Aji melirik ke arah Jaya dan memberi isyarat agar jangan menyerang terlebih dahulu. Dia tahu jika teman barunya itu sudah terbakar emosi.
"Sabar kita habisi mereka setelah keluar dari desa ini," kata Aji pelan.
Jaya mengangguk sambil menahan amarahnya. Dia bisa membaca rencana Aji yang tidak ingin jatuh korban dari pihak penduduk.
"Hahaha ...! Kau cantik sekali dan memiliki kecantikan berbeda dengan yang lainnya. Paduka raja pasti akan memberiku hadiah besar jika bisa membawamu ke istana," ucap pemimpin prajurit tersebut kepada Ratih.
Putri Kiki Mangkubumi itu melengos wajah dan tidak menyahuti ucapan lelaki tersebut. Apa yang dilakukan Ratih tentunya membuat pemimpin prajurit itu murka, "Kau berani mengacuhkanku! Seharusnya kau bangga dan senang bisa tinggal di istana. Dan aku yakin, kau akan menjadi wanita yang istimewa di mata paduka!"
Ratih tetap diam dan tidak sedikitpun memandang lelaki yang berada di sampingnya itu.
"Bawa para g
Lelaki yang merupakan pemimpin prajurit itu berteriak kesakitan setelah tiba-tiba saja lengan kanannya buntung dan terjatuh di tanah. Dia tidak tahu kapan pemuda itu menyerang dan memutuskan lengan kanannya.Belum juga pemimpin prajurit itu sedikit menahan rasa sakit yang dialaminya, setelah itu ganti lengan kirinya yang juga lepas dari tubuhnya dan terjatuh ke tanah. Teriakan kesakitan meluncur berulang dari bibir lelaki itu. Air matanya mengalir sederas air terjun di musim hujan.Ucapan mengiba memohon ampun dari lelaki itu tidak membuat Aji menghentikan aksinya. Tampaknya emosi lelaki tampan itu sudah tidak terbendung lagi. Baginya, melihat pendekar terbantai adalah hal biasa dan tidak terlalu memukul perasaannya. Tapi jika penduduk yang tidak bersalah dan tidak bisa melakukan perlawanan yang terbantai, maka dia tidak bisa untuk diam.Meskipun lelaki itu sudah jatuh berlutut, Aji mengangkatnya berdiri dan menebas kedua kakinya sebatas
Aji yang sudah bersikap waspada jika para prajurit itu hendak menyerang mereka terkait pembantaian yang mereka lakukan tadi pagi di luar desa, akhirnya menurunkan tensi kewaspadaannya.Setelah memastikan jika Jaya dan Aji serta Ratih bukan bagian dari kerajaan Suryanegara, prajurit tersebut menyarankan untuk kembali sampai kotaraja Suryanegara dibuka kembali."Tampaknya kita harus melewati jalur lain, Aji," kata Jaya."Apa ada jalur lain?""Ada, tapi sedikit memutar. Mungkin saat ini jalur tersebut ramai karena jalur kotaraja ditutup," jawab Jaya."Baiklah, lebih baik memutar dari pada menunggu jalur ini dibuka," balas Aji.Jaya memutar arah kudanya menuju jalur lain yang harus melewati pegunungan, jika ingin menuju kotaraja kerajaan Kalingga.Mereka pun memacu kudanya dengan cepat melewati jalur yang berbeda dari biasanya. Pada umumnya, para pedagang enggan melewati jalur memutar tersebut. Selain lebih jauh, kondisi
Setelah cukup lama berpikir, lelaki itupun akhirnya menyerah, "Tuan siapa? Benar aku Setiaji, Tuan."Jaya tersenyum kecil sebelum membalas ucapan Setiaji, "Apa kau masih ingat di mana kau ditempatkan ketika pertama kali menjadi prajurit kerajaan Kalingga?"Setiaji mengangguk."Kau ditempatkan di kediaman penasihat Jayanata, bukan?""Benar, Tuan. Bagaimana Tuan bisa tahu?" tanya Setiaji penasaran. Jelas saja dia bingung karena yang bertanya kepadanya masih terlihat muda.Jaya sadar kalau Setiaji tidak mungkin mengenalinya, karena fisik dan mukanya terlihat lebih muda dari pada ketika Setiaji ditempatkan untuk menjaga kediamannya."Amati wajahku dengan baik!" kata Jaya.Setiaji memandang wajah Jaya dengan seksama dan cukup lama. Perlahan dia mulai mengingat siapa lelaki yang berdiri di depannya itu."Tuan Jaya?" Setiaji mengernyitkan dahinya tak percaya, "Tapi kenapa wajah Tuan jauh lebih muda?"Jaya tersenyum hangat
Setiaji keluar dari kamar tersebut dan mengumpulkan semua temannya dalam satu kamar. Dia kemudian membagi tugas kepada mereka semua tanpa terkecuali. Bahkan dirinya pun akan terjun langsung mencari informasi dari teman-teman baiknya yang mungkin masih menjadi prajurit di istana.Aji kemudian masuk ke dalam kamar tempat Setiaji membagi tugas. Dia memberi mereka masing-masing dua koin emas sebagai bekal untuk mencari informasi.Setelah paham dengan tugas masing, mereka keluar dari penginapan dan berpencar ke setiap penjuru kotaraja. Mereka tanpa kenal lelah berburu informasi yang dibutuhkan Aji dan Jaya.Setiaji berjalan menuju sudut kotaraja menuju sebuah rumah yang terletak di sebuah gang yang tidak terlalu besar.Setelah sampai di depan rumah yang ditujunya, Setiaji mengambil nafas sebentar sebelum mengetuk pintunya.Dalam tiga kali ketukan, terdengar suara seorang lelaki dari dalam rumah tersebut, "Sebentar!"Seorang lelaki seumuran Setiaj
Selain itu, dia juga bercerita kalau Raja Wanajaya memiliki kegemaran baru dengan berburu wanita cantik."Tampaknya dia sudah lupa dengan umurnya yang sudah tua," pungkas Jaya mengakhiri ceritanya.Aji tersenyum kecil, lalu melirik ke arah istrinya yang berada di atas ranjang."Dari informasi yang kalian dapatkan, sedikit banyak aku sudah mempunyai kesimpulan apa yang harus kita lakukan," kata Aji.Jaya dan Setiaji saling berpandangan heran. Bagaimana mungkin Aji bisa berpikir dan membuat rencana di saat telinganya mendengar cerita dari mereka berdua."Sekarang dengarkan, setelah itu kalian beri masukan mengenai rencanaku."Aji menarik napas panjang dan kemudian memulai menjelaskan rencana dengan detil kepada keduanya."Bagaimana menurut kalian?" tanya Aji setelah memungkasi penjelasan rencananya.Jaya menggaruk kepalanya pelan. Dia heran dengan rencana Aji yang begitu detil dan matang.
Begitu melihat ke arah yang ditunjuk Baruna, beberapa orang prajurit itu langsung berlari ke arah Setiaji. Lelaki setengah baya itu berlari dengan cepat tanpa menoleh ke belakang.Dia tidak menyangka jika Baruna yang juga sahabatnya, telah menghianatinya dan melaporkan kedatangannya ke kotaraja Kalingga kepada pihak istana."Bajingan kau Baruna ... aku berjanji akan membunuhmu nanti!" umpat Setiaji dalam hati, sambil berlari dengan begitu kencang hingga menarik perhatian penduduk kotaraja.Setiaji tidak langsung menuju penginapan. Dia yang masih sedikit hapal tentang seluk beluk kotaraja, keluar masuk gang untuk menghindari kejaran para prajurit tersebut. Baginya, keselamatannya adalah nomer sekian, karena yang terpenting tentu rencana untuk melengserkan Raja Wanajaya bisa terlaksana dengan hasil sempurna."Cari dia sampai ketemu!" teriak seorang prajurit yang kehilangan jejak Setiaji.Lelaki itu bersembunyi di sebuah rumah tua yang tidak ter
"Ternyata ada bidadari di dalam kamar ini. Kenapa kita tidak pernah mengetahuinya?" tanya seorang prajurit."Paduka pasti akan sangat senang jika kita memberikan Bidadari cantik ini kepada beliau. Dan kita akan mendapatkan imbalan yang sangat besar, hahaha!" balas temannya seraya membayangkan besarnya nominal yang akan mereka dapatkan."Kau benar, kita bisa berpesta nanti, hahaha!""Cepat keluar atau kami akan memaksamu!" bentak seorang prajurit."Jangan sampai lecet atau ada bekas luka. Paduka bisa marah jika melihat Bidadari yang kulitnya begitu bening ini terluka," sahut temannya.Ratih menatap tajam keempat prajurit yang sudah merangsek memasuki kamarnya. Di saat bersamaan hatinya terus berteriak memanggil suaminya. Dia tidak mau kegadisannya terenggut oleh lelaki yang tidak dicintainya."Ayolah Bidadari cantik. Ikutlah dengan kami baik-baik. Aku jamin kau akan bahagia dengan kemewahan istana," bujuk seorang prajurit.Ratih tidak
Jaya kembali mengernyitkan dahinya. "Sembilan belas orang itu?""Bukan, tapi sahabat lama Paman Setiaji yang bernama Baruna," jawab Aji."Berarti rencana kita gagal?""Sepertinya tidak. Paman Setiaji tidak menyebut kita sama sekali ketika memancing informasi dari Baruna. Tapi sebaiknya sekarang aku membawa Ratih keluar dulu dari kotaraja untuk mengamankannya di desa terdekat," jawab Dirga."Baiklah, aku tunggu di sini saja. Aku sudah mendapat informasi tentang Putri Larasati."Aji mengangguk, "Kita bicarakan setelah aku kembali."Selepas itu, Aji mengajak Ratih keluar dari penginapan. Kondisi jalanan yang sepi dan gelap membuat mereka bisa mudah keluar dari kotaraja. Apalagi dengan tidak adanya penjaga pintu gerbang yang sudah menjadi mayat.Butuh waktu dua jam bagi mereka untuk sampai di desa terdekat. Malam yang telah larut membuat mereka kesulitan mencari informasi tempat penginapan. Aji berinisiatif mengajak Ratih beristirahat di