"Kau harus menerima akibatnya karena menghancurkan tempat tinggalku!" bentak lelaki itu sengit.
"Itu belum sebanding dengan temanku yang kau culik!" sahut Aji tak kalah sengit.
"Sudah berulangkali aku katakan, aku tidak menculik temanmu! Dan aku sekarang mempunyai alasan untuk membunuhmu!" Tiba-tiba terjadi perubahan aura di tubuh lelaki tersebut itu.
Aura emas kehitaman yang menyelimuti tubuhnya membuat Aji mengeluarkan tenaga dalamnya. Tubuhnya ditekan kuat oleh aura yang dikeluarkan lelaki tampan itu.
"Aura ini bukan aura hitam, tapi kenapa bisa semenekan ini," gumam Aji dalam hati. Menantu Ki Mangkubumi itu tidak bisa bersantai lagi, dia mengerahkan separuh tenaga dalamnya untuk mengantisipasi serangan lawan.
Setelah memejamkan matanya sejenak, mata lelako itu berubah menjadi seperti macan dan langsung bergerak menyerang Aji. Pergerakannya begitu cepat dan juga lincah.
Aji yang sudah siap untuk menyambut serangan lelaki
Lawan Aji pun tak kalah naas. Dia juga bernasib sama dengan yang dialami suami Ratih tersebut. Siring dalam dan panjang juga tercipta akibat tubuhnya yang terseret ke belakang. Dadanya terasa sangat panas dan membekas seperti sebuah telapak tangan.Beberapa saat kemudian lelaki itu terbatuk dan memuntahkan darah kehitaman. Nafasnya tersengal-sengal karena darah menghambat jalur pernafasannya. Ada keheranan yang dirasakannya setelah bertarung melawan Aji. Selama puluhan tahun bertapa di puncak gunung Kahuripan, dia baru kali ini dibuat sampai memuntahkan darah oleh seorang pendekar.Aji dan lelaki itu sama-sama duduk bersila untuk menetralkan jalan darahnya yang tak beraturan. Keduanya mengalirkan tenaga dalam ke tubuhnya masing-masing agar bisa segera lepas dari rasa nyeri yang melanda.Setelah pernafasan mereka berdua terasa lega, dan rasa nyeri sudah mulai berkurang, keduanya pun berjalan maju dan saling berhadapan."Kau boleh melihat
"Tidak lama, Kalau kita lewat jalur selatan mungkin setengah hari kita bisa sampai di sana. Sebaiknya kita pulihkan dulu luka kita sebelum berangkat," jawab Jaya.Aji mengangguk, lalu berjalan menuju danau untuk minum dan membersihkan tubuhnya. Setelah mengaliri tenggorokannya dengan air danau yang segar, lelaki tampan itu tanpa segan langsung melompat masuk ke dalam danau.Setelah merasa tubuhnya sudah segar, Aji keluar dari danau dan berjalan mendekati Jaya. Mereka berdua pun bersila dan melakukan meditasi untuk mempercepat pemulihan luka dalam yang mereka alami.Dua jam berlalu, mereka berdua telah menyelesaikan meditasi yang mereka lakukan. Aji kemudian mengambil kuda hitamnya, dan Jaya merubah dirinya menjadi harimau besar yang tingginya sama dengan kuda yang dinaiki Aji.Kuda hitam tersebut sempat merasa ketakutan dengan harimau besar yang berada di dekatnya. Tapi Aji segera menepuk pelan leher kudanya untuk menenangkannya.Setelah itu
Sontak teriakan itu membuat semua mata tertuju pada satu titik. Mereka yang berada di atas pos pantau dibuat kaget melihat seekor harimau yang memiliki ukuran tubuh sebesar sapi dewasa.Suara kentongan pun ditabuh berkali-kali hingga memancing keributan di dalam perguruan aliran hitam tersebut.Semua murid anggota perguruan Sarang Iblis sudah paham bahwa, jika kentongan yang ditabuh terus menerus, itu tandanya perguruan mereka sedang diserang atau ada sesuatu yang membahayakanMereka pun beramai-ramai mengambil senjata apa saja yang bisa dibawa dan beranjak menuju balik pintu gerbang.Salah seorang tetua meloncat dengan ringan dan mendarat di pos pantau depan. Lelaki tua, bertubuh kurus dan berambut putih digelung ke atas itu melotot melihat harimau berjalan mondar mandir di depan pintu gerbang."Besar sekali harimau itu?" gumam lelaki kurus tersebut. Matanya tak berkedip melihat harimau yang memiliki ukuran tak senormal Harimau biasany
Suara tawa yang melengking kuat terdengar dari bibir wanita tua itu. Dia sebenarnya terkejut karena seingatnya sudah mengarahkan pemuda itu untuk menuju puncak gunung Kahuripan, tapi dia menutupi rasa terkejutnya dengan tawanya yang melengking."Dan kau memfitnah harimau itu agar ada yang bisa mengalahkannya! Pengecut!"Wanita tua itu semakin terkejut. Kerutan di wajahnya semakin tebal karena belangnya sudah terkuak lebar."Bedebah ... Kau telah berani memasuki perguruanku tanpa ijin. Aku akan membunuhmu!" bentak Nyai Bidara."Melawan harimau itu saja kau tidak bisa mengalahkannya, apalagi melawanku!" cibir Aji. Dia lalu bersiap dengan kuda-kudanya untuk melakukan pertarungan dengan wanita tua itu."Berarti kau sudah bertemu dengan manusia harimau itu?" Dahi Nyai Bidara yang keriput terlihat semakin tebal."Kalau iya kenapa? Kenapa kau begitu terkejut mendengarnya? Bahkan kami sudah bertarung, untungnya kami berdua sa
Setelah melakukan tangkisan, Jaya harus bergerak mundur karena dua serangan lain sudah mengarah ke tubuhnya. Pedang di tangannya bergerak cepat menangkis kedua pedang yang bersiap menusuknya itu.Suara dentingan akibat senjata mereka yang beradu pun kerap terdengar. Jaya yang tidak mau berlama-lama lagi dalam pertarungn itu, menambah tenaga dalam dan mempercepat gerakannya.Fokus matanya hanya untuk mencari kelemahan kombinasi serangan yang mereka keluarkan. Gerakan mereka bertiga yang rapi dan saling menutupi sedikit menyulitkan Jaya yang hendak melakukan serangan balasan."Pedang Halilintar!"Bilah pedang yang dipegang Jaya mengeluarkan kilatan seperti petir yang menyambar-nyambar. Dia menggunakan jurus pedang terkuatnya itu untuk segera mengakhiri pertarungan.Gerakan lelaki itu semakin cepat dan berhasil merusak kombinasi serangan ketiga tetua perguruan Pemuja Iblis tersebut.Jaya menarik tubuhnya satu langkah ke samping untu
"Pedang itu? Bagaimana dia bisa menguasainya?" tanya Nyai Bidara kepada suaminya."Entahlah, kita harus mencari jalan untuk kabur dari tempat ini," bisik suami Nyai Bidara."Kita serang saja, Kang! Tampaknya kita akan sulit melepaskan diri."Suami Nyai Bidara mengangguk. Mereka berdua pun menyiapkan kuda-kuda dengan kokoh. Dalam satu tarikan nafas, suami Nyai Bidara menyerang Jaya dengan segenap kemampuannya.Di saat suaminya bertarung melawan Jaya, Nyai Bidara melesat dengan begitu cepatnya hingga hampir saja berhasil keluar dari pintu gerbang perguruan. Tapi tiba-tiba saja Aji sudah mencegatnya tepat di bawah pintu gerbang."Kau mau kemana Nyai Bidara? Kau kira aku akan tertipu akal busukmu?""Kau ...! Bukankah kau tadi mendatangi istrimu?" Wajah keriput wanita tua itu semakin terlihat keriput karena terkejut dan juga ketakutan."Siapa bilang aku menuju ruangan tempat menyekap korban yang kau culik? Aku sudah paham
Perasaan Ratih dibuat bahagia dengan sikap Aji yang selalu membuatnya melayang-layang dengan berbagai pujian yang dilontarkannya. Selain begitu perhatian, Ratih juga menilai jika suaminya tersebut memiliki misi romantis yang kerap ditunjukkannya."Bagaimana Aji, apakah masih ada korban lainnya di dalam?" tanya Jaya, setelah Aji dan Ratih sudah berada di dekatnya.Aji menggeleng pelan. "Semua sudah keluar, termasuk istriku ini," jawabnya."Ternyata kalian benar-benar serasi. Semoga jodoh kalian bisa langgeng hingga maut memisahkan," balas Jaya dengan senyum yang mengembang lebar.Akhirnya Jaya bisa tersenyum dan bahkan tertawa lantang di malam itu. Dia yang selama puluhan tahun bermeditasi di puncak gunung Kahuripan, tentunya sudah bosan dengan rasa kesepian seorang diri. Dengan hadirnya Aji dan Ratih sebagai temannya, dia bisa merasakan kebahagiaan tersendiri.Sesampainya di luar pintu gerbang, Aji berhenti dan membalikkan b
Dalam perjalanan panjang menuju Kerajaan Kalingga yang membutuhkan waktu sekitar 14 hari, beberapa kali mereka membantu para pedagang ataupun penduduk yang sedang dirampok ataupun mendapat masalah lain. Sejauh ini mereka tidak halangan yang bisa membuat perjalanan menjadi lebih lama. Selain itu mereka juga harus melewati Kotaraja Suryanegara terlebih dahulu.Di hari ke 8, saat mereka hampir tiba di kotaraja kerajaan Suryanegara, perjalanan mereka terhenti setelah terjadi perang besar cukup jauh di depan mereka.Mereka hanya melihat dari jauh tanpa berpikir untuk ikut terlibat, karena mereka memang tidak ada kaitannya dengan perang yang sedang terjadi, dan juga tidak ingin terlibat di dalamnyaJaya tampak tertegun dengan perang besar yang terjadi di depan matanya itu, seolah dia sedang berpikir tentang sesuatu. Kenyitan tebal di dahinya menandakan itu."Ayo kita kembali ke desa tadi, sekalian untuk mencari informasi tentang perang i