak terlihat Aji di antara mereka bertiga. Lelaki tampan itu sedang bersiap-siap untuk acara pernikahan yang tidak lama lagi akan dilangsungkan."Itu dia yang dimaksud Aji, Paduka," ucap Rangga seraya memandang murid ayahnya berjalan bersama lelaki yang tadi dijemputnya."Dia masih begitu muda, apa Aji tidak salah
"Hamba bersedia, Paduka. Tapi sebelumnya untuk beberapa saat lamanya hamba perlu belajar tentang ilmu pemerintahan. Jujur hamba tidak memiliki sedikit pun wawasan tentang masalah itu, tapi hamba bukan orang yang malas untuk belajar," balas Sanjaya."Tepat seperti yang hamba kira, Paduka. Hamba yakin Sanjaya adalah sosok yang bisa diandalkan nantinya untuk kerajaam Cakrabuana," Aji menimpali ucapan Sanjaya. Lelaki tampan itu kemudian berdiri karena acara sakral penikahan akan segera dimulai."Dan pesan buatmu, Sanjaya ... Jika nanti sudah menjadi pejabat istana, jangan sekali-kali memikirkan kepentingan sendiri di atas kepentingan rakyat. Jaga dan emban amanah yang sudah diberikan kepadamu. Jadilah sosok yang selalu bertanggung jawab atas apa yang sudah dan akan kau lakukan!" tambahnya.Sanjaya mengangguk, "Aku berjanji, Tuan. Terima kasih telah memberikan kesempatan yang istimewa ini buatku."Aji memandang sanjaya sesaat sebelum melangkahkan k
"Keputusan Raja Wanajaya itu begitu menghina kita, Tetua. Kita tidak bisa berdiam diri mendapat penghinaan seperti itu!" ucap seorang lelaki berumur setengah baya yang memakai pakaian berwarna serba merah. Di dada kirinya terdapat logo dua celurit yang menyilang."Cokro! kita berkumpul di sini karena tujuan itu, bukan? Kenapa kau harus menegaskan lagi?" balas lelaki tua berjenggot putih panjang. Di tangannya tergenggam sebuah tongkat besi berwarna hitam dan bergagang tengkorak."Maaf, Tetua Suwarta. Bukan maksudku untuk membuat tetua marah. Lalu kapan kita bergerak menyerang?" Lelaki bernama Cokro, yang juga ketua dari perguruan Celurit kembar terlihat begitu takut kepada lelaki tua tersebut."Tidak semudah itu kita asal menyerang, Cokro. Apa kau tidak tahu jika di dalam juga ada pasukan khusus kerajaan Cakrabuana. Meskipun jumlahnya hanya 200 orang, tapi mereka bukan prajurit sembarangan. Selain itu ada juga anggota perguruan Pedang Naga, dan jangan
"Tampaknya pengantin baru sudah bangun dari tidurnya," ucap Raja Wanajaya seraya mengulum senyumnya. "Duduklah bersama kami di sini!" tambahnya.Aji terkekeh pelan karena sudah paham arah ucapan penguasa kerajaan Cakrabuana tersebut. Dia dan Ratih memilih kursi di samping Raja Wanajaya sebelum meletakkan pantat mereka di bantalan kursi yang empuk."Berapa kali?" Raja Wanajaya mendekatkan bibirnya ke telinga Aji seraya berbisik pelan.Aji mengulum senyumnya dan kemudian menunjukkan 4 jarinya kepada raja berusia setengah abad tersebut.Raja Wanajaya dibuat terkejut sampai sedikit menarik badannya ke belakang. Tatapan matanya menyisakan pertanyaan besar yang disambut Aji dengan senyum khasnya."Apa Paduka ingin tahu rahasianya?" balas Aji sambil berbisik pula.Raja Wanajaya mengangguk pelan, "Apa memakai ramuan atau semacamnya?" Rasa penasarannya begitu besar."Tidak perlu, Paduka. Nanti saja kal
Ki Mangkubumi bergerak cepat setelah Aji memberi peringatan. Ketua perguruan Pedang Naga itu berteriak keras memberi perintah kepada pasukan khusus untuk membawa Raja Wanajaya pergi dari tempat itu.Dan benar saja. Pertempuran pun akhirnya pecah di dalam komplek perguruan yang diampu oleh Ki Mangkubumi tersebut.Anggota aliran hitam yang dipimpin Suwarta, Harsa dan Cokro tiba-tiba saja menyerang siapapun yang ada di dekat mereka.Suasana langsung ricuh seketika. Mereka yang tewas mengeluarkan suara lengkingan panjang menyayat hati. Dan tentu saja lengkingan kematian itu memantik keingin tahuan yang lain.Sadar sedang diserang, anngota perguruan Pedang Naga berlarian mengambil senjata mereka yang berada di gudang. Para pendekar yang mengikuti turnamen pun mau tak mau harus mencabut senjatanya masing-masing dan melakukan perlawanan.10 orang anggota pasukan khusus kerajaan Cakrabuana membawa Raja Wanajaya menjauh dan men